A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998
dalam Nita, 2009).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dalam Keliat, 2011).
Menurut Depkes RI tahun 2000 kerusakan interaksi sosial merupakan suatu
gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak
fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial (Nita, 2009).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi
akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku
maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam berhubungan.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa
lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan social yang positif, diharapkan
setiap tahap perkembangan dilalui dengan sukses. Sistem keluarga yang
terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial maladaptif.
b. Faktor Biologis
Faktor genetic dapat berperan dalam respon social maladaptif.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan factor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini
diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang
lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti
lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku dan system nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas.
d. Faktor dalam Keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan
berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal- hal yang negative
dan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan
yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan
anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
2. Faktor Presipitasi
a. Stress sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan
berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
b. Stress psikologi
Ansietas berat yang berekepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
dekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan
dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
(Ernawati, dkk, 2009)
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Medis
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka
jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak. Indikasi :
a. Depresi mayor
1) Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan
dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
2) Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
3) Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan
atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
b. Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi
lain berbahaya bagi klien.
c. Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
2. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
3. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. (Dalami,
et.all, 2009)
d. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social menurut Ade Surya Herman (2011)
juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun factor eksternal dari
seseorang. faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
a) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor social budaya seperti keluarga. Stressor sosial
budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang labil,
yang dirawat di rumah sakit.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk
mengatasinya. Kecemasan ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekatnya atau tidak terpenuhinya kebutuhan
dari individu. Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan
menurunnya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain. Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah diyakini
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan (menarik
diri).
2. Pemeriksaan/ Keadaan Fisik
Pengkajian/pemeriksaan fisik difokuskan pada system dan fungsi organ
tubuh (dengan cara observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil
pengukuran). Pada pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri ditemukan
kondisi fisik pada saat tidur menyerupai bentuk fetus atau janin.
3. Aspek Psikososial:
Pengkajian pada aspek psikososial dapat dilakukan pada genogram,
konsep diri, hubungan sosial klien dan aspek spiritual klien.
4. Pengelompokkan data
a. Data Subyektif
Data subyektif adalah data yang didapat dari klien maupun dari keluarga
klien ataupun dari orang terdekat klien. Dalam kasus klien Isolasi Sosial:
Menarik Diri ditemukan klien mengatakan malas bergaul dengan orang
lain, klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta
untuk sendirian, klien juga mengatakan tidak mau berbicara dengan orang
lain, tidak mau berkomunikasi, dan data tentang klien biasanya dapat pula
didapat odari keluarga klien yang mengetahui keterbatasan klien seperti
suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman terekat klien.
b. Data Obyektif
Data obyektif yang didapat dari klien Isolasi Sosial: Menarik Diri antar
lain meliputi kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi
wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri, tidak ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri,
tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya, asupan makanan
dan minuman terganggu, retensi urine, aktivitas menurun, kurang
berenergi atau bertenaga, rendah diri, postur tubuh berubah misalnya sikap
fetus atau janin (khususnya pada saat klien posisi tidur).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang akan muncul pada pasien dengan Isolasi Sosial
Menarik Diri adalah antara lain meliputi:
1. Isolasi Sosial
2. Harga Diri Rendah Kronis
3. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
4. Defisit Perawatan Diri
5. Resiko Tinggi Mencederai Diri, Orang Lain Dan Lingkungan
C. POHON MASALAH
SP II P SP III K
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian pasien. membuat jadwal aktifitas
2. Memberikan kesempatan
di rumah termasuk minum
kepada pasien
obat
mempraktekkan cara 2. Menjelaskan follow up
berkenalan dengan satu pasien setelah pulang
orang.
3. Membantu pasien
memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah
satu kegiatan harian.
SP III P
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan
kepada berkenalan dengan
dua orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
a. Pelaksanaan
Menurut Nikmatur Rohmah & Syaiful Walid (2008) Pelaksanaan adalah realisasi
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, dan menilai data yang
baru.
b. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan efek atau hasil dari suatu tindakan keperawatan,
dengan kriteria yang sudah dibuat. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif
yang dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan, dan evaluasi hasil atau
sumatif yang dilakukan dengan cara membandingkan antara respon klien dan
tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Dalami, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans
Info Media
Farida, Y. H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B. A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Nita, F. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.