Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“FRAKTUR FEMUR”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Kelompok 2

Achmad Arifin 16.IK.454

Desy Meldawati 16.IK.465

Dwiti Hikmah Sari 16.IK.466

Fachriyal Hami 16.IK.467

Fahmi Riduan 16.IK.468

Kadek Dian Purwata 16.IK.476

Rahmat Maulida 16.IK.490

Siti Khotijah 16.IK.495

Yunita 16.IK.502

Zhikri Samudera As’S 16.IK.504

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA

BANJARMASIN

2018
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Tulang

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan


menjadi tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan tubuh.
menggerakkan tubuh. Tulang adalah jaringan terstruktur dengan baik dan
mempunyai 5 fungsi utama:

a. Membentuk rangka badan


b. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat
dalam (otot, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-paru)
d. Sebagai tempat mengatur dan deposit kalsium, fosfat, magnesium dan garam.
e. Ruang ditengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi
tambahan lain, yaitu sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik


(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks
organik tulang juga disebut osteosid. Sekitar 70% dari osteosid adalah kolagen
tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada tulang. Materi organik lain yang juga
menyusun tulang berupa proteoglikan. Secara garis besar, tulang dibagi 6 :

a. Tulang panjang (long bone): femur, tibia, fibula, ulna, humerus.


b. Tulang pendek (short bone): tulang-tulang karpal
c. Tulang pipih (flat bone): tulang parietal, iga, skapula, dan pelvis.
d. Tulang tak beraturan (irregular bone): tulang vertebra
e. Tulang Sesmoid: tulang patella
f. Tulang Sutura: atap tengkorak

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luarnya yang
disebut dengan korteks dan bagian luarnya dilapisi periosteum.
2. Fisiologi Tulang
Tulang terdiri dari 3 jenis sel :
a. Osteoblast
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu
proses yangh disebut osifikasi.
b. Osteosit
Adalah sel tulang dewasa yng bertindak sebagai suatu lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
c. Osteoklas
Adalah sel besar yang berinti banyak yang memungkinkan mineral
dan matriks tulang dapat di absorbsi. Sel ini menghasilkan enzim
proteolitik, yang memecah matriks dan beberapa asam yang melarutklan
mineral tulang sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

(Arif Muttaqin, 2008)

3. Os Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar yang terhubung dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas
dan bawah kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah
tonjolan yang disebut kondilus medialis dan kondilus lateralis. Di antara kedua
kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patela)
yang disebut dengan fosa kondilus.
Os tibialis dan fibularis merupakan tulang pip yang terbesar sesudah tulang
paha yang membentuk persendian dengan os femur. Pada bagian ujungnya
terdapat tonjolan yang disebut maleolus lateralis atau mata kaki luar. Os tibia
bentuknya lebih kecil, pada pangkal melekat os fibula, pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut
os maleolus medialis.
B. Definisi
Fraktur femur adalah diskontinuitas dari femoral shafi yang bias terjadi akibat
trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa. (Desiartama & Aryana, 2017)
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada
tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan
penderita mengalami syok.
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahann otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang /
osteoporosis. Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan
acetabulum bagian dari femur, terdiri dari: kepala, leher, bagian terbesar dan kecil,
trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas.
Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa,
ligament dan otot. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya
arteri retikuler posterior, nutrisi dan pembuluh darah dari batang femur meluas
menuju daerah trankhanter dan bagian bawah dari leher femur.

C. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur femur berdasarkan tempat terjadinya antara lain:
1. Fraktur Collum Femur
Fraktur Collum femur merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan pada
orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang osteoporosis.
Fraktur leher femur pada anak-anak jarang ditemukan. Fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan dengan perbandingan 3:2.
Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
Fraktur terjadi karena jatuh pada derah trokanter, baik karena kecelakaan
lalu lintas maupun jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, seperti terpeleset
dikamar mandi ketika panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.

2. Fraktur Subtrochanter Femur

Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm


distal dari trokhenter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi,
tetapi yang lebih sederhana dan sudah dipahami adalah klasifikasi fielding dan
Magliato, yaitu sebagai berikut.

a. Tipe 1: garis fraktur satu level dengan trokhenter minor.


b. Tipe 2: garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhenter
minor.
c. Tipe 3: garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhenter minor.
3. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Fraktur
batang femur dibagi menjadi :
a. Tertutup
Adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan
jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
b. Terbuka
Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara
tulang patah dengan dunia luar.

4. Fraktur Supracondyler Femur

Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu menjadi dislokasi ke


posterior. Hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot
gastroknemius. Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stres valgus
atau varus, dan disertai gaya rotasi.

