KOHORT RETROSPEKTIF
Laporan hasil
PENDAHULUAN
Penelitian terbaru mempertegas teori bahwa pemberian oksitosin non pulsatile selama
persalinan dapat mempengaruhi ASI secara negatif. Olza Fernandez et al. (1012) meneliti efek
dari oksitosin sintetik terhadap refleks primitif neonatal. Hubungan yang negatif didapatkan
antara dosis oksitosin dan menyusui (p=.03) dan tiga bulan menyusui (p=.04). Bell et al. (2013)
penelitian yang dilakukan di Chicago. Berdasarkan rekaman video 45-50 menit setelah
kelahiran, wanita dengan oksitosin 11,5 kali (95%CI: 1.8-73,3) keanehan dari masalah
menyusui. Garcia-Fortea et al. (2014) menyimpulkan bahwa penggunaan oksitosin menambah
risiko dari penggunaan botol susu sebesar 1.451 (95%CI: 1.28-1.63) dan risiko dari
penghentian menyusui selama 3 bulan sebesar 2.29 (95%CI: 1.41-3.74).
Penelitian ini menyatakan bahwa adanya hubungan yang negatif antara dosis oksitosin
intrapartum, daya hisap bayi baru lahir, dan meningkatnya risiko berhentinya menyusi secara
dini. Namun, beberapa variabel seperti indeks massa tubuh pregestasional dan kebiasaan
merokok tidak diperhitungkan dalam penelitian ini dan dampak dari penggunaan oksitosin
sintetis yang mungkin berdampak pada ASI tidak diteliti secara menyeluruh. Sebagai contoh,
obesitas pada ibu hamil, yang ditentukan berdasarkan indeks massa tubuh prepregnansi, dapat
menjadi faktor risiko permasalahan menyusui (Turcksin et al. 2014). Sebuah ulasan terbaru
menunjukkan bahwa kadar nikotin dalam susu ibu yang merokok lebih tinggi 3 kali daripada
kadar di dalam plasma dan pada wanita ini jumlah volume ASInya berkurang dan durasi
lakatasinya lebih pendek (Napierala et al 2016). Penelitian ini disusun untuk mengivestigasi
pengaruh oksitosin intrapartum yang mungkin berdampak pada ASI.
Penelitian ini disusun sebagai penelitian kohort retrospektif dimana pada wanita
diberikan oksitosin sintetis selama trimester pertama dan kedua selama persalinan yang
dipertimbangkan sebagai kohort yang terekspos dan kohort yang tidak terekspos terdiri dari
para wanita yang tidak diberikan oksitosin. Populasi dari penelitian ini adalah anak-anak yang
lahir di unit kesehatan lokal di Alto Minho, Viana do Castelo (Portugal), selama 2015 dan
2016. Pusat kesehatan ini merupakan rumah sakit tersier berdasarkan sistem kesehatan nasional
Portugis. Data ini dikumpulkan dari rekam medis yang ditinjau kembali, untuk memperoleh
variabel obstetris dan ulasan dari rekam medis tersebut dibutakan dan dilakukan oleh penulis
penelitian di hari yang berbeda.
Sebuah pemilihan sampel dibuat dengan simple random sampling dengan
menggunakan alat pengacakan dari paket statistik untuk ilmu pengetahuan sosial, versi 23.0
(SPSS Inc, Chicago, IL). penelitian ini hanya melibatkan wanita dengan kehamilan tunggal
dengan presentasi kepala. Kriteria eksklusi adalah operasi caesar, ekstraksi vakum / forsep,
bayi baru lahir prematur, ibu yang dipindahkan ke unit perawatan intensif, bayi baru lahir yang
dipindahkan ke unit perawatan intensif dalam waktu 48 jam setelah kelahiran, skor Apgar
rendah (<7 pada 1 atau 5 menit ), tidak ada kontak yang diperoleh setelah tiga upaya, dan ibu
bekerja pada tiga bulan. Setelah lahir, dan menurut praktik persalinan, ibu dan bayi juga harus
segera melakukan kontak kulit ke kulit. Ibu dan bayi baru lahir selalu bersama, dan pemberian
makanan tambahan tidak diperlukan kecuali jika ada indikasi secara medis. Semua wanita yang
telibat dalam penelitian ini mempunyai keinginan untuk menyusui.
Variabel hasil termasuk menyusui (jam pertama, hari kedua dan bulan ketiga),
pemberian ASI eksklusif dan dikombinasikan dengan pemberian susu botol. Istilah menyusui
eksklusif dan menyusui parsial didefinisikan sesuai dengan WHO. Menyusui eksklusif berarti
ASI adalah satu-satunya sumber susu bayi. Menyusui sebagian didefinisikan sebagai
memberikan bayi ASI, dan beberapa makanan buatan, baik susu atau sereal, atau makanan lain.
Efek perancu potensial juga dipertimbangkan dengan memodifikasi variabel berikut: usia ibu,
paritas, tingkat pendidikan, indeks massa tubuh pregestasional, penambahan berat badan,
kebiasaan merokok, penggunaan epidural, onset persalinan, jenis kelamin bayi baru lahir, usia
kehamilan dan berat lahir. Penggunaan dot juga dicatat (Tabel 1).
Data diberikan sebagai frekuensi (persen) atau median (kuartil). Nilai-p yang signifikan
ditunjukkan dalam huruf tebal.
Oksitosin intravena selama persalinan diberikan sesuai dengan protokol yang spesifik
dari induksi / tambahan persalinan. Protokol rutin induksi persalinan dengan pemberian
oksitosin intravena adalah 5 U oksitosin(Syntocinon, Defiante Farmaceutica, Madeira,
Portugal) dalam 500 mL dekstrosa 5% dalam salin normal (2 mU / mnt, meningkat 2 mU / mnt
setiap 20 mnt, hingga maksimum 42 mU / mnt). Untuk persalinan tambahan, 4 mU / mnt,
meningkat 4 mU / mnt setiap 20 mnt, hingga maksimum 42 mU / mnt. Ropivacaine 0,125%
digunakan untuk analgesia selama persalinan. Semua wanita mendapatkan oksitosin untuk
mencegah perdarahan postpartum pada kala ketiga persalinan dan dosis ini adalah sama untuk
semua wanita dan tidak dipertimbangkan karena saat ini, tidak ada kontak darah ibu dan bayi.
Persetujuan etis diperoleh dari komite etika pusat pada 20 September.
ANALISIS STATISTIK
Variabel kontinu dijelaskan dengan menggunakan rentang median dan interkuartil dan
variabel kategori menggunakan nilai frekuensi absolut dan nilai persentase. Variabel kontinu
dibandingkan antara kelompok-kelompok dengan menggunakan uji Mann-Whitney U dan
variabel dikotomi menggunakan uji Exact Fisher atau uji Chi-square, yang sesuai. Pada tahap
akhir, analisis regresi logistik dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan faktor perancu atau
faktor yang cocok. OR dan 95% CI dihitung. kesesuaian model dievaluasi oleh tes Hosmer-
Lemeshow. Analisis statistik dilakukan dengan Paket Statistik untuk Ilmu Sosial (SPSS Inc.,
Chicago, IL, versi 23). Signifikansi statistik didefinisikan sebagai nilai p <0,05.
HASIL
Sampel penelitian akhir melibatkan 201 pasangan ibu-bayi, dimana 101 terpapar oksitosin dan
100 tidak terpajan. Karakteristik populasi, riwayat medis dan obstetri serta data demografis,
dirangkum dalam Tabel 1. Wanita yang terpapar oksitosin lebih cenderung menjadi primipara
dan lebih muda, lebih sering menerima analgesia epidural dan memiliki bayi baru lahir dengan
berat lahir lebih tinggi. Secara signifikan lebih sedikit bayi baru lahir dari ibu yang terpapar
oksitosin selama persalinan yang menyusu dalam satu jam pertama kehidupan (p = 0,003).
Pada tiga bulan setelah kelahiran, lebih sedikit bayi dari ibu yang terpapar oksitosin menyusu
(p =.025). Tidak ada korelasi yang ditemukan antara penggunaan oksitosin dengan menyusui
hari kedua dan ASI eksklusif bulan ketiga.
Tiga puluh empat wanita melaporkan masalah dengan menyusui pada jam pertama
setelah lahir. Karakteristik populasi yang terpilah berdasarkan masalah menyusui pada jam
pertama dirangkum dalam Tabel 2. Wanita dengan masalah menyusui pada jam pertama lebih
cenderung primipara, lebih muda dan lebih sering menerima oksitosin selama persalinan.
