Anda di halaman 1dari 1

Konsep tiga keutamaan dalam fungsi-fungsi kepuasan kerja organisasional telah dikembangkan lebih

dari lima puluh tahun yang lalu, dan menunjukkan hasil pendidikan yang tinggi dalam upaya-upaya
membangun taksonomi pendidikan, pelatihan dan peningkatan nilai-nilai objektif. Taksonomi adalah
standar tigkat penerimaan dalam objektifitas pelatihan dan pengembangan nilai-nilai objektif.
Taksonomi juga merupakan metode klasifikasi bahasa perintah dan peraturan-peraturan sederhana
yang berbasis satu prinsip (Anang, 2007: 264).

Konsep taksonomi Bloom mengelompokkan tujuan belajar berdasarkan tiga domain dari belajar yaitu :

1. Cognitive domain ( Domain Kognitif )


Merupakan domin yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual, atau secara logis dapat
diukur dengan pikiran dan nalar. Domain ini terdiri dari pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), perpaduan (synthesis),
penilaian (evaluation).
2. Affective domain ( Domain Afektif )
Merupakan domain yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat,
sikap, kepatuhan terhadap moral, normal dan sebagainya. Domain ini terdiri dari : penerimaan
(reveiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), karakterisasi (characterization).
3. Psychomatoric domain ( Domain priskomotorik )
Merupakan domain yang berkaitan dengan aspek aspek ketrampilan, yang melibatkan fungsi
syarat dan otot ( neuronmusclar system) dan fungsi psikis. Domain ini terdiri dari : kesiapan
(set), meniru (imitation), membiasakan (habitual), dan adaptasi (adaptation). (Arnold, Ricky .
:45-46)

Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan ketiga aspek tersebut. Taksonomi Bloom lalu
menjadi acuan pendidikan modern. Rancangan pendidikan hampir seluruhnya didasarkan pada konsep
ini. Namun pada umumnya lebih terpaku pada aspek kognitif atau pengetahuan. Afektif dan psikomotor
cenderung terabaikan. Pertimbangan utamanya : “Kognitif atau pengetahuan lebih mudah diukur,
sehingga dapat dievaluasi”. Sedangkan sikap dan ketrampilan lebih sulit untuk dinilai. Terpaku hanya
pada ranah kognitif membuat pendidikan formal sering gagal mencapai tujuan idealnya. Guru tak lagi
menjadi pendidik, tapi sekedar pengajar. Sekolah umumnya tak mampu membangun sikap dan
kecakapan hidup para siswa. Padahal kecakapan hidup itulah tujuan paling utama pendidikan. Sekolah,
seperti yang dibayangkan Ki Hajar Dewantara, semestinya mampu membangun watak dan budi pekerti
para siswa (Zaim, 2002: 15-16).

Anda mungkin juga menyukai