Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Ii
Umur : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ds. Sunalari Cikijing
Tanggal pemeriksaan : 8 Oktober 2013

II. ANAMNESIS
(Autoanamnesa dan alloanamnesa)
A. Keluhan Utama
Bintil berisi cairan yang terasa nyeri pada kelopak mata dan dahi kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh terdapat bintil-bintil berisi cairan yang terasa nyeri pada kelopak
mata dan dahi kanannya sejak satu minggu yang lalu. Bintilan tersebut tampak
kemerahan dan saling melekat satu sama lain yang semula hanya sedikit kemudian
bertambah banyak dan bertambah besar. Bintil-bintil tersebut timbul mendadak,
terasa gatal dan disertai nyeri yang terus menerus. Selama timbul bintilan di kelopak
mata dan dahi kanannya, pasien tidak pernah menggaruk dan memecahkannya,
namun bintilan tersebut pecah sendiri mengeluarkan cairan dan meninggalkan luka
yang tidak dalam yang kemudian mengering. Pasien juga mengeluh matanya berair,
silau tetapi tidak mengeluh adanya pandangan kabur. Selain itu, pasien mengatakan
kelopak mata kanannya bengkak dan sulit untuk dibuka sehingga pasien tidak dapat
melihat seperti biasanya.

Sebelum timbul bintil-bintil, pasien mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi,
sakit kepala sebelah dan terasa terbakar pada dahi kanannya. Pasien tidak pernah

1
menderita penyakit mata sebelumnya, tidak pernah batuk pilek, tidak pernah
menderita penyakit kulit atau cacar air, tidak pernah terkena benturan sebelumnya.

Selama menderita keluhan ini, pasien pernah berobat ke manteri dekat tempat
tinggalnya, namun tidak ada perbaikan dan bintil-bintil terus bertambah. Kemudian
oleh keluarganya pasien dibawa berobat ke Dokter, oleh Dokter pasien dirujuk ke
RSUD 45 Kuningan. Pasien telah dirawat dirumah sakit sejak 3 hari yang lalu,
pasien mengatakan rasa nyeri telah berkurang tetapi kelopak mata kanannya masih
bengkak dan bintil-bintil berisi cairan di dahi kanannya belum sembuh semuanya.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serupa sebelumnya
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit yang serupa dalam keluarga pasien
E. Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Pasien pernah berobat ke materi tetapi tidak ada perbaikan, pasien berobat ke dokter
kemudian dirujuk ke RSU 45 Kuningan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2013
B. Keadan Umum : Tampak sakit sedang
C. Kesadaran : compos mentis
D. Vital Sign
1) Tekanan darah : 160/70 mmHg
2) Nadi : 80 ×/menit
3) Pernapasan : 14 ×/ menit
4) Suhu : 37,1° C

2
E. Status Lokalis :

Pemeriksaan Mata kanan Mata kiri


Visus >3/60 >3/60
Pinhole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Gerakan bola mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Palpebra superior
 Edema + +
 Hiperemi + +
 Papil Tidak ada Tidak ada
 Enteropion Tidak ada Tidak ada
 Silia Normal Normal
 Pseudoptosis + +
 Sikatriks + Tidak ada

 Vesikel + Tidak ada

Palpebra inferior
 Silia Normal Normal
 Trikiasis Tidak ada Tidak ada
 Hiperemi + +
 Edema + +
Rima palpebra Menyempit Menyempit
Konjungtiva palpebra
 Superior Sulit dinilai Sulit dinilai
 Inferior Sulit dinilai Sulit dinilai
Konjungtiva bulbi
 Hiperemis + +

3
 Kemosis + +
Kornea Kesan Jernih Kesan Jernih
Permukaan cembung Permukaan cembung
Infiltrate (-) Infiltrate (-)
Bilik mata depan Hifema (-) Hifema (-)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Warna coklat Warna coklat
Iridodialisis (-) Iridodialisis (-)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Pupil
 Bentuk Regular Regular
 Refleks (langsung) (+) (+)
 Refleks (tidak langsung) (+) (+)
Lensa Kesan jernih Kesan jernih
TIO (palpasi) Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vesikel
berkelompok

Salisil talk

Edema
Supurasi
Sikatrik

Salep mata

Garis median

4
Kesan kornea Kemosis dan
jernih hiperemis

IV. RESUME
Pada anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa bintil-bintil berisi cairan yang nyeri
pada kelopak mata dan dahi kanannya sejak satu minggu. Bintil kemerah-merahan,
saling melekat satu sama lain, terasa gatal, nyeri yang terus menerus. Bintilan tersebut
pecah sendiri mengeluarkan cairan dan meninggalkan luka yang tidak dalam yang
kemudian mengering. Keluhan lain seperti mata berair, silau dan bengkak pada
kelopak mata. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus lebih baik dari 3/60 vesikel
berkelompok didaerah dahi kanan dan kelopak mata disertai sikatriks. Edema dan
hiperemis palpebra superior dan inferior dextra et sinistra disertai pseudoptosis. Pada
konjugtiva bulbi didapatkan kemosis dan hiperemis, Kesan kornea jernih, iris dan lensa
tidak ditemukan kelainan.

V. DIAGNOSIS BANDING
 Herpes zoster oftalmika okuli dextra
 Luka bakar derajat dua
 Blefaritis Ulseratif
 Sindroma Steven-Johnson

VI. DIAGNOSIS KERJA


Herpes zoster oftalmika okuli dextra

5
VII.USULAN PEMERIKSAAN
 Tes fluorescence
Menilai keterlibatan kornea
 Polymerase chain reaction (PCR)
DNA virus varicella-zoster
 Tzanck smear
Multinucleated giant cell
 Direct immunofluorescence assay
Antigen virus varicella-zoster

VIII. PENATALAKSANAAN
 Cairan maintenance
Ringer laktat IVFD 20 tetes/menit
 Antivirus
Sistemik acyclovir tablet 5 × 800 mg selama satu minggu
Topikal salep mata acyclovir 3%/hervis 5 × oles/hari
 Talk (dahi)
Asam salisilat
 Antinyeri
Ketorolac 30 mg 2 × 1 drip IV/hari
 antibiotik
sistemik amoxicilin tablet 500 mg 3 × 1/hari
Topikal ofloxacin 3 mg (floxa) tetes mata 5 × 1 tetes/hari

IX. PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

6
HERPES ZOSTER OFTALMIKUS

I. PENDAHULUAN
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus
(N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah
herpes zoster oftalmikus.2 Penyakit ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan
penurunan visus.Virus Varicella zoster dapat laten pada sel syaraf tubuh dan pada
frekuensi yang kecil di sel non-neuronal satelit dari akar dorsal, berhubung dengan
saraf tengkorak dan saraf autonomic ganglion, tanpa menyebabkan gejala apapun.
Infeksi herpes zoster biasanya terjadi pada pasien usia tua dimana specific cell
mediated immunity pada umumnya menurun seiring dengan bertambahnya usia atau
pasien yang mengalami penurunan system imun seluler. Morbiditas kebanyakan terjadi
pada individu dengan imunosupresi (HIV/AIDS), pasien yang mendapat terapi dengan
imunosupresif dan pada usia tua.3

Herpes zoster oftalmik merupakan bentuk manifestasi lanjut setelah serangan


varicella.virus ini dapat menyerang saraf cranial V. Pada nervus trigeminus, bila yang
terserang antara pons dan ganglion gasseri, maka akan terjadi gangguan pada ketiga
cabang nervus V (cabang oftalmik, maksilar, mandibular) akan tetapi yang biasa
terkena adalah ganglion gasseri dan yang terganggu adalah cabang oftalmik.

Bila cabang oftalmik yang terkena, maka terjadi pembengkakan kulit di daerah dahi,
alis, dan kelopak mata disertai kemerahan yang dapat disertai vesikel, dapat mengalami
4
supurasi, yang bila pecah akan menimbulkan sikatriks. Bila cabang nasosiliar yang
terkena, kemungkinan komplikasi pada mata sekitar 76 %. Jika saraf ini tidak terkena
maka resiko komplikasi pada mata hanya sekitar 3,4%.

7
Virus herpes zoster bisa dorman atau menetap (laten) pada ganglion N.V dan
reaktivasinya didahului oleh gejala prodormal seperti demam, malaise, sakit kepala dan
nyeri pada daerah saraf yang terkena tapi sebelumnya terbentuk lesi kulit. Kulit
kelopak mata dan sekitarnya berwarna merah dan bengkak diikuti terbentuknya vesikel,
kemudian menjadi pustule lalu pecah menjadi krusta. Jika krusta lepas akan
meninggalkan jaringan sikatrik.5

Manifestasi herpes zoster oftalmikus antara lain sakit mata, mata merah, penurunan
visus dan mata berair. Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari manifestasi
nyeri dan gambaran ruam dermatom serta adanya riwayat menderita cacar air.
Penatalaksanaan infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus, kortikosteroid
sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika terjadi komplikasi mata
seperti keratitis, iritis dan iridosiklitis dapat diberikan steroid topical dan siklopegik.
Pengobatan akan optimal bila dimulai dalam 72 jam dari onset ruam kulit.2

II. ANATOMI NERVUS OFTALMIKUS


Nervus oftalmikus yang mempersarafi sarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus
paranasalis dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga
tengkorak melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus merupakan divisi
pertama dari trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang-cabang n. opthalmicus
menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris, glandula lacrimalis, conjunctiva, bagian
membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra, alis, dahi dan hidung.
Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus
opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek
dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous, di
bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki
cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus opthalmicus bercabang
menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.6

8
Gambar 1. Nervus trigeminus (Diambil dari kepustakaan 12)

III. DEFINISI
Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus
(N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1

IV. INSIDENSI
Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 % diantaranya adalah
herpes zoster oftalmikus.2

V. ETIOPATOGENESIS
Penyebab penyakit herpes zoster oftalmika adalah virus Varicella-zoster. Periode
inkubasi Varicella-zoster sampai menimbulkan penyakit yang khas adalah 10-21 hari.
Varicella-zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian
atas, orofaring atau konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4
yang berlokasi pada nodus limfe regional yang kemudian diikuti penyebaran virus
dalam jumlah yang sedikit melalui darah dan kelenjar limfe yang menyebabkan

9
terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi pertama).
Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat
mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh sehingga akan berlanjut pada siklus
replikasi viru kedua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya
viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan
mencapai epidermis pada har ke 14-16, yang menyebabkan timbul lesi kulit yang
khas.14,16

Pada herpes zoster oftalmika, patogenesisnya belum sepenuhnya diketahui. Selama


terjadinya varisela, virus varicella-zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung syaraf sensorik dan ditransportasikan secara centripetal
melalui serabut syaraf sensorik ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius
apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat diakibatkan oleh suatu
keadaan yang menurunkan imunitas seluler sehingga virus kembali bermultiplikasi
menyebabkan peradangan dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak, jika mengenai N.trigeminus dapat
menyebar ke N. oftalmikus melalui serabut syaraf sensoris sehingga menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis.14,16

VI. MANIFESTASI KLINIK


Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit varisela
beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa nyeri yang
biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi rasa nyeri ini kadang-kadang
dapat berlangung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

10
Gambar 2. Herpes zoster oftalmika mengenai cabang nervus oftalmikus (diambil dari kepustakaan 13)

Secara subyektif biasanya penderita datang dengan rasa nyeri serta edema kulit yang
tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan
vesikel. Secara obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang
oftalmik nervus trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median.
Rima palpebra tampak menyempit bila kelopak atas mata mengalami pembengkakan.
Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang terkena , maka erupsi kulit terjadi pada
daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan
yang lebih dalam terkena maka timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita
tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik
putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekalimelibatkan stroma.
Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapat menimbulkan iridosiklitis

11
disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder. Komplikasi lain adalah
paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic. 2,4,5

Gambar 3. Tanda klinis pada cabang nervus oftalmikus (diambil dari kepustakaan 15)

Perjalanan penyakit dapat dilihat pada tabel berikut, 15

12
Ocular and Cranial Nerve Involvement in Herpes Zoster Ophthalmicus

Time of onset (onset of


Structure involved Signs rash = Day 0)
Eyelid/conjunctiva
Blepharoconjunctivitis Cutaneous macular rash respecting midline Day 0 (preceded by
and involving eyelids dermatomal pain)
Conjunctival edema/inflammation Two to three days
Vesicular lesions/crusting Six days
Secondary Staphylococcus Yellowish crusting/discharge One to two weeks
aureus infection
Episclera/sclera
Episcleritis/scleritis Diffuse or localized redness, pain, and One week
swelling
Cornea
Punctate epithelial keratitis Swollen corneal surface epithelial cells One to two days
Dendritic keratitis “Medusa-like” epithelial defect with tapered Four to six days
ends
Anterior stromal keratitis Multiple fine infiltrates immediately beneath One to two weeks
(nummular keratitis) corneal surface
Deep stromal keratitis Deep stromal inflammation with lipid One month to years
infiltrates and corneal neovascularization
Neurotrophic keratopathy Punctate corneal surface erosions Months to years
Persistent epithelial defects
Corneal ulcers
Anterior chamber
Uveitis Inflammation and iris scarring Two weeks to years
Retina
Acute retinal Coalescent patches of retinal necrosis Independent/varied*
necrosis/progressive outer
retinal necrosis
Occlusive vasculitis
Vitreous inflammation (acute retinal necrosis
only)
Cranial nerves
Optic neuritis Swollen, edematous optic nerve head Independent/varied*
Oculomotor palsies Extraocular motion abnormalities Independent/varied*

*— These syndromes may not be associated with acute herpes zoster ophthalmicus infection and/or can
precede or follow at any time.

Tabel 1. Tanda klinis berdasarkan struktur yang terkena (diambil dari kepustakaan 15)

13
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding herpes zoster oftalmika antara lain bell’s palsy, luka bakar,
impetigo atau blefaritis ulseratif, episkliritis, erosi kornea persisten pada herpes
simpleks.2

VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS


Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari adanya riwayat menderita cacar air,
manifestasi nyeri dan gambaran ruam kulit seperti vesikel dengan karakteristik
distribusi sesuai dermatom. Jika gambaran lesi kulit tidak begitu jelas maka
dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium. Tekhnik polymerase chain reaction
(PCR) adalah tekhnik pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena dapat
mendeteksi varicella-zoster virus DNA yang terdapat dalam cairan vesikel.
Pemeriksaan Tzanck smear akan tampak gambaran sel raksasa multinuklear dibawah
mikroskop cahaya. Pemeriksaan lain yaitu direct immunofluorescence assay dapat
membedakan virus varicella-zoster dan herpes simplex menggunakan mikroskop
fluorescence dapat menemukan antigen virus varicella-zoster. Selain dengan biopsi
kulit untuk pemeriksaan histopatoologi ditemukan vesikel intradermal dengan
degenerasi sel epidermal dan akantolisis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya
lymphocytic infiltrate.7,14

IX. PENATALAKSANAAN
Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,
kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika tidak diobati
dengan adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang
kronik, nyeri yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam
penglihatan.7,8

Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang akut.2,9 Yang
termasuk antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini signifikan untuk
menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan pembentukan vesikel,
mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis dan mengurangi neuralgia

14
pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam onset ruam. Yang sering digunakan adalah
asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari diikuti 2-3 minggu kemudian.9,10,11 Jika
kondisi pasien berat dianjurkan dirawat dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB
IV 8 jam selama 8-10 hari.

Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotic. Terapi local
untuk lesi pada mata seperti keratitis, iridosiklitis, dan skleritis dapat digunakan
steroid topical dan siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder dapat digunakan
antibiotik tetes atau salep.

Pemberian kortikosteroid diberikan sebagai pencegahan komplikasi-komplikasi di


mata. Pada semua jenis herpes zoster diberikan kortikosteroid sistemik untuk
mengurangi neuralgia, juga neuralgia post herpetikum. Obat yang sering digunakan
adalah prednisone dengan dosis 20-60 mg per hari dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3
minggu dan dilakukan tapering off bila gejala berkurang terutama pada pasien dengan
umur lebih dari 60 tahun.2,5

Analgesik seperti asetaminopen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID untuk


mengontrol rasa nyeri. Artifial tears untuk lubrikasi kornea dan konjungtiva terutama
pada neurotrodik keratopati dan defek epithelial persisten. Pada pasien dengan
sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan tindakan keratoplasti.2,5

X. KOMPLIKASI
1) Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh Gordon
dan Tucker, demikian juga encephalitis dan hemiplegi walaupun jarang ditemukan
tetapi pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena penjalaran virus ke otak.
2) Conjunctiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah chemosis yang ada
hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya disertai
dengan penurunan sensibilitas cornea dan kadang-kadang oedema cornea yang
ringan. Dapat juga timbul vesikel-vesikel di conjunctiva tetapi jarang terjadi

15
ulserasi. Pernah dilaporkan adanya canaliculitis yang ada hubungannya dengan
zoster.
3) Cornea. Bila cornea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak khas
dengan batas yang tidak tegas, tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat menyerupai
herpes simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis profunda yang
bersifat kronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah kelainan kulit sembuh.
Akibat kekeruhan cornea yang terjadi maka visus akan menurun.
4) Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena
kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan
cabang dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze dan
cornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun berdiri
sendiri. Iritis biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat, pada yang berat
kadang-kadang disertai dengan hypopion atau secundair glaucoma. Akibat dari
iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang biasanya sektoral. Pada
beberapa kasus dapat disertai massive iris atropi dengan kerusakan sphincter
pupillae.
5) Sclera. Scleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya
merupakan lanjutan dari iridocyclitis. Pada sclera akan terlihat nodulus dengan
injeksi lokal yang dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya laesi di kulit.
Nodulusnya bersifat khronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan
meninggalkan sikatrik dengan hyperpigmentasi. Scleritis ini dapat kambuh lagi.
6) Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV dapat
sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi totalis dua
bulan setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari otot-otot extra-
oculer ini mungkin karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah sinus
cavernoosus. Timbulnya paralyse biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala
permulaan dari zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya.
Prognosa otot-otot yang pazalyse pada umumnya baik dan akan kembali normal
kira-kira dua bulan kemudian.

16
7) Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan.
Kelainan tersebut berupa choroiditis dan perdarahan retina, yang umumnya
disebabkan adanya retinal vasculitis.
8) Optic neuritis. Optic neuritis juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat
menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa
scotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai
menjadi buta. 3,8,10

XI. PROGNOSIS
Prognosis bonam bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat.

XII.DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS.Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC, 2005;84-7.
2. Herpes zoster from http://www.emedicine.com/oph[disc257.htm,2006
3. Herpes zoster from www.optometry.co.uk
4. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2000.
5. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Fourth edition, India; 2007:103-106
6. Trigeminal Nerve from http://www.gudangmateri.com/2010/03/trigeminal-
nerve.html
7. Roxas M,ND.Herpes zoster and Post Herpetic Nauralgia: Diagnosis and
Therapeutic Consideration
8. Herpes Zoster Information from http://www.emedicinehealth.com/articles
9. Saad Shakh MD, Christopher NTAMD, Evaluation and Management of Herpes
Zoster Ophthalmicus from http://www.aafp.org/afp/contents.html
10. Herpes Zoster Ophthalmicus in handbook of Ocular Disease Management from
http://www.revotom.com/handbook/hbhome.html
11. Hodge, W. G., 2000, Penyakit Virus, dalam Vaughan, D. G., Asbury, T. dan
Riodan, P., Oftalmologi Umum, Widya Medika, Jakarta : 336.

17
12. Karl et all. Siehe auch Trigeminusneuralgie. Diakses tanggal 15 oktober 2013. Dari
http://www.neuro24.de/hirnnerven_trigeminus.htm
13. Gambar pada Artikel Komplikasi Mata pada Herpes Zoster. Diakses tanggal 15
oktober 2013. Dari http://medicalera.com/3/26866/komplikasi-mata-pada-herpes-
zoster#.Ul1zFlN3qus
14. dr. Ramona Sp.KK. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin FK USU; 2008.
15. Saad & Christopher. Evaluation and Management of Herpes Zoster Ophthalmicus.
Article; 1 Nov 2002. Diakses Tanggal 15 Oktober 2013. Dari :
http://www.aafp.org/afp/2002/1101/p1723.html
16. Jawetz at all. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC ; 2008. Hal. 458-
450.

18

Anda mungkin juga menyukai