Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

LEUKIMIA

A. Defenisi
Leukemia adalah poliferasi tak teratur atau akumulasi sel-sel darah putih dan sumsum
tulang, menggantikan elemen-elemen sum-sum normal (Brunner dan Suddarth.2002).
Leukemia adalah poliferasi sel leukosit yang abnormal, sering disertai bentuk leukosit
yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia, dan diakhiri
dengan kematian (Hasan R.1997).
Dari pengertian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa leukemia adalah suatu poliferasi
abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
Secara sederhana leukimia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel
asal yaitu (Hasan R) :
1. Leukimia Akut
Leukimia Akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen daran normal oleh komponen darah abnormal (blastoit) yang
disertai dengan penyebaran ke orang-orang lain. Leukimia akut memiliki perjalan
klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6
bulan.
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA): LLA merupakan jenis leukimia dengan
karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem
limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran organ dalam)
dan kegagalan organ.
b. Leukemia Mielositik Akut (LMA) : LMA merupakan leukemia yang
mengenai sel sistem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel
mieloid.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai poliferasi neoplastik
dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK): LLK adalah suatu keganasan klonal
limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan,
dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK.LMK) : LGK/LMK adalah
gangguan mieloproliferasi yang ditandai dengan produksi berlebihan sel
mieloid (seri granulosit) yang relatif matang.

B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu (Hasan.R.2002):
1. Faktor genetik
Terlihat pada kembar identik yang akan beresiko tinggi bila kembaran yang lain
mengalami leukemia saudara sekandung dari individu yang leukemia dan individu
dengan sindrom down juga beresiko terhadap terjadinya leukemia.
2. Penyakit yang didapat
Dengan resiko terkena leukemia mencakup mielofibrosis, polisetemia vera, dan
anemia refraktori sideroblastik. Mieloma multipel dan penyakit Hodgkin juga
menunjukan peningkatan resiko terhadap terjadinya penyakit ini. Resiko ini dapat di
hubungkan dengan penyakit dasar atau pengobatan dengan adens kemoterapi/radiasi.
3. Obat-obat imunosupresif, Obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
4. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot.
5. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom.
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis
leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu
(misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya leukemia.

C. Tanda dan Gejala


Berkaitan dengan netropenia dan trobositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren
yaitu timbulnya :
 Tukak pada membran mukosa
 abses perirektal
 pneumenia
 septikemia di sertai menggil
 demam
 takikardi
 takipnea
Berkaitan dengan keadaan hipermetabolik- kelelahan, kekurangan berat badan, diaforesis
meningkat dan tidak tahan panas. Limpa membesar pada 90% kasus yang mengakibatkan
perasaan penuh pada abdomen dan mudah merasa kenyang.

D. Patofisiologis
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel
darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel
batang tunggal yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam
lymphpoid dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel
yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan
terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada
proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan
pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat
pengembangan lymphoid yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah
hingga hampir menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda
limfoblas dan biasanya ada leukositosis (^)%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah
leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan
limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel B
intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem
pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit
matur, dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat ekstramedular sehingga
anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga
sering dijumpai. Juga timbul serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-
muntah, “seizures” dan gangguan penglihatan (Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart,
1995).
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan
unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis
normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati,
sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit
menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan
(echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga
mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel
kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani,
2001, Betz & Sowden, 2002).
F. Manifestasi Klinis Leukimia
Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium
lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia.
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin mingkat,
nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat progresif.
5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi kalori
oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke organ-
organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)

Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi
bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang
akibat koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya
infeksi, walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu
sendiri. Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi
merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap (FBC) biasanya menunjukkan gambaran anemia dan
trombositopenia. Jumlah sel darah putih yang normal biasanya berkurang dan jumlah sel
darah putih total dapat rendah, normal, atau meningkat. Apabila normal atau meningkat,
sebagian besar selnya adalah sel darah putih primitif (blas). (Patrick, 2005)
a. Leukemia limfoblastik akut Pada kira-kira 50% pasien ditemukan jumlah leukosit
melebihi 10.000/mm pada saat didiagnosis, dan pada 20% pasien melebihi
50.000/mm. Neutropenia (jumlah neutrofil absolut kurang dari 500/mm [normalnya
1500/mm] sering dijumpai. Limfoblas dapat ditemukan di darah perifer, tetapi
pemeriksa yang tidak berpengalaman dapat melaporkan limfoblas tersebut sebagai
limfosit atipik. (William, 2004)
b. Leukemia nonlimfositik akut Evaluasi laboratorium secara tipikal menunjukkan
adanya neutropenia, anemia, da trombositopenia. Jumlah leukosit bervariasi,
walaupun pada saat didiagnosis kira-kira 25% anak memiliki jumlah leukosit
melebihi 100.000/mm. Pada darah perifer dapat ditemukan sel blas. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan dilakukan pemeriksaan aspirat sumsum tulang, yang
menunjukkan adanya sel blas lebih dari 25%. Seperti pada leukemia limfoblastik
akut, cairan spinal juga harus diperiksa untuk menemukan bukti adanya leukemia.
Mencapai 15% pasien memiliki bukti sel blas pada cairan spinal pada saat
didiagnosis. (William, 2004)
c. Leukemia mielositik kronis Evaluasi laboratorium secara tipikal memperlihatkan
leukositosis nyata, trombositosis, dan anemia ringan. Sumsum tulang hiperselular
tetapi disertai maturasi mieloid yang normal. Sel blas tidak banyak dijumpai. Pada
kira-kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia mielositik kronis
yang terlihat adalah: kromosom Philadelphia. (William, 2004)
2. Pemeriksaan biokimia dapat menunjukkan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan
peningkatan kadar bilirubin. (Patrick, 2005)
3. Profil koagulasi dapat menunjukkan waktu protombin dan waktu tromboplastin parsial
teraktivasi (APPT) yang memanjang karena sering terjadi DIC (disseminated intravaskular
coagulation). (Patrick, 2005)
4. Kultur darah karena adanya risiko terjadi infeksi. (Patrick, 2005)
5. Foto toraks: pasien dengan ALL (acute tymphoblastic leukaemia) jalur sel T sering
memiliki massa mediastinum yang dapat dilihat pada foto toraks. (Patrick, 2005)
6. Golongan darah karena cepat atau lambat akan dibutuhkan transfusi darah dan trombosit.
(Patrick, 2005)
7. Pemeriksaan penunjang diagnosis spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang yang
memperlihatkan limfoblas lebih dari 25%, biopsi trephine, penanda sel, serta pemeriksaan
sitogenetik untuk membedakan ALL (akut limfoblastik leukemia) dengan AML (akut
mieloblastik leukemia) secara akurat. Auer rod di sitoplasma sel blas merupakan tanda
patognomonik pada AML, namun hanya ditemukan pada 30% kasus. Pemeriksaan penanda
sel dapat membantu membedakan ALL jalur sel B atau sel T dan juga membedakan subtipe
AML yang berbeda-beda. Ini berguna bagi hematolog untuk merancang terapi dan
memperkirakan prognosis. Analisis kromosom sel leukemia berguna untuk membedakan
ALL dan AML, dan yang penting adalah dapat memberikan informasi prognosis. (Patrick,
2005)
8. Cairan spinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat merupakan tempat
persembunyian penyakit ekstramedular. (Patrick, 2005)

H. Penatalaksanaan Medis pada Leukimia


1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik menggunakan
kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai mekanisme namun
semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan metode ini beberapa sel
normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti kerontokan rambut,
mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa mulut), dan kegagalan
sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan. Salah satu konsekuensi mayor dari
neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus diterapi selama berbulan-
bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.

Penatalaksanaan medis dalam pemberian kemoterapi dan radioterapi:


a. Prednison untuk efek anti inflamasi
b. Vinkristin (oncovin) untuk antineoplastik yang menghambat pembelahan sel
selama metaphase.
c. Asparaginase untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk
pertumbuhan tumor).
d. Metotreksat sebagai antimetabolik untuk menghalangi metabolism asam folat
sebagai zat untuk sintesis nucleoprotein yang diperlukan yang diperlukan sel-
sel yang cepat membelah.
e. Sitarabin untuk menginduksi remisi pada pasien dengan leukemia granulositik
yang menekan sumsum tulang yang kuat.
f. Alopurinol sebagai penghambat produksi asam urat dengan menghambat reaksi
biokimia.
g. Siklofosfamid sebagai antitumor kuat.
h. Daurnorubisin sebagai penghambat pembelahan sel selama pengobatan
leukemia akut (Hidayat, Aziz. 2008)

2. Transplantasi sumsum tulang


Ini merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi dosis tinggi dan radioterapi
pada beberapa pasien leukemia akut. Transplantasi dapat bersifat autolog, yaitu el sumsum
tulang diambil sebelum pasien meneraima terapi dosis tinggi, disimpan, dan kemudian
diinfusikan kembali. Selain itu, dapat jug bersifat alogenik, yaitu sumsum tulang berasal
dari donor yang cocok HLA-nya. Kemoterapi dengan dosis sangat tinggi akan membunuh
sumsum tulang penderita dan hal tersebut tidak dapat pulih kembali. Sumsum tulang
pasien yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi sumsum tulang pasien
tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki risiko rekurensi yag lebih
rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantasi autolog, karena sel tumor
yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada transplantasi alogenik memiliki
risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima transplantsi
autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan relaps. Pada
transplantasi alogenik, terdapat bukti kuat yang menunjukan bahwa sumsum yang
ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T yang
tertransplantasi. Penelitian-penelitian baru menunjukan bahwa transplantasi alogenik
menggunakan terapi dosis rendah dapat dilakukan dan memiliki kemungkinan sembuh
akibat mechanism imunologis.

3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan sakit
berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya adalah
resusitasi mengguakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi
trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anmia. Penggunaan
antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam yang terjadi
ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat infeksi. Lebih mudah
menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien dengan syok dan
septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik. (Patrick. 2005)
PROSES ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan. (Budi
Anna Keliat, 1994)
Pengkajian pada leukemia meliputi:
1. Riwayat penyakit
2. Kaji adanya tanda-tanda anemia:
a. Pucat
b. Kelemahan
c. Sesak
d. Nafas cepat
3. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:
a. Demam
b. Infeksi
4. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia:
a. Ptechiae
b. Purpura
c. Perdarahan membran mukosa
5. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola:
a. Limfadenopati
b. Hepatomegali
c. Splenomegali
6. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya:
a. Hematuria
b. Hipertensi
c. Gagal ginjal
d. Inflamasi disekitar rektal
e. Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani, 2001: 178)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004: 331).
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

C. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut (Wong,D.L: 2004)
Diagnosa
NO. Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Rasional
keperawatan
1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi laporan 1.menentukan
berhubungan dengan tindakan keperawatan kelemahan, derajat dan
kelemahan akibat selama 3x24 jam pasien perhatikan efek
anemia dapat beraktifitas seperti ketidakmampuan ketidakmampu
biasa. untuk berpartisipasi an
Dengan kriteria hasil: dalam aktifitas 2.menghemat
 Mampu melakukan sehari-hari energi untuk
aktivitas sehari-hari 2. Berikan lingkungan aktifitas dan
 Mampu berpindah tenang dan perlu regenerasi
tanpa dibantu istirahat tanpa seluler atau
gangguan penyambungan
3. Kaji kemampuan jaringan
untuk berpartisipasi 3.mengidentifika
pada aktifitas yang si kebutuhan
diinginkan atau individual dan
dibutuhkan membantu
4. Berikan bantuan pemilihan
dalam aktifitas intervensi
sehari-hari dan 4.memaksimalka
ambulasi n sediaan
energi untuk
tugas
perawatan diri

2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Dorong orang tua 1. jelaskan


kurang dari tindakan keperawatan untuk tetap rileks bahwa
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam pasien pada saat anak hilangnya
yang berhubungan mendapat nutrisi yang makan nafsu makan
dengan anoreksia, adekuat. 2. Izinkan anak adalah akibat
malaise, mual dan Dengan kriteria hasil: memakan semua langsung dari
muntah, efek  Adanya rasa ingin makanan yang dapat mual dan
samping kemoterapi makan. ditoleransi, muntah serta
dan atau stomatitis  Adanya peningkatan rencanakan untuk kemoterapi
berat badan memperbaiki 2. untuk
 Tidak ada tanda-tanda kualitas gizi pada mempertahan
malnutrisi saat selera makan kan nutrisi
anak meningkat yang optimal
3. Berikan makanan 3. untuk
yang disertai memaksimalk
suplemen nutrisi an kualitas
gizi, seperti susu intake nutrisi
bubuk atau 4. untuk
suplemen yang mendorong
dijual bebas agar anak mau
4. Izinkan anak untuk makan
terlibat dalam 5. karena jumlah
persiapan dan yang kecil
pemilihan makanan biasanya
5. Dorong masukan ditoleransi
nutrisi dengan dengan baik
jumlah sedikit tapi 6. kebutuhan
sering jaringan
6. Dorong pasien untuk metabolik
makan diet tinggi ditingkatkan
kalori kaya nutrient begitu juga
7. Timbang BB, ukur cairan untuk
TB dan ketebalan menghilangka
lipatan kulit trisep n produk sisa
suplemen
dapat
memainkan
peranan
penting dalam
mempertahan
kan masukan
kalori dan
protein yang
adekuat
7. membantu
dalam
mengidentifik
asi malnutrisi
protein kalori,
khususnya
bila BB dan
pengukuran
antropometri
kurang dari
normal
3. Nyeri yang Setelah dilakukan 1. Mengkaji tingkat 1. informasi
berhubungan dengan tindakan keperawatan nyeri dengan skala 0 memberikan
efek fisiologis dari selama 3x24 jam pasien sampai 5 data dasar
leukemia tidak mengalami nyeri 2. Jika mungkin, untuk
atau nyeri menurun gunakan prosedur- mengevaluasi
sampai tingkat yang prosedur (misal kebutuhan
dapat diterima anak pemantauan suhu atau
Dengan Kriteria Hasil: non invasif,alat keefektifan
 Mampu mengontrol akses vena intervensi
nyeri 3. Evaluasi efektifitas 2. untuk
 Melaporkan bahwa penghilang nyeri meminimalka
nyeri berkurang dengan derajat n rasa tidak
 Mampu mengenali kesadaran dan sedasi aman
nyeri 4. Lakukan teknik 3. untuk
 Menyatakan rasa pengurangan nyeri menentukan
nyaman setelah nyeri non farmakologis kebutuhan
berkurang yang tepat perubahan
5. Berikan obat-obat dosis. Waktu
anti nyeri secara pemberian
teratur atau obat
4. sebagai
analgetik
tambahan
5. untuk
mencegah
kambuhnya
nyeri

D. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Wong. D.L, (2004 hal 596-610) hasil yang
diharapkan pada klien dengan leukemia adalah:
1. Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai tingkat kemampuan, adanya laporan
peningkatan toleransi aktifitas.
2. Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami mual dan muntah
3. Masukan nutrisi adekuat
4. Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan atau menunjukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.

Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan NANDA NIC-NOC 2012

Nurarif Huda Amin, & Hardi Kusuma.(2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.Jogjakarta:MediaAction
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN DIAGNOSA MEDIS PADA An. M
DI RUANG IRNA 3A RUMAH SAKIT KOTA MATARAM.
TAHUN 2018

Firda Puti Zulfiarti


Nim: 16.9.1.013

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM
TAHUN AJARAN 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai