NEONATAL INFEKSI
A. DEFINISI
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi
dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh
dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang
diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain.1,2
B. PATOFISIOLOGI
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
1. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke
janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin
terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital
selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui
kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ”oral
trush”.
3. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan
alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi
pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena
mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
C. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan
akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,
sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini
dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus
yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR
yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit
atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba – tiba tingkah lakunya berubah,
hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan
oleh infeksi. 3
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,
terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan
menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada
bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastik
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
b. Gupte score
Prematuritas 3 Hasil
3-5Screening NI
Cairan amnion berbau busuk 2
≥ 5 NI
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
KPD 1
D. KLASIFIKASI
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua
golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.3,4
a. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
b. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala
sistemik.3
Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distres
Tanda & gejala :
- Reflek hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, dantampaklemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah dan uji resistensi
- Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi
4. Tetanus neonatorum
Etiologi
- Perawatan tali pusat yang tidak steril
- Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala
- Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena kejang otot
rahang dan faring (tenggorok)
- Mulut mencucu seperti mulut ikan (trismus)
- Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus
- Tangan mengepal (boxer hand)
- Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara dan sentuhan
- Kadang-kadang disertai sesak napas dan wajah bayi membiru
Tindakan
- Segera berikan antikonvulsan dan bawa ke Rumah Sakit (hindari pemberian IM
karena dapat merangsang muscular spasm)
- Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
- Pasang IV line dan OGT
- Pemberian ATS 3000 – 6000 unit IM
- Beri penisilin prokain G 200.000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari
- Rawat tali pusat
- Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan
5. Oftalmia Neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman
Neisseriagonorrhoeae saat bayi lewat jalan lahir
E. PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan infeksi.
o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
o Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
o Gunakan teknik aseptik.
o Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau
desinfeksi instrumen dan peralatan.
o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.
Air ketuban keruh terjadi pada 8%–16% dari seluruh persalinan, terjadi baik
secara fisiologis ataupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Faktor patologis yang
berhubungan dengan AKK termasuk hipertensi maternal, penyakit kardiorespiratori
maternal, eklampsia, dan berbagai sebab gawat janin. Keadaan AKK menempati posisi
penting sebagai risiko SAM yang merupakan penyebab signifikan morbiditas dan
mortalitas janin.9
Tingkat keparahan SAM tergantung dari jumlah mekonium yang terhirup,
ditambah dengan kondisi lain seperti infeksi intrauterin atau lewat bulan (usia kehamilan
lebih dari 42 minggu). Secara umum, semakin banyak mekonium yang terhirup, semakin
berat kondisi klinis neonatus. Lingkaran kejadian yang terdiri dari hipoksemia, shunting
atau pirau, asidosis, dan hipertensi pulmonal sering dihubungkan dengan SAM. Tujuan
intervensi di kamar bersalin untuk menurunkan angka insidens dan tingkat keparahan
aspirasi mekonium. Berdasar bukti dari penelitian yang tidak acak, direkomendasikan
bahwa semua neonatus yang lahir dengan mekonium yang kental sebaiknya diintubasi
sehingga dapat dilakukan penghisapan jalan napas dengan sempurna. Pada penelitian
yang sedang berjalan, terjadi perdebatan pertimbangan penghisapan intratrakeal selektif
atau pada semua neonatus dengan pewarnaan mekonium pada air ketuban.10
Kriteria derajat berat SAM dibedakan menjadi 3 yaitu ringan, sedang dan berat.
SAM ringan apabila bayi memerlukan O2 kurang 40% pada umur kurang 48 jam, SAM
sedang apabila memerlukan lebih 40% pada umur lebih 48 jam tanpa kebocoran udara,
dan SAM berat apabila memerlukan ventilator mekanik untuk lebih 48 jam dan sering
dihubungkan dengan hipertensi pulmonal persisten. 7,8
Penyebab aspirasi mekonium mungkin terjadi intrauterin atau segera sesudah
lahir. Hipoksia janin kronik dan asidosis dapat mengakibatkan gasping janin yang
mempunyai konsekuensi aspirasi mekonium intrauterin. Beberapa bukti dilaporkan
bahwa kejadian kronik intrauterin bertanggung jawab untuk kasus SAM berat yang
berbeda dengan kejadian peripartum akut. Berbeda dengan, bayi yang lahir bugar yang
menghirup AKK dari nasofaring pada saat lahir dapat berkembang menjadi SAM ringan
sampai berat.
Analisis bivariat menunjukkan empat faktor risiko terjadi SAM adalah skor Apgar
<5 pada menit ke lima, mekonium kental, denyut jantung yang tidak teratur atau tidak
jelas, dan berat lahir.
D. DIAGNOSIS
Sindrom aspirasi mekonium harus dipertimbangkan terjadi pada setiap bayi baru
lahir dengan AKK yang mengalami gejala gangguan napas atau distres respirasi.
Gambaran pemeriksaan radiologi klasik menunjukkan sebaran infiltrat difus dan
asimetris. Berhubung berbagai mekanisme yang menyebabkan SAM maka temuan
gambaran radiologikpun bervariasi. Seringkali dijumpai overaerasi yang dapat
menyebabkan sindrom kebocoran udara seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atau
emfisema pulmonum intersisialis. Terdapat hubungan antara derajat kelainan
abnormalitas radiologik dan derajat penyakit SAM dengan konsolidasi atau atelektasis
yang merupakan faktor prognosis yang kurang baik. Meskipun ada penelitian lain yang
tidak mengkonfirmasi hubungan ini pasien dengan gambaran radiologi klasik
menunjukkan perbaikan lambat setelah beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pemeriksaan ekokardiografi dua dimensi diperlukan untuk mengevaluasi
hipertensi pulmonal dan berguna untuk bayi pada awal kehidupannya. Kejadian AKK
merupakan tanda yang serius pada janin yang dihubungkan dengan kenaikan morbiditas
perinatal, maka monitor denyut janin merupakan indikator penting. Dipertimbangkan
keadaan kontroversial yang ada saat ini, berhubungan dengan sebab pasase mekonium
intra uterin. Di dalam rahim hipoksia mengakibatkan relaksasi otot sfingter ani
dipertimbangkan sebagai penyebab pasase mekonium. Sebaliknya lingkungan intra uterin
akan mempengaruhi kesejahteraan janin dan mengakibatkan AKK misalnya infeksi intra
uterin yang mengakibatkan korioamnionitis, perlu diingat AKK merupakan media kultur
yang kurang baik untuk kuman. Air ketuban yang terinfeksi dan ditelan janin akan
memicu terjadinya defekasi dini oleh janin yang juga dapat diterangkan sebagai penyebab
AKK.
E. PENATALAKSANAAN
Rekomendasi sekarang tidak lagi menyarankan penyedotan intrapartum rutin
untuk bayi lahir dari ibu dengan mekonium. Ketika aspirasi terjadi, intubasi dan
penyedotan langsung dari saluran napas dapat mengeliminasi banyak mekonium. Jangan
melakukan teknik-teknik berbahaya berikut dalam upaya untuk mencegah aspirasi
mekonium yang mengandung cairan ketuban:
- Meremas dada bayi
- Memasukkan jari ke mulut bayi
Perawatan Bedah
Meskipun manajemen utama dari sindrom halangan udara (pneumotoraks atau
pneumopericardium) dapat diatasi oleh tabung drainase toraks yang dimasukkan oleh
neonatologis, konsultasi bedahanak mungkin diperlukan pada kasus berat. Terapi dengan
lem fibrin telah terbukti efektif pada pasien dengan kebocoran udara persisten.
Evaluasi dengan seorang ahli jantung anak perlu untuk penilaian
echocardiographic.
Teknik pencitraan memastikan struktur jantung normal dan menilai keparahan
hipertensi pulmonal dan shunting kanan ke kiri. Evaluasi dengan seorang ahli saraf
pediatrik membantu dalam adanya ensefalopati neonatal atau aktivitas kejang.
Diet
Distres perinatal dan gangguan pernapasan yang berat menghalangi makan.
Terapi cairan intravena dimulai dengan infus dekstrosa yang memadai untuk mencegah
hipoglikemia. Cairan intravena harus disediakan pada tingkat ringan (60-70 ml / kg /
hari). Semakin banyak elektrolit, protein, lipid, dan vitamin dibutuhkan untuk
memastikan nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan asam amino esensial dan asam
lemak esensial.
Medikamentosa
Selain perawatan yang tercantum di atas, terapi pengganti surfaktan sering
digunakan. Ekstrak alam untuk paru-paru diberikan untuk menggantikan surfaktan yang
telah hilang.
Surfaktan juga bertindak sebagai pembersih untuk memecah sisa mekonium,
sehingga mengurangi keparahan penyakit paru-paru. Surfaktan digunakan pada pasien
dengan sindrom aspirasi mekonium (MAS), namun kemanjurannya, regimen dosis, dan
produk yang paling efektif belum ditetapkan.
- Pernapasan gas :
Inhalasi nitrat oksida (NO) memiliki efek langsung dari vasodilatasi paru tanpa
efek samping hipotensi sistemik. Hal ini disetujui untuk digunakan, jika kegagalan
pernapasan bersamaan hypoxemic terjadi.
- Vasokonstriktor sistemik:
Agen ini digunakan untuk mencegah shunting kanan-ke-kiri dengan meningkatkan
tekanan sistemik di atas tekanan paru. Vasokonstriktor sistemik termasuk dopamin,
dobutamin dan epinefrin.
Dopamin (Intropin)
Pada dosis rendah, dopamin merangsang reseptor beta1-adrenergik dan
dopaminergik (vasodilatasi ginjal, inotropisme positif); pada dosis yang lebih tinggi,
merangsang reseptor adrenergik alfa-(vasokonstriksi ginjal).
Dobutamine (Dobutrex)
Meningkatkan tekanan darah terutama melalui stimulasi reseptor beta1-
adrenergik. Obat tampaknya memiliki efek yang lebih menonjol pada output jantung dari
pada tekanan darah.
Epinefrin
Digunakan untuk bronkokonstriksi parah, terutama pada pasien dengan penyakit
saluran udara yang mendasari reaktif. Efek agonis alpha termasuk meningkatnya
resistensi pembuluh darahperifer , vasodilatasi perifer terbalik, hipotensi sistemik, dan
permeabilitas pembuluh darah. Efek agonis beta2-termasuk bronchodilatation, aktivitas
kronotropik jantung, dan efek inotropik positif.
F. PENCEGAHAN
Pencegahan adalah yang terpenting. Dokter kandungan harus memonitor status
janin dalam upaya untuk mengidentifikasi adanya stres janin. Ketika mekonium
terdeteksi, amnioinfusion, garam steril secara teoritis menguntungkan untuk
mengencerkan mekonium dalam cairan ketuban, sehingga meminimalkan keparahan
aspirasi. Namun, bukti saat ini tidak mendukung amnioinfusion rutin untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium.9,10
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1
(satu) jam setelah lahir.
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia
dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-
ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara
berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan
disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan . Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh
angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI,
angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran
program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%
Etiologi
Persalinan kurang bulan/prematur
Bayi lahir pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Pada umumnya bayi
kurang bulan disebabkan tidak mampunyai uterus menahan janin, gangguan selama
kehamilan, lepasnya plasenta lenih cepat dari waktunya atau rangsangan yang
memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup bulan. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidp di
luar rahim. Semakin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh semakin berkurang dan
prognosanya semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit
atau komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang kurang
(prematur)
Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :
Hipotermia
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah
(BBLR) antara lain:
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan penglihatan (Retinopati)
Gangguan pendengaran Penyakit paru kronis
Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Umur ibu
Riwayat persalinan sebelumnya
Jumlah paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan ibu selama hamil
Aktivitas ibu yang berlebihan
Trauma pada ibu (termasuk post coital trauma)
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama hamil
Pemeriksaan fisik
Berat badan lahir <2500 g
Untuk BBLR kurang bulan
Tanda prematuritas
Tulang rawan telinga belum terbentuk
Masih terdapat lanugo (rambut halus pada kulit)
Refleks masih lemah
Alat kelamin luar : pada perempuan labium mayus belum menutup labium minus,
pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit testis rata (rugae testis
belum terbentuk)
Untuk BBLR Kecil untuk Masa Kehamilan
Tanda janin Tumbuh Lambat
Tidak dijumpai tanda prematuritas seperti tersebut diatas
Kulit keriput
Kuku lebih panjang
Manajemen Umum
Pemulangan penderita
1. Suhu bayi stabil
2. Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI
3. Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.
ASFIKSIA NEONATORUM
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan, tidak teratur dan tidak
adekuat segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi organ vital lainnya.
Sampai saat ini, asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting morbiditas dan
mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan erat dengan faktor
asfiksia ini, didapatkan bahwa sindrom gangguan nafas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang
merupakan penyakit yang sering terjadi pada asfiksia.
Etiologi
Pengembangan paru baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian
disusul pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
dari ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan,
persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Keadaan ini perlu
mendapat perhatian utama agar persiapan dapat dilakukan dan bayi mendapat perawatan yang
adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Towell mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang terdiri
dari :
1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena
hipoventilasi akibat pemberian oabat analgetika atau anestesi dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangi aliran darah uterus akan menebabkan
berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian juga ke janin. Hal ini sering
diditemukan pada keadaan :
a. Gangguan kontraksi uterus (hipotoni, hipertoni, atonia uterus)
b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, plasenta previa, atau solutio
plasenta.
c. Hipertensi ibu ( eklampsia, toksemia)
d. Ibu penderita DM, kelainan jantung atau penyakit ginjal.
e. Partus lama.
f. Persalinan abnormal (kelahiran sungsang, kembar, seksio sesarea)
2. Faktor plasenta
Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan pada plasenta, misalnya solusio plasenta dan plasenta
previa.
3. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat membumbung, lilitan tali
pusat dan kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi pada
a. Pemakaian obat anestesi / analgetika berlebihan pada ibu
b. Trauma yang terjadi pada persalinan
c. Kelainan kongenital pada bayi (Aplasia paru, atresia saluran nafas, hernia
diafragmatika)
d. Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin
Patofisiologi
Selama kehidupan intrauterine paru-paru kurang berperan dalam hal fungsi pertukaran
gas karena pemberian O2 dan pengeluaran CO2 dilakukan oleh plasenta. Karena O2 ke janin
melalui plasenta maka paru-paru tidak berisi udara, tetapi alveoli janin berisi cairan yang
dibentuk di dalam paru-paru itu sendiri. Hal ini mengakibatkan paru-paru janin yang berisi cairan
tidak dapat dipakai untuk pernafasan. Selain itu peredaran darah lewat paru-paru janin jauh lebih
rendah dibandingkan peredaran darah yang diperlukan pasca Kelahiran. Hal ini akibat adanya
vasokonstriksi pembuluh darah arteriol paru-paru janin, dan umumnya sirkulasi darah janin
dialirkan dari paru-paru lewat duktus arteriosus. Pada saat persalinan akan terjadi beberapa
perubahan, antara lain pada saat bayi menarik napas pertama, paru-paru mulai mengambil alih
fungsinya dalam proses pernapasan. Segera setelah lahir, paru-paru mulai berkembang sambil
mulai terisi dengan udara, dan pada saat yang sama cairan pada paru-paru berangsur-angsur
mulai dikeluarkan. Untuk mengeluarkan cairan dari paru-paru diperlukan tekanan yang cukup
besar, sehingga alveoli dapat berkembang dengan baik. Ternyata proses persalinan mempunyai
dampak cukup besar untuk mengurangi cairan tersebut, tetapi hanya sebagian kecil pembersihan
paru-paru dari cairan akibat pihatan dinding toraks sewaktu melewati jalan lahir. Tetapi sebagian
besar cairan melewati rongga-rongga alveoli ke dalam rongga perivaskuler dan diabsorbsi ke
dalam sirkulasi darah dan linfe di paru-paru. Usaha pernapasan segera setelah lahir sangat
mempercepat dan efektif mengeluarkan cairan dan mengembangkan alveoli dan menggantikan
cairan dengan udara. Selain itu kontraksi uterus dapat mempercepat pengurangan cairan tersebut,
sebaliknya akan terjadi perlambatan pengeluaran cairan jika terjadi gangguan kontraksi uterus.
Usaha pernafasan akan mengakibatkan arterioli paru-paru mulai membuka yang
menyebabkan peningkatan aliran masuk ke dalam jaringan paru-paru, sehingga kadar O2 dalam
darah meningkat dan mengakibatkan duktus arteriosus mulai menciut. Aliran darah yang
sebelumnya melewati duktus arteriosus akan dialirkan melalui paru-paru dan O2 akan diambil
untuk didistribusikan ke jaringan seluruh tubuh. Duktus arteriosus akan tetap menciut dan
sirkulasi darah yang normal untuk kehidupan ekstrauterin mulai bekerja.
Mendapatkan sejumlah O2 masuk ke dalam paru-paru ternyata harus disertai dengan
jumlah aliran darah di kapiler paru-paru yang adekuat agar oksigen yang melewati peredaran
darah dapat dibawa keseluruh tubuh. Keadaan ini memeprlukan peningkatan jumlah darah yang
cukup tinggi melalui perfusi paru-paru saat bayi dilahirkan.
Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematis perubahan yang penting dalam tubuh
selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.
Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode yang singkat. Apabila periode terus berlanjut, gerakan pernapasan akan berhenti,
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu yang dikenal sebagai apneu primer (Periode apneu
dan penurunan frekuensi jantung, diikuti usaha bernafas (Gasping) dan pernapasan teratur).
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernapasan megap – megap yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder (Pada
penderita asfiksia berat, dimana usaha untuk bernafas tidak terlihat dan langsung diikuti periode
apneu kedua). Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menujukan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan
buatan dan pemberian oksigen dengan segera.
Pada saat bayi dilahirkan, alveoli diisi dengan cairan paru-paru janin. Cairan tersebut
harus dibersihkan terlebih dahulu agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru bayi baru lahir.
Dalam kondisi demikian, paru-paru memerlukan tekanan yang cukup besar untuk mengeluarkan
cairan tersebut agar alveoli dapat berkembang untuk pertama kalinya. Untuk mengembangkan
paru-paru, upaya pernafasan pertama memerlukan tekanan 2 sampai 3 kali lebih tinggi daripada
tekanan untuk pernafasan berikutnya agar berhasil.
Gambaran Klinis
Dalam praktek menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan pengalaman
dan observasi yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan kriteria breathing time dan crying
time untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat
memberikan informasi yang tepat pada keadaan tertentu (Apgar,1966). Virginia , Apgar (1953,
1958) mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan bayi baru lahir.
Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan keseimbangan asam
basa pada bayi (Drage & Berendes,1966). Di samping itu dapat pula memberikan gambaran
beratnya perubahan kardiovaskular yang ditemukan. Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai
hubungan yang bermakna dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage, 1964).
Cara ini dianggap yang paling ideal dan telah banyak digunakan. Patokan klinis yang
dinilai adalah :
1) Menghitung frekuensi jantung
2) Melihat usaha bernapas
3) Melihat tonus otot
4) Menilai refleks rangsangan
5) Memperhatikan warna kulit
Setiap kriteria di beri angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar.
Penatalaksanaan
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir dengan memberikan ventilasi yang
adekuat dan pemberian oksigen yang cukup.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan homeostasis
yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan timbulnya sekuele akan
meningkat.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki,
tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia /hipoksia pasca natal harus dicegah dan
diatasi
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memeberikan keterangan yang jelas tentang faktor
penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan
ditentukan secara adekuat.
Cara resusitasi
Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah
jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak dan curah jantung yang cukup dan
alat – alat vital lainnya. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan yang dikenal
sebagai ABC resusitasi
A (Airway)– Memastikan saluran napas terbuka
Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi : bahu diganjal
Menghisap mulut , hidung dan kadang – kadang trakea
Memasang pipa endotrakeal, bila perlu
B (Breathing)– Mengusahakan timbulnya pernapasan
Melakukan rangsangan taktil
Memakai ventilasi tekanan positif (VTP)
C (Circulation) – Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara : kompresi dada dan
pengobatan
Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting bagi kelanjutan hidup bayi
Menilai usaha bernapas
Frekuensi denyut jantung
Warna kulit
LAHIR
Ya Perawatan Rutin
Letakkan bayi di bawah pemancar panas
tida Bersihkan mulut dan hidung
k Keringkan seluruh tubuh bayi
Ganti linen basah dengan yang kering
Cukup bulan? Letakkan bayi dalam posisi yang benar
Cairan amnion jernih? Bersihkan saluran napas bayi (trakea) dari lendir, maupun
Bernapas atau menangis? mekonium, maupun cairan plasenta
Tonus otot naik? Lakukan stimulasi taktil
Berikan kehangatan
Posisikan; bersihkan jalan
napas (bila perlu) Bernapas; Perawatan
FJ >100x/menit
Keringkan, rangsang, observassi
kemerahan
reposisi
Prognosis
Asfiksia ringan : tergantung pada kecepatan penetalaksanaan
Asfiksia berat : dapat terjadi kematian atau kelainan saraf pada hari-hari pertama.
Asfiksia dengan PH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan
neurologis permanen, misalnya serebral palsi atau retardasi mental.
NEONATAL INFEKSI
F. Definisi
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection (infeksi dini)
dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh dari si ibu
saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yang diperoleh dari
lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain
G. Patofisiologi
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3
golongan, yaitu :
4. Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu
melalui batas plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke
janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :
d. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion
e. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues )
f. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
5. Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
lahirnya bayi lebih dari 12 jam), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh
misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin
terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital
selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui
kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan ” oral
trush ”.
6. Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan
alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi
pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena
mortalitas sekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi.
H. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis infeksi peria\natal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya
dengan pemeriksaan fisik dan laboratarium.
Infeksi lokal pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga
gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan
kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali
merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup
selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital
tertentu, namun tiba – tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa
kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada
bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian
yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang
perlu mendapat perhatian yaitu :
- Malas minum
- Bayi tertidur
- Tampak gelisah
- Pernapasan cepat
- Berat badan turun drastik
- Terjadi muntah dan diare
- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal
- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun
- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang
- Terjadi edema
- Sklerema
d. Gupte score
Prematuritas 3 Hasil
3-5Screening NI
Cairan amnion berbau busuk 2 ≥ 5 NI
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
I. Klasifikasi
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan
besar, yaitu berat dan infeksi ringan.
c. Infeksi berat ( major infections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare
epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.
d. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksi
umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.
6. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan
sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan gejala-gejala
sistemik.
Faktor risiko :
- Persalinan (partus) lama
- Persalinan dengan tindakan
- Infeksi/febris pd ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD lebih dr 18 jam
- Prematuritas & BBLR
- Fetal distres
Tanda & gejala :
- Reflek hisap lemah
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, dantampaklemah
- Hipotermia atau hipertermia
- Merintih
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Pengobatan antibiotika secara empiris dan terapeutik
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah dan uji resistensi
- Pemeriksaan lain dapat dilakukan atas indikasi
J. Pencegahan
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
o Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir.
o Pertimbangkan setiap orang ( termasuk bayi dan staf ) berpotensi menularkan infeksi.
o Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol.
o Pakai – pakaian pelindung dan sarung tangan.
o Gunakan teknik aseptik.
o Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu sterilkan atau
desinfeksi instrumen dan peralatan.
o Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
o Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.