Penggunaan oksitosin selama persalinan menunjukkan prediktor gangguan perilaku mengisap
pada jam pertama kehidupan (OR = 2.493; CI: 1.05-5.92; p = .038), sebagaimana dirangkum
dalam Tabel 3. Tidak ada korelasi yang ditemukan antara pola menyusui pada jam pertama
setelah kelahiran dan tingkat pendidikan wanita atau kebiasaan merokok.
Kelahiran
- Usia kehamilan 40 (39–40) 40 (38–40) .875
(minggu)
- Persalinan 116 (69.5%) 27 (79.4%) .605
spontan
- Analgesia 127 (76.0%) 28 (82.4%) .425
epidural
- Menggunakan 76 (45.5%) 25 (73.5%) .003
oksitosin
- Jenis kelamin 90 (53.9%) 13 (38.2%) .096
(%laki-laki)
- Berat badan 3205.0 (2920.0– 3390.0 (2956.3– .264
lahir 3470.0) 3581.3)
Menyusui
- Menyusui hari 166 (99.4%) 32 (94.1%) .075
kedua
- Menyusui bulan 136 (81.4%) 24 (70.6%) .152
ketiga
- ASI eksklusif 114 (68.3%) 20 (58.8%) .359
bulan ketiga
- Penggunaan dot 118 (70.7%) 21 (61.8%) .306
Data diberikan sebagai frekuensi (persen) atau median (kuartil). Nilai-p yang signifikan
ditunjukkan dalam huruf tebal.
Pada tiga bulan, 160 perempuan menyusui dan 41 perempuan tidak. Karakteristik
populasi yang dipisahkan berdasarkan masalah dengan menyusui bulan ketiga yang dirangkum
dalam Tabel 4. Wanita yang tidak menyusui lebih cenderung berusia lebih muda, memiliki
tingkat pendidikan yang lebih rendah, memiliki indeks massa tubuh pregestasional yang lebih
tinggi dan menerima oksitosin selama persalinan. Hasil ini tidak signifikan secara statistik
ketika disesuaikan untuk kemungkinan adanya faktor perancu. Indeks massa tubuh
pregestasional adalah prediktor terbaik dari adanya gangguan menyusui pasca-melahirkan pada
bulan ketiga (OR -0,901; CI: 0,835-0,972; p -0,007), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.
Tidak ada korelasi yang ditemukan antara pola menyusui pada tiga bulan dan paritas, merokok
atau penggunaan dot.
Kelahiran
- Usia kehamilan 40 (39–40) 39 (38.5-40) .493
(minggu)
- Persalinan 112 (70.0%) 31 (75.6%) .479
spontan
- Analgesia 124 (77.5%) 31 (75.6%) .797
epidural
- Menggunakan 74 (46.3%) 27 (65.9%) .025
oksitosin
- Jenis kelamin 82 (51.2%) 21 (51.2%) .997
(%laki-laki)
- Berat badan 3200.0 (2931.3– 3225.0 (2910.0– .687
lahir 3512.5) 3470.0)
Menyusui
- Menyusui pada 136 (85.0%) 31 (75.6%) .152
jam pertama
- Menyusui hari 160 (100%) 38 (92.7%) .008
kedua
- Penggunaan dot 113 (70.6%) 26 (63.4%) .372
Data diberikan sebagai frekuensi (persen) atau median (kuartil). Nilai-p yang signifikan
ditunjukkan dalam huruf tebal.
Tabel 5. Regresi logistik memprediksi kemungkinan laporan menyusui pada bulan ketiga.
B S.E. Wald Df Nilai-p Odds 95,0%CI
ratio
Usia ibu 0.069 0.039 3.099 1 .078 1.071 0.992–1.157
Gimpl dan Fahrenholz (2001) mengamati bahwa ketika agonis reseptor oksitosin
digunakan, oksitosin diinternalisasi di dalam sel dan tidak dikembalikan ke permukaan
membran. Fakta ini dapat menjelaskan bagaimana oksitosin selama persalinan dapat
bertanggung jawab atas perubahan respons hormonal ibu dan bayi.
Dalam penelitian ini, hubungan negatif yang ditemukan antara pemberian oksitosin
intrapartum dan inisiasi menyusui menguatkan teori bahwa oksitosin dapat melintasi sawar
plasenta dan sawar darah otak janin dan memungkin menghambat pelepasan oksitosin secara
fisiologis, yang menyebabkan efek yang dapat diamati dalam bayi baru lahir (Bellet al. 2013).
