Suatu hari masuklah Rasulullah SAW menemui anandanya Fathimah az-zahra rha. Didapatinya
anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah
penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya pada anandanya, "apa
yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, semoga Allah SWT tidak menyebabkan
matamu menangis". Fathimah rha. berkata, "ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan
rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis". Lalu duduklah Rasulullah SAW di sisi
anandanya. Fathimah rha. melanjutkan perkataannya, "ayahanda sudikah kiranya ayahanda
meminta 'aliy (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling
gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah". Mendengar perkataan anandanya ini
maka bangunlah Rasulullah SAW mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan
tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya
diucapkannya "Bismillaahirrahmaanirrahiim". Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya
dengan izin Allah SWT. Rasulullah SAW meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu
untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya
seraya bertasbih kepada Allah SWT dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu
digilingnya.
Rasulullah SAW berkata kepada gilingan tersebut, "berhentilah berputar dengan izin Allah
SWT", maka penggilingan itu berhenti berputar lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin
Allah SWT yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. Maka katanya dalam
bahasa Arab yang fasih, "ya Rasulullah SAW, demi Allah Tuhan yang telah menjadikan baginda
dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya, kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling
syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba
telah mendengar dalam kitab Allah SWT suatu ayat yang berbunyi : (artinya)
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan
apa yang dititahkan".
Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka.
Rasulullah SAW kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, "bergembiralah karena
engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-zahra di dalam sorga". Maka
bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.
Rasulullah SAW bersabda kepada anandanya, "jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah,
niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT
menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa
kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang
menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya
dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya
maka Allah SWT menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Ya Fathimah,
perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan
mencuci pakaian mereka maka Allah SWT akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang
yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang
yang bertelanjang. Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya
maka Allah SWT akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.
Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau
suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do'akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai
Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah SWT dan kemarahannya itu dari kemarahan
Allah SWT?. Ya Fathimah, apabil seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya
maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah SWT akan mencatatkan baginya tiap-tiap
hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak
melahirkan maka Allah SWT mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada
jalan Allah yakni berperang sabil. Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-
dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia
meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya
menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah SWT akan mengkaruniakannya pahala
seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.
Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas
serta niat yang benar maka Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah SWT
akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai
bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya
seribu pahala haji dan umrah. Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan
suaminya maka Allah SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Ya Fathimah
perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata
rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit
(malaikat), "teruskanlah 'amalmu maka Allah SWT telah mengampunimu akan sesuatu yang
telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang". Ya Fathimah, perempuan mana yang
meminyak-kan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta
menggunting kukunya maka Allah SWT akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga
dan Allah SWT akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi
sebuah taman dari taman-taman sorga seta Allah SWT akan menyelamatkannya dari api neraka
dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat".
Ketika rombongan keluarga Nabi SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sampai di
Madinah, ketika itu Rasulullah SAW sedang membangun masjid dan ruangan-ruangan
di sekeliling masjid itu. Lalu Nabi SAW menempatkan mereka di sebuah rumah milik
Haritsah bin Nu'man ra. Rasulullah SAW menyempurnakan pernikahannya dengan
'Aisyah di ruangan itu. Dan Rasulullah SAW pun dikuburkan di tempat yang sama.
Haritsah bin Nu'man memiliki beberapa rumah di sekitar masjid Nabawi. Apabila
Rasulullah SAW menikahi seseorang, maka Haritsah akan pindah dari rumahnya demi
beliau, sehingga akhirnya semua rumahnya digunakan untuk Rasulullah SAW dan istri-
istri beliau. Nabi SAW membuat pintu masuk ke masjid meialui pintu kamar 'Aisyah.
Sehingga diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang beri'tikaf, beliau nienjengukkan
kepalanya dari masjid lewat pintu 'Aisyah. lalu 'Aisyah mencuci kepala beliau sementara
dia sedang haid.
Setelah perombakan demi perombakan, akhirnya rumah para istri Nabi SAW harus
digusur pada masa Walid bin Abdul Malik. Abdullah bin Yazid berkata tentang kejadian
penggusuran itu, "Aku melihat rumah-rumah istri Rasulullah SAW ketika dihancurkan
oleh Umar bin Abdul Aziz pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul Malik. Rumah-
rumah itu disatukan dengan masjid. Rumah-rumah itu terbuat dari bata kering, dan
ruangan-ruangannya dibuat dari batang pohon kurma yang disatukan dengan lumpur.
Ada sembilan rumah dengan kamar-kamarnya. Rumah itu dimulai dari rumah 'Aisyah
dengan pintu yang berhadapan dengan pintu kamar Rasulullah SAW, sampai rumah
Asma' binti Hasan. Aku melihat rumah Ummu Salamah dan ruangan-ruangannya
terbuat dari bata. Cucu laki-lakinya berkata, "Ketika Rasulullah SAW menyerang
Dumatut jandal, Ummu Salamah membangun ruangan dengan bata. Ketika Rasulullah
SAW datang dan melihat bata itu, beliau masuk menemui Ummu Salamah rha. dan
bertanya, bangunan apa ini?' Dia menjawab, 'Ya Rasulullah SAW, aku ingin
menghalangi pandangan orang'. Beliau SAW berkata, 'Wahai Ummu Salamah, hal
terburuk bagi seorang Muslim dalam membelanjakan uangnya adalah untuk bangunan.'
Di antara makam dan mimbar, terdapat kamar-kamar istri Rasulullah SAW yang terbuat
dari batang pohon kurma dengan pintu-pintunya yang ditutupi dengan kain wol hitam.
Dan pada hari surat Walid bin Abdul Malik dibacakan, yang memerintahkan agar kamar,
kamar istri-istri Rasulullah SAW tersebut disatukan dengan masjid Nabi, banyak orang
yang menangis kehilangan. Sa'id bin Musayab rah.a. juga bercerita tentang hari itu,
'Demi Allah, aku berharap bahwa kamar-kamar itu dibiarkan sebagaimana adanya,
sehingga orang-orang Madinah dan para pengunjung dari jauh bisa melihat seolah-olah
Rasulullah SAW masih hidup. Hal itu termasuk bagian dari hal-hal yang akan memberi
semangat kepada umat untuk menahan diri dari mencari dan menyibukkan diri atas
sesuatu yang tidak berguna di dunia ini'.
lmran bin Abi Anas berkata, 'Di antara rumah-rumah itu ada empat buah rumah yang
terbuat dari bata dengan kamar-kamar dari pohon kurma. Ada lima rumah dari batang
pohon kurma dilapisi lumpur tanpa bata. Aku mengukur gordennya dan mendapati
ukurannya tiga kali satu cubit, dan areanya itu sedemikian, lebih atau kurang.
Sedangkan mengenai tangisan, aku bisa mengingat kembali diriku pada sebuah
perkumpulan yang dihadiri sebagian sahabat Rasulullah SAW, termasuk Abu Salamah
bin Abdurrahman, Abu Umamah bin Sahal, dan Kharijah bin Zaid. Mereka menangis
sampai janggut mereka basah oleh air mata. Tentang hari itu Abu Umamah berkata,
'Seandainya mereka membiarkan dan tidak menghancurkannya sehingga orang-orang
bisa menahan diri dari membangun bangunan dan mencukupkan dengan apa yang
Allah ridhai pada Rasul-Nya walaupun kunci harta dunia di tangan beliau.'
Oleh: http//kisahislam.com
Dia adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri dari
seorang laki-laki yang suka kebenaran, yaitu Khalifah Abu Bakar dari suku Quraisy At-
Taimiyyah di Makkah, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri Nabi
yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam. Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr
bin ‘Ash Rodhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam:
“Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?" Rasul menjawab:
'''Aisyah.'' 'Amr bertanya lagi: "Kalau laki-laki?" Rasul menjawab: "Ayahnya.
Selain itu Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit
ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad
yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-
laki dalam bidang politik atau strategi perang.
Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para
orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan
madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu
ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru
umat manusia, yaitu suaminya sendiri. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan
demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan
yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang
diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas sastra, sebagai kalimat
yang begitu tinggi nilai sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di
fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi
setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi 'Aisyah dan Saudah pada waktu yang
bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak
langsung hidup serumah dengan 'Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup
serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah
beliau hidup serumah dengan 'Aisyah. 'Aisyah menempati salah satu kamar yang
terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah
kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya
berupa tikar; sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana
itulah 'Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan
dalam sejarah.
Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah
menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu.
Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak
tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi
seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin
bahagia seseorang yang berpaling dari fitrahnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, 'Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia
sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami,
menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik
yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan
yarig ditemui ketika menjalankan tugas agama. '
Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam
mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba
kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat
adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka
hanya makan kurma dan minum air putih.
Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang
melimpah, 'Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan
kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu
itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu ia sedang berpuasa. Salah seorang
pelayannya berkata: "Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski-
pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!" Ia menjawab: "Seandainya engkau
katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.
Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemiskinan dan tidak dilalaikan oleh
kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya
adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya.
Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan
langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dia menguasai
berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru
para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-
Zuhri berkata: "Seandainya ilmu semua wanita disatukan, lalu dibandingkan dengan
ilmu 'Aisyah, tentulah ilmu 'Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka."1
Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: "Sungguh aku telah banyak
belajar dari 'Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada
'Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah,
syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah
Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai bibi, dari
manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?' 'Aisyah menjawab: 'Aku sakit, lalu aku
diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga
mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga
aku mengetahui dan menghafalnya. "'2
Dalam riwayat lain dari A'masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abud Dhuha berkata:
"Kami pernah bertanya kepada Masruq: 'Apakah 'Aisyah juga menguasai ilmu faraidh?'
Dia menjawab: 'Demi Allah, aku pernah melihat para shahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi
wasallam yang senior biasa bertanya kepada 'Aisyah tentang faraidh. "'3
Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, 'Aisyah juga memiliki kekurangan,
yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri Nabi Sholallahu ‘alaihi
wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat
pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada
'Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari
Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi
Sholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.
Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada' dan
merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat
dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana
biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya:
"Di mana saya besok? Di mana saya lusa?" Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin
segera sampai pada hari giliran 'Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal
itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai
selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: "Ya Rasulullah, kami rela
memberikan jatah giliran, kami kepada 'Aisyah.4
Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana 'Aisyah dengan setia
menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela
'Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. 'Aisyah berkata:
"Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah."
Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan 'Aisyah.
6Para generasi sepeninggal 'Aisyah selalu mengkaji dan meneliti detail kehidupannya
sejak usia 6 tahun, dengan harapan bisa mengambil hikmah dan ibrah dari model
tarbiyyah (pendidikan) yang telah membentuk pribadi beliau menjadi figur tunggal yang
belum ada duanya sejak empat belas abad silam
Zainab Binti Jahsy Bin Ri`ab R.A - Istri Nabi Yang Paling Banyak Sedekahnya
Zainab binti Jahsy adalah putri dari bibi Rasulullah yang bernama Umaymah binti Abdul
Muthalib bin Hasyim. Zainab adalah seorang wanita yang cantik jelita dari kaum
bangsawan yang terhormat. Dipandang dari ayahnya, Zainab adalah keturunan suku
Faras yang berdarah bangsawan tinggi.
Ia dinikahkan Rasulullah dengan anak angkat kesayangannya Zaid bin Haritsah. Tetapi
pernikahan itu tidak berlangsung lama, mereka akhirnya bercerai. Kemudian Allah
memerintahkan Nabi Muhammad S.A.W untuk menikahi Zainab. "Maka tatkala Zaid
telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya). Kami kawinkan kamu
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu`min untuk (mengawini) istri-istri
anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan
keperluannya daripada istrinya. Dan adapun ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS Al-
Ahzab[33]:37)
Bukhori meriwayatkan dari Anas, Zainab sering berkata, "Aku berbeda dari istri-istri
Rasulullah S.A.W yang lainnya. Mereka dikawinkan oleh ayahnya, atau saudaranya,
atau keluarganya, tetapi aku dikawinkan Allah dari langit."
Zainab adalah seorang wanita berhati lembut dan penuh kasih sayang, suka menolong
fakir miskin dan kaum lemah. Dia senang sekali memberi sedekah, terutama kepada
anak yatim.
Rasulullah pernah bersabda kepada istrinya, "Yang paling dahulu menyusulku kelak
adalah yang paling murah tangannya." Maka berlomba-lombalah istri beliau
memberikan sedekah kepada fakir miskin. Namun tak ada yang bisa mengalahkan
Zainab dalam memberikan sedekah. Dari Aisyah r.a berkata, "Zainab binti Jahsy adalah
seorang dari istri-istri Nabi yang aku muliakan. Allah S.W.T menjaganya dengan
ketaqwaan dan saya belum pernah melihat wanita yang lebih baik dan lebih banyak
sedekahnya dan selalu menyambung silaturahmi dan selalu mendekatkan dirinya
kepada Allah selain Zainab."
Disarikan dari Shifatush Shofwah, Ibnu Jauzi dan Qishhshu An-Nisa Fi Al Qur`an Al-
Karim, Jabir Asyyberapa Sahabiah dalam Medan Jihad
Thabarani memberitakan dari Ummi Sulaim ra. dia berkata: Pernah Rasulullah SAW
keluar berjihad dan ikut bersamanya sebilangan kaum wanita dari kaum Anshar, maka
merekalah yang memberikan minum kepada orang-orang yang sakit, memberi obat
kepada orang-orang yang luka-luka. (Majmauz-Zawa'id 5:324)
Muslim dan Termidzi telah memberitakan dari Anas ra. dia berkata: Pernah Rasulullah
SAW keluar berjihad dengan membawa Ummi Sulaim ra. dan beberapa orang wanita
dari kaum Anshar yang ditugaskan untuk menyediakan air minum dan menguruskan
orang-orang yang luka-luka dalam peperangan.
Bukhari telah mengeluarkan berita dari Ar-Rabik binti Mu'awwidz ra. dia berkata: Kami
pernah ikut Nabi SAW keluar berjihad, lalu kamilah yang menguruskan luka-luka para
pejuang, dan mengangkat orang-orang yang gugur syahid ke kemah kami. Suatu berita
lain darinya juga, katanya: Kami pernah keluar dengan Nabi SAW ke medan perang,
dan kamilah yang memberikan minum kepada para pejuang, menguruskan semua
keperluan mereka, dan mengangkat mereka yang mati terbunuh atau yang luka kembali
ke Madinah.
Imam Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummi Athiyah Al-Anshariyah
ra. dia berkata: Aku pernah keluar berjihad bersama-sama Rasulullah SAW sebanyak
tujuh peperangan, aku menjaga kemah-kemah mereka, memasak makanan buat
mereka, mengobati orang-orang yang luka, dan membantu orang- orang tua yang
sudah tidak terdaya lagi. (Al-Muntaqa)
Thabarani meriwayatkan dari Laila Al-Ghifariyah ra. dia berkata: Aku pernah keluar
berjihad bersama Rasulullah SAW dan aku mengobati orang-orang yang luka.
(Maima'uz-Zawa'id 5:32,4)
Bukhari telah memberitakan dari Anas ra. dia berkata: Pada hari peperangan Uhud
ramai orang Islam yang terkocar-kacir dan terpisah dari Nabi SAW Dan aku lihat Aisyah
binti Abu Bakar dan Ummi Sulaim tergesa-gesa membawa kantung Qirbah (terbuat dari
kulit kambing) yang berisi air, memberi minum orang-orang yang dahaga dalam
pertempuran itu. Sesudah habis mereka pergi lagi mengisi air dan memberi minum
kepada tentara Islam yang berperang itu. (Baihaqi 9:30)
Bukhari telah memberitakan dari Tsaklabah bin Abu Malik ra. bahwa Umar bin Al-
Khatthab ra. telah membagi-bagikan kain antara kaum wanita, dan ada sisa sepotong
kain yang agak baik sedikit, maka berkata orang-orang yang di sisi Khalifah Umar ra.:
Wahai Amirul Mukminin! Kain potong yang lebih ini berikanlah kepada cucunda
Rasulullah SAW yang menjadi isterimu - maksudnya Ummi Kultsum binti Ali ra. Tetapi
mereka dijawab oleh Khalifah Umar ra.: Ummi Sulaith lebih berhak darinya (Ummi
Kultsum), dan Ummi Sulaith seorang wanita Anshar, di antara yang membaiat
Rasulullah SAW. Tambah Umar ra. lagi: Karena dia pernah memberi kita minum pada
hari peperangan Uhud. (Kanzul Ummal 7:97)
Abu Daud memberitakan dari Hasyraj bin Ziyad dari neneknya ra. bahwa mereka
pernah keluar berjihad bersama-sama Nabi SAW di medan Hunain, dan mereka
mengatakan: Kami mendendangkan syair-syair yang memberi semangat kepada para
pejuang membantu keperluan mereka, mengobati para pejuang yang luka, memberi
mereka panah dan menyediakan bubur sawiq, dari Abdul Razzak dari Az-Zuhri, dia
berkata pula, bahwa kaum wanita ada yang menyaksikan pertempuran di medan
perang, memberi minum para pejuang, mengobati mereka yang luka. (Fathul Bari 6:51
Kisah Sahabiah Nabi: Nusaibah, wanita perkasa
AntiLiberalNews – Hari itu Nasibah tengah berada di dapur. Suaminya, Said tengah beristirahat
di kamar tidur.Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh.
Nasibah menebak, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di
sekitar Gunung Uhud.
Dengan bergegas, Nasibah meninggalkan apa yang tengah dikerjakannya dan masuk ke
kamar.Suaminya yang tengah tertidur dengan halus dan lembut dibangunkannya.”Wahai
Suamiku, aku mendengar suara aneh menuju Uhud. Barang kali orang-orang kafir telah
menyerang.”
Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Ia menyesal mengapa bukan ia yang
mendengar suara itu,tapi Malah istrinya. Segera saja ia bangkit dan mengenakan pakaian
perangnya. Sewaktu ia menyiapkan kuda, Nasibah menghampiri. Ia menyodorkan sebilah
pedang kepada Said. ”Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang….”
Said memandang wajah istrinya. Setelah mendengar perkataannya seperti itu, tak pernah ada
keraguan baginya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu
terdengarlah derap suara langkah kuda menuju utara.
Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang
lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu makin
mengobarkan keberanian Said saja.
Di rumah, Nasibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan
Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan umynya dengan pandangan cemas. Ketika
itulah tiba-tiba muncul seorang pengendara kuda yang nampaknya sangat gugup. ”Ummi, salam
dari Rasulullah.”
Berkata lagi si penunggang kuda,”Suami ummi, Said baru saja gugur di medan perang. Beliau
syahid….”
Nasibah tertunduk sebentar, ”Inna liLlahi wainna ilaihi raaji’uun,” gumamnya,”Suamiku telah
menang perang. Terima kasih, ya Allah.”
Setelah pemberi kabar itu meninggalkan rumah tersebut, Nasibah memanggil Amar. Ia
tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan,”Amar, kaulihat Ibu menangis..? Ini bukan
air mata
sedih mendengar ayahmu telah syahid. Aku sedih karena tidak punya apa-apa lagi untuk
diberikan bagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ummi mu bahagia..?”
”Ambilah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir
terbasmi.”
‘Mata Amar bersinar-sinar.”Terima kasih, ummi, inilah yang aku tunggu sejak dari tadi, aku
was-was seandainya ummi tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membela agama Allah.”
Putra Nasibah yang berbadan kurus itu pun segera menderapkan kudanya mengikut jejak sang
ayah. Tidak tampak ketakutan sedikitpun dalam wajahnya.
Di depan Rasulullah, ia memperkenalkan diri. ”Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang
untuk menggantikan ayah yang telah gugur.”
Rasulullah dengan terharu memeluk anak muda itu. ”Engkau adalah pemuda Islam yang sejati,
Amar..! Allah memberkatimu.”
Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung sampai sore.
Pagi-pagi seorang utusan pasukan islam berangkat dari perkemahan mereka meunuju ke rumah
Nasibah. Setibanya di sana, perempuan yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita.
”Ada kabar apakah gerangan kiranya..?” serunya gemetar, ketika sang utusan belum lagi
membuka suaranya, ”apakah anakku gugur..?”
Nasibah menggeleng kecil. ”Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan
kuberangkatkan..? Saad masih kanak-kanak.”
Mendegar itu, Saad yang tengah berada tepat di samping umminya menyela, “Ummi, jangan
remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putra seorang ayah
yang gagah berani.”
”Hai utusan,” ujarnya, ”Kausaksikan sendiri aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya masih
tersisa diri yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”
Nasibah tersinggung, ”Engkau meremehkan aku karena aku perempuan? Apakah perempuan
tidak ingin juga masuk surga melalui jihad..?”
Nasibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas saja menghadap Rasulullah
dengan kuda yang ada. Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nasibah.
Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum.
”Nasibah yang dimuliakan Allah. Belum waktunya perempuan mengangkat senjata. Untuk
sementra engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya
sama dengan yang bertempur.”
Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nasibah pun segera menenteng tas obat-obatan dan
berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka
dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit
muda yang luka-luka, tiba-tiba terciprat darah di kepalanya.
Ia menegok, Kepala seorang tentara Islam menggelinding terbabat senjata orang kafir. Timbul
kemarahan Nasibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi waktu di lihatnya Nabi terjatuh dari
kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh, Nasibah tidak bisa menahan diri lagi.
Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang rubuh itu, dinaiki kudanya.
Lantas bagai singa betina, ia mengamuk.
Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang.
Hingga pada suatu waktu seorang kafir mengendap dari belakang, dan membabat putus lengan
kirinya. Ia terjatuh terinjak-injak kuda.
Peperangan terus saja berjalan, medan pertempuran makin menjauh, sehingga Nasibah teronggok
sendirian. Tiba-tiba Ibnu Mas’ud mengendari kudanya, mengawasi kalau-kalau ada korban yang
bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat seonggok tubuh bergerak-gerak dengan payah,
segera mendekatinya.
Dipercikannya air ke muka tubuh itu. Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, ”Istri Said-kah
engkau..?”
Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nasibah
menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke pertempuran. Banyak musuh yang dijungkir-
balikannya. Namun, karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat
putus. Rubuhlah perempuan itu ke atas pasir.
Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.Tiba-tiba langit berubah hitam mendung. Padahal
tadinya cerah terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak. Rasullullah kemudian berkata
kepada para sahabatnya, ”Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan..?
Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun
menyambut kedatangan arwah Nasibah, wanita yang perkasa.”
Subhanallah. Semoga kita di beri kekuatan oleh allah untuk bisa mencontoh Ummu Nasibah.
Aamiin….