5. Fraktur Intercondylair
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
6. Fraktur Condyler Femur
Mekanisme traumanya biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
abduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

D. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Cedera Traumatic
Cedera traumatic dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang patah secara
sepontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
3. Secara Spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

E. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur
terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena
perlukaan kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya terjadi hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut, aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau
penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakinatkan kerusakan syaraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut
syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment.

F. Pathway
G. Manifestasi Klinik
1. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya. Daya tarik kekuatan otot
menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya, perubahan keseimbangan
dan kontur terjadi seperti:
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2. Bengkak
Edema muncul secara cepat dikarenakan aciran serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan ekstravasasi daerah di jaringan sekitarnya.

3. Echymosis dari perdarahan subcutaneous.


Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari ekstavasasi daerah di
jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
5. Tenderness/ keempukkan.
6. Nyeri
Dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini mungkin disebabkan
oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di
daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
8. Pergerakan abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
9. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
10. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan.
11. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
Paralisis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
12. Gambaran X-Ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.

H. Komplikasi
Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam jam atau lebih, dan
sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika
tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari Fraktur femur yaitu:
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang
merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah
dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur
pelvis (Suratum,dkk,2008).
2. Emboli Lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur multiple atau cidera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30
tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah
karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna
katekolaminyang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam
lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula
lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk 15emboli, yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ
lain.Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea,
takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk, 2008).
3. Sindrom Kompartemen (Volkmann’s Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan,
sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut.
Ruangan tersebut terisi olehotot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh
tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium.
Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen
terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama
mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas (Handoyo, 2010).
4. Nekrosis Avaskular Tulang
Cedera baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskulerini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum,
dan os. Talus (Suratum, 2008).

5. Atrofi Otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otottersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel
parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur,
atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel
otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung.
b. Mengetahui tempat dan tipe fraktur.
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic.
2. Scan Tulang, Tomography, CT-Scan, MRI
Dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai ada kerusakan vaskuler.
4. CCT
Dilakukan bila banyak kerusakan otot.
5. Hitung Darah Lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
6. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
7. Profil Koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple atau cedera hati.

J. Penatalaksanaan Medis
1. Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk
membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
2. Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
3. Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang
a. Reduksi tertutup
Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk
memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi
ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology
yang diikuti fiksasi interna.
b.  Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF
Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi
fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur
untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang
secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang
fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat
bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi
dan sokong tambahan.

K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera
sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan
nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
2. Immobilitas
Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang
dipersatukan dengan pemasangan gips.
3. Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
4. Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
5.  Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syock.
6. Traksi untuk fraktur tulang panjang
Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi
fragmen tulang.

L. Diagnosa yang mungkin muncul


1. Nyeri akut
2. Kerusakan Integritas Kulit
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Resiko Infeksi
5. Defisit perawatan diri

M. Intervensi

N Dx NOC NIC
o Keperawata
n
1. Nyeri akut  Pain level Pain Manajemen
 Pain Control
1. Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort Level
secara komprehensif
Setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
keperawatan selama 3x24 jam karakteristik, durasi,
nyeri akut pasien berkurang frekuensi, kualitas dan faktor
dengan Kriteria Hasil: presipitasi
1. Mampu 2. Observasi reaksi nonverbal
mengontrol nyeri (tahu dari ketidaknyamanan
penyebabnyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik non terapeutik untuk mengetahui
farmakologi untuk mengurang pengalaman nyeri pasien
inyeri, mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang
2. Melaporkan mempengaruhi respon nyeri
bahwa nyeri berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri
menggunakan manajemen masa lampau
nyeri 6. Evaluasi bersama pasien dan
3. Mampu tim kesehatan lain tentang
mengenali nyeri (skala, ketidakefektifan kontrol
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri masa lampau
nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga
4. Menyatakan rasa untuk mencari dan
nyaman setelah nyeri menemukan dukungan
berkurang 8. Kontrol lingkungan yang
5. Tanda vital dapat mempengaruhi nyeri
dalam rentang normal seperti suhu ruangan,
6. Tidak ada pencahayaan dan kebisingan
ekspresi menahan nyeri dan 9. Monitor kepuasan pasien
ungkapan secara verbal terhadap manajemen nyeri
10. Tingkatkan istirahat yang
7. Tidak ada
adekuat
tegangan otot
11. Jelaskan pada pasien
penyebab nyeri
12. Lakukan tehnik
nonfarmakologis (relaksasi,
masase punggung)

2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya


integritas keperawatan selama 3x24 jam faktor resiko yng
kulit diharapkan tidak terjadi kerusakan menyebabkan kerusakan
integritas kulit secara luas dengan integritas kulit
kriteria hasil : 2. Observasi
1. Nyeri lokal kulit setiap hari dan catat
ekstremitas tidak terjadi sirkulasi dan sensori serta
2. Menunjukkan perubahan yang terjadi
rutinitas perawatan kulit yang 3. Berikan
efektif bantalan pada ujung dan
sambungan traksi
4. Jika
memungkinkan ubah posisi
1-2 jam secara rutin
5. Konsultasik
an ke ahli gizi untuk
makanan tinggi protein
untuk membantu
penyembuhan luka
3. Hambatan  Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
mobilitas  Mobility Level 1. Monitoring vital sign
fisik sebelum/sesudah latihan dan
 Self care : ADLs lihat respon pasien saat
Setelah dilakukan tindakan latihan
keperawatan selama 3x24 jam 2. Konsultasikan dengan terapi
pasien menunjukkan suhu tubuh fisik tentang rencana
dalam batas normal dengan ambulasi sesuai dengan
kriteria hasil: kebutuhan
3. Bantu klien untuk
1. Vital sign dalam batas normal
menggunakan tongkat saat
saat beraktivitas
berjalan dan cegah terhadap
sebelum/sesudah
cedera
2. Mengerti tujuan dari
4. Ajarkan pasien atau tenaga
peningkatan mobilitas
kesehatan lain tentang teknik
3. Memverbalisasikan perasaan
ambulasi
dalam meningkatkan
5. Kaji kemampuan pasien
4. kekuatan dan kemampuan
dalam mobilisasi
berpindah
6. Latih pasien dalam
5. Memperagakan penggunaan
pemenuhan kebutuhan ADLs
alat Bantu untuk mobilisasi
secara mandiri sesuai
(walker)
kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Resiko  Immune Status Infection Control


(Kontrolinfeksi)
infeksi  Knowledge : Infection 1. Bersihkan
control lingkungan setelah dipakai
pasien lain
 Risk control 2. Pertahankan teknik isolasi
 Setelah dilakukan tindakan 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada
keperawatan selama 3x24 jam pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
pasien menunjukkan suhu tubuh
setelah berkunjung
dalam batas normal dengan meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun
kriteria Hasil:
antimikrobia untuk cuci
1. Klien bebas dari tanda dan tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum
gejala infeksi
dan sesudah tindakan
2. Mendeskripsikan proses kperawtan
7. Gunakan baju, sarung
penularan penyakit, factor
tangan sebagai alat
yang mempengaruhi pelindung
8. Pertahankan lingkungan
penularan serta
aseptik selama pemasangan
penatalaksanaannya, alat
9. Ganti letak IV perifer dan
3. Menunjukkan kemampuan
line central dan dressing
untuk mencegah timbulnya sesuai dengan petunjuk
umum
infeksi
10. Gunakan kateter intermiten
4. Jumlah leukosit dalam untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
batas normal
11. Tingktkan intake nutrisi
5. Menunjukkan perilaku 12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
hidup sehat
Infection Protection
(proteksiterhadapinfeksi)
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit,
WBC
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
k/p
8. Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
11. Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari
infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

5. Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji


perawatan
keperawatan selama 3x24 jam kemampuan dan tingkat
diri
defisit perawatan diri klien dapat penurunan dalam skala 0-4
terpenuhi, dengan kriteria hasil : untuk melakukan aktivitas
1. Klien dapat menunjukkan hidup sehari-hari
perubahan gaya hidup untuk 2. Hind
kebutuhan merawat diri ari apa yang tidak dapat
2. Mampu melakukan aktivitas dilakukan klien dan bantu
perawatan diri sesuai dengan bila perlu
tingkat kemampuan 3. Ajak
3. Mengidentifikasi individu atau klien untuk berfikir positif
keluarga untuk dapat terhadap kelemahan yang
membantu dimilikinya. Berikan klien
motivasi dan izinkan klien
melakukan tugas, dan
berikan umpan balik positif
atas usahanya
4. Renc
anakan tindakan untuk
mengurangi pergerakan
pada sisi paha yang tidak
sakit, seperti tempatkan
makanan dan peralatan
dekat dengan klien
5. Ident
ifikasi kebiasaan BAB.
Anjurkan minum dan
meningkatkan latihan

DAFTAR PUSTAKA

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Arif Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta:EGC.


Noor, Z. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal (2 ed.). Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai