Anda di halaman 1dari 120

EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA

PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KOMPOS


JERAMI TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO
DI TANAH ULTISOL

TESIS

Oleh

NOVIA CHAIRUMAN
067002004/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Novia Chairuman : Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos..., 2008
USU e-Repository © 2008
EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA
PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KOMPOS
JERAMI TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI GOGO
DI TANAH ULTISOL

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains


dalam Program Studi Ilmu Tanah
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NOVIA CHAIRUMAN
067002004/TNH

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Judul Tesis : EFEKTIVITAS CENDAWAN MIKORIZA
ARBUSKULA PADA BEBERAPA TINGKAT
PEMBERIAN KOMPOS JERAMI TERHADAP
KETERSEDIAAN FOSFAT SERTA PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI PADI GOGO DI TANAH ULTISOL
Nama Mahasiswa : Novia Chairuman
Nomor Pokok : 067002004
Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

Ketua Anggota

(Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP) (Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc)

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, MSc)

Tanggal lulus : 25 Agustus 2008


Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP


Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc
: 2. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
: 3. Ir. T. Sabrina, MAgrSc, PhD
: 4. Dr. Ir. Rosmayati, MS
ABSTRAK

Novia Chairuman. 067002004. Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada


Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami terhadap Ketersediaan Fosfat serta
Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol. Padi gogo yang ditanam
pada tanah Ultisol, produktivitasnya masih rendah. Pemberian CMA dan kompos
jerami dapat mengatasi permasalahan tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui
efektifitas CMA pada beberapa tingkat pemberian kompos jerami dalam
meningkatkan ketersediaan fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah
Ultisol. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kasa Kebun Percobaan Pasar Miring,
Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dari bulan Februari sampai
dengan Juni 2008. Rancangan yang digunakan faktorial dalam Rancangan Acak
Lengkap, terdiri dari dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama terdiri dari 4 taraf
pemberian CMA (0; 7,5; 15; dan 22,5 g pot-1) dan faktor kedua terdiri dari 4 taraf
pemberian kompos jerami (0; 25; 50; dan 75 g pot-1). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengaruh CMA nyata meningkatkan P tersedia dan bobot kering jerami, tetapi
tidak nyata terhadap produksi. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P
tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Interaksi CMA dan kompos jerami nyata
meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi. Produktivitas padi
tertinggi pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Efektivitas CMA
terhadap P tersedia pada dosis 7.5 g pot-1 sampai 22.5 g pot-1 meningkat dengan
bertambah dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Terhadap bobot kering jerami,
efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 menurun dengan bertambahnya dosis
kompos jerami hingga 75 g pot-1. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia,
bobot kering jerami, dan produksi adalah pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1
kompos jerami.

Kata kunci : CMA, kompos jerami, P tersedia, padi gogo, Ultisol


ABSTRACT

Novia Chairuman. 067002004. Effectivity of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal at


some level giving of rice straw compost to availibility of phosphate, growth and
production of upland rice on Ultisol soil. Upland rice productivity farming on Ultisol
soil still low. CMA and rice straw compost can solved the problems. This research
conducted at Research Station of Pasar Miring, District of Deli Serdang, North
Sumatra Province, from Februay - June 2008. This research aim was to study CMA
effectivity at some level giving of rice straw compost in improving the availibility of
phosphate fertilizer, production and rice growth in Ultisol soil. The research used
Factorial Complete Randomized Design; consist of two factors and three replications.
First factor consist of 4 level giving of CMA (0; 7.5; 15; and 22.5 g pot-1), and second
factors consist of 4 level giving of rice straw compost ( 0; 25; 50; and 75 g pot-1). The
results of research indicate that CMA has significant influence in improving available
P and dry wight of rice straw, but has not significant of rice production. Rice straw
compost has significant influence in improving available P, dry wight rice straw, and
rice production. CMA and rice straw compost have significant influence in improving
available P, dry wight of rice straw, and rice production. The highest rice production
in dose 15 g pot-1 CMA and 75 g pot-1 rice straw compost. Effectivity of CMA to
available P in dose 7.5 g pot-1 till 22.5 g pot-1 increasing at the height of dose rice
straw compost till 75 g pot-1. The dry wight of rice straw, effectivity of CMA at dose
22.5 g pot-1 creasing at the height of rice straw compost till 75 g pot-1. Effectivity of
CMA highest to available P, dry wight of rice straw, and rice production is in dose 15
g pot-1 CMA and 75 g pot-1 rice straw compost.

Key words: CMA, rice straw compost, available P, upland rice, Ultisol
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis yang berjudul : “Efektivitas

Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami

terhadap Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah

Ultisol”.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih

yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ;

1. Ibu Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dan masukan mulai dari awal penelitian hingga

tesis ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. B. S. J. Damanik, MSc, selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dan masukan hingga tesis ini dapat

diselesaikan.

3. Bapak Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran untuk kelengkapan tesis ini.

4. Ibu Ir. T. Sabrina, MAgrSc, PhD, selaku dosen penguji yang telah memberi

banyak masukan demi kelengkapan tesis ini.

5. Ibu Dr. Ir. Rosmayati, MS, selaku dosen penguji yang telah memberi banyak

masukan demi kelengkapan tesis ini.


6. Bapak dan Ibu staf pengajar Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas ilmu yang telah

disampaikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.

A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara yang telah

memberikan bantuan fasilitas kepada penulis dalam meraih gelar Magister Sains

ini.

9. Bapat Ir. T. Marbun, MP, selaku Kepala Kebun Percobaan Pasar Miring beserta

staf yang telah membantu dan memberikan fasilitas kepada penulis dalam

pelaksanaan penelitian.

10. Bapak Ir. Musfal, MP, selaku Kepala Laboratorium BPTP Sumatera Utara

sekaligus teman penulis seangkatan di Sekolah Pascasarjana USU yang telah

banyak memberikan saran dan bimbingan bagi kelengkapan tesis ini.

11. Para analis Laboratorium BPTP Sumatera Utara dan para analis Laboratorium

Biologi Tanah USU yang telah banyak membantu selama penulis melakukan

penelitian di laboratorium.

12. Seluruh rekan mahasiswa SPs USU Program Studi Ilmu Tanah dan Agronomi

angkatan 2006, serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.


13. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda dan Ibunda

tercinta H. Chairuman (Alm) dan Hj. Rohani. Ayahanda dan Ibunda Mertua M.

Yatim dan Hj. Ratna Wilis, atas dorongan dan doa yang telah diberikan selama

ini.

14. Khusus kepada suami tercinta Munawar M, SH dan anak-anakku yang tersayang

Raihan Azzahra dan Farhan Al Rasyid yang dengan sabar dan ikhlas

mendampingi penulis dalam mengatasi segala kesulitan yang dihadapi sejak dari

awal penelitian hingga selesainya tesis ini.

15. Adik-adikku Yan Eka Chairuman, SE. Ak, Ir. Ibnu Rusdi Chairuman, dan Ir.

Dahlia Mutiara Chairuman, MM yang telah memberikan dorongan dan doa

sehingga selesainya tesis ini.

Akhirnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan tak dapat

penulis urutkan namanya satu demi satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga

amalan baik yang telah diberikan akan mendapat pahala yang setimpal dari Allah

SWT. Amin Yaa Rabbal Alamin.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul : “Efektivitas Cendawan

Mikoriza Arbuskula pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami Terhadap

Ketersediaan Fosfat Serta Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik dalam meraih gelar Magister

Pertanian pada Program Studi Ilmu Tanah di Universitas Sumatera Utara.

Sebagai insan yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis

menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Oleh karena itu dengan

kerendahan hati penulis akan menerima segala kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya

penulis berharap semoga kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama

bagi pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2008

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Nopember 1967 di Kabanjahe Sumatera

Utara. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, puteri dari Bapak H.

Chairuman (Alm) dan Ibu Hj. Rohani.

Pada tahun 1980 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Yayasan

Kartini Medan, tahun 1983 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Medan

dan tahun 1986 lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Medan. Pada tahun 1991

penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S1) pada Fakultas Pertanian, Jurusan

Budidaya Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara Medan.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu

Tanah, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menjadi staf peneliti pada Kelji Sumberdaya di Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Utara sejak tahun 2003 sampai sekarang. Penulis

dikaruniai dua orang anak yaitu Raihan Azzahra dan Farhan Al Rasyid dari

pernikahan dengan Munawar M, SH.


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……………………………………………………………………… i
ABSTRACT…………………………………………………………………...... ii
UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………....... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv

PENDAHULUAN................................................................................................ 1
Latar Belakang............................................................................................ 1
Perumusan Masalah.................................................................................... 4
Tujuan Penelitian........................................................................................ 5
Hipotesis Penelitian..................................................................................... 5
Manfaat Penelitian...................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 7
Tanah Ultisol dan Pengelolaannya.............................................................. 7
Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pengaruhnya terhadap
Ketersediaan Hara dan Pertumbuhan Tanaman.......................................... 8
Peranan Fosfor sebagai Unsur Hara Tanaman............................................ 13
Peranan Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfat............................... 15

BAHAN DAN METODA..................................................................................... 17


Tempat dan Waktu...................................................................................... 17
Bahan dan Alat............................................................................................ 17
Metode Penelitian....................................................................................... 18
Pelaksanaan Penelitian................................................................................ 20
Peubah Amatan........................................................................................... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 26


Hasil...................................................................................................................... 26
1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Panen.......................................................... 26
2. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen............................................................. 28
3. Serapan Hara Tanaman............................................................................ 31
4. Derajat Infeksi CMA................................................................................ 33
5. Pertumbuhan Tanaman............................................................................ 34
6. Komponen Produksi................................................................................. 44

Pembahasan........................................................................................................... 50
A. Pengaruh Aplikasi CMA terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Padi Gogo di Tanah Ultisol .................................................................. 50
B. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol................................................... 57
C. Pengaruh Aplikasi CMA dan Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Padi Gogo di Tanah
Ultisol.................................................................................................... 61

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 68


Kesimpulan................................................................................................ 68
Saran........................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 70
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap


P Tersedia pada Umur 63 HST.................................................................. 26

2. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap


P Tersedia pada Umur 63 HST.................................................................. 27

3. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos


Jerami terhadap P Tersedia……………………........................................ 28

4. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap


P Total Tanah Setelah Panen..................................................................... 29

5. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap


P Total Tanah Setelah Panen..................................................................... 29

6. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik


Setelah Panen ............................................................................................ 30

7. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik


Setelah Panen ............................................................................................ 31

8. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P


pada Umur 63 HST . ................................................................................. 32

9. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada


Umur 63 HST . .......................................................................................... 32

10. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat


Infeksi CMA pada Umur 63 HST ............................................................ 33

11. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat


Infeksi CMA pada Umur 63 HST ............................................................ 34

12. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan


Maksimum pada Umur 50 HST ................................................................ 35
13. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan
Maksimum pada Umur 50 HST ................................................................ 36

14. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan


Produktif…………………………………………………………………. 36

15. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Anakan


Produktif……………………………………………………………….. .. 37

16. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot


Kering Tajuk pada Umur 63 HST ............................................................ 38

17. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot


Kering Tajuk pada Umur 63 HST ............................................................ 39

18. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot


Kering Akar pada Umur 63 HST ............................................................. 39

19. Pengaruh Interaski CMA dan Kompos Jerami terhadap Robot


Kering Akar pada Umur 63 HST ............................................................. 40

20. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot


Kering Jerami setelah Panen ..................................................................... 41

21. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot


Kering Jerami setelah Panen ..................................................................... 42

22. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos


Jerami terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen................................. 44

23. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah


Isi………………………………………………………………………. .. 44

24. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Gabah


Isi………………………………………………………………………… 45

25. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase


Gabah Hampa………. …………………………………………………... 46

26. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase


Gabah Hampa………. …………………………………………………... 46
27. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil
Gabah ... ………………………………………………………………… 47

28. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil


Gabah ... ………………………………………………………................ 48

29. Efectivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos


Jerami terhadap Hasil Gabah...................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kurva Respon P Tersedia Akibat Aplikasi CMA pada


Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami............................................ 27

2. Kurva Respon Bobot Kering Jerami Akibat Aplikasi CMA


pada Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami................................... 43

3 Kurva Respon Hasil Gabah Akibat Aplikasi CMA pada


Berbagai Tingkat Pemberian Kompos Jerami............................................ 49
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Deskripsi Padi Gogo................................................................................ 76

2. Bagan Unit Percobaan............................................................................. 77

3. Hasil Analisis Kompos Jerami Umur 100 Hari....................................... 78

4. Prosedur Analisis Tanah dan Tanaman................................................... 84

5. Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba............................. 85

6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap P TersediaTanah Setelah ......................................................... 86

7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap P Total Tanah Setelah .............................................................. 87

8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap C Organik Setelah Panen…. .................................................... 88

9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Serapan P pada Umur 63 HST ................................................. 89

10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST ............................... 90

11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Anakan Maksimum pada Umur 50 HST ................................. 91

12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Anakan Produktif .…………….............................................. 92

13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST ................................ 93

14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST .................................. 94
15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami
terhadap Bobot Kering Jerami Setelah Panen ....................................... 95

16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Gabah Isi ...……………………………………………........... 96

17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Persentase Gabah Hampa ... …………………………............ 97

18. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami


terhadap Hasil Gabah ..…………………………………………........... 98

19. Data Pengamatan P Total Tanaman pada Umur 63 HST....................... 99

20. Matriks Korelasi Antar Berbagai Peubah Amatan dari Kombinasi


Pemberian CMA dan Kompos Jerami..................................................... 100
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi gogo memegang peranan penting dalam sistem pertanian rakyat

Indonesia. Selain padi sawah, padi gogo mempunyai kontribusi yang sangat berarti

dalam memenuhi kebutuhan pangan daerah maupun nasional. Dewasa ini

perkembangan produksi dan produktivitas padi gogo di Sumatera Utara cukup

memprihatinkan. Dalam dekade terakhir, propinsi ini hanya mampu meningkatkan

luas panen sekitar 1,06% dan peningkatan produktivitas sebesar 1,60% per tahun.

Pada tahun 2005, produktivitas padi gogo baru mencapai 2,65 t/ha. Artinya terjadi

peningkatan produktivitas dari tahun sebelumnya sekitar 5,41%, sementara 9 tahun

sebelumnya persentase gambaran produktivitas padi gogo di Sumatera Utara berkisar

antara 0,96%-1,61% (BPS, 2005).

Tingkat produktivitas padi gogo yang diusahakan di lahan kering masih

rendah yaitu sekitar 1,6-2,5 t/ha. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh beberapa

kendala diantaranya adalah kesuburan tanah. Padi gogo kebanyakan ditanam pada

lahan-lahan marginal seperti tanah Ultisol yang banyak terdapat di Indonesia.

Kendala umum yang dijumpai pada tanah Ultisol adalah tingkat ketersediaan

P yang sangat rendah, kemasaman tanah tinggi, pH rata-rata < 4,5, kejenuhan Al

tinggi, miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg dan kandungan

bahan organik rendah. Rendahnya ketersediaan P disebabkan karena terfiksasi liat Al

dan Fe membentuk AlP dan FeP yang sukar larut (Prasetyo dan Suradikarta, 2007).
Sifat biologi yang tidak menguntungkan pada tanah Ultisol adalah rendahnya

populasi mikroorganisme yang bermanfaat, salah satunya adalah cendawan Mikoriza.

Dalam mengatasi permasalahan hara P pemupukan merupakan salah satu cara

yang terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Disamping itu pemberian

bahan organik dan pupuk hayati merupakan kebijaksanaan yang harus dilakukan.

Pupuk hayati atau dikenal dengan pupuk mikroba merupakan mikroorganisme hidup

yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman

memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Simanungkalit,

2001).

Mikoriza merupakan jenis cendawan yang menguntungkan pertumbuhan

tanaman terutama pada tanah-tanah yang mengalami kekahatan P. Mikoriza tidak

hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk

20%-30% (Sutanto, 2002). Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan P

pada lahan masam tersebut adalah dengan cara pemberian mikoriza. Pemanfaatan

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah salah satu alternatif yang

memungkinkan dalam mengefisienkan penggunaan pupuk. Menurut Nuhamara

(1994) dalam Subiksa (2002), CMA dapat meningkatkan serapan hara dan hasil

tanaman. Efektifitas infeksi CMA itu sendiri dipengaruhi oleh spesies CMA,

tumbuhan inang dan faktor lingkungannya. Tiap spesies CMA memiliki tingkat

efektifitas dan interaksi fisiologi yang berbeda terhadap tumbuhan inangnya. Ada

tidaknya kecocokan antara tumbuhan inang dengan CMA akan berpengaruh terhadap

tingkat kolonisasi dan sporulasi.


Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting

disamping air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan

kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada

tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah-tanah

berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan spora sangat rendah (Pujianto,

2001). Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar

yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi

CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung

hifa, vesikel dan spora yang dapat menginfeksi tanaman. Disamping itu juga

berfungsi sebagai inokulan untuk tanaman berikutnya.

Pengelolaan bahan organik tanah sudah waktunya mendapat perhatian dalam

perbaikan tingkat kesuburan tanah, peningkatan efisiensi pupuk serta peningkatan

produksi tanaman (Rauf et al, 1996). Dalam upaya meningkatkan produksi padi

secara berkelanjutan perlu dilakukan dengan tetap mempertahankan kandungan bahan

organik tanah melalui pemanfaatan jerami padi (Las et al, 1999).

Pada kenyataannya kebanyakan petani membakar atau hanya menumpuk

jerami setelah selesai panen tanpa adanya tindakan pengembalian ke lahan dengan

alasan sukar melapuk. Pengomposan merupakan salah satu teknologi yang sangat

sederhana, diartikan sebagai proses biologi oleh mikroorganisme secara terpisah atau

bersama-sama dalam menguraikan bahan organik menjadi bahan semacam humus.

Menurut Suriadikarta dan Adimihardja (2001), jerami padi dapat menjadi sumber K

yang murah dan mudah tersedia, karena setiap 5 ton jerami minimum mengandung 90
kg KCl. Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa

dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang,

antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn).

Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K

75%, S 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan hara tersebut dalam jerami.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi gogo di tanah Ultisol

adalah rendahnya ketersediaan fosfat. Hal ini disebabkan terfiksasinya sebagian

besar P oleh ion aluminium yang konsentrasinya cukup tinggi di tanah ini. Upaya

untuk meningkatkan ketersediaan fosfat dapat dilakukan dengan pendekatan secara

biologi yaitu melalui pemanfaatan cendawan mikoriza. Mikoriza sangat berpotensi

dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat. Penambahan bahan organik seperti

jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat secara tidak langsung melalui reaksi

pengkelatan antara senyawa Al-P dan Fe-P yang bereaksi dengan asam organik

melepaskan P. Dengan pemberian mikoriza maka keberadaan mikoriza di dalam

tanah tetap terjaga. Faktor yang dapat meningkatkan efektivitas mikoriza pada tanah

Ultisol adalah dengan penambahan kompos jerami padi.

Di sisi lain, potensi jerami yang besar belum dimanfaatkan secara optimal,

karena petani lebih tertarik membakarnya setiap selesai panen dengan alasan lebih

praktis. Kebiasaan petani yang menumpuk dan menjadikan jerami sebagai kompos
jarang dilakukan. Akibat yang ditimbulkan adalah lahan menderita kekurangan

bahan organik.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan mikoriza pada tanaman padi gogo di

tanah Ultisol, sampai saat ini belum diketahui bagaimana efektivitas mikoriza pada

berbagai dosis kompos jerami padi, sehingga perlu dilakukan penelitian bagaimana

meningkatkan produksi maksimal padi gogo ditanah Ultisol dengan memanfaatkan

CMA dan jerami yang dijadikan kompos.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh CMA dalam meningkatkan ketersediaan hara fosfat

serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol.

2. Untuk mengetahui pengaruh kompos jerami dalam meningkatkan ketersediaan

hara fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah Ultisol.

3. Untuk mengetahui interaksi CMA dan kompos jerami dalam meningkatkan

ketersediaan hara fosfat serta pertumbuhan dan produksi padi gogo di tanah

Ultisol.

Hipotesis Penelitian

1. Diduga CMA dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, pertumbuhan, dan

produksi padi gogo.

2. Diduga kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, pertumbuhan,

dan produksi padi gogo.


3. Diduga Interaksi CMA dan kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan

fosfat, pertumbuhan dan produksi padi gogo.

Manfaat Penelitian

a. Manfaat Khusus :

Dari hasil penelitian ini diperoleh dosis CMA dan kompos jerami yang tepat

dalam meningkatkan produksi maksimum padi gogo di tanah Ultisol.

b. Manfaat Umum :

Bahan masukan bagi percobaan di lapang sebagai tindak lanjut dalam usaha

meningkatkan ketersediaan hara fosfat dan produksi padi gogo melalui pemanfaatan

CMA dan kompos jerami.


TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol dan Pengelolaannya

Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari luas total daratan

Indonesia (Subagyo et al., 2004). Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai

potensi yang tinggi untuk pengembangan pertanian lahan kering. Namun demikian,

pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat

menghambat pertumbuhan tanaman terutama tanaman pangan bila tidak dikelola

dengan baik. Ditinjau dari segi budidaya tanaman tanah Ultisol dikategorikan tidak

produktif, karena pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan aluminium

dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara

terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al

tinggi, kapasitas tukar kation rendah dan peka terhadap erosi (Adiningsih dan

Mulyadi, 1993). Kekahatan P di tanah Ultisol merupakan masalah keharaan yang

paling penting, sebab kekahatan P itu tidaklah semata-mata karena kandungan P

tanah yang memang rendah, tetapi sebagian besar P dalam keadaan tersemat

(Hardjowigeno, 1993). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena

pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah

karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Untuk

mengatasi kendala tersebut dapat diterapkan, selain teknologi pengapuran,

pemupukan P dan K, dan pemberian bahan organik, juga dapat dilakukan dengan
pemanfaatan mikroorganisme yang berpotensi dalam menyediakan unsur hara.

Lynch (1983) menyatakan bahwa teknologi tanah yang dikombinasikan

dengan praktek-praktek usaha tani merupakan alat yang sangat penting untuk

mengembangkan pertanian pada tanah mineral masam tropika. Teknologi ini

mencakup segala upaya memanipulasi jasad renik tanah dan proses metabolic mereka

untuk mengoptimumkan produksi tanaman. Penggunaan jasad renik tanah cendawan

mikoriza arbuskula (CMA) telah mulai diupayakan dalam kebijaksanaan pengelolaan

tanah mineral masam tropika. Widada dan Kabirun (1995) menemukan bahwa CMA

mempunyai peranan yang besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika.

Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies CMA yang mempunyai

ketahanan tinggi terhadap kemasaman dan keracunan aluminium serta berpotensi

besar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pengaruhnya terhadap Ketersediaan


Hara dan Pertumbuhan Tanaman

Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk

jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah berarti

“akar jamur” (Atmaja, 2001). Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong

didalam dua tipe yaitu: Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)/Endomikoriza dan

Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya tergolong kedalam kelompok Ascomycetes

dan Basidiomycetes (Pujianto, 2001). Mikoriza berdasarkan tempat jamur

berkembang dalam akar dibagi menjadi dua golongan :


1. Ektomikoriza, jamur berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel-sel

korteks akar.

2. Endomikoriza, jamur berkembang di dalam akar di antara dan di dalam sel-sel

korteks akar.

Endomikoriza memiliki daerah sebaran yang sangat luas sedangkan tipe ektomikoriza

ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu saja. Jamur-jamur tanah yang dilaporkan

membentuk Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) adalah dari genus Acaulospora,

Gigaspora, Glomus dan Sclerocyctis, dari famili Endogoneceae, kelas Phycomycetes

(Trappe and Schenck, 1982). Jamur-jamur tersebut belum dapat ditumbuhkan dalam

media buatan tanpa tanaman inang (Mosse, 1981). Jamur CMA tergolong

penginfeksi akar paling banyak ditemukan dibandingkan jamur penginfeksi akar

lainnya. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi CMA adalah kedelai,

bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada singkong, jagung, sorgum,

kacang tanah, legum penutup tanah. Kabirun (2002) dalam penelitiannya mengenai

tanggap padi gogo terhadap inokulasi beberapa spesies CMA dan pemupukan fosfat

di entisol nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering tanaman,

serapan P tanaman, jumlah gabah isi dan berat jerami.

Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman inangnya

mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis). Karenanya

inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai 'biofertilization", baik untuk

tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun tanaman penghijauan (Killham,

1994 dalam Subiksa, 2002). Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini, dapat
memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza berperan dalam

perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan

induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan

air, hara dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik.

Menurut Nuhamara (1994) dalam Subiksa (2002), bahwa sedikitnya ada 5 hal

yang dapat membantu perkembangan tanaman dari adanya mikoriza ini yaitu :

mikoriza dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, mikoriza dapat

berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan

ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan

produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auxin, dan

menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Namun demikian respon tanaman

tidak hanya ditentukan oleh karakteristik tanaman dan CMA tapi juga oleh kondisi

tanah dimana tanaman itu berada. Efektifitas CMA ditentukan oleh faktor abiotik

seperti pH, kadar air, konsentrasi hara, suhu, pengolahan tanah dan pemberian pupuk

serta pestisida. Faktor biotik seperti interaksi CMA dengan akar tanaman inangnya,

tipe perakaran tanaman inangnya, dan kompetisi antar cendawan itu sendiri. Adanya

kolonisasi akar oleh CMA tetapi respon tanaman rendah atau tidak ada hal ini

menunjukkan CMA sama sekali lebih bersifat parasit.

Pengaruh CMA terhadap pertumbuhan secara umum dinyatakan bahwa

tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza.

Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan unsur hara, baik
unsur hara makro maupun mikro. CMA melalui jaringan hifa eksternalnya dapat

memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa - senyawa

polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir

primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal

oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Menurut Wright

dan Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang

sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi glomalin

lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah. Glomalin dihasilkan dari

sekresi hifa eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya.

Terhadap serapan hara jaringan hifa eksternal CMA akan memperluas bidang

serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar

memungkinkan hifa dapat menyusup ke pori-pori tanah yang paling halus, sehingga

hifa dapat menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah (Killham,

1994 dalam Subiksa, 2002). Selanjutnya Smith et al, (2003) mengemukakan bahwa

pada interaksi yang optimum, simbiosis CMA dapat menyediakan jalur dominan

untuk penyediaan P tanaman. Meningkatnya serapan P tanaman dengan pemberian

CMA menurut Mosse (1981) disebabkan karena daerah penyerapan akar diperluas

oleh miselium eksternal cendawan itu sendiri sehingga absorbsi hara P lebih banyak.

Diketahui pula bahwa CMA menghasilkan enzim fosfatase, hal ini memungkinkan

CMA untuk melarutkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.

Selanjutnya hasil penelitian Bolan (1991) menunjukkan bahwa kecepatan masuknya

P ke dalam hifa CMA dapat mencapai enam kali lebih cepat dari pada kecepatan
masuknya P melalui rambut akar tanaman. Disamping P tanaman yang terinfeksi

CMA juga memperlihatkan terjadinya peningkatan terhadap serapan N, K, Ca dan

beberapa unsur mikro essensial lainnya. Pengaruh CMA dalam pertumbuhan

tanaman telah pula diinformasikan yaitu, tanaman yang bermikoriza lebih tenggang

terhadap salinitas dan kemasaman tanah, keracunan logam berat dan gejolak suhu

tanah. CMA dapat memacu sintetis fitohormon yang berperanan dalam pertumbuhan

tanaman dan proses fotosintesa, merangsang nodulasi dan penambatan nitrogen pada

legum dan memberi perlindungan akar dari infeksi patogen (Lynch, 1983; Mosse,

1981).

Pengaruh inokulasi jamur mikoriza lebih baik pada tanaman yang dipupuk

dengan pupuk P kurang tersedia dari pada yang dipupuk dengan pupuk P mudah

tersedia bagi tanaman (Vaast, 1996). Pada ketersediaan hara yang rendah, hifa dapat

menyerap hara dari tanah yang tidak dapat diserap oleh akar sehingga pengaruh CMA

terhadap serapan hara tinggi. Namun pada P yang cukup, akar tanaman dapat

berperan sebagai organ penyerap hara sehingga tanaman mengakumulasi P dalam

jumlah yang tinggi. Pada keadaan ini CMA tetap mendapatkan senyawa C dari

tanaman sehingga mempengaruhi metabolisme tanaman. Serapan hara oleh CMA

tidak menyebabkan respons pertumbuhan yang positif karena faktor lain seperti

akuisisi C menjadi pembatas pertumbuhan tanaman sehingga pada keaadan P yang

sangat tinggi bahkan dapat menyebabkan respons yang negatif terhadap kolonisasi

CMA (Smith and Read, 1997). Hubungan simbiosis antara jamur mikoriza dan akar

bersifat parasitisme yang tidak berbahaya tetapi memberikan keuntungan kepada


tanaman inang, jamur mendapatkan karbohidrat dan energi dari tanaman, sedangkan

tanaman mendapatkan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

(Bethlenfalvay,1992).

Peningkatan hasil telah dilaporkan pada berbagai jenis tanaman yang

diinokulasi dengan CMA antara lain : pada jagung (93,0%), kedelai (56,2%), padi

gogo (25,0%), kacang tanah (23,8%), cabai (22,0%), bawang merah (62,0%) dan

semangka (77,0%) (Sastrahidayat 2000), kedelai (29,2-35,8%) (Hamidah 1997;

Ernita 1998).

Peranan Fosfor sebagai Unsur Hara Tanaman

Fosfor didalam tanah dapat digolongkan pada beberapa bentuk yaitu P

dalam bentuk organik, anorganik dan P yang ada dalam larutan tanah. P

anorganik di dalam tanah jumlahnya rata-rata lebih banyak dibandingkan P organik.

P di dalam tanah dapat pula dibagi dalam bentuk terikatannya yaitu dalam bentuk

CaP, FeP, dan AlP (Buckman and Brady, 1980). Ketersediaan P di dalam tanah

sangat dipengaruhi oleh perubahan pH tanah, artinya semakin naik pH sampai pada

batas tertentu (netral) tanah maka ketersediaan P akan meningkat pula. Keadaan

sebaliknya terjadi bilamana terjadinya penurunan pH tanah maka ketersediaan P akan

menurun pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P disebabkan karena pada pH

rendah konsentrasi Al dan Fe akan meningkat dan terfiksasinya P oleh kedua unsur

tersebut akan semakin meningkat pula. Terjadinya penurunan ketersediaan P pada

pH tanah diatas netral atau alkalis hal ini disebabkan terfiksasinya P oleh Ca
membentuk endapan. Dari golongan Ca ini yang terpenting adalah mineral flour

apatit, golongan ini adalah yang sukar larut. Mineral flour apatit terdapat di dalam

tanah yang sudah mengalami proses pelapukan lanjut pada horizon bawah. Dari

golongan Ca yang mudah larut adalah senyawa Calsium Fosfat. P organik tanah

berasal dari sisa bahan organik yang melapuk seperti serasah tanaman dan hewan.

Kebanyakan P organik mudah tersedia oleh tanaman melalui proses mineralisasi oleh

mikroba. Enzim yang dikeluarkan oleh mikroba akan memisahkan asam fosfat dari

senyawa P organik. Senyawa organik yang terpenting adalah asam fitat, fosfolipida

dan asam nukleat (Anderson, 1966). Senyawa P yang dapat diambil oleh tanaman

terdapat dalam berbagai bentuk seperti H2PO4- , HPO4-2 dan PO4-3. Senyawa P yang

diambil oleh tanaman berfungsi dalam pembentukan nukleotida dalam penyusunan

RNA, DNA, NADP, ATP dan lain sebagainya.

Fosfor memainkan peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme

tanaman, penyimpanan dan transfer energi, komponen penting bagi asam nukleat,

nukleotida, koenzim dan beberapa reaksi biokimia lainnya (Tisdale et al, 1993).

Fosfor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal

ini disebabkan karena fosfor banyak terdapat di dalam sel tanaman berupa unit

nukleotida merupakan suatu ikatan yang mengandung P sebagai penyusun RNA,

DNA yang berperan dalam perkembangan sel tanaman. Foth (1991) menyatakan

bahwa P berpengaruh terhadap peningkatan dan produksi dan bahan kering tanaman.

Dengan demikian kekahatan P pada tanah akan membatasi semua aspek metabolisme

dan pertumbuhan tanaman dimana akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun
berwarna ungu, kematangan tanaman dan pembentukan biji tertunda sehingga

produksi serta bahan kering tanaman menjadi rendah. Peranan P pada tanaman

menurut Buckman and Brady (1980) adalah : (1) untuk pembelahan sel, pembentukan

lemak serta albumin, (2) pembentukan bunga, biji dan buah, (3) merangsang

perkembangan akar, (4) mempercepat kematangan tanaman, (5) memperkuat batang

dan tanaman serealia, (6) meningkatkan kualitas tanaman terutama rumput dan

sayuran dan (7) meningkatkan kekebalan terhadap penyakit terutama cendawan.

Peranan Bahan Organik terhadap Ketersediaan Fosfat

Bahan organik berperan penting dalam tanah karena dapat memperbaiki sifat

fisik, kimia dan biologi tanah. Kehadiran bahan organik cukup besar peranannya di

dalam tanah yaitu : (1) memperbaiki agregasi dan meningkatkan kemampuan tanah

menahan air, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation dan ketersediaan hara bagi

tanaman, (3) mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P dan (4), merupakan

sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme (Foth, 1991). Masukan bahan

organik ke dalam tanah akan mengalami penguraian oleh jasad renik dan

menghasilkan senyawa organik berupa asam-asam organik yang dapat mengurangi

fiksasi P karena membentuk senyawa yang stabil dengan Al dan Fe. Bahan organik

yang berasal dari sisa-sisa tanaman atau hewan lebih bersifat ion negatif dan mampu

mengkhelat ion Fe dan Al di dalam tanah (Hakim et al, 1986). Bahan organik

mempengaruhi struktur tanah, gerakan udara dan air, pH tanah, kandungan hara, dan

kapasitas pegang air. Bahan yang terbentuk mempunyai berat volume yang lebih
rendah dari pada bahan dasarnya, bersifat stabil, kecepatan proses dekomposisi

lambat dan sumber pupuk organik (Sutanto, 2002). Peranan bahan organik sebagai

pengendali kesuburan tanah belum dapat digantikan, walaupun sebagai sumber hara

sudah dapat digantikan oleh pupuk anorganik (Imran, 2001).

Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa

dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang,

antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Cu, Zn).

Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C sebanyak 94%, P 45%, K

75%, S 70%, Ca 30% dan Mg 20% dari total kandungan hara tersebut dalam jerami

(Suriadikarta dan Adimihardja, 2001).

Hasil penelitian Arafah (2004) menyatakan bahwa pemberian kompos jerami

kompos pupuk organik pada tanaman padi sawah memberikan pengaruh yang sangat

baik terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah . Pemupukan SP 36 dan KCl pada

tanaman padi sawah tidak perlu lagi dilakukan pada lahan sawah yang menggunakan

pupuk organik berupa kompos jerami selama 3 musim tanam secara berturut.
BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di rumah kasa Kebun Percobaan Pasar Miring,

Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, pada bulan

Februari sampai dengan Juni 2008.

Bahan dan Alat

Tanah. Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh adalah tanah Ultisol

yang diambil dari Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang.

Inokulum. Inokulum CMA Mycofer dalam bentuk multi spesies (Gigaspora

margarita, Glomus manihotis, Glomus entucicatum, Acaulospora tuberculata) yang

berasal dari Institut Pertanian Bogor.

Kompos Jerami. Kompos jerami diperoleh dari hasil pengomposan selama

selama 100 hari.

Pupuk. Pupuk yang digunakan adalah pupuk fosfat alam (32% P2O5), Urea,

dan KCl yang merupakan pupuk dasar.

Benih Padi. Benih padi yang digunakan adalah varietas Situ Patenggang,

deskripsi disajikan pada Lampiran 1.

Pestisida. Pestisida yang akan digunakan adalah Spontan 400 SL, Bestok 50

EC, dan Bavistin 50 WP untuk mengendalikan hama dan penyakit, apabila

diperlukan.
Peralatan. Peralatan yang digunakan adalah rumah kasa, polybag, cangkul,

timbangan, mistar, gunting, pisau, mikroskop, kantongan plastik, amplop besar, buku,

alat tulis, serta bahan dan peralatan laboratorium lainnya untuk analisis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

perlakuan secara faktorial yang diulang 3 kali. Ada 2 faktor yang diuji : faktor

pertama adalah perlakuan mikoriza dan faktor kedua adalah perlakuan kompos

jerami. Susunan perlakuan sebagai berikut :

Faktor pertama, perlakuan mikoriza :

M0 = 0 g/pot

M1 = 7,5 g/pot

M2 = 15 g/pot

M2 = 22,5 g/pot

Faktor kedua, perlakuan kompos jerami :

J0 = 0 g/pot (setara 0 t/ha)

J1 = 25 g/pot (setara 5 t/ha)

J2 = 50 g/pot (setara 10 t/ha)

J3 = 75 g/pot (setara 15 t/ha)

Dengan demikian terdapat 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3

kali, maka diperoleh 48 unit percobaan. Dalam penelitian ini dibuat tanaman duplikat
karena adanya pemanenan pada akhir pertumbuhan vegetatif (63 HST), sehingga

terdapat 96 unit percobaan. Bagan unit percobaan disajikan pada Lampiran 2.

Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial dalam RAL (Rancangan Acak

Lengkap) dengan model matematis sebagai berikut :

Yjk = µ + Mj + Jk + (MJ) jk + Ejk

Dimana :

Yjk = parameter yang diamati

µ = rerata

Mj = faktor mikoriza ke- j

Jk = faktor kompos jerami ke-k

(MJ)jk = interaksi mikoriza j dengan kompos jerami k

Ejk = faktor error dari penelitian

Data pengamatan dianalisis dengan software Irristat Program secara faktorial

dalam RAL dan dilanjutkan dengan uji beda rata DMRT 5% bila dalam uji F

memperlihatkan pengaruh yang nyata (Gomez dan Gomez, 1995). Sedangkan untuk

melihat hubungan antar parameter dianalisis secara regresi menggunakan aplikasi

MS.Excel.
Pelaksanaan Penelitian

Persiapan kompos jerami

Jerami segar sebanyak 100 kg terlebih dahulu direndam selama satu malam

(agar jerami tetap lembab) dimasukkan ke kotak kayu yang dasarnya dialas dengan

goni plastik kemudian disiram dengan 2 kg pupuk Urea yang sudah dilarutkan dengan

air, kemudian ditutup rapat dengan papan. Setelah satu minggu, tumpukan jerami

dibalik dengan cara memindahkan tumpukan paling atas ke paling bawah dan

seterusnya. Tumpukan harus dijaga kelembabannya agar tetap stabil selama proses

pengomposan dengan cara menyiram dan memerciki air. Panen kompos jerami

dilakukan bila jerami telah matang dengan kriteria : suhu dingin, struktur

lunak/hancur, warna coklat gelap sampai hitam, tidak berbau (Sutanto, 2000). Hasil

analisis kompos jerami disajikan pada Lampiran 3.

Pengambilan contoh tanah dan analisis tanah awal

Tanah komposit jenis ultisol diambil dari beberapa titik pada lokasi

pertanaman padi gogo di Bangun Purba pada kedalaman lebih kurang 20 cm

sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya dianalisa

dilaboratorium. Analisis tanah sebelum perlakuan bertujuan untuk menentukan status

hara tanah. Analisis sifat kimia yang dilakukan meliputi pH (Metoda elektrometry),

C organik, P tersedia (Bray-I), P total (Metoda Spectrophotometry), N-total (Metoda

Kjeldahl), K-dd, Ca-dd, Mg, Na, KTK (Metoda AAS), Al (Metoda Titrimetry), dan
tekstur tanah (Metoda Hydrometer), prosedur analisis tanah dan tanaman disajikan

pada Lampiran 4 dan hasil analisis tanah awal pada Lampiran 5.

Persiapan tanah

Tanah yang diambil untuk penelitian dibersihkan dari batuan dan sisa

tanaman. Kemudian tanah dikering anginkan dan diayak lolos ukuran 2 mm,

ditimbang sebanyak 10 kg dan dimasukkan ke dalam polybag. Kompos jerami

diberikan pada saat satu minggu sebelum tanam, dengan cara dicampur merata

dengan tanah sesuai dosis perlakuan.

Pemupukan

Rekomendasi pemupukan diberikan berdasarkan hasil analisis tanah awal,

yaitu Urea 198 kg ha-1 (1,00 g pot-1), fosfat alam 241 kg ha-1 (1,21 g pot-1), dan KCl

118 kg ha-1 (0,60 g pot-1). Pupuk fosfat alam diberikan sekaligus pada saat tanam,

sedangkan Urea dan KCl diberikan setengah dosis pada saat tanaman berumur 10

HST dan sisanya pada saat tanaman berumur 30 HST.

Penanaman dan pemberian inokulum CMA

Benih padi varietas Situpatenggang ditugalkan sebanyak 10 biji per pot dan

pada umur 7 hari setelah tanam (HST) dilakukan penjarangan 4 batang per pot.

Inokulum CMA diberikan sekaligus pada saat tanam sedekat mungkin dengan biji.

Pemeliharaan tanaman

Penyiraman dilakukan setiap dua hari sekali, kecuali bila ada hujan

penyiraman tidak dilakukan. Tanaman setiap minggu dibersihkan dari gulma dan
untuk pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman disemprot dengan

pestisida.

Pemanenan

Panen stadia vegetatif dilakukan pada 63 HST meliputi pengambilan tanaman

tujuannya adalah untuk menganalisa serapan hara fosfat pada sampel daun,

mengetahui bobot kering tanaman, bobot kering akar dan pengukuran derajat infeksi

mikoriza pada akar yang tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh mikoriza

terhadap perkembangan akar. Pengambilan contoh tanah untuk mengetahui P

tersedia. Panen stadia generatif, disesuaikan dengan umur varietas atau 90% tanaman

padi sudah mulai menguning sekaligus pengambilan contoh tanah untuk mengetahui

P total dan C organik.

Peubah Amatan

Stadia vegetatif :

1. Anakan maksimum

Jumlah anakan maksimum dihitung pada saat tanaman berumur 50 HST

dengan menghitung seluruh jumlah anakan per polybag.

2. Bobot kering tajuk dan akar

Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan saat tanaman berumur 63 HST dan

saat panen. Tanaman dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati, dimasukkan ke

ember yang berisi air bersih kemudian digoyang-goyang agar tanaman dan akar
bersih dari tanah-tanah yang menempel, setelah bersih tajuk dan akar dipisahkan.

Tajuk di masukkan ke dalam kantong kertas yang sudah diberi lobang-lobang kecil,

sedangkan akar dipotong bulu-bulu akarnya dengan berat yang sama untuk mengukur

derajat infeksi mikoriza dan sisanya dimasukkan ke dalam kantong kertas kemudian

dikeringkan di dalam oven pada suhu 65O C sampai bobotnya stabil.

3. Derajat infeksi CMA

Pengukuran derajat infeksi pada akar tanaman dengan menggunakan Metoda

Kormanik dan Mc Graw (Kormanik. P. et al, 1979 dalam Mansur, 2003). Akar

dilihat di bawah mikroskop dengan cara menghitung berapa banyak akar yang

terinfeksi CMA. Kriteria akar yang terinfeksi adalah terdapatnya struktur mikoriza

pada akar.

4. Serapan P

Total serapan hara dianalisis dari sampel daun pada saat tanaman berumur 63

HST. Sampel daun dicuci dengan air mengalir untuk membuang abu yang

menempel, dibilas dengan aquades dan dimasukkan ke dalam kantong kertas yang

sudah diberi lobang-lobang kecil dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65O C

sampai bobotnya stabil. Daun yang sudah kering dihaluskan dengan grinder

selanjutnya siap untuk dianalisis. Penetapan P dilakukan dengan Metoda

Spectrophotometry.

5. P tersedia

P tersedia diukur dengan mengambil contoh tanah dan dianalisis

menggunakan Metoda Bray-I.


Stadia generatif :

1. Anakan produktif

Jumlah anakan produktif dihitung pada saat panen, yang dihitung hanya

anakan yang memiliki malai.

2. Gabah isi per malai

Pengamatan gabah isi adalah dengan menghitung jumlah gabah berisi dalam

satu malai.

3. Persentase gabah hampa

Pengamatan persentase gabah hampa adalah dengan menghitung jumlah

gabah hampa dalam satu rumpun.

Persentase gabah hampa (%) = jumlah gabah hampa x 100%


jumlah seluruh gabah

4. Bobot kering gabah

Pengamatan bobot kering gabah per pot dihitung pada saat panen. Gabah

dipisahkan dari malai kemudian dikeringkan dengan cara dijemur sampai kadar

airnya mencapai 14%.

Hasil (g rumpun-1) = bobot gabah kering panen x (100-14)


(100-KA panen)
Ket : KA = Kadar Air

5. Bobot kering jerami

Pengukuran bobot kering tanaman setelah panen bertujuan untuk mengetahui

potensi biomassa.
6. P total

Untuk penetapan P total diambil dari contoh tanah saat panen kemudian

dianalisa dengan Metode HCl 25%.

7. C organik

Untuk penetapan C organik diambil dari contoh tanah saat panen kemudian

dianalisa dengan Metode Spectrophotometry.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Sifat Kimia Tanah Sebelum Panen

P Tersedia

P tersedia pada umur 63 hari setelah tanam (HST) dari hasil analisis ragam

sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. P tersedia sangat nyata

meningkat akibat pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami. Kedua perlakuan juga

memperlihatkan interaksi yang sangat nyata (Lampiran 6).

Tabel 1. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada
Umur 63 HST
Perlakuan P-tersedia
-----------------------------ppm------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 1.52 c
7.5 1.62 bc
15.0 1.96 a
22.5 1.72 b
Kompos Jerami (g pot -1)
0 1.45 c
25 1.63 b
50 1.62 b
75 2.12 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 1 diketahui bahwa dengan penambahan CMA rata-rata P tersedia

meningkat sampai dosis 15 g pot-1 CMA, sedangkan dengan penambahan kompos

jerami rata-rata P tersedia meningkat sampai dosis tertinggi. P tersedia tertinggi 3.06

ppm adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g kompos jerami (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Tersedia pada
Umur 63 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
---------------------------------ppm------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 1.40 b 1.44 b 1.45 b 1.79 a
7.5 1.41 c 1.76 a 1.60 b 1.72 ab
15.0 1.38 c 1.68 b 1.70 b 3.06 a
22.5 1.60 b 1.65 b 1.72 b 1.93 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Berdasarkan kurva respon P tersedia akibat perlakuan CMA pada berbagai

tingkat kompos jerami (Gambar 1), dapat diketahui bahwa pemberian CMA pada

berapa dosis kompos jerami terhadap P tersedia menunjukkan persamaan yang linier.

Y 0 g CM A Y 7.5 g CM A Y 15 g CM A Y 22.5 g CM A
3.50
2
3.00 Ŷ 15 = 0.0047x + 1.343,R = 0.7061

2.50 2
P tersedia (ppm)

Ŷ 7.5 = 0.0031x + 1.507,R = 0.4002


2.00

1.50

1.00 2
Ŷ 22.5 = 0.0042x + 1.566, R = 0.8875
2
Ŷ 0 = 0.0202x + 1.196, R = 0.7565
0.50

0.00
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
-1
Kompos Jerami (g pot )
Gambar 1. Kurva Respon P Tersedia Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat
Pemberian Kompos Jerami
Hal ini menunjukkan bahwa pada setiap dosis CMA, P tersedia meningkat

secara linier dengan meningkatnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1.

Pada Tabel 3 juga diketahui bahwa efektivitas CMA terhadap P tersedia pada

setiap dosis semakin meningkat dengan meningkatnya dosis kompos jerami hingga

75 g pot-1. Efektivitas CMA terhadap P tersedia tertinggi (121.38%) adalah pada

dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.

Tabel 3. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami


terhadap P Tersedia
Kompos Jerami (g pot -1)
CMA (g pot -1)
25 50 75
---------------------------------%-----------------------------
7.5 25.00 13.00 21.95
15.0 21.38 23.41 121.38
22.5 2.62 6.98 20.12

Meningkatnya P tersedia ini disebabkan aktivitasnya CMA yang mampu

melarutkan P dan kompos jerami sebagai sumber bahan organik dapat mengurangi

aktivitas Al dan Fe dalam memfiksasi P, sehingga P tersedia di dalam tanah akan

meningkat. Kompos jerami sebagai sumber bahan organik memberikan kondisi yang

menguntungkan bagi aktivitas CMA dalam meningkatkan P tersedia di dalam tanah.

2. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen


2. 1. P-Total

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7 dapat dilihat bahwa P total

tanah setelah panen sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh

tunggal CMA dan kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan P total tanah.
Tabel 4. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah Setelah
Panen
Perlakuan P-total
---------------------------- mg 100 g-1----------------------
CMA (g pot -1)
0.0 13.33 b
7.5 16.80 a
15.0 16.70 a
22.5 16.56 a
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 14.55 b
25 14.36 b
50 17.66 a
75 16.81 ab
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Demikian juga dengan pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi

yang sangat nyata. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata P total tanah

meningkat dengan meningkatnya dosis CMA sampai 15 g pot-1, sedangkan pada

perlakuan kompos jerami rata-rata P total meningkat sampai dosis 50 g pot-1. Pada

Tabel 5 dapat dilihat bahwa P total tertinggi 21.77 mg 100 g-1 adalah pada dosis

kombinasi 7.5 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami.

Tabel 5. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap P Total Tanah
Setelah Panen
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
---------------------------- mg 100 g-1--------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 12.39 bc 10.14 c 17.27 a 13.51 b
7.5 12.01 c 17.64 b 21.77 a 15.77 b
15.0 15.02 c 17.74 ab 15.46 b 18.67 a
22.5 18.77 ab 12.04 c 16.14 b 19.28 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
Peningkatan kandungan P total tanah ini disebabkan oleh pengaruh tunggal

CMA dan kompos jerami serta interaksi keduanya mampu meningkatkan kandungan

P total melalui kontribusinya dalam melepaskan P baik dalam bentuk organik maupun

anorganik di dalam tanah.

2. 2. C-Organik

Berdasarkan hasil uji statistik pada Lampiran 8, terhadap C organik setelah

panen sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. C organik sangat nyata

meningkat akibat pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami. Tetapi pengaruh

kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang tidak nyata. Pada Tabel 7 diketahui

bahwa C organik tertinggi (1.15%) pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g

pot-1 kompos jerami. Sedangkan yang terendah adalah tanpa perlakuan, yaitu 0.54%.

Tabel 6. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap C-Organik Setelah
Panen
Perlakuan C-Organik
---------------------------------%-----------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 0.77 b
7.5 0.81 b
15.0 0.94 a
22.5 0.84 b
Kompos Jerami (g pot -1)
0 0.65 c
25 0.73 b
50 1.01 a
75 0.97 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Tabel 7. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap C Organik Setelah
Panen
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
---------------------------------%---------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 0.54 0.73 0.90 0.89
7.5 0.64 0.68 1.04 0.89
15.0 0.70 0.75 1.15 1.14
22.5 0.71 0.75 0.96 0.94

Peningkatan C organik ini berasal dari sel-sel CMA itu atau mikroorganisme

lainnya, serta aktivitas akar yang terinfeksi. Bahan organik yang merupakan hasil

dekomposisi kompos jerami juga merupakan penyumbang karbon organik terbesar di

dalam tanah.

3. Serapan Hara Tanaman


Serapan P

Serapan P tanaman padi gogo pada 63 HST sangat nyata dipengaruhi oleh

perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami sangat nyata

meningkatkan serapan P tanaman. Kedua perlakuan juga memperlihatkan interaksi

yang sangat nyata (Lampiran 9). Pada Tabel 8 diketahui bahwa rata-rata serapan P

nyata meningkat dengan meningkatnya dosis CMA dan kompos jerami. Pada Tabel 9

dapat dilihat bahwa efektivitas CMA terhadap serapan P semakin meningkat dengan

bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Serapan P meningkat 231.07%


-1
dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Serapan P tertinggi 180.27 mg rumpun

adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.
-1
Sedangkan serapan P terendah 39.78 mg rumpun adalah pada dosis 22.5 g pot-1

CMA tanpa kompos jerami.

Tabel 8. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada Umur
63 HST
Perlakuan Serapan P
--------------------------mg rumpun -1---------------------
-1
CMA (g pot )
0.0 105.06 c
7.5 111.94 bc
15.0 125.87 ab
22.5 134.54 a
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 95.45 c
25 108.36 c
50 124.89 b
75 148.68 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Kondisi ini menunjukkan bahwa akar tanaman padi gogo yang terinfeksi

CMA akan meningkatkan serapan hara terutama P.

Tabel 9. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Serapan P pada
Umur 63 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
----------------------------mg rumpun -1------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 54.45 d 88.25 c 118.74 b 158.80 a
7.5 89.46 b 114.05 a 125.26 a 118.99 a
15.0 98.23 c 100.22 c 124.73 b 180.27 a
22.5 39.78 b 130.89 a 130.85 a 136.66 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Penambahan kompos jerami sebagai sumber bahan organik selain

meningkatkan P tersedia juga memberikan kondisi yang baik bagi perkembangan


CMA di dalam tanah, sehingga akan meningkatkan aktivititas CMA membantu

tanaman dalam penyerapan hara P.

4. Derajat Infeksi CMA

Hasil analisis ragam derajat infeksi CMA pada akar tanaman padi gogo umur

63 HST yang disajikan pada Lampiran 10, menunjukkan pengaruh yang sangat nyata

terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami sangat

nyata terhadap derajat infeksi CMA. Tetapi pengaruh kedua perlakuan

memperlihatkan interaksi yang tidak nyata.

Tabel 10. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi
CMA pada Umur 63 HST
Perlakuan Derajat Infeksi CMA
---------------------------------%-----------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 30.83 b
7.5 59.17 a
15.0 57.50 a
22.5 58.33 a
Kompos Jerami (g pot -1)
0 46.67 b
25 50.00 ab
50 51.67 ab
75 57.50 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 10 diketahui bahwa rata-rata persentase kolonisasi CMA pada

akar tanaman padi gogo semakin meningkat dengan meningkatnya dosis CMA

maupun dosis kompos jerami. Nyatanya pengaruh tunggal CMA terhadap derajat
infeksi akar ini menunjukkan adanya kompatibilitas antara CMA dan akar tanaman

padi gogo. Sedangkan nyatanya pengaruh tunggal kompos jerami terhadap derajat

infeksi CMA disebabkan oleh bahan organik hasil dekomposisi kompos jerami akan

memperbaiki struktur tanah, sehingga akar tanaman padi gogo berkembang baik,

maka akan semakin banyak akar yang terinfeksi oleh CMA. Pada Tabel 11 dapat

dilihat bahwa derajat infeksi tertinggi 70.00%, diperoleh pada dosis kombinasi 7.5 g

pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.

Tabel 11. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Derajat Infeksi
CMA pada Umur 63 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
---------------------------------%---------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 20.00 30.00 36.67 36.67
7.5 53.33 53.33 60.00 70.00
15.0 60.00 56.67 56.67 56.67
22.5 53.33 60.00 53.33 66.67

5. Pertumbuhan Tanaman
5. 1. Anakan Maksimum

Hasil analisis ragam jumlah anakan maksimum pada umur 63 HST yang

disajikan pada Lampiran 11 nyata pada perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal

kompos jerami sangat nyata terhadap jumlah anakan maksimum. Sedangkan

pengaruh tunggal CMA dan interaksi kedua perlakuan tidak nyata terhadap anakan

maksimum padi gogo. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa dengan bertambahnya

dosis CMA mapun kompos jerami, maka jumlah anakan maksimum juga semakin
meningkat sampai dosis 15 g pot-1 CMA. Jumlah anakan maksimum tertinggi

26.33 batang rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1

kompos jerami. Dibandingkan dengan tanpa pemberian, jumlah anakan maksimum

meningkat 36.21% (Tabel 13).

Tabel 12. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan
Maksimum pada Umur 50 HST
Perlakuan Anakan Maksimum
----------------------batang rumpun -1----------------------
CMA (g pot -1)
0.0 21.50
7.5 21.67
15.0 23.00
22.5 22.50
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 20.58 b
25 22.50 a
50 23.50 a
75 22.08 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Peningkatan jumlah anakan maksimum yang disebabkan oleh pengaruh

tunggal kompos jerami ini disebabkan adanya kontribusi unsur hara N yang

dihasilkan dari dekomposisi kompos jerami sebagai sumber bahan organik di dalam

tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman, seperti pembentukan anakan padi

gogo.
Tabel 13. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan
Maksimum pada Umur 50 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-1
-------------------------batang rumpun -----------------------
CMA (g pot -1)
0.0 19.33 21.67 22.67 22.33
7.5 21.00 22.00 22.33 21.33
15.0 20.67 22.67 26.33 22.33
22.5 21.33 23.67 22.67 22.33

5. 2. Anakan Produktif

Hasil analisis ragam jumlah anakan produktif yang disajikan pada Lampiran

12 menunjukkan pengaruh tunggal CMA dan kompos jerami tidak nyata terhadap

jumlah anakan produktif. Tetapi pengaruh kedua perlakuan memperlihatkan interaksi

yang nyata.

Tabel 14. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan
Produktif
Perlakuan Anakan Produktif
----------------------batang rumpun -1----------------------
CMA (g pot -1)
0.0 13.42
7.5 14.58
15.0 14.08
22.5 14.33
Kompos Jerami (g pot -1)
0 13.83
25 14.00
50 14.25
75 14.33
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Pada Tabel 14 diketahui bahwa rata-rata jumlah anakan produktif cenderung

meningkat dengan meningkatnya dosis CMA maupun kompos jerami. Anakan

produktif tertinggi 16.33 batang rumpun-1 adalah pada dosis 7.5 g pot-1 CMA tanpa

kompos jerami. Pada Tabel 15 dapat diketahui bahwa pada dosis 15 pot-1 sampai 22.5

g pot-1 CMA, penambahan kompos jerami hingga 75 pot-1 tidak mempengaruhi

jumlah anakan produktif padi gogo. Nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami

terhadap peningkatan jumlah anakan produktif disebabkan oleh kompos jerami yang

diberikan sebagai sumber bahan organik selain penyumbang hara P bagi tanaman

juga merupakan substrat alami bagi CMA dan memberikan kondisi yang baik bagi

perkembangan CMA, sehingga aktivitas CMA dalam penyerapan P berjalan

maksimal.

Tabel 15. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Anakan
Produktif
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-1
-------------------------batang rumpun -----------------------
CMA (g pot -1)
0.0 10.67 b 15.00 a 14.33 a 13.67 a
7.5 16.33 a 13.33 b 14.33 ab 14.33 ab
15.0 13.00 a 14.33 a 13.67 a 15.33 a
22.5 15.33 a 13.33 a 14.67 a 14.00 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

5. 3. Bobot Kering Tajuk

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 13, bobot kering tajuk pada

umur 63 HST sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal
CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan bobot kering tajuk. Tetapi pengaruh

kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang tidak nyata.

Tabel 16. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk
pada Umur 63 HST
Perlakuan Anakan Produktif
-----------------------------g rumpun -1---------------------
-1
CMA (g pot )
0.0 51.91 b
7.5 56.18 ab
15.0 64.23 a
22.5 64.89 a
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 45.75 c
25 56.70 b
50 65.11 ab
75 69.66 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 16 diketahui bahwa rata-rata bobot kering tajuk semakin dengan

meningkatnya dosis CMA maupun kompos jerami. Bobot kering tajuk tertinggi

87.18 g rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos

jerami (Tabel 17). Nyatanya pengaruh CMA ini disebabkan fungsi CMA yang dapat

meningkatkan serapan P tanaman dan nyatanya pengaruh kompos jerami disebabkan

oleh kompos jerami sebagai sumber bahan organik, selain penyumbang beberapa

unsur hara juga dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga perkembangan akar

menjadi lebih baik dan penyerapan hara menjadi maksimal. Peningkatan bobot kering

tajuk ini juga sejalan dengan meningkatnya P tersedia dan serapan P tanaman.
Tabel 17. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Tajuk
pada Umur 63 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-1
-----------------------------g rumpun --------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 30.52 55.21 68.38 53.52
7.5 42.13 53.98 62.61 66.00
15.0 48.73 55.11 65.92 87.18
22.5 61.60 62.51 63.53 71.94

5. 4. Bobot Kering Akar

Bobot kering akar pada umur 63 HST dari hasil analisis ragam Lampiran 14

sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal kompos jerami

dan interaksi CMA dan kompos jerami sangat nyata meningkatkan bobot kering akar.

Tetapi pengaruh tunggal CMA menunjukkan pengaruh yang tidak nyata.

Tabel 18. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar
pada Umur 63 HST
Perlakuan Bobot Kering Akar
-----------------------------g rumpun -1---------------------
CMA (g pot -1)
0.0 5.65
7.5 5.79
15.0 6.69
22.5 6.17
Kompos Jerami (g pot -1)
0 5.25 b
25 5.98 ab
50 7.08 a
75 5.99 ab
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.
Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot kering akar cenderung

meningkat dengan meningkatnya dosis CMA sampai 15 g pot-1 dan kompos jerami

sampai 50 g pot-1. Peningkatan bobot kering akar ini disebabkan oleh adanya

penambahan bahan organik yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga akar

tanaman berkembang menjadi lebih baik dan memberikan habitat yang

menguntungkan bagi perkembangan CMA, sehingga memberikan pengaruh positif

terhadap perkembangan akar tanaman padi gogo.

Pada Tabel 19 diketahui bahwa pertumbuhan akar semakin baik dengan

adanya penambahan kompos jerami hingga 50 g pot-1 pada aplikasi CMA hingga 15 g

pot-1. Sebaliknya pada dosis CMA 22.5 g pot-1, penambahan kompos jerami tidak

mempengaruhi pertumbuhan akar. bobot kering akar tertinggi 9.17 g rumpun-1 adalah

pada dosis kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami.

Tabel 19. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering Akar
pada Umur 63 HST
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-1
-----------------------------g rumpun --------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 4.37 c 5.57 bc 7.27 a 5.40 c
7.5 4.83 a 5.90 a 6.37 a 6.03 a
15.0 4.67 c 6.27 bc 9.17 a 6.67 b
22.5 7.13 a 6.17 a 5.50 a 5.87 a
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
5. 5. Bobot Kering Jerami Setelah Panen

Hasil uji statistik yang disajikan pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa bobot

kering jerami setelah panen sangat nyata terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh

tunggal CMA dan kompos jerami, serta interaksi kedua perlakuan memperlihatkan

pengaruh yang sangat nyata dalam meningkatkan bobot kering jerami.

Tabel 20. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering
Jerami setelah Panen
Perlakuan Bobot Kering Jerami
--------------------------g rumpun -1------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 62.36 b
7.5 77.98 a
15.0 64.55 ab
22.5 77.35 ab
Kompos Jerami (g pot -1)
0 62.04 b
25 72.66 ab
50 71.19 ab
75 76.35 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 20 diketahui bahwa rata-rata bobot kering jerami meningkat

dengan meningkatnya dosis kompos jerami. Pada Tabel 21 diketahui bahwa bobot

kering jerami tertinggi 106,87 g rumpun-1 adalah pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1

CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami. Nyatanya pengaruh tunggal CMA dan kompos

jerami terhadap peningkatan bobot kering jerami disebabkan oleh fungsi CMA dan

kompos jerami itu sendiri dalam menyuplai unsur hara P yang berguna dalam

meningkatkan bobot kering jerami. Demikian juga interaksinya disebabkan oleh

kompos jerami yang diberikan sebagai sumber bahan organik selain penyumbang
hara P bagi tanaman juga merupakan substrat alami bagi CMA dan memberikan

kondisi yang baik bagi perkembangan CMA, sehingga aktivitas CMA berjalan

maksimal dalam penyerapan unsur hara P dan air oleh tanaman, sehingga

meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Tabel 21. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Bobot Kering
Jerami setelah Panen
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-----------------------------g rumpun -1--------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 42.25 c 80.33 a 61.62 b 65.25 b
7.5 85.46 b 50.89 c 74.54 b 101.01 a
15.0 51.43 b 52.54 c 64.87 b 89.35 a
22.5 69.00 c 106.87 a 83.73 b 49.78 d
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Berdasarkan dari kurva respon bobot kering jerami setelah panen yang

disajikan pada Gambar 2, diketahui bahwa pada dosis 0, 7.5, dan 22.5 g pot-1 CMA

pada beberapa tingkat kompos jerami menunjukkan persamaan yang kuadratik. Hal

ini menunjukkan bahwa pada dosis 7.5 g pot-1 CMA, bobot kering jerami semakin

menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga dosis 31.76 g pot-1.

Kemudian akan meningkat bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1.

Sebaliknya, pada dosis 22.5 g pot-1 CMA, bobot kering jerami semakin meningkat

dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga dosis 31.90 g pot-1. Kemudian

akan menurun bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75g pot-1. Sedangkan

pada dosis 15 g pot-1 CMA, dengan penambahan kompos jerami hingga dosis 7.5 g

pot-1 bobot kering jerami meningkat secara linier.


Y 0 g CM A Y 7.5 g CM A Y 15 g CM A Y 22.5 g CM A

2 2
Ŷ 22.5 = -0.0287x + 1.8314x + 71.51 Ŷ 7.5 = 0.0244x - 1.55x + 82.69
120 2 2
R = 0.9277 R = 0.8848
Bobot Kering Jerami (g rumpun)
-1

100

80

60

40
Ŷ 15 = 0.5044x + 45.634 Ŷ 0 = -0.0138x2 + 1.2347x + 46.207
R2 = 0.8534 R2 = 0.5748
20

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
-1
Kompos Jerami (g pot )
Gambar 2. Kurva Respon Bobot Kering Jerami Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai
Tingkat Pemberian Kompos Jerami

Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa efektivitas CMA terhadap bobot kering

jerami, pada dosis 15 g pot-1 semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos

jerami hingga 75 g pot-1. Tetapi efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1 akan

menurun bila ditambahkan dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Namun pada dosis

7.5 g pot-1 CMA, penambahan kompos jerami 25 g pot-1 hingga 50 g pot-1 terjadi

penurunan persentase bobot kering jerami. Hal ini menunjukkan bahwa suplai hara

yang diberikan belum cukup untuk meningkatkan bobot kering jerami. Kemudian

bobot kering meningkat bila ditambahkan kompos jerami sebanyak 75 g pot-1.


Tabel 22. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami
terhadap Bobot Kering Jerami setelah Panen
Kompos Jerami (g pot -1)
CMA (g pot -1)
25 50 75
---------------------------------%-----------------------------
7.5 -40.45 -12.78 18.20
15.0 2.12 26.08 73.66
22.5 54.88 21.35 -27.86

6. Komponen Produksi
6. 1. Gabah Isi

Hasil analisis ragam pada Lampiran 16 diperoleh bahwa pengaruh tunggal

CMA dan kompos jerami tidak nyata terhadap jumlah gabah isi. Tetapi pengaruh

kedua perlakuan memperlihatkan interaksi yang sangat nyata.

Tabel 23. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Gabah Isi
Perlakuan Gabah Isi
---------------------------butir malai-1----------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 107.50
7.5 116.08
15.0 114.17
22.5 119.67
Kompos Jerami (g pot -1)
0 106.50
25 117.00
50 116.33
75 117.58
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa gabah isi tertinggi 142.67 butir malai-1

adalah pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1 CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami.

Persentase gabah isi meningkat 42.67% dibandingkan dengan tanpa pemberian CMA
dan kompos jerami. Pemberian CMA dan kompos jerami cenderung meningkatkan

rata-rata jumlah gabah isi per malai. Peningkatan terhadap pengisian gabah ini juga

sejalan dengan adanya pertumbuhan dan produksi yang baik pada tanaman.

Dibuktikan oleh nyatanya P tersedia dan serapan P tanaman akibat aplikasi CMA dan

kompos jerami, sehingga pembentukan komponen-komponen generatif dapat berjalan

baik.

Tabel 24. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Jumlah Gabah Isi
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-1-----------------------------------------
---------------------------butir malai
CMA (g pot -1)
0.0 100.00 b 105.67 ab 108.67 ab 115.67 a
7.5 101.00 b 113.67 ab 122.00 ab 127.67 a
15.0 103.33 b 106.00 b 120.67 ab 126.67 a
22.5 121.67 b 142.67 a 114.00 bc 100.33 b
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

6. 2. Persentase Gabah Hampa

Persentase gabah hampa hasil analisis ragam pada Lampiran 17 menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal kompos

jerami sangat nyata terhadap persentase gabah hampa. Sedangkan pengaruh tunggal

CMA dan interaksi kedua perlakuan tidak nyata terhadap persentase gabah hampa.

Pada Tabel 25 diketahui bahwa rata-rata persentase gabah hampa menurun dengan

meningkatnya dosis kompos jerami.


Tabel 25. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah
Hampa
Perlakuan Gabah Hampa
------------------------------%--------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 24.42
7.5 23.67
15.0 19.75
22.5 23.50
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 26.33 a
25 26.33 ab
50 21.83 bc
75 19.67 c
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Persentase gabah hampa terendah yaitu 17.33% adalah pada dosis kombinasi

15 g pot-1 CMA dan 50 g pot-1 kompos jerami (Tabel 26). Nyatanya pengaruh

tunggal kompos jerami terhadap penurunan persentase gabah hampa, selain bahan

organik penyumbang unsur hara P, juga memberikan pengaruh yang baik bagi

perkembangan akar, sehingga penyerapan unsur hara dan air berjalan maksimal.

Kondisi ini akan berpengaruh baik terhadap penurunan persentase gabah hampa.

Tabel 26. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Persentase Gabah
Hampa
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
----------------------------------%--------------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 32.67 24.67 21.67 18.67
7.5 26.00 23.33 23.67 21.67
15.0 24.00 20.33 17.33 17.33
22.5 22.67 25.67 24.67 21.00
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT
6. 3. Hasil Gabah

Hasil gabah berdasarkan uji statistik pada Lampiran 18 memperlihatkan

pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan yang diuji. Pengaruh tunggal

kompos jerami nyata terhadap hasil gabah, begitu juga dengan interaksi kedua

perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata. Tetapi pengaruh tunggal CMA tidak

nyata terhadap hasil gabah.

Tabel 27. Pengaruh Tunggal CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah
Perlakuan Hasil Gabah
--------------------------g rumpun -1------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 36.51
7.5 41.04
15.0 37.71
22.5 39.10
-1
Kompos Jerami (g pot )
0 32.18 b
25 40.45 ab
50 38.94 ab
75 42.79 a
Keterangan : Angka pada perlakuan yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Pada Tabel 28 dapat dilihat bahwa pada dosis 0, 7.5, dan 15 g pot-1 CMA,

rata-rata hasil gabah terus meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami.

Hasil tertinggi 46.37 g rumpun-1 diperoleh pada dosis 15 pot-1 CMA dan 75 pot-1

kompos jerami. Sedangkan pada dosis 22.5 g pot-1 CMA diperoleh hasil gabah

tertinggi 45.55 g rumpun-1 pada dosis kompos jerami 25 g pot-1, kemudian hasil gabah

menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami.


Tabel 28. Pengaruh Interaksi CMA dan Kompos Jerami terhadap Hasil Gabah
Perlakuan Kompos Jerami (g pot -1)
0 25 50 75
-----------------------------g rumpun -1--------------------------
CMA (g pot -1)
0.0 26.49 c 36.56 b 37.11 b 45.87 a
7.5 33.52 b 42.98 a 43.44 a 44.23 a
15.0 31.66 c 36.72 bc 36.09 bc 46.37 a
22.5 37.05 b 45.55 a 39.09 ab 34.70 b
Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Y 0 g CM A Y 7.5 g CM A Y 15 g CM A Y 22.5 g CM A
Ŷ 7.5 = 0.1304x + 36.154
50 R2 = 0.6965

45
40
Hasil Gabah (g rumpun )
-1

35
30 Ŷ 0 = -0.0005x2 + 0.2741x + 27.377
25 R2 = 0.9166

20 Ŷ 15 = 0.174x + 31.185 Ŷ 22.5 = -0.0052x2 + 0.3327x + 37.902


15 R2 = 0.8213 R2 = 0.7775
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
-1
Kompos Jerami (g pot )
Gambar 3. Kurva Respon Hasil Gabah Akibat Aplikasi CMA pada Berbagai Tingkat
Pemberian Kompos Jerami

Berdasarkan kurva respon yang disajikan pada Gambar 3 diketahui bahwa

pada dosis 0, 7.5, dan 15 g pot-1 CMA, hasil gabah meningkat secara linier dengan

bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1. Sebaliknya pada dosis 22.5 g
pot-1 CMA memperlihatkan persamaan yang kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa

pada dosis 22.5 g pot-1 CMA produksi meningkat dengan bertambahnya dosis

kompos jerami hingga 32 g pot-1. Kemudian produksi akan menurun bila

ditambahkan kompos jerami hingga 75 g pot-1.

Tabel 29. Efektivitas CMA pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos Jerami
terhadap Hasil Gabah
Kompos Jerami (g pot -1)
CMA (g pot -1)
25 50 75
---------------------------------%-----------------------------
7.5 28.22 29.59 31.95
15.0 15.98 13.99 46.46
22.5 22.91 5.48 -6.37

Pada Tabel 29 diketahui bahwa efektivitas CMA pada dosis 7.5 g pot-1 dan 15

g pot-1 terhadap hasil gabah semakin meningkat dengan bertambahnya dosis kompos

jerami. Hal ini bila dihubungkan dengan P tersedia, serapan P, dan bobot kering tajuk

juga diperoleh pada dosis tersebut, sehingga pada kondisi ini peningkatan

pertumbuhan dan produksi tanaman berjalan maksimal. Sebaliknya efektivitas CMA

pada dosis 22.5 g pot-1 semakin menurun bila ditambahkan kompos jerami hingga 75

g pot-1. Hal ini juga menunjukkan bahwa pada dosis tersebut terjadi penurunan P

tersedia dan serapan P tanaman, sehingga akan menurunkan pertumbuhan dan

produksi tanaman.
Pembahasan

A. Pengaruh Aplikasi CMA terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo di


Tanah Ultisol

Pengaruh tunggal CMA sangat nyata dalam meningkatkan P tersedia,

kandungan P total, dan karbon organik di dalam tanah. Peningkatan P tersedia ini

tidak terlepas dari aktivitas CMA itu sendiri dalam melarutkan P yang terfiksasi

melalui aktifitas enzim fosfatase yang dihasilkannya sehingga P tersedia bagi

tanaman. Sesuai dengan pernyataan Lambers et al., (1998), bahwa dalam

aktivitasnya mikoriza akan mengeluarkan enzim fosfatase dimana enzim tersebut

mampu melarutkan P yang terfiksasi oleh ion Al dan Fe, sehingga P yang tersedia

ditanah akan meningkat. Asam fosfatase yang terdapat pada hifa CMA yang sedang

aktif menimbulkan aktivitas fosfatase pada permukaan akar yang menyebabkan P

inorganik dibebaskan dari sumber P organik tanah pada daerah dekat permukaan sel

sehingga dapat diserap melalui mekanisme penyerapan hara (Bolan, 1991). Hasil

penelitian Musfal (2008), menyatakan bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman

jagung di tanah Inseptisol, P tersedia meningkat 16.94 ppm (85%). Demikian juga

dengan penelitian Hasanudin (2003), bahwa dengan pemberian CMA pada tanaman

jagung di tanah Ultisol, P tersedia meningkat 14.75 ppm. Bila dilihat pada Tabel 1,

bahwa rata-rata P tersedia tertinggi di dalam tanah yang disebabkan oleh

penambahan CMA yaitu sebesar 1.96 ppm, masih digolongkan sangat rendah. Hal ini

diduga tanaman yang diberi CMA akan meningkatkan serapan P tanaman yang akan
digunakan dalam proses pertumbuhannya, sehingga P tersedia menjadi rendah. Disisi

lain, karena kandungan P total tanah yang digunakan dalam penelitian ini seperti

disajikan pada Lampiran 20 juga masih tergolong rendah, yaitu 9.76 ppm.

Nyatanya Peningkatan kandungan P total disebabkan oleh CMA memberikan

kontribusi dalam penambahan P, baik dalam bentuk tersedia maupun tidak tersedia

atau P anorganik yang disebut P labil dan P organik yang disebut P stabil di dalam

tanah. Dibuktikan dengan penambahan CMA, rata-rata P total tanah mengalami

peningkatan 26.03% lebih tinggi dari pada tanpa pemberian CMA. Peningkatan

kandungan karbon organik di dalam tanah akibat pengaruh tunggal CMA diduga

akibat meningkatnya aktivitas akar tanaman padi gogo yang terinfeksi CMA

mengeluarkan eksudat berupa karbon organik. Disisi lain, C organik juga berasal dari

sel-sel CMA itu sendiri dan mikroorganisme lainnya di dalam tanah yang berperan

sebagai sumber energi bagi perkembangannya. Namun demikian kandungan karbon

organik di dalam tanah ini juga masih tergolong sangat rendah (0.77%-0.94%). Hal

ini diduga karbon yang dihasilkan baik dari eksudasi akar atau dari mikroorganisme

lainnya juga digunakan sebagai sumber energi bagi aktivitas CMA. Menurut Hairiah

et al., (2000), karbon merupakan sumber makanan mikroorganisme tanah dalam hal

ini CMA, sehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akan memacu kegiatan

mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-

reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N

dan sebagainya.
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa pengaruh tunggal CMA

sangat nyata dalam meningkatkan serapan P tanaman dan derajat infeksi CMA.

Dapat dilihat pada Tabel 5, bahwa rata-rata serapan P meningkat dengan

meningkatnya dosis CMA. Akar yang terinfeksi CMA akan semakin luas daya

jelajahnya karena adanya hifa eksternal yang berkembang di luar akar, sehingga

serapan P tanaman akan meningkat. Pengaruh CMA yang mampu meningkatkan

serapan hara P tanaman juga berkaitan dengan peran CMA dalam meningkatkan

penyerapan air, transpirasi dan fotosintesis dari tanaman inang mempunyai kaitan

yang erat dengan pembentukan polifosfat pada hifa sehingga dapat mempertahankan

internal fosfat yang rendah (low internal phosphate) atau mengurangi kebutuhan

eksternal P (Chang, 1994). Mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang mampu

mengkatalis hidrolisis komplek fosfat tidak larut yang terdapat di dalam tanah

menjadi bentuk fosfat larut yang tersedia bagi tanaman (Marshner, 2002) dan

(Fakuara dan Setiadi, 1990 dalam Niswati, et al., 1996). Selanjutnya fosfat larut ini

dengan cepat akan diserap langsung oleh hifa eksternal mikoriza dan kemudian

ditransfer ke tanaman inang. Dengan demikian tanaman yang diinokulasi mikoriza

mempunyai kemampuan untuk menyerap fosfat yang terikat dalam tanah (Manske,

1998 dalam Sastrahidayat, et al., 1999), sehingga penyerapan P menjadi lebih besar

dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza.

Hasil penelitian Musfal (2008) juga membuktikan bahwa dengan pemberian

CMA, rata-rata serapan P pada tanaman jagung meningkat 10.71 mg batang-1

(23.22%). Kabirun (2002), menyatakan bahwa pemberian beberapa jenis CMA pada
padi gogo, serapan P (35.40 mg pot-1) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa

pemberian (15.56 mg pot-1). Sastrahidayat et al., (1999) melaporkan bahwa

kandungan unsur P tanaman kapas (Gossypium hirsutum L.) lebih tinggi pada

perlakuan inokulasi mikoriza daripada tanpa inokulasi, dengan efisiensi serapan P 20

- 23%.

Nyatanya derajat infeksi CMA akibat pengaruh tunggal CMA menunjukkan

adanya kompatibilitas antara CMA dengan akar tanaman padi gogo. Simbiosis yang

saling menguntungkan ini disebabkan oleh adanya fotosintat yang berguna bagi CMA

di sekitar perakaran tanaman padi gogo, sehingga CMA berkembang baik disekitar

perakaran. Peningkatan kecepatan fotosintesis juga akan meningkatkan kandungan

karbohidrat yang selanjutnya meningkatkan infeksi CMA. Menurut Marschner

(2002) infeksi dipengaruhi oleh spesies jamur, tumbuhan inang dan faktor

lingkungannya. Dibuktikan pada Tabel 6, bahwa rata-rata derajat infeksi cenderung

meningkat dengan bertambahnya dosis CMA. Hal ini menunjukkan bahwa besar

kecilnya infeksi akar mungkin ditentukan oleh populasi dan distribusi spora yang ada

di dalam tanah, sedangkan populasi dan distribusi spora sendiri ditentukan oleh

kemampuan akar bermikoriza untuk membentuk spora-spora baru (Mansur, 2003).

Dalam penelitian ini masih ditemukan akar tanaman padi gogo yang terinfeksi tanpa

adanya aplikasi CMA, yaitu sekitar 20%, hal ini membuktikan bahwa masih terdapat

CMA alami, karena spora-spora dari CMA mampu bertahan hidup pada kondisi

tanah yang tidak subur (Lampiran 5). Menurut Mansur (2003), bahwa spora

merupakan sumber inokulum yang paling penting karena ketahanannya terhadap


pengaruh lingkungan. Spora juga dapat bertahan hidup sampai 2 tahun sebelum

berkecambah.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman,

pengaruh tunggal CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk dan sangat

nyata dalam peningkatan bobot kering jerami dan penurunan persentase gabah

hampa. Hal ini membuktikan bahwa dalam jaringan akar tanaman, CMA

berpengaruh positif terhadap aspek fisiologis tanaman inang. Pengaruh utamanya

adalah meningkatnya pengambilan P dan naiknya bobot kering tanaman terutama

pada tanah-tanah yang mempunyai P tersedia rendah (Ojala et al, 1983, Sanders dan

Seikh, 1983 dalam Santosa, 1986). Adanya peningkatan bobot kering tajuk dan

bobot kering jerami ini mencerminkan bahwa dengan inokulasi CMA mampu

memacu produksi berat kering tajuk (Nurlaeny et al., 1996). Secara umum tanaman

yang diinokulasi CMA pertumbuhannya akan lebih baik dari pada tanaman tanpa

CMA sehingga aktivitas fotosintesa juga berjalan baik. Disamping itu CMA juga

dapat memacu sintesis fitohormon yang berperanan dalam pertumbuhan tanaman dan

proses fotosintesa (Lynch, 1983; Mosse, 1981). Fenomena ini didukung oleh

pernyataan Lakitan (1995) yang menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman

akan memberikan kotribusi terhadap peningkatan berat berangkasan kering tanaman.

Mosse (1981) telah mempelajari pengaruh penggunaan mikoriza pada beberapa jenis

tanaman pertanian, bahwa dengan pemberian mikoriza terjadi peningkatan bobot

kering dan kandungan fosfat tanaman yang sangat signifikan dibandingkan tanpa

mikoriza. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kabirun (2002) bahwa dengan
pemberian CMA pada padi gogo di tanah entisol mampu meningkatkan pertumbuhan

tanaman serta bobot kering tanaman. Hasil penelitian Musfal (2008), juga

membuktikan bahwa CMA nyata dalam meningkatkan bobot kering tajuk tanaman

jagung. Peningkatan bobot kering tajuk terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan

kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara N. Karena menurut Setiadi,

(1998), tanaman yang bermikoriza selain dapat meningkatkan penyerapan unsur hara

P, juga menyerap unsur hara lain seperti N, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Na, S, Mn, dan Zn.

Penyerapan unsur-unsur hara ini sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif

tanaman seperti pembentukan tajuk. Hasil penelitian Purba et al., (2005), bahwa

dengan pemberian CMA (Glomus fassciculatum) bobot kering tajuk kelapa sawit

meningkat 166% pada tanah ultisol. Pengaruh CMA terhadap pertumbuhan dan

kandungan fosfor pada tanaman singkong diperoleh peningkatan bobot kering

terbesar yaitu 833.33%. Penurunan persentase gabah hampa akibat pengaruh tunggal

CMA disebabkan oleh tanaman yang terinfeksi mikoriza melalui jaringan hifanya

mampu memperluas bidang serapan akar sehingga tanaman mendapat suplai hara

yang cukup untuk pertumbuhan dan peningkatan hasil tanaman (Cruz, 1991). Bagi

jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk

transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk

menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto,

2001). Dibuktikan pada Tabel 14, bahwa pemberian CMA rata-rata persentase gabah

hampa menurun hingga 19.75% dibandingkan dengan tanpa pemberian CMA, rata-
rata persentase gabah hampa 24.42%. Hal ini membuktikan bahwa CMA efektif

dalam menurunkan persentase gabah hampa pada tanaman padi gogo.

Pengaruh tunggal CMA tidak nyata dalam meningkatkan bobot kering akar,

anakan maksimum, anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil

gabah. Tidak nyatanya pengaruh CMA terhadap bobot kering akar ini sangat

kontradiktif dengan teori yang ada bahwa CMA dapat menyebabkan peningkatan

sistem perakaran misalnya percabangan akar, panjang akar sekunder, menginduksi

pembentukan akar kuartier, dan peningkatan intensitas percabangan akar lateral

(Kaldorf and Muller, 2000). Kondisi ini diduga unsur hara P yang diserap akar masih

digunakan untuk pertumbuhan di bagian tajuk tanaman. Pengamatan terhadap bobot

kering akar ini juga dilakukan pada saat tanaman berumur 63 hari, diduga masih ada

penambahan bobot kering akar akibat perlakuan CMA, sehingga perlakuan CMA

belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Sedangkan tidak nyatanya pengaruh

tunggal CMA terhadap anakan maksimum, disebabkan oleh peran CMA yang lebih

dominan terhadap ketersediaan hara P dibandingkan dengan unsur N yang sangat

berguna dalam pembentukan anakan padi gogo. Tidak nyatanya pengaruh tunggal

CMA terhadap anakan produktif, gabah isi, persentase gabah hampa, dan hasil gabah

diduga P tersedia yang disumbangkan oleh CMA dan fotosintat yang dihasilkan

masih sangat rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan tanaman dalam

meningkatkan parameter tersebut. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa P tersedia di

dalam tanah akibat penambahan dosis CMA yang masih sangat rendah, yaitu 1.52

ppm-1.96 ppm. Faktor lain juga disebabkan oleh kandungan Al yang sangat tinggi di
dalam tanah, seperti yang disajikan pada hasil analisis tanah awal (Lampiran 5),

sehingga banyak P yang terfiksasi oleh Al. Kondisi ini juga dapat dilihat dari rata-

rata kandungan P total tanaman yang disajikan pada Lampiran 19, bahwa kandungan

P total tanaman tergolong rendah yaitu antara 0.017%-0.030%. Karena menurut

Thomas et al., (2001), bahwa kandungan P total tanaman padi < 0.2% tergolong

rendah. Akibatnya, walaupun CMA mampu meningkatkan P tersedia di dalam tanah

dan serapan P tanaman, tetapi belum cukup untuk mendukung pertumbuhan dan

produksi tanaman seperti penambahan bobot kering akar, pembentukan anakan,

anakan produktif, gabah isi dan hasil gabah.

B. Pengaruh Aplikasi Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan Produksi


Padi Gogo di Tanah Ultisol

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengaruh tunggal kompos

jerami sangat nyata dalam meningkatkan P tersedia, P total tanah, dan kandungan C

organik. Dibuktikan pada Tabel 1, bahwa rata-rata P tersedia meningkat dengan

bertambahnya dosis kompos jerami. Hal ini disebabkan kompos jerami yang

merupakan sumber bahan organik merupakan penyumbang P di dalam tanah.

Penambahan kompos jerami sebagai sumber bahan organik di dalam tanah berperan

dalam melepasan P yang terfiksasi, karena bahan organik diketahui dapat mengurangi

jerapan P oleh oksida besi dan Al. Bahan organik ini akan melapuk menghasilkan

asam-asam organik seperti asam humat dan fulvat. Kedua asam ini memegang

peranan penting dalam pengikatan Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia. Sesuai


dengan pernyataan Soepardi (1983), bahwa adanya senyawa organik yang cukup

memungkinkan terjadinya khelat yaitu senyawa organik yang berikatan dengan kation

logam (Fe, Mn, Al). Terbentuknya khelat logam akan mengurangi pengikatan P oleh

oksida maupun lempung silikat sehingga P menjadi lebih tersedia.

Penambahan kompos jerami yang ditambahkan ke dalam tanah sebagai bahan

organik juga merupakan penyumbang P organik dan anorganik di dalam tanah

sehingga kandungan P total tanah juga meningkat (Sutanto, 2002). Peningkatan

karbon organik di dalam tanah adalah karena kompos jerami yang ditambahkan

sebagai bahan organik merupakan penyumbang karbon di dalam tanah. Dibuktikan

pada Tabel 3 bahwa dengan pemberian kompos jerami, rata-rata kandungan karbon

organik tanah meningkat 55.38% daripada tanpa pemberian kompos jerami. Hasil

penelitian Sembiring dan Jamil (2007) juga melaporkan bahwa dengan penambahan

bahan organik ke dalam tanah rata-rata kandungan karbon organik tanah meningkat

sekitar 28-54%. Menurut Hakim, et al., (1986), karbon merupakan komponen paling

besar dalam bahan organik yaitu sekitar 44%, sehingga pemberian bahan organik

dapat meningkatkan kandungan karbon di dalam tanah. Karbon organik di dalam

tanah ini akan mempengaruhi sifat tanah menjadi lebih baik secara fisik, kimia dan

biologi. Namun bila dilihat pengaruh kompos jerami terhadap rata-rata kandungan

karbon organik setelah panen di dalam masih tergolong sangat rendah, yaitu 0.73%-

0.90%, hal ini diduga karbon yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik berupa

CO2 bereaksi ke dalam tanah membentuk asam karbonat, Ca, Mg, K karbonat, atau

bikarbonat yang mudah larut dan hilang atau diserap ke dalam tanaman. Kemudian
sebagian besar CO2 yang dihasilkan juga kembali ke udara kemudian diambil lagi

oleh tanaman melalui fotosintesa.

Pengaruh tunggal kompos jerami juga sangat nyata dalam meningkatkan

serapan P tanaman dan derajat infeksi CMA. Penambahan kompos jerami sebagai

sumber bahan organik ke dalam tanah juga akan memperbaiki kondisi fisik tanah.

Struktur tanah menjadi lebih baik, karena terbentuknya granulasi, sehingga

perkembangan akar menjadi lebih maksimal. Hal ini juga dibuktikan pada Lampiran

14, bahwa pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan bobot

kering akar. Meningkatnya pertumbuhan akar dan bertambahnya volume akar akan

berpengaruh terhadap besarnya kontak akar dengan tanah, maka akan semakin aktif

akar tersebut dalam menyerap unsur hara dan air, sehingga akan berpengaruh

terhadap serapan P tanaman. Meningkatnya pertumbuhan akar, maka proses eksudasi

juga akan meningkat, dimana akar akan mengeluarkan karbon dan asam-asam

organik yang sangat berguna bagi CMA sehingga berpengaruh nyata terhadap derajat

infeksi akar. Menurut Hapsoh (2003) ketersediaan P di dalam tanah mempengaruhi

persentase kolonisasi. Rendahnya konsentrasi P tersedia diduga akan meningkatkan

efektivitas CMA dalam mengkolonisasi akar, karena dalam kondisi P tersedia rendah

permeabilitas membran sel akar akan meningkat dan aktivitas akar semakin

meningkat, sehingga akar mudah diinfeksi oleh CMA. Dalam hal ini penambahan

kompos jerami dapat meningkatkan ketersediaan fosfat di dalam tanah walaupun

jumlahnya sedikit, sehingga mampu meningkatkan efektivitas CMA dalam

menginfeksi akar tanaman padi gogo.


Berdasarkan hasil penelitian terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo,

bahwa pengaruh tunggal kompos jerami sangat nyata dalam meningkatkan anakan

maksimum, bobot kering tajuk, bobot kering akar, bobot kering jerami, penurunan

persentase gabah hampa, dan peningkatan hasil gabah. Penambahan kompos jerami

selain sebagai sumber sebagai bahan organik juga sebagai penyumbang unsur hara

yang berguna bagi pertumbuhan tanaman. Nyatanya kompos jerami terhadap jumlah

anakan maksimum, disebabkan oleh bahan organik yang dihasilkannya juga sebagai

menyuplai unsur hara N yang sangat berguna bagi peningkatan jumlah anakan padi

gogo. Seperti dijelaskan oleh Doberman dan Fairhurst (2000) bahwa kandungan hara

jerami selain Si (4-7%), K (1,2-1,7%), juga mengandung unsur N (0,5-0,8%), P

(0,07-0,12%), dan S (0,05-0,10%). Bahan organik mempunyai peran yang sangat

kompleks, diantaranya adalah sebagai bahan pemantap agregat tanah yang tiada

taranya dan sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik.

Menurut Foth (1991), bahan organik berperan penting dalam tanah karena dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Kehadiran bahan organik cukup

besar peranannya di dalam tanah yaitu : (1) memperbaiki agregasi dan meningkatkan

kemampuan tanah menahan air, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation dan

ketersediaan hara bagi tanaman, (3) mengurangi aktivitas Al dan Fe dalam

memfiksasi P dan (4), merupakan sumber energi atau makanan bagi mikroorganisme.

Selanjutnya Salisbury dan Ross (1992), dalam kondisi normal kebanyakan tanaman

mencurahkan sebagian besar biomassanya pada tajuk. Peningkatan bobot kering akar

ini disebabkan adanya penambahan volume akar akibat unsur hara P yang dilepaskan
oleh bahan organik. Buckman and Brady (1980) menyatakan bahwa unsur hara P

selain berfungsi sebagai pembentukan bunga, biji dan buah, juga merangsang

perkembangan akar. Selain itu dekomposisi kompos jerami menghasilkan bahan

organik juga mengandung unsur-unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam

mendukung pertumbuhan dan produksi padi gogo. Brady (1990), menyatakan bahwa

hasil dekomposisi bahan organik bila dimasukkan ke dalam tanah akan menghasilkan

beberapa unsur yang dihasilkan seperti N, P, dan K. Pengaruh tunggal kompos

jerami tidak nyata dalam meningkatkan anakan produktif dan gabah isi. Kondisi ini

juga diduga adanya keterkaitan P tersedia yang disumbangkan oleh penambahan

kompos jerami yang sangat rendah yaitu antara 1.45 ppm-2.12 ppm dan tingginya

kandungan Al di dalam tanah, sehingga belum menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap pembentukan anakan produktif dan gabah isi per malai.

C. Pengaruh Aplikasi CMA dan Kompos Jerami terhadap Pertumbuhan dan


Produksi Padi Gogo di Tanah Ultisol

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa interaksi CMA dan

kompos jerami sangat nyata mempengaruhi P tersedia, P total tanah, dan serapan P

tanaman. Nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami terhadap parameter tersebut

disebabkan kompos jerami sebagai sumber bahan organik, selain sebagai

penyumbang hara P oragik maupun anorganik, juga menghasilkan substrat alami bagi

perkembangan CMA dan mikroorganisme lainnya. Bahan organik berfungsi

memperbaiki struktur tanah, merangsang granulasi sehingga menambah ruang pori


tanah yang, akibatnya CMA akan mendapat suplai oksigen yang cukup bagi

perkembangannya dan aktivitasnya akan berjalan maksimal dalam meningkatkan P

tersedia. Disisi lain kondisi ini sangat mendukung bagi perkembangan akar, karena

dengan meningkatnya perkembangan akar, maka semakin besar peluang CMA untuk

mengkolonisasi akar tanaman padi gogo, sehingga penyerapan unsur hara P juga

menjadi meningkat.

Pada Tabel 2 diketahui bahwa P tersedia tertinggi diperoleh pada dosis

kombinasi 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami, yaitu 3.06 ppm. Namun

pada dosis 22.5 g pot-1 CMA terjadi penurunan P tersedia menjadi 1.93 ppm. Hal ini

diduga dengan bertambahnya dosis CMA, maka serapan P tanaman semakin

meningkat, sehingga akan mengurangi jumlah P tersedia di dalam tanah. Dibuktikan

dengan keefektifan CMA terhadap P tersedia lebih tinggi pada dosis 15 g pot-1

dibandingkan dengan keefektifan CMA pada dosis 22.5 g pot-1.

Hasil penelitian Zulaika dan Gunawan (2006), bahwa serapan fosfat tanaman

cabai merah akibat perlakuan CMA dan pupuk fosfat pada tanah ultisol meningkat

sebesar 26.39%. Soepardi (1983) juga menyatakan bahwa serapan unsur hara oleh

tanaman sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsur hara dalam tanah. Hal ini

dibuktikan dengan P tersedia dan serapan P tertinggi juga diperoleh pada dosis

kombinasi yang sama, yaitu 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami, seperti

yang disajikan pada Tabel 2 dan 8. Didukung oleh hasil analisis korelasi antara

serapan P tanaman dan P tersedia yang disajikan pada Lampiran 20 menunjukkan

nilai yang tinggi (R2=0.998), hal ini menggambarkan bahwa serapan P tanaman erat
hubungannya dengan P tersedia di dalam tanah. Serapan P terendah diperoleh pada

dosis 22.5 g pot-1 CMA dan tanpa pemberian kompos jerami. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak adanya suplai hara P dari kompos jerami di dalam tanah, maka unsur

hara yang diserap tanaman menjadi sedikit. Dibuktikan dengan kurva respon P

tersedia, penambahan kompos jerami hingga 75 g pot-1 pada setiap dosis CMA

meningkatkan P tersedia di dalam tanah.

Sedangkan terhadap P total tanah setelah panen, nyatanya interaksi CMA dan

kompos jerami disebabkan oleh CMA dan bahan organik hasil dekomposisi kompos

jerami memberikan kontribusi unsur hara P, baik dalam bentuk organik maupun

anorganik sehingga meningkatkan kandungan P total tanah. Berdasarkan analisis

korelasi antara P tersedia dan kandungan P total tanah yang disajikan pada

Lampiran 20 juga menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu R2 = 0.848, hal ini

menggambarkan bahwa P tersedia erat hubungannya dengan kandungan P total di

dalam tanah. Kondisi ini disebabkan oleh terjadinya dinamika keseimbangan bentuk-

bentuk fosfat di dalam tanah. Keseimbangan antara P larutan, P labil, dan P stabil

tergantung pada penambahan fosfor, immobilisasi fosfor larut oleh mikroorganisme,

pelapukan bahan organik dan pH serta waktu reaksi (Sanches, 1992). Apabila hara

pada larutan tanah telah berkurang segera diisi dari bentuk P labil. Selanjutnya bila P

labil semakin berkurang maka P stabil akan menentukan konsentrasi P larutan di

dalam tanah (Stewart and Sharplay, 1987).

Peningkatan P tersedia dan serapan P tanaman ini ditunjukkan oleh nyatanya

peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman yang disebabkan pengaruh interaksi


CMA dan kompos jerami, seperti dilihat pada parameter bobot kering akar, bobot

kering jerami, anakan produktif, gabah isi, dan hasil gabah. Nyatanya peningkatan

bobot kering akar yang dihasilkan akibat interaksi CMA dan kompos jerami

disebabkan oleh peran bahan organik dalam memperbaiki struktur tanah. Disamping

itu memberikan habitat yang menguntungkan bagi perkembangan CMA, dimana

CMA akan mendapatkan oksigen yang cukup karena semakin bertambahnya pori-pori

tanah. Dengan demikian CMA akan aktif menyerap unsur hara P yang berguna

dalam penambahan bobot kering akar. CMA melalui jaringan hifa eksternalnya juga

dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Menurut Wright dan

Uphadhyaya (1998) CMA menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat

berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Sekresi senyawa-senyawa

polisakarida, asam organik dan lendir jaringan hifa mampu mengikat butir-butir

primer menjadi agregat mikro. Selanjutnya agregat mikro melalui proses mekanikal

oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Kondisi ini sangat

menguntungkan dalam perkembangan akar tanaman padi gogo. Dengan

berkembangnya akar, maka semakin banyak bulu-bulu akar yang kontak dengan

tanah maka semakin banyak unsur hara P dan unsur-unsur hara lainnya serta air yang

diserap sehingga berpengaruh terhadap peningkatan bobot kering jerami, anakan

produktif, gabah isi, dan hasil gabah. Unsur hara P dapat meningkatkan jumlah biji

terutama pada tanaman yang masih muda. Peranan P pada tanaman dapat mendorong

pertumbuhan akar, membantu memindahkan susbstansi dari batang, daun dan bagian-

bagian tanaman lainnya menuju ke biji. Akar yang dikolonisasi CMA menghasilkan
senyawa semacam sitokinin dan auksin yang mendukung pertumbuhan tanaman

(Bertha et al., 1993). Disamping itu CMA berfungsi meningkatkan serapan air oleh

tanaman sehingga tanaman tidak mengalami cekaman air pada waktu kekeringan,

maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhan dan produksi. Selain

meningkatkan kemampuan menyerap hara, kolonisasi akar dengan mikoriza secara

tidak langsung berpengaruh terhadap modifikasi tingkat transpirasi dan laju

fotosintesa (Marschner, 2002).

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara hasil gabah, P tersedia, dan serapan

P menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu R2 = 0.856 dan 0.819. Kondisi ini

menunjukkan bahwa produksi erat hubungannya dengan P tersedia di dalam tanah

dan serapan P tanaman. Unsur P pada tanaman memberikan pengaruh favorabel

melalui kegiatan: merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pematangan,

membantu pengangkatan bahan fotosintat ke biji, memperbesar perbandingan berat

biji dan jerami, serta memperbaiki kualitas hasil tanaman biji-bijian (Ahn, 1993).

Berdasarkan kurva respon bobot kering jerami yang disajikan pada Gambar 2,

bahwa penambahan kompos jerami pada dosis tertentu akan mengurangi efektivitas

CMA dalam meningkatkan bobot kering jerami. Hal ini diduga berkaitan dengan

kompos jerami yang diberikan pada dosis tersebut masih mengalami proses

dekomposisi, sehingga unsur hara P yang dihasilkan dalam jumlahnya sedikit

diimobilisasi di dalam sel-sel CMA. Selama proses ini berlangsung akan

berpengaruh terhadap laju peningkatan bobot kering jerami. Pada Tabel 20,

pemberian 7.5 g pot-1 CMA, efektivitas CMA terhadap peningkatan bobot kering
jerami menjadi menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami sebanyak 25 g

pot-1 dan 50 g pot-1. Hal ini menunjukkan bahwa pada dosis 7.5 g pot-1 CMA, dengan

bertambahnya dosis kompos jerami, suplai hara yang diberikan belum cukup untuk

meningkatkan bobot kering jerami. Kemudian terjadi peningkatan bobot kering

jerami dengan bertambahnya dosis kompos jerami sebanyak 75 g pot-1. Hal ini

menunjukkan bahwa unsur hara P yang dilarutkan oleh CMA melalui bantuan enzim

fosfatase dari penambahan kompos jerami sebagai bahan organik sebanyak 75 g pot-1

sudah mencukupi dalam kenaikan bobot kering jerami.

Berdasarkan kurva respon hasil gabah yang disajikan pada Gambar 3 dan

efektivitas CMA pada berbagai dosis kompos jerami terhadap hasil gabah (Tabel 29),

diketahui bahwa pada dosis 22.5 g pot-1 CMA, dengan penambahan kompos jerami

pada dosis 50 g pot-1 sampai 75 g pot-1, efektivitas CMA terhadap peningkatan hasil

gabah mengalami penurunan. Hal ini diduga pada dosis CMA tersebut, semakin

banyak kompos jerami yang diberikan, dimana proses dekomposisi masih

berlangsung karena kompos jerami yang diberikan dengan ratio C/N : 24.02

(Lampiran 3). Maka unsur hara yang dihasilkan oleh bahan organik terutama hara P

masih sedikit. Sedangkan pupuk fosfat alam yang digunakan sebagai pupuk dasar

dalam penelitian ini juga diduga belum sepenuhnya digunakan oleh tanaman karena

sifatnya yang lambat melapuk (slow release). Disisi lain unsur hara P ini kemudian

diimobilisasi di dalam sel-sel CMA yang ditambahkan ke dalam tanah, sehingga tidak

mencukupi dalam peningkatan persentase kenaikan hasil gabah. Berdasarkan uraian


tersebut perlu disarankan penelitian ini dilanjutkan untuk melihat efek residu dari

kompos jerami.

Hasil penelitian diketahui bahwa interaksi CMA dan kompos jerami tidak

nyata terhadap parameter C organik dan derajat infeksi akar. Kondisi ini diduga

terjadinya kompetisi antara CMA dan kompos jerami dalam meningkatkan

kandungan karbon organik di dalam tanah, karena karbon yang dihasilkan dari

dekomposisi kompos jerami juga digunakan CMA untuk perkembangannya.

Rendahnya kandungan karbon organik di dalam tanah akan menghambat

perkembangan CMA. Rendahnya populasi CMA menyebabkan proses kolonisasi

akar menjadi sedikit, sehingga berpengaruh tidak nyata terhadap derajat infeksi akar.

Kandungan karbon yang rendah juga menyebabkan CMA akan mengikat nitrogen,

sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh tidak nyata terhadap pembentukan

anakan padi gogo. Seperti dijelaskan oleh Sutanto (2002), bahwa mikroorganisme

akan mengikat nitrogen tergantung pada ketersediaan karbon. Apabila ketersediaan

karbon terbatas, tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat

dimanfaatkan mikrorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas.

Tidak nyatanya interaksi CMA dan kompos jerami terhadap anakan

maksimum, bobot kering tajuk, dan penurunan persentase gabah hampa diduga

fotosintat yang dihasilkan selain digunakan oleh CMA juga belum mencukupi dalam

memenuhi kebutuhan tanaman karena masih rendahnya kandungan unsur hara seperti

N, P, dan C organik yang berguna terhadap parameter tersebut.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Pengaruh CMA nyata meningkatkan P tersedia dan bobot kering jerami, tetapi

tidak nyata terhadap produksi. P tersedia tertinggi 1.96 ppm pada dosis 15 g pot-1

CMA dan bobot kering jerami tertinggi, yaitu 77.98 g rumpun-1 pada dosis 7.5 g

pot-1 CMA.

2. Pengaruh kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering jerami, dan

produksi padi gogo. P tersedia tertinggi 2.12 ppm pada dosis 75 g pot-1 kompos

jerami. Bobot kering jerami tertinggi, yaitu 76.35 g rumpun-1 pada dosis 75 g pot-
1
kompos jerami. Sedangkan produksi tertinggi 42.79 g rumpun-1 pada dosis 75 g

pot-1 kompos jerami.

3. Interaksi CMA dan kompos jerami nyata meningkatkan P tersedia, bobot kering

jerami, dan produksi padi gogo. P tersedia tertinggi 3.06 ppm pada dosis 15 g

pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami. Bobot kering jerami tertinggi 106.87 g

rumpun-1 pada dosis kombinasi 22.5 g pot-1 CMA dan 25 g pot-1 kompos jerami.

Sedangkan produksi tertinggi 46.37 g rumpun-1 pada dosis kombinasi 15 g pot-1

CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.


4. Efektivitas CMA terhadap P tersedia pada dosis 7.5 g pot-1 sampai 22.5 g pot-1

meningkat dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1.

Sedangkan terhadap bobot kering jerami, efektivitas CMA pada dosis 22.5 g pot-1

menurun dengan bertambahnya dosis kompos jerami hingga 75 g pot-1.

5. Efektivitas CMA tertinggi terhadap P tersedia, bobot kering jerami, dan produksi

adalah pada dosis 15 g pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa :

1. Untuk mendapatkan hasil gabah tertinggi dapat digunakan dosis kombinasi 15 g

pot-1 CMA dan 75 g pot-1 kompos jerami.

2. Disarankan penelitian ini dilanjutkan untuk melihat pengaruh residu dari CMA

dan kompos jerami untuk tanaman padi atau rotasi tanaman palawija.
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, J. S. dan Mulyadi. 1993. Alternatif teknik rehabilitasi dan pemanfaatan


lahan alang-alang dalam Prosiding Pemanfaatan Lahan Alang-alang untuk
Usahatani Berkelanjutan. Bogor, 1 Desember 1992. Puslittanak, Bogor.

Ahn, P.M. 1993. Tropical soils and fertilizers use, intermediate tropical agriculture
series. Longman Group. UK Limited. Malaysia.

Anderson, G. 1966. Nucleic acids, derivatives and organic phosphates in soil


biochemistry. Ed A. D. Mc. Laren and G. H. Peterson. Marcel Dekker. Inc
New York.

Arafah. 2004. Efektivitas pemupukan P dan K pada lahan bekas pemberian jerami
selama 3 musim tanam terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Jurnal
Sains dan Teknologi, Agustus 2004, Vol.4 No.2: 65-71. ISSN 1411-4674 65

Atmaja, I W D. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah


Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar

BPS. 2005. Sumatera Utara. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Daerah Tk. I Sumatera Utara.

Beethlenfalvay, G.J.1992. Mycorrhizae and crop production. In : Proceedings of a


symposium on Mycorrhizae in Sustainable Agriculture. Special publication
No.54. Asa. 1-27.

Berta, G., S. Sgorbati, V. Soler, A. Fusconi, A. Trotta, A. Citterio, M.G. Bottone,


E. Sparvoli and S. Scannerini. 1990. Variations in chromatin structure in host
nuclei of a vesicular arbuscular mycorrhiza. New Phytol., 14, 199-216.

Bolan, N.S. 1991. A critical review on the role of mycorrhizal fungi in uptake of
phosphorus by plants. Plant and soil 134:189-207.

Brady, N.C. 1990. The Natural and Properties Soils. Macmillan Publishing Company.
New York.

Buckman, O. H and N. C. Brady. 1980. The nature and properties of soil. Mac Millan
Co. Inc. New York.

Chang, D. C.N. 1996. the use of arbuscular mycorrhiza (AM) fungi for horticultural
crops. Food & Fertilizer Technology Center. Technical Bulletin, 144 : 1-7.
Cruz, R. E. 1991. Final report of the consultant on mycorrhiza program development
in the IUC Biotechnology Center. PAU-IPB, Bogor.

Doberman, A. and T. Fairhust. 2000. Rice nutrient disorder & nutrient management.
Potash & Potash Institute of Canada.

Ernita. 1988. Tanggap tanah Ultisol Tambunan A terhadap pertumbuhan dan


produksi kedelai akibat pemberian inokulan rhizobia dan mikroba pelarut
fosfat serta abu tandan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara Medan,
Program Pascasarjana.

Foth, H. D. 1991. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press.


Yogyakarta. 450 hal.

Gomez. K.A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian pertanian .
Edisi Kedua. Penerbit Universitas Indonesia.

Hairiah, K., Widianto, Noordwijk, dan G. Cadisch. 2000. Pengelolaan Tanah


Masam Secara Biologi. ICRAF. Bogor.

Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, Go Ban


Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas
Lampung.

Hamidah, H. 1997. Peningkatan ketersediaan hara N dan P pada tanah Ultisol melalui
inokulasi rhizobia dan mikoriza vesikular arbuskula serta pemupukan batuan
fosfat pada tanaman kedelai [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara
Medan, Program Pascasarjana.

Hapsoh. 2003. Kompatibilitas MVA dan beberapa genotip kedelai pada berbagai
tingkat cekaman kekeringan tanah ultisol: Tanggap Morfologi dan hasil
[Disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Pertama Akademi


Presindo. Jakarta 130 Hal.

Hasanudin. 2003. Peningkatan ketersediaan dan serapan N dan P serta hasil tanaman
jagung melalui inokulasi mikoriza, azotobacter dan bahan organik pada
Ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol 5(2). Hal 83-89.
Imran. 2001. Optimalisasi pemanfaatan jerami melalui teknologi pengomposan
cepat. Prosiding Seminar Nasional. Memantapkan Rekayasa Paket Teknologi
Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam Era Otonomi Daerah. Bengkulu 31
Oktober-1 Nopember 2001. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Kabirun, S. 2002. Tanggap padi gogo terhadap inokulasi jamur mikoriza arbuskula
dan pemupukan fosfat di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3
(2), p 49-56.

Kaldorf, M. and J.L. Muller. 2000. AM fungi might affect the root morphology
of maize by increasing indole-3-butyric acid biosynthesis. Physiol. Planta.,
109, 58-67.

Lakitan, B. 1995. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT. Raja


Grafindo Persada. Jakarta.

Lambers, H., F.S. Chapin and T.L. Pons. 1998. Plant Fisiological Ecological.
Springer-Verlag. New York.

Las, I., A.K. Makarim, Sumarno, S. Purba, M. Mardikarini dan S. Kartaatmadja.


1999. Pola IP-300, konsepsi dan prospek implementasi system usaha
pertanian berbasis sumberdaya. Badan Litbang Pertanian. Jakarta

Lynch, J. M. 1983. Soil biotechnology microbiologycal factor in crop productivity.


Blackwell. Scientific Publication. London. 191 p

Mansur, I. 2003. Bahan Kuliah dan Praktikum Technical Assitance dalam Penelitian.
Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Marschner, H. 2002. Mineral Nutrition of Higher Plants. Fifth printing. Academic


Press. London. UK.

Mosse, B. 1981. Vesicular mycorrhyza research for tropical agriculture. Rer Bull,
94. Hawaii Inst. Of Trop. Agric and human resources. Univ of Hawaii,
Honolulu.

Musfal. 2008. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula terhadap pemberian pupuk


spesifik lokasi tanaman jagung di tanah Inceptisol [Tesis]. Medan: Universitas
Sumatera Utara Medan, Program Pascasarjana.

Niswati, A., S. G. Nugroho, M. Utomo, dan Suryadi. 1996. Pemanfaatan


Vesikula arbuskula untuk mengatasi pertumbuhan tanaman jagung akibat
cekaman kekeringan. Jurnal Tanah Tropika. 3 : 26-31.
Nurlaeny, N., H. Marschner, E. George. 1996. Effect of liming and mycorrhizals
colonization on soil phosphate depletion and phosphate uptake by maize (Zea
mays L.) and soybean (Glycine max L.) grown in two tropical acid soils. Plant
and Soil 181: 275-285

Pujianto. 2001. Pemanfaatan jasad mikro, jamur mikoriza dan bakteri dalam sistem
pertanian berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Falsafah
Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor.

Prasetyo, B. H dan D.A. Suriadikarta. 2007. Karakteristik, potensi, dan teknologi


penegelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di
Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian.

Purba, T., E. Munir, S. Asmarlaili, W. Darmosarkoro. 2005. Kompatibilitas jenis


mikoriza vesikular arbuskular terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq) pada tanah Ultisol. Seminar sehari peranan pupuk
organik dan pupuk hayati untuk peningkatan efisiensi pemupukan pada
tanaman pertanian. Medan, 4 Agustus 2005.

Rauf, M., O. Suherman dan Djafar Baco. 1996. Pertumbuhan, produksi padi dan
pengelolaan pupuk pada padi sawah. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil
Penelitian Balai Penelitian Tanaman Padi. Buku I. Balitpa.

Setiadi Y. 1998. Fungi Mikoriza Arbuskular dan prospeknya sebagai pupuk biologis.
Prosiding workshop aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskular pada tanaman
pertanian, perkebunan dan kehutanan. PAU Bioteknologi IPB. The British
Council.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropical. ITB Bandung. 397 p.

Santosa, D. A. 1986. Teknik dan Metode Penelitian Mikoriza Vesikular Arbuskular.


Lab. Biologi Tanah. IPB. Bogor. 57 hal.

Sastrahidayat, K. Wakidah dan Syekfani. 1999. Pengaruh Mikoriza Vesikula


Arbuskula terhadap peningkatan enzim fosfatase, beberapa asam organik dan
pertumbuhan kapas (Gossypium hirsutum L.) pada Vertisol dan Alfizol.
Agrivita 21 (1) : 10 – 19.
Sastrahidayat, IR. 2000. Aplikasi mikoriza vesikular arbuskula pada berbagai
jenis tanaman pertanian di Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional Mikoriza
I: Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula sebagai agen bioteknologi
ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas lahan dibidang
kehutanan, perkebunan, dan pertanian di era milenium baru. Kerjasama
Asosiasi Mikoriza Indonesia (AMI), Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi IPB, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, dan The British
Council. Bogor, 15-16 November 1999.

Sembiring, H dan A. Jamil. 2007. Sifat tanah sebagai pengaruh residu fosfor dan
bahan organik pada lahan sawah tadah hujan di Sumatera Utara. Prosiding
Seminar Nasional. Medan. Hal 18-26

Simanungkalit, R.D.M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia : Suatu
pendekatan terpadu. Buletin Agrobio Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman
Pangan, Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB.

Smith, S.E., F.A. Smith and I. Jacobsen. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate
phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol.
133, 16-20.

Smith, S. E and D. J. Read. 1997. Mycorrhizal Symbiosis. New York: Academic


Press

Subiksa, IGM. 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis.


makalah falsafah sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana / S3. Institut
Pertanian Bogor.

Suriadikarta, D.A. dan A. Adimiharja. 2001. Penggunaan pupuk dalam rangka


peningkatan produktivitas lahan sawah. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Vol. 20 No. 4:1 44-52

Sutanto, R. 2002. Pertanian organik menuju pertanian alternatif dan berkelanjutan.


hlm 71-81. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Stewart, J.W.B and A. M. Sharplay. 1987. Controls dinamic of soil and fertilizers
phosphorous and sulfur. SSSA Special Publication Number 19.

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah pertanian di


Indonesia. dalam Sumberdaya lahan di Indonesia dan pengelolaannya. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat.
Thomas, D., F. Thomas, E. Mutert. 2001. Soil Fertlity Kit. A toolkit for acid, upland
soil fertility management in Southeast Asia. Potash and Phosphate Institute of
Canada.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1993. Soil fertility and fertilizers.
Macmillan Publishing Company, New York, Collier Macmillan, Publisher,
London.

Trappe, J. M. and N. C. Schenck. 1982. Taxonomy of the fungi forming


endomycorrhizal. Methods and principles of mycorrhizal research. APS St.
Paul MN. p 1-9.

Vaast van Noordwijk, M. and P. De Willigen 1991. Root functions in agricultural


systems. Plant roots and their environment. Elsevier, Amsterdam p. 381-395.

Widada, J. dan S. Kabirun. 1995. Peranan Mikoriza VA dalam Pengelolaan Tanah


Mineral Masam Tropika. Makalah Seminar Nasional Fakultas Pertanian.
UGM. Yogyakarta.

Wright, S. F., and A, Uphadhyaya. 1998. A survey of soils for aggregate stability and
glomalin, a glycoprotein produced by hyphae of arbuskular mycorrhizal fungi.
Plant and Soil 198:97-107.

Zulaika, S dan Gunawan. 2006. Serapan fosfat dan respon fisiologis tanaman cabai
merah cultivar Hot Beauty terhadap mikoriza dan pupuk fosfat pada tanah
ultisol. Bioscientiae. Vol 3 No. 2. Juli 2006. hal 83-92.
Lampiran 1. Deskripsi Padi Gogo

VARIETAS SITU PATENGGANG

Umur tanaman : 110-120 hari


Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanamam : 100-110 cm
Anakan produktif : 10-11 batang
Warna kaki : Ungu tua
Warna batang : Hijau tua
Warna telinga daun : Kuning kotor
Warna lidah daun : Ungu
Warna daun : Hijau,tepi daun tua berkilau ungu
Muka daun : Bagian atas kasar,bawah permukaan halus
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Menyudut 35-50 derajat terhadap batang
Bentuk gabah : Agak gemuk
Warna gabah : Kuning kotor
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Tahan rebah
Tekstur nasi : Sedang
Bobot 1000 butir : 26,5-27,5 gr (KA 14%)
Hasil : 3,6-5,6 t/ha (GKP)
Ketahanan thdp penyakit : Tahan terhadap blast diferensial
Daerah kesuaian tanam : Lahan kering musim hujan,tumpang sari,sawah
pada kemarau,lahan tipe tanah aluvial dan
podsolik, ketinggian tidak lebih dari 300 m dpl
Sifat istimewa : Aromatik lebih wangi dari pandanwangi, respon
terhadap pemupukan.
Lampiran 2. Bagan Unit Percobaan :

BAGAN UNIT PERCOBAAN

M3J3 M0J2 M1J0

M0J1 M3J1 M0J2

M3J0 M1J3 M2J3

M2J2 M2J2 M0J1


U
M1J1 M0J0 M3J3

M2J3 M2J2 M2J0

M3J1 M3J0 M3J2

M1J0 M0J3 M1J3

M0J2 M1J1 M3J1

M1J3 M2J1 M1J1

M2J0 M1J2 M0J3

M3J2 M0J1 M0J0

M0J3 M3J3 M2J2

M1J2 M2J0 M1J2

M0J0 M2J3 M2J1

M2J1 M1J0 M3J0

I III II
Lampiran 3. Hasil Analisis Kompos Jerami Umur 100 Hari
No. Jenis Analisis Nilai
1. C-Organik (%) 11.7
2. N-Total (%) 0.49
3. C/N Ratio 24.02
Sumber : Laboratorium Tanah BPTP Sumut
Lampiran 4. Prosedur Analisis Tanah dan Tanaman

Prosedur Analisis Tanah

1. Analisis pH
Metoda : Elektrometry
Cara kerja :
Timbang 10 g contoh tanah lolos ukuran 2mm dan pindahkan kedalam botol kocok.
Tambahkan 25 ml aquades, kocok selama 30 menit dan baca pH nya dengan alat pH
meter yang terlebih dahulu sudah distandarisasi dengan larutan buffer pH 4 dan pH 7.

2. Analisis C organik
Metoda : Spectrophotometry
Cara kerja : Timbang 0,50 g contoh tanah ukuran lolos 0,5 mm kedalam labu
ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml Kalium Dicromat 1 N dan aduk perlahan, tambahkan
secara hati – hati sebanyak 7,5 ml Asam Sulfat pekat. Kocok secara perlahan dan
diamkan selama 2 jam selang waktu 30 menit dikocok perlahan. Setelah dingin
encerkan hingga 100 ml dengan penambahan aquadest. Biarkan selama satu malam
dan esoknya diukur Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang
gelombang maksimum (561 atau 590 nm). Sebagai pembanding pada saat yang sama
dilakukan pengerjaan deret standar.
Pipet masing – masing sebanyak 0, 0,5, 1, 2, 3 dan 5 ml larutan standar 5000
ppm C kedalam labu ukur 100 ml. Tambahkan 5 ml Kalium Dicromat 1 N dan 7,5 ml
Asam Sulfat pekat, aduk perlahan dan diamkan selama 2 jam, selang waktu 30 menit
dikocok perlahan setelah 2 jam (dingin) encerkan hingga 100 ml dengan aquadest,
diamkan semalam dan esoknya dibaca Absorbannya dengan alat Spectrohotometer
pada panjang gelombang maksimum.
Perhitungan :
(%) C-organik = ppm kurva x 0,02 x fk
3. Analisis N total
Metoda : Kjeldahl
Cara kerja : Timbang 0,5 g contoh tanah lolos ukuran 0,5 mm dan pindahkan
kedalam labu Kjeldahl. Tambahkan lebih kurang 0,5 g katalisator serta 3 ml Asam
Sulfat pekat. Destruksi selama 3 sampai 4 jam pada suhu lebih kurang 35o C. Selesai
destruksi biarkan hingga dingin kemudian tambahkan 25 ml aquadest dan kocok.
Pindahkan cairan destruksi kedalam labu destilasi dan pasang labu destilasi tersebut
pada alat Kjeltex. Pasang erlenmayer penampung dan hidupkan alat sesuai Intruksi
kerja Alat. Secara otomatis alat akan menambah 40 ml NaOH 40 % dan mengisi
erlenmayer penampung dengan Asam Borat 1 % yang sudah dicampur dengan
Indikator Conaway.

4. Analisis P tersedia
Metoda : Metoda Spectrophotometry
Cara kerja :
Timbang 1,5 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam botol kocok.
Tambahkan 15 ml Larutan Bray, kocok selama 5 menit selanjutnya disaring dengan
kertas saring ukuran no. 41. Pipet 2 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan selama 30 menit.
Selanjutnya baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer pada panjang
gelombang 693 nm. Untuk pembanding lakukan pembacaan terhadap larutan standar.
Pipet masing-masing larutan standar 0, 1, 2, 3, 5, dan 10 ppm P sebanyak 2 ml ke
dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan
selama 30 menit, kemudian baca Absorbannya dengan alat Spectrophoto meter pada
panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan :
(ppm) P = ppm kurva x 10 x fk
5. Analisis P total
Metoda : HCl 25%
Cara kerja :
Timbang 1 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam botol kocok. Tambahkan
10 ml HCl 25%, kocok selama 5 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring no.
41. Untuk penetapan P-total pipet 0,2 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi,
tambahkan 1,8 ml aquadest dan 10 ml pereaksi fosfat encer, kocok dan diamkan
selama 30 menit. Selanjutnya baca Absorbannya dengan alat Spectrophotometer
pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan :
Ac – Bb
(mg/100 g) P2O5 = --------------------- x ppm standard x 10 x 2,29 x fk
Astd

6. KTK
Metoda : Amonium Asetat
Cara kerja :
Timbang 2,5 g tanah ukuran lolos 0,5 mm, pindahkan ke dalam corong yang
sudah dilapisi dengan kertas saring. Tambahkan 2 x 10 ml Amonium Asetat 1 N,
hasil saringan ditampung dengan labu ukur 100 ml. Untuk penetapan KTK
tambahkan 2 x 10 ml Natrium Asetat 1N ke dalam corong yang berisi endapan tanah.
Hasil saringan dibuang, cuci endapan tanah tadi dengan 4 x 10 ml ethanol 96% dan
hasil cucian dibuang, biarkan endapan tanah dalam corong hingga kering (+ 2 jam).
Tambahkan 2 x 10 ml Amonium Asetat 1 N, ekstrak ditampung dalam labu ukur 100
ml. Encerkan hingga batas. Hasil saringan untuk penetapan KTK. Pengukuran
KTK, pipet 1 ml hasil saringan ke dalam tabung reaksi dan encerkan hingga 10 ml
dengan aquades, kocok hingga homogen dan baca kadar unsur Na dengan alat AAS.
Saat yang sama dilakukan pembacaan deret standar masing-masing unsur.
Perhitungan :
(me/100 g) KTK = ppm kurva x 1000 x 0,004350 x fk
7. Analisis Al-dd
Metoda : Titrimetry
Cara kerja :
Timbang 2,5 g contoh tanah, pindahkan ke dalam botol kocok. Tambahkan
25 ml larutan KCl 1 M, kocok selama 30 menit dan disaring dengan kertas saring no.
41. Pipet 10 ml hasil saringan ke dalam erlenmayer, tambahkan 3 tetes indikator PP
dan titar dengan NaOH 0,02 N hingga warna pink (T.1). Netralkan warna pink yang
terjadi dengan penambahan lebih kurang 2 tetes HCl 0,02 N. Selanjutnya tambahkan
2 ml larutan NaF 4 % (kalau adanya Al terbentuk warna merah jambu), netralkan
warna merah jambu yang terbetuk dengan mentitrasi dengan HCl 0,02 N (T.2).
Perhitungan :

T.1 = Titrasi pemakaian NaOH 0,02 N


T.2 = Titrasi pemakaian HCl 0,02 N
fk = Faktor korekai

8. Analisis tekstur fraksi pasir, debu, dan liat


Metoda : Hydrometer
Cara kerja :
Timbang 25 g contoh tanah dan pindahkan ke dalam tabung blender.
Tambahkan 200 ml aquadest dan 10 ml larutan pendispersi, blender selama 5 menit,
selanjutnya pindahkan semua ekstrak tanah tersebut ke dalam gelas ukur 500 ml.
Bilas tabung blender hingga bersih dan masukkan ke dalam labu ukur tadi. Tepatkan
volume cairannya hingga 500 ml dengan penambahan aquadest. Kocok dan diamkan
selama satu malam. Esoknya kocok lagi hingga sempurna dan segera celupkan alat
Hydrometer, setelah lebih kurang 20 detik baca angka skala yang berhimpitan dengan
permukaan cairan suspensi (A). Diamkan selama 2 jam, kemudian celupkan lagi alat
Hydrometer dan baca angka yang berhimpitan dengan permukaan cairan suspensi
(B). Saat yang sama dilakukan pengukuran blanko dan suhu suspensi.

