Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Geometri Jalan Angkut


Jalan angkut yang menghubungkan front penambangan dengan disposal area
adalah jalan dengan panjang ± 1000 m yang terdiri dari 10 segmen jalan lurus
(Lampiran 7).

4.1.1. Lebar Jalan


Lebar jalan angkut yang menghubungkan front penambangan sampai jalan
raya pada kondisi lurus rata-rata 21,8 m sedangkan pada kondisi tikungan 18 m
(Lampiran 7). Lebar jalan standar baik dalam keadaan lurus maupun di tikungan
ditentukan berdasarkan spesifikasi lebar alat terbesar yang melintas yaitu Komatsu
HD 785-7 (Lampiran 5).
Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa lebar jalan minimum dalam
kondisi lurus adalah 24 meter dan lebar dalam kondisi tikungan adalah 28 meter
(Lampiran 8). Lebar jalan lurus dan tikungan yang belum memenuhi standar harus
segera diperbaiki karena akan akan mengurangi kecepatan ketika hendak
berlintasan dengan kendaraan lain, sehingga menyebabkan perlambatan kecepatan
dan waktu edar alat angkut akan menjadi besar yang mengakibatkan mengurangi
produktivitas alat. Lebar jalan yang harus diperbaiki terdapat 4 segmen pada
kondisi lurus dan 1 segmen pada kondisi tikungan (Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Lebar Jalan Yang Harus Diperbaiki

Lebar Rencana Lebar Aktual Deviasi Keterangan


No Segmen Jalan
(m) (m) (m) Jalan
1 (0-400) - (0-300) 24 18 -6 Lurus
2 (0-300) - (0-200) 24 20 -4 Lurus
3 (0-200) - (0-100) 28 18 -10 Tikungan
4 (0-100) - (0+000) 24 22 -2 Lurus
5 (0+000) - (0+100) 24 22 -2 Lurus

30 Universitas Sriwijaya
31

4.1.2 Superelevasi
Superelevasi bertujuan membantu kendaraan dalam mengatasi gaya
sentrifugal saat tikungan sehingga alat angkut tidak tergelincir. Selain itu
superelevasi berguna agar alat angkut mampu melewati tikungan pada kecepatan
maksimum yang diperbolehkan.
Berdasarkan pengamatan terdapat 1 tikungan dan belum terdapat superelevasi
karena jalan relatif datar. Untuk menghitung besarnya superelevasi standar terlebih
dahulu menghitung besarnya jari-jari tikungan. Besarnya jari-jari aktual pada
tikungan sebesar 63 m dan kecepatan rencana sebesar 40km/jam, sehinga
didapatkan superelevasi standar sesuai dengan jari-jari aktual tikungan yaitu
sebesar 0,034 m/m (34 cm/m) (Lampiran 9).

4.1.3 Kemiringan Jalan (Grade)


Berdasarkan pengamatan dan perhitungan mengenai kemiringan jalan angkut
didapatkan bahwa kemiringan jalan aktual terbesar adalah 7% (Lampiran 7). Grade
jalan angkut tersebut tergolong masih aman menurut standar dari PT Saptaindra
Sejati yang maksimum sebesar 8% dan masih mampu untuk dilalui oleh Komatsu
HD 785-7 karena grade maksimum yang dapat dilalui 13,45% (Lampiran 12).
Grade jalan yang besar akan mempengaruhi kemampuan kendaraan untuk
membawa muatan karena semakin besar grade maka kendaraan akan membutuhkan
rimpull yang semakin besar untuk bisa mengatasi grade resistance sehingga
menggunakan kecepatan yang rendah dan waktu tempuh kendaraan menjadi besar
yang mengakibatkan cycle time menjadi besar dan menurunkan produktivitas serta
meningkatkan konsumsi bahan bakar.

4.1.4 Cross Slope (Kemiringan Melintang Jalan)


Cross Slope adalah sudut yang dibentuk oleh 2 sisi permukaan jalan terhadap
bidang horizontal. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa jalan
angkut di PT Saptaindra Sejati masih belum memiliki cross slope yang standar
karena beda tinggi antara bagian tengah jalan dan samping jalan sangat kecil atau
relatif datar sehingga harus dibuat beda tinggi yang sesuai agar menghasilkan cross
slope sesuai standar. Jalan angkut yang baik memiliki cross slope sebesar 40 mm/m.

Universitas Sriwijaya
32

Berdasarkan perhitungan lebar jalan rata-rata aktual dan lebar jalan yang harus
dibuat pada kondisi lurus adalah 21,8 m dan 24 m sehingga beda tingi yang harus
dibuat masing-masing sebesar 0,436 m (43,6 cm) dan 0,48 m (48 cm) antara bagian
tengah jalan dengan badan kiri dan kanan jalan (Lampiran 11). Apabila jalan angkut
dibuat cross slope sesuai standar maka dapat memperlancar penirisan air pada
permukaan jalan angkut apabila turun hujan, air hujan yang ada pada permukaan
jalan angkut akan mengalir ke tepi jalan sehingga air tidak menggenang ke
permukaan jalan angkut. Jika tidak membuat cross slope maka dapat menyebabkan
mudahnya terjadinya kerusakaan jalan akibat genangan air.

4.2 Produktivitas
Produktivitas alat angkut aktual sebesar 152,20 bcm/jam dengan total cycle
time sebesar 863,21 detik (Lampiran 26) sedangkan setelah dianalisis secara teroitis
produktivitas dump truck sebelum adanya perbaikan sebesar 153,34 bcm/jam
dengan total cycle time sebesar 856,78 detik (Lampiran 26). Untuk perhitungan
tersebut pada kondisi dimana belum adanya perbaikan pada geometri jalan baik
pada lebar jalan lurus, lebar jalan tikungan, superelevasi, kemiringan jalan, cross
slope, dan juga perkerasan jalan pada segmen jalan yang tergolong daya dukung
tanah rendah sehingga terdapat banyak undulating dan lubang-lubang amblasan
yang menghambat laju kecepatan alat angkut. Namun apabila dilakukan perbaikan
terhadap geometri jalan, maka dapat meningkatkan kecepatan alat angkut sehingga
meningkatkan produktivitas sebesar 157,68 bcm/jam dengan total cycle time
sebesar 833,22 detik. Adapun perbandingan antara produksi dump truck pada
kondisi aktual , teoritis sebelum dan setelah perbaikan terdapat pada (Tabel 4.2).

Tabel 4.2 Perbandingan Produksi Dump Truck

Cycle Time Produktivitas


Kondisi
(detik) (bcm/jam)
Aktual 863,21 152,20

Teoritis Sebelum Perbaikan 856,78 153,34


Teoritis Setelah Perbaikan 833,22 157,68

Universitas Sriwijaya
33

4.3 Konsumsi Bahan Bakar


Konsumsi bahan bakar alat angkut dapat dihitung berdasarkan load factor
yang didapat dari perbandingan antara rimpull yang terpakai dengan rimpull
maksimal yang tersedia pada alat. Untuk load factor terbagi menjadi 2 bagian yaitu
load factor pada kondisi bermuatan dan load factor pada kondisi kosong. Hal ini
disebabkan karena perbedaan tenaga kuda (Horse Power (HP)) pada kondisi
bermuatan yang sebesar 1200 HP dan pada kondisi kosong sebesar 936 HP
(Lampiran 5) sehingga diperoleh load factor untuk bermuatan dengan kondisi
aktual, teoritis sebelum perbaikan dan setelah perbaikan masing-masing sebesar
0,462; 0,485; dan 0,388 (Lampiran 28). Sedangkan untuk load factor kosong pada
kondisi aktual, teoritis sebelum perbaikan dan setelah perbaikan masing-masing
sebesar 0,309; 0,272; dan 0,261 (Lampiran 29). Adapun perbandingan antara load
factor pada kondisi aktual , teoritis sebelum dan setelah perbaikan dapat dilihat pada
(Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perbandingan Load Factor

Load Factor
Kondisi
Bermuatan Kosong
Aktual 0,462 0,309
Teoritis Sebelum perbaikan 0,485 0,272
Teoritis Setelah perbaikan 0,388 0,261

Setelah diperoleh load factor maka dapat diketahui konsumsi bahan bakar
berdasarkan perhitungan pemakaian rimpull rata-rata yang kemudian disesuaikan
dengan waktu kerja, sehingga diperoleh perbandingan konsumsi bahan bakar alat
angkut sebagai berikut (Tabel 4.4)

Tabel 4.4. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Perbandingan Load Factor

Konsumsi Bahan Bakar


Kondisi
(liter/jam)
Aktual 71,96
Teoritis Sebelum Perbaikan 71,80
Teoritis Setelah Perbaikan 58,75

Universitas Sriwijaya
34

4.4 Rasio Bahan Bakar


Rasio bahan bakar merupakan perbandingan antara konsumsi bahan bakar
dan produktivitas, sehingga dapat diketahui berapa liter yang diperlukan untuk
mencapai produktivitas 1 bcm/jam dari alat angkut .Untuk perbandingan rasio
bahan bakar dapat dilihat pada (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Perbandingan Produktivitas, Konsumsi dan Rasio Bahan Bakar

Produktivitas Konsumsi Bahan Bakar Rasio Bahan Bakar


Kondisi
(bcm/jam) (liter/jam) (liter/bcm)
Aktual 152,201 71,961 0,473
Teoritis Sebelum Perbaikan 153,343 71,805 0,468
Teoritis Setelah Perbaikan 157,679 58,745 0,373

4.5 Perkerasan Jalan


Perbaikan geometri jalan dan juga perkerasan jalan pada tiap segmen jalan
sangat perlu dilakukan untuk mencapai produktivitas, match factor, konsumsi
bahan bakar serta rasio bahan bakar pada kondisi setelah perbaikan. Hal ini perlu
diketahui berapakah besar dari daya dukung tanah serta beban pada permukaan
jalan dari alat angkut. Pengamatan daya dukung tanah dilakukan pengujian DCP
tiap segmen jalan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu jalur bermuatan, jalur tengah,
dan jalur kosong (Lampiran 19) sedangkan untuk beban pada permukaan jalan yang
terbesar didapatkan sebesar 99,09 PSI atau sebesar 6,97 Kg/cm2 dari beban ban
belakang pada kondisi bermuatan (Lampiran 20