Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RANCANGAN INTERVENSI KEPERAWATAN

TAHAPAN MOBILISASI PADA KLIEN POST OPERASI SECTIO


CAESAREA DI RUANG FLAMBOYAN RSUD UNGARAN

Disusun oleh :

1. Nahfi Lutfiati (P1337420615037)


2. Novia Putri Utami (P1337420615038)
3. Fira Dewi Cahyani (P1337420615037)
4. Ika Ratna Sari (P1337420615037)
5. Hayyan Nazri A M (P1337420615037)

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIN KESEHATAN


SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan bisa terjadi secara fisiologis maupun patologis. Persalinan patologis
kadang membutuhkan tindakan pembedahan (sectio caesarea). Sectio caesarea
didefinisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparatomi)
dan dinding uterus (histerektomi).Persalinan dengan sectio caesarea membutuhkan
pengawasan yang baik, karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat akan
berdampak pada kematian ibu, oleh karena itu pemeriksaan dan monitoring dilakukan
beberapa kali sampai tubuh ibu dinyatakan dalam kondisi baik.
Badan Kesehatan Dunia merekomendasikan bahwa angka persalinan dengan
tindakan Sectio Caesarea (S.C) tidak boleh lebih dari 10-15%. (5) Di negara-negara
maju frekuensi sectio caesarea berkisar antara 1,5 – 7%. (6) Angka kejadian sectio
caesarea di Indonesia menurut SDKI tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000
persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan, angka ini lebih tinggi dari angka
yang direkomendasikan oleh WHO dan meningkat drastis bila dibandingkan dengan
SDKI tahun 1997 yang hanya 4,1% persalinan yang berakhir dengan sectio caesarea,
yaitu sebanyak 695 kasus dari 16.217 persalinan.
Ibu yang mengalami persalinan dengan sectio caesarea dengan adanya luka di
perut harus dirawat dengan baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya infeksi.
Seringkali ibu membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga
proses penyembuhan luka dan pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim
ibu akan terpengaruh. Dalam membantu jalannya penyembuhan ibu post sectio
caesarea disarankan untuk melakukan mobilisasi dini, tetapi kadang sulit untuk
melakukan mobilisasi karena ibu merasa letih dan sakit. Salah satu penyebabnya
adalah ketidaktahuan ibu tentang mobilisasi dini. Untuk itu diperlukan pendidikan
kesehatan tentang mobilisasi dini pasca operasi sectio caesarea sehingga pelaksanaan
mobilisasi dini lebih maksimal dilakukan. Mobilisasi dini adalah suatu upaya untuk
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi dini merupakan faktor yang
mendukung dalam mempercepat pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah
komplikasi pasca bedah. Dengan mobilisasi dini vaskularisasi menjadi lebih baik
sehingga akan mempengaruhi penyembuhan luka post operasi karena luka
membutuhkanperedaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui tahapan mobilisasi yang harus dilakukan oleh klien post Sectio
Caesarea.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi mobilisasi


2. Memahami rentang gerak dalam mobilisasi
3. Mengetahui manfaat mobilisasi dini
4. Memahami kerugian bila tidak melakukan mobilisasi
5. Mengetahui tahapan mobilisasi dini pada klien Post SC
6. Memahami faktor-faktor yang mempengerahui mobilisasi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk peregangan atau belajar berjalan
(Soelaiman, 2000).
Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting
pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.
Dari kedua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah upaya
mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
B. Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito,(2000) mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1. Rentang Gerak Pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.
3. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan.
C. Manfaat Mobilisasi
Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :
Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak,
otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat
kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung
kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peritaltik usus kembali
normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti
semula.
Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat
anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya
kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bias merawat
anaknya dengan cepat.
Mencegah terjadinya thrombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi
sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya thrombosis dan
tromboemboli dapat dihindari. Menurut (Gallagher, 2004) walaupun pada tahap awal
pasca persalinan ibu tidak ingin bangkit dari tempat tidur, tetapi kembali bergerak
sangat disarankan bagi para ibu pasca seksio sesarea. Operasi dan anastesi
menyebabkan pneumonia sehingga sangat penting untuk mobilisasi.
Mobilisasi dapat meningkatkan fungsi paru-paru semangkin dalam nafas yang
ditarik, semangkin meningkat sirkulasi darah. Hal tersebut memperkecil resiko
pembentukan gumpalan darah, meningkatkan fungsi pencernaan dan menolong
saluran pencernaan agar mulai bekerja lagi. Dalam 6-8 jam tenaga medis akan
menolong ibu untuk melakukan mobilisasi seperti duduk ditempat tidur, duduk di
bagian samping tempat tidur, dan mulai berjalan jarak pendek, Semangkin cepat ibu
bisa bergerak kembali proses menyusui dan merawat anak juga semangkin mudah.
D. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik
sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu
dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik
sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat
dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang
terbuka.
Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan
menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan
terganggunya kontraksi uterus. Menurut (Fundamental,2006) Seorang ibu jika tidak
melakukan mobilisasi dapat mengganggu fungsi metabolik normal, yaitu: laju
metabolik, metabolisme karbahidrat, lemak protein, katidak seimbangan dan
elaktrolit, ketidak seimbangan kalsium,dan gangguan pencernaan.keberadaan proses
infeksius pada pasien yang tidak melakukan mobilisasi mengalami peningkatan BMR
(Basal Metabolik Rate) diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. Demam
dan penyembuhan luka meningkatkatkan kebutuhan oksigen seluler. Pada ibu yang
tidak melakukan mobilisasi juga terjadi penurunan sirkulasi volume cairan,
penggumpalan darah pada ekstermitas bawah, dan penurunan respon otonom. Faktor-
faktor tersebut mengakibatkan penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan
curah jantung yang terlihat pada tekanan darah.
Seorang ibu juga beresiko terjadi pembentukan trombus, trombus adalah
akumulasi trombosit, fibrin, faktor- faktor pembekuan darah dan elemen sel- sel darah
yang menempel pada bagian anterior vena atau arteri, kadang- kadamg menutup
lumen pembuluh darah.
E. Mobilisasi Dini pada Ibu Postpartum Sectio Caesarea
Mobilisasi dini dilakukannya secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap
mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea :
Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus tirah
baring dulu. Mobilisasi dini yang bias dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelanggan kaki, mengangkat
tumit, menenangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah thrombosis dan trombo emboli.
Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk. Setelah
ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003).
Hal- hal yang perlu diperlu diperhatikan dalam mobilisasi dini :
1. Janganlah terlalu cepat untuk melakukan mobilisasi dini sebab bisa menyebabkan
ibu terjatuh terutama bila kondisi ibu masih lemah atau memiliki penyakit jantung.
Apabila mobilisasinya terlambat juga dapat menyebabkan terganggunya fungsi
organ tubuh, aliran darah, serta terganggunya fungsi otot.
2. Ibu post partum harus melakukan mobilisasi secara bertahap.
3. Kondisi ibu post partum akan segera pulih dengan cepat bila melakukan mobilisasi
dengan benar dan tepat, dimana sistem sirkulasi dalam tubuh bisa berfungsi
normal.
4. Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena akan membebani jantung.
F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
1. Faktor Fisiologis
Apa bila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh beresiko terjadi
gangguan, tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada kondisi
kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang di alami. Sistem
endokrin, merupakan produksi hormon –sekresi kelenjar, membantu
mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti: respons terhadap stres dan
cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion, dan
metabolisme energi. Ketika cedera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu
serangkaian respons yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan
memelihara hidup. Sistem endokrin berperan dalam pengaturan lingkungan
internal dangan mempertahankan keseimbangan natrium, kalium,air, dan
keseimbangan asam- basa. Sehingga sistem endokrin bekerja sebagai pengatur
metabolisme energi.
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik:
metabilisme karbonhidrat, lemak dan protein, ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit, ketidak seimbangan kalsium dan ngangguan pencernaan. keberadaan
infeksius pada klien imobilisasi mengalami peningkatan diakibatkan karena
demam atau penyembuhan luka (Perry dan potter, 2006).
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,50C
pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah
diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi serius (Cunningham dkk,
2005).
Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan
darah lebih dari 1000 ml. dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan
mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat
atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya
perdarahan pasca bedah. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi
terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan
ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemajangan masa persalinan dan
grandemultiparitas.
2. Faktor Emosional
Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas). Ansitetas merupakan
gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan
mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Fundamental, 2006)
a. Tingkat Kecemasan
Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu:
1. Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar
dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2. Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu
mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih
banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu
cfenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
berfikir tentang hal lain.semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi
keteganggan. Individu tersebut memrlukan banyak arahan untuk berfokus
pada area lain.
4. Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terpengaruh, ketakutan
dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena mengalami
kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup dioragnisasi
kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya
kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan
ini sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang
lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian.
3. Faktor Perkembangan
Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006). Paritas adalah
banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah
lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan.
4. Faktor Psikososial
Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual sensori, dan
sosiokultural. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan prilaku,
perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping. mengidentifikasi efek
imobilisasi yang lama pada pisikososial klien. Orang yang cenderung depresi atau
suasana hati yang tidak menentu beresiko tinggi mengalami efek psikososial selama
tirah baring atau imobilisasi (perry dan potter, 2006).
BAB III

METODOLOGI

A. Topik
Mobilisasi post operasi sectio caesarea
B. Sub Topik
Tahapan mobilisasi pada klien post operasi sectio
C. Nama Anggota Kelompok
Nahfi Lutfiati
Novia Putri Utami
Fira Dewi Cahyani
Ika Ratna Sari
Hayyan Nazri Adlani Muhammad
D. Waktu
Selasa, 24 Oktober 2017
E. Tempat
Ruang Flamboyan RSUD Ungaran
F. Pengorganisasian
1. Leader : Nahfi Lutfiati
2. Co leader : Novia Putri Utami
3. Observer : Fira Dewi Cahyani
4. Fasilitator : Ika Ratna Sari
Hayyan Nazri Adlani Muhammad
G. Media / Alat yang digunakan

H. Prosedur Operasional Tindakan yang Dilakukan


1. Hari ke 1
a. Mengarahkan ibu untuk berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dimulai
sejak 6-10 jam setelah penderita / ibu sadar
b. Mengarahkan ibu untuk melatih pernafasan yang dilakukan ibu sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
2. Hari ke 2
a. Ibu dapat duduk 5 menit dan meminta untuk bernafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang gunanya untuk
melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada
diri ibu/penderita bahwa ia mulai pulih.
b. Kemudian memposisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk
c. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari ibu yang sudah melahirkan
dianjurkanbelajar duduk selama sehari
3. Hari ke 3 sampai 5
a. Menganjurkan ibu belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 –
5 setelah operasi.
b. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti
dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu.
I. Referensi
Kasdu, Dini. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. puspa sehat. Jakarta.
BAB IV

LAPORAN KEGIATAN
A. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan mobilisasi post SC dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Tahap Perkenalan dan Penggalian Pengetahuan Peserta
Setelah memberi salam dan perkenalan perawat terlebih dahulu
menyampaikan maksud dan tujuan diberikan tindakan mobilisasi post SC sebelum
materi disampaikan dan diterapkan kepada pasien. Kemudian perawat memberi
pertanyaan pembuka untuk mengetahui tingkat pengetahuan peserta tentang materi
yang akan diberikan.
Pertanyaan yang diberikan, sebagai berikut:
 Apa yang Ibu ketahui tentang mobilisasi dini post SC?
 Menurut Ibu, apa saja yang harus dilakukan dalam mobilisasi dini post SC?
 Menurut Ibu, apa saja manfaat dari melakukan mobilisasi post SC?
Pasien mampu menjawab pertanyaan dari perawat dengan bahasa pasien
sendiri. Peserta dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar, akan tetapi untuk
manfaat dari mobilisasi post SC masih belum tepat. Setelah itu perawat
menjelaskan secara singkat seputar mobilisasi dini post SC.

2. Tahap Pelaksanaan Mobilisasi post SC


Pasien mau melakukan tindakan mobilisasi post SC secara bertahap sesuai
dengan instruksi dari perawat. Disela-sela melakukan latihan mobilisasi, pasien
memberikan kesempatan pada peserta untuk beristirahat sejenak jika terasa nyeri
dan lelah serta memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya langsung
apabila ada gerakan yang pasien tidak mengerti tahapan untuk melakukan gerakan
tersebut. Setelah dilakukan tindakan gerakan mobilisasi sesuai dengan tahapan post
SC (10 jam post SC) meliputi miring ke kanan dan kiri di atas tempat tidur, dan
mengajarkan teknik nafas dalam untuk relaksasi ketika nyeri muncul. Setelah itu
perawat melakukan evaluasi keadaan pasien.
B. Faktor Pendukung
1. Faktor Perkembangan
Pasien yang berumur 26 tahun dengan anak yang kedua post SC 10 jam, pasien sangat
berantusias dalam melakukan gerakan mobilisasi.
2. Faktor Psikososial
Pasien sangat bahagia dengan kelahiran anak yang kedua yang berjenis kelamin
laki-laki ini. Karena anak yang pertama berjenis kelamin perempuan. Oleh karena
itu, pasien sangat ingin segera merawat anaknya secara mandiri.
C. Faktor Penghambat
1. Faktor Fisiologis.
Pasien merasa sakit pada area luka SC saat mencoba melakukan gerakan
mobilisasi secara mandiri karena pasien mengaku belum tahu bagaimana step by
step dalam melakukan gerakan. Pasien mengatakan baru pertama kali ini
dilakukan SC karena anak yang pertama lahir secara spontan.
2. Faktor Emosional.
Pasien berulang kali menanyakan jika dilakukan mobilisasi jahitan SC robek atau
tidak. Pasien takut jika pasien melakukan gerakan nanti jahitan SC nya akan robek
atau terbuka.
D. Evaluasi Kegiatan
a. Bentuk
Pada evaluasi menggunakan bentuk lisan yang dilaksanakan langsung di akhir
kegiatan untuk menilai apakah tujuan dari tindakan mobilisasi dini post SC dapat
berhasil atau tidak.
b. Jenis
Jenis evaluasi bentuk lisan berupa tanya jawab yang berjumlah eksplorasi perasaan
dan keadaan pasien post mobilisasi meliputi :
1. Apa yang dirasakan pasien setelah dilakukan mobilisasi?
Pasien mengatakan pasien merasa tubuhnya tidak kaku.
2. Apakah sekarang pasien sudah yakin jika setelah dilakukan mobilisasi luka
jahitan tidak robek?
Pasien mengatakan sudah yakin untuk mulai melakukan mobilisasi secara
mandiri dengan bertahap.
3. Apa manfaat yang dapat dirasakan pasien setelah melakukan mobilisasi?
Pasien mengatakan badannya mulai kuat untuk melakukan aktivitas ringan.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39058/Chapter%20ll.pdf;jsessionid=3
4F054D054E4EC9BA54BA3F28BB4E9FD?sequence=4

Anda mungkin juga menyukai