Dalam penelitian ini, ibu yang menghentikan menyusui pada tiga bulan setelah
kelahiran telah menerima oksitosin lebih sering daripada mereka yang menyusui. Namun,
korelasi ini patut mendapat perhatian. Hasil ini tidak signifikan secara statistik ketika
menyesuaikan kemungkinan perancu dan indeks massa tubuh pregestasional merupakan
prediktor terbaik gangguan menyusui pasca-melahirkan pada bulan ketiga. Hasil ini berbeda
dari penelitian lain mungkin karena variabel ini tidak dipertimbangkan (Olza Fernandez et al.
2012; Bell et al. 2013; Garcıa-Fortea et al. 2014). Sama dengan hasil penulis, Fernandez-
Canadas Morillo et al. (2017), dalam sebuah penelitian kohort yang baru-baru ini diterbitkan,
termasuk sekelompok 98 ibu dan pasangan bayi baru lahir, tidak menemukan hubungan antara
penggunaan oksitosin intrapartum sintetis dan inisiasi / durasi menyusui. Mereka
menyimpulkan bahwa, pada 3 bulan, tingkat rata-rata kelompok pemberian ASI eksklusif
adalah 72,5% pada kelompok non oxytocin berbanding 65,9% pada kelompok yang diberikan
oksitosin (p = 0,71).
Turcksin et al. (2014) dalam tinjauan sistematis, menyarankan bahwa obesitas ibu
hamil dapat menjadi faktor risiko untuk masalah menyusui. Pertama, wanita gemuk biasanya
berencana untuk menyusui dalam waktu yang lebih singkat. Kedua, wanita yang gemuk
melaporkan lebih sering memiliki masalah dengan pengeluaran air susu. Hal ini penting untuk
dipikirkan adanya kemungkinan penjelasan untuk hasil menyusui yang buruk ini. Wanita
gemuk biasanya memiliki payudara yang lebih besar dan ini bisa menjadi kesulitan mekanis
dan memiliki pengaruh negatif pada produksi dan sekresi susu. Wanita yang obesitas
melaporkan lebih sering putingnya pecah-pecah, kelelahan atau kesulitan memulai menyusui
dan merasa tidak nyaman dengan menyusui di tempat umum (Mok et al. 2008). Terakhir,
wanita gemuk lebih cenderung menjadi anggota kelompok dengan status sosial ekonomi yang
lebih rendah.
KETERBATASAN
Meskipun penelitian retrospektif ini termasuk kedalam ukuran sampel yang kecil dan
karakteristik epidemiologi dari kedua kelompok tidak homogen, variabel ibu yang penting,
berbeda dari penelitian lain, yang dianggap sebagai perancu yang memungkinkan (paritas,
penggunaan analgesia epidural, kebiasaan merokok dan indeks massa tubuh pregestasional).
Dalam penelitian ini, dosis keseluruhan oksitosin yang digunakan dalam setiap kasus tidak
dicatat dan harus catat dalam penelitian selanjutnya. Namun, beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa dosis oksitosin bukan variabel yang penting. Marın Gabriel et al. (2015)
menyimpulkan bahwa pelepasan semua refleks ritmis, refleks antigravitasi dan refleks neonatal
primitif total pada kelompok yang terpapar oksitosin lebih rendah daripada kelompok yang
tidak terpapar oksitosin. Namun, peneliti tidak menemukan adanya korelasi antara dosis
oksitosin yang diberikan dengan persentase pelepasan refleks neonatal primitif (Marın Gabriel
et al. 2015). Semua wanita menerima oksitosin untuk mencegah perdarahan postpartum pada
kala ketiga persalinan, namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hubungan antara
profilaksis untuk perdarahan postpartum dengan oksitosin dan menyusui pada 48 jam lebih
lemah atau tidak ada di antara wanita yang persalinannya telah diobati (Jordanet al. 2009). Pada
saat ini, tidak ada kontak darah ibu dan bayi dan ini dapat menjelaskan hasilnya.
KESIMPULAN
KALIMAT PENUTUP
Para penulis tidak menerima bantuan dana untuk penelitian, kepenulisan dan / atau publikasi
artikel ini.