Perhitungan :
(A – B)
( %) Debu = ------------------------------------------------------ x 100%
25/fk – 25/100 x (%) C-org x 1,724 x fk

B
( %) Liat = ------------------------------------------------------ x 100%
25/fk – 25/100 x (%) C-org x 1,724 x fk

( %) Pasir = 100 – (% Debu + % Liat)

Prosedur Analisis Tanaman


1. Pengukuran derajat infeksi CMA
Metoda : Kormanik dan Mc Graw
Cara kerja :
Pilih akar halus (rambut akar) segar dengan diameter antara 0,2 hingga 2 mm,
dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Akar yang sudah dicuci bersih dimasukkan
ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama 24 jam. Tujuannya adalah untuk
mengeluarkan isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan dalam
pengamatan infeksi CMA. Akar akan terlihat berwarna putih atau pucat. Akar
tersebut dicuci dengan air mengalir selanjutnya direndam dalam larutan HCl 2%
selama satu malam. Esoknya akar dicuci kembali dengan air mengalir kemudian akar
direndam dalam larutan Trypan Blue 0,05%, selanjutnya dalam larutan Lacto
Glycerol.
Pengamatan total infeksi dilakukan dengan cara mengambil 10 potong akar
yang sudah direndam dalam larutan Lacto Glycerol disusun di atas kaca preparat dan
diamati di bawah mikroskop. Akar yang terinfeksi terdapat hifa, arbuskula atau
vesicular yang ditandai dengan (+). Sedangkan yang tidak terdapat hifa, arbuskula
atau vesicular ditandai dengan (-). Persentase akar yang terinfeksi dihitung
berdasarkan rumus :
Jumlah akar yang terinfeksi (+)
% Akar terinfeksi = ------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah seluruh akar yang diamati (+) dan (-)
2. Analisis serapan hara P

Metoda : Metoda Spectrophotometry


Cara kerja :
Timbang 1 g contoh daun yang sudah digrinder halus, pindahkan ke dalam
Erlenmeyer 125 ml. Tambahkan 8 ml Asam Nitrat dan 2 ml Asam Perklorat pekat
dan diamkan semalam. Esoknya destruksi pada suhu awal + 100oC selanjutnya suhu
dinaikkan hingga + 200oC. Destruksi dihentikan bila sudah keluar asap berwarna
putih. Selanjutnya cairan destruksi dibiarkan dingin, setelah dingin encerkan dengan
aquadest hingga volumenya 100 ml dan kocok hingga sempurna. Pipet 0,1 ml cairan
destruksi encer tambahkan 0,9 ml aquades dan 9 ml larutan pengompleks fosfat,
kocok dan diamkan selama 30 menit. Baca Absorbannya dengan alat
Spectrophotometer pada panjang gelombang 695. Saat yang sama dilakukan
pembacaan deret standar P 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm.
Perhitungan :
( %) P = ppm kurva x 0,1 x fk
Serapan P = (%) P x bobot kering tanaman
Lampiran 5. Hasil Analisis Sampel Tanah Awal di Bangun Purba
No. Jenis Analisis Nilai Kriteria
1. pH (H2O) 3.77 Sangat asam
2. C-Organik (%) 0.41 Sangat rendah
3. N-Total (%) 0.11 Rendah
4. P-Bray I (ppm) 4.21 Rendah
5. P-Total (mg/100 g) 9.76 Sangat rendah
6. K-dd (me/100 g) 0.02 Sangat rendah
7. Ca-dd (me/100 g) 1.35 Sangat rendah
8. Mg (me/100 g) 0.38 Sedang
9. Na (me/100 g) 0.09 Sangat rendah
10. Al-dd (me/100 g) 1.64 Sangat tinggi
11. Al-Saturation (%) 47.13 Sangat tinggi
12. KTK (me/100g) 5.47 Rendah
13. Tekstur - Pasir (%) 53.20 Liat Berpasir
- Debu (%) 13.01
- Liat (%) 33.79
Sumber : Laboratorium Tanah BPTP Sumut
Lampiran 6. Data Pengamatan P Tersedia pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
--------------------------ppm---------------------------
M0J0 1.471 1.398 1.338 1.402
M0J1 1.425 1.446 1.436 1.436
M0J2 1.478 1.309 1.563 1.450
M0J3 1.763 1.743 1.858 1.788
M1J0 1.467 1.363 1.394 1.408
M1J1 1.814 1.762 1.705 1.760
M1J2 1.478 1.647 1.647 1.591
M1J3 1.667 1.700 1.785 1.717
M2J0 1.340 1.351 1.447 1.380
M2J1 1.694 1.685 1.647 1.675
M2J2 1.763 1.743 1.605 1.703
M2J3 2.889 2.987 3.290 3.055
M3J0 1.551 1.631 1.631 1.605
M3J1 1.694 1.631 1.616 1.647
M3J2 1.647 1.731 1.774 1.717
M3J3 1.858 1.816 2.111 1.928

Lampiran 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P
Tersedia pada Umur 63 HST
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 7.003 0.467 56.27 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 1.249 0.416 50.16 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 3.043 1.014 122.25 ** 2.90 4.46
MxJ 9 2.711 0.301 36.31 ** 2.19 3.01
Error 32 0.266 0.008
Total 47 7.269
kk = 5.3%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 7. Data Pengamatan P Total Tanah Setelah Panen
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
----------------------- mg 100 g-1---------------------
M0J0 12.72 10.78 13.66 12.39
M0J1 10.79 7.89 11.74 10.14
M0J2 17.38 19.24 15.19 17.27
M0J3 12.93 15.15 12.46 13.51
M1J0 12.97 10.86 12.20 12.01
M1J1 18.83 18.43 15.67 17.64
M1J2 22.65 18.98 23.67 21.77
M1J3 16.07 17.01 14.22 15.77
M2J0 13.68 17.37 14.02 15.02
M2J1 16.62 20.16 16.13 17.64
M2J2 14.29 14.92 17.17 15.46
M2J3 20.82 16.49 18.69 18.67
M3J0 16.98 20.38 18.94 18.77
M3J1 12.52 11.57 12.02 12.04
M3J2 14.46 16.16 17.80 16.14
M3J3 20.97 17.96 18.92 19.28

Lampiran 7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap P
Total Setelah Panen
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 456 30 9.96 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 102 34 11.11 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 97 32 10.61 ** 2.90 4.46
MxJ 9 257 29 9.36 ** 2.19 3.01
Error 32 98 3
Total 47
kk = 11.0%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 8. Data Pengamatan C Organik Tanah Setelah Panen
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
--------------------------- %----------------------------
M0J0 0.62 0.49 0.52 0.54
M0J1 0.72 0.85 0.62 0.73
M0J2 0.87 0.82 1.02 0.90
M0J3 0.98 0.86 0.82 0.89
M1J0 0.67 0.70 0.55 0.64
M1J1 0.69 0.62 0.73 0.68
M1J2 1.15 0.97 0.99 1.04
M1J3 0.79 1.02 0.87 0.89
M2J0 0.62 0.65 0.84 0.70
M2J1 0.85 0.68 0.72 0.75
M2J2 1.20 1.16 1.09 1.15
M2J3 1.15 1.10 1.18 1.14
M3J0 0.75 0.69 0.68 0.71
M3J1 0.80 0.73 0.72 0.75
M3J2 1.10 0.92 0.87 0.96
M3J3 0.92 1.02 0.88 0.94

Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap C
Organik Setelah Panen
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 1.44 0.10 12.95 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 0.19 0.05 8.42 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 1.14 0.36 51.45 ** 2.90 4.46
MxJ 9 0.11 0.01 1.62 tn 2.19 3.01
Error 32 0.24 0.01
Total 47 1.58
kk = 10.3%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%, tn = tidak nyata
Lampiran 9. Data Pengamatan Serapan P Tanaman pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------mg rumpun -1---------------------
M0J0 56.17 55.13 52.04 54.44
M0J1 88.75 83.43 92.58 88.25
M0J2 119.69 118.54 117.98 118.74
M0J3 158.86 160.67 156.88 158.80
M1J0 89.74 88.98 89.65 89.46
M1J1 115.28 114.17 112.71 114.05
M1J2 126.22 123.98 125.57 125.26
M1J3 120.14 118.86 117.96 118.99
M2J0 96.84 98.42 99.42 98.22
M2J1 100.03 100.91 99.72 100.22
M2J2 124.90 122.81 126.48 124.73
M2J3 182.34 179.22 179.24 180.27
M3J0 119.84 117.96 121.53 119.78
M3J1 132.99 130.93 128.76 130.89
M3J2 133.72 125.94 132.88 130.85
M3J3 139.42 135.23 135.32 136.66

Lampiran 9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Serapan P pada Umur 63 HST
Sumber F tabel
Db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 39682 2645 36.31 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 6388 2129 29.23 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 18980 6327 86.84 ** 2.90 4.46
MxJ 9 14313 1580 21.83 ** 2.19 3.01
Error 32 2332 73
Total 47 42013
kk = 7.2%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 10. Data Pengamatan Derajat Infeksi CMA pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
----------------------------%----------------------------
M0J0 20 20 20 20.00
M0J1 30 20 40 30.00
M0J2 30 40 40 36.67
M0J3 40 40 30 36.67
M1J0 50 50 60 53.33
M1J1 50 50 60 53.33
M1J2 60 60 60 60.00
M1J3 80 70 60 70.00
M2J0 80 60 40 60.00
M2J1 70 40 60 56.67
M2J2 60 50 60 56.67
M2J3 70 50 50 56.67
M3J0 60 50 50 53.33
M3J1 70 50 60 60.00
M3J2 50 60 50 53.33
M3J3 70 70 60 66.67

Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Derajat Infeksi CMA Pada Umur 63 HST
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 8331 555 6.66 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 6823 2274 27.29 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 740 247 2.96 * 2.90 4.46
MxJ 9 769 85 1.02 tn 2.19 3.01
Error 32 2667 83
Total 47 10998
kk = 17.7%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 11. Data Pengamatan Anakan Maksimum pada Umur 50 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
------------------- batang rumpun-1-------------------
M0J0 22 19 17 19.33
M0J1 23 21 21 21.67
M0J2 23 22 23 22.67
M0J3 22 24 21 22.33
M1J0 20 21 22 21.00
M1J1 20 23 23 22.00
M1J2 24 22 21 22.33
M1J3 21 20 23 21.33
M2J0 21 23 18 20.67
M2J1 24 20 24 22.67
M2J2 25 28 26 26.33
M2J3 22 25 20 22.33
M3J0 22 20 22 21.33
M3J1 24 24 23 23.67
M3J2 24 23 21 22.67
M3J3 24 23 20 22.33

Lampiran 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Anakan Maksimum pada Umur 50 HST
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 101 7 2.27 * 2.02 2.70
CMA (M) 3 18 6 2.01 tn 2.90 4.46
Jerami (J) 3 53 18 5.91 ** 2.90 4.46
MxJ 9 31 3 1.14 tn 2.19 3.01
Error 32 95 3
Total 47 197
kk = 7.8%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 12. Data Pengamatan Anakan Produktif
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
------------------- batang rumpun-1-------------------
M0J0 11 9 12 10.67
M0J1 15 16 14 15.00
M0J2 14 14 15 14.33
M0J3 15 14 12 13.67
M1J0 17 17 15 16.33
M1J1 13 14 13 13.33
M1J2 16 12 15 14.33
M1J3 13 13 17 14.33
M2J0 11 13 15 13.00
M2J1 14 16 13 14.33
M2J2 14 13 14 13.67
M2J3 13 17 16 15.33
M3J0 18 15 13 15.33
M3J1 15 10 15 13.33
M3J2 14 15 15 14.67
M3J3 16 13 13 14.00

Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Anakan Produktif
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 72 5 1.65 ns 2.02 2.70
CMA (M) 3 9 3 1.04 ns 2.90 4.46
Jerami (J) 3 2 1 <1 2.90 4.46
MxJ 9 61 7 2.33 * 2.19 3.01
Error 32 93 3
Total 47 164
kk = 12.1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 13. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------g rumpun -1-----------------------
M0J0 37.87 24.78 28.91 30.52
M0J1 62.37 67.62 35.64 55.21
M0J2 65.99 68.48 70.66 68.38
M0J3 63.68 50.98 45.91 53.52
M1J0 39.22 46.43 40.75 42.13
M1J1 40.80 67.99 53.14 53.98
M1J2 57.05 70.58 60.21 62.61
M1J3 64.76 66.62 66.62 66.00
M2J0 51.83 49.94 44.42 48.73
M2J1 66.23 40.22 58.87 55.11
M2J2 74.60 67.40 55.77 65.92
M2J3 70.55 91.69 99.29 87.18
M3J0 64.11 67.09 53.61 61.60
M3J1 67.78 87.97 31.79 62.51
M3J2 56.68 75.67 58.25 63.53
M3J3 55.17 86.79 73.85 71.94

Lampiran 13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Bobot Kering Tajuk pada Umur 63 HST
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 7450 497 3.30 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 1441 480 3.19 * 2.90 4.46
Jerami (J) 3 3978 1326 8.81 ** 2.90 4.46
MxJ 9 2031 226 1.50 tn 2.19 3.01
Error 32 4819 151
Total 47 12269
kk = 20.7%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 14. Data Pengamatan Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------g rumpun -1-----------------------
M0J0 4.26 3.84 5.00 4.37
M0J1 6.23 4.92 5.57 5.57
M0J2 7.47 6.38 7.97 7.27
M0J3 6.62 4.57 5.00 5.40
M1J0 4.23 4.37 5.90 4.83
M1J1 5.92 6.38 5.41 5.90
M1J2 6.39 4.77 7.96 6.37
M1J3 7.56 4.83 5.70 6.03
M2J0 5.23 4.12 4.65 4.67
M2J1 6.39 7.43 5.00 6.27
M2J2 8.37 8.71 10.42 9.17
M2J3 6.58 6.99 6.43 6.67
M3J0 8.73 6.12 6.55 7.13
M3J1 7.58 6.23 4.69 6.17
M3J2 5.50 5.60 5.40 5.50
M3J3 5.93 6.69 5.00 5.87

Lampiran 14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Bobot Kering Akar pada Umur 63 HST
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 60 4 4.02 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 8 3 2.61 tn 2.90 4.46
Jerami (J) 3 20 7 6.79 ** 2.90 4.46
MxJ 9 32 4 3.57 ** 2.19 3.01
Error 32 32 1
Total 47 93
kk = 16.5%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 15. Data Pengamatan Bobot Kering Jerami Setelah Panen
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------g rumpun -1-----------------------
M0J0 46.20 48.48 32.07 42.25
M0J1 95.40 77.26 68.32 80.33
M0J2 71.41 52.71 60.74 61.62
M0J3 60.47 63.83 71.44 65.25
M1J0 90.04 90.98 75.36 85.46
M1J1 44.79 51.73 56.16 50.89
M1J2 77.90 66.00 79.71 74.54
M1J3 96.54 105.06 101.44 101.01
M2J0 51.53 44.31 58.52 51.45
M2J1 44.97 58.09 54.57 52.54
M2J2 61.39 59.73 73.48 64.87
M2J3 97.33 80.11 90.60 89.35
M3J0 82.28 64.06 60.65 69.00
M3J1 110.84 102.50 107.27 106.87
M3J2 81.71 77.60 91.89 83.73
M3J3 57.15 43.89 48.30 49.78

Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Bobot Kering Jerami Setelah Panen
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 16675 1112 16.89 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 2452 817 12.42 ** 2.90 4.46
Jerami (J) 3 1330 443 6.74 ** 2.90 4.46
MxJ 9 12892 1432 21.76 ** 2.19 3.01
Error 32 2106 66
Total 47 18781
kk = 11.5%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%
Lampiran 16. Data Pengamatan Jumlah Gabah Isi
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------- butir malai-1---------------------
M0J0 105 109 86 100.04
M0J1 117 96 104 105.67
M0J2 118 99 109 108.93
M0J3 119 119 109 115.76
M1J0 95 116 92 100.99
M1J1 141 84 116 113.64
M1J2 121 118 127 122.15
M1J3 134 111 138 127.67
M2J0 102 106 102 103.17
M2J1 90 120 108 106.00
M2J2 120 130 112 120.67
M2J3 125 124 131 126.70
M3J0 129 111 125 121.52
M3J1 150 128 150 142.54
M3J2 116 108 118 114.07
M3J3 104 92 105 100.11

Lampiran 16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Gabah Isi
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 6494 433 3.05 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 939 313 2.21 tn 2.90 4.46
Jerami (J) 3 996 332 2.34 tn 2.90 4.46
MxJ 9 4559 507 3.57 ** 2.19 3.01
Error 32 4535 142
Total 47 11029
kk = 12.1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak nyata
Lampiran 17. Data Pengamatan Persentase Gabah Hampa
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
--------------------------- %----------------------------
M0J0 30 39 29 32.67
M0J1 22 26 26 24.79
M0J2 20 18 27 21.67
M0J3 20 17 19 18.79
M1J0 25 21 32 26.06
M1J1 18 29 23 23.33
M1J2 25 25 21 23.78
M1J3 18 26 21 21.91
M2J0 27 21 24 23.96
M2J1 25 20 16 20.33
M2J2 18 18 16 17.16
M2J3 17 13 22 17.33
M3J0 21 20 27 22.52
M3J1 20 33 24 25.47
M3J2 30 21 23 24.72
M3J3 21 26 16 21.26

Lampiran 17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Persentase Gabah Hampa
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 642 43 2.28 * 2.02 2.70
CMA (M) 3 158 53 2.80 tn 2.90 4.46
Jerami (J) 3 285 95 5.06 ** 2.90 4.46
MxJ 9 199 22 1.18 tn 2.19 3.01
Error 32 601 19
Total 47 1243
kk = 19.0%; ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 18. Data Pengamatan Hasil Gabah
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
-----------------------g rumpun-1----------------------
M0J0 23.14 30.35 25.99 26.49
M0J1 30.87 40.27 38.55 36.56
M0J2 42.61 33.59 35.14 37.11
M0J3 40.92 48.90 47.78 45.87
M1J0 37.84 33.07 29.65 33.52
M1J1 46.35 43.76 38.82 42.98
M1J2 42.74 39.37 48.22 43.44
M1J3 37.98 49.88 44.83 44.23
M2J0 31.80 34.75 28.42 31.66
M2J1 35.08 42.94 32.14 36.72
M2J2 34.02 33.78 40.48 36.09
M2J3 48.53 49.73 40.84 46.37
M3J0 35.49 40.83 34.85 37.06
M3J1 44.54 38.58 53.52 45.55
M3J2 35.40 39.44 42.43 39.09
M3J3 41.31 32.37 30.43 34.70

Lampiran 18. Hasil Analisis Ragam Pengaruh CMA dan Kompos Jerami terhadap
Hasil Gabah
Sumber F tabel
db JK KT F hit
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 15 1471 98 4.36 ** 2.02 2.70
CMA (M) 3 137 46 2.02 ns 2.90 4.46
Jerami (J) 3 748 249 11.08 ** 2.90 4.46
MxJ 9 587 65 2.90 * 2.19 3.01
Error 32 719 22
Total 47 2190
kk = 12.3%; * * = berbeda nyata pada taraf 1%;* = berbeda nyata pada taraf 5%;
tn = tidak nyata
Lampiran 19. Data Pengamatan P Total Tanaman pada Umur 63 HST
Ulangan
Perlakuan Rataan
I II III
---------------------------(%)---------------------------
M0J0 0.015 0.022 0.018 0.018
M0J1 0.014 0.012 0.026 0.018
M0J2 0.018 0.017 0.017 0.017
M0J3 0.025 0.032 0.034 0.030
M1J0 0.023 0.019 0.022 0.021
M1J1 0.028 0.017 0.021 0.022
M1J2 0.022 0.018 0.021 0.020
M1J3 0.019 0.018 0.018 0.018
M2J0 0.019 0.020 0.022 0.020
M2J1 0.015 0.025 0.017 0.019
M2J2 0.017 0.018 0.023 0.019
M2J3 0.026 0.020 0.018 0.021
M3J0 0.019 0.018 0.023 0.020
M3J1 0.020 0.015 0.041 0.025
M3J2 0.024 0.017 0.023 0.021
M3J3 0.025 0.016 0.018 0.020
Lampiran 20. Matriks korelasi antar berbagai peubah amatan dari kombinasi pemberian CMA dan kompos jerami
P tersedia P total C organik Serapan P Infeksi BK BK akar BK Anakan Anakan Gabah % gabah Hasil
CMA tajuk jerami maksimum produktif isi hampa

P tersedia ----- 0.848 0.974 0.998 0.292 0.991 0.131 0.761 0.216 0.254 0.371 0.571 0.856

P total ----- 0.963 0.570 0.661 0.978 0.872 0.080 0.195 0.397 0.125 0.476 0.142

C organik ----- 0.999 0.995 0.680 0.978 0.846 0.681 0.290 0.332 0.737 0.850

Serapan P ----- 0.702 0.980 0.357 0.693 0.492 0.369 0.563 0.767 0.819

Infeksi ----- 0.750 0.265 0.509 0.328 0.357 0.299 0.437 0.377
CMA

BK tajuk ----- 0.990 0.872 0.998 0.457 0.516 0.736 0.759

BK akar ----- 0.108 0.368 0.242 0.470 0.670 0.481

BK jerami ----- 0.999 0.507 0.580 0.574 0.745

Anakan ----- 0.856 0.998 0.966 1.000


maksimum

Anakan ----- 0.116 0.869 0.981


produktif

Gabah isi ----- 0.877 1.000

% gabah ----- 0.491


hampa

Hasil -----
Novia Chairuman : Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula Pada Beberapa Tingkat Pemberian Kompos..., 2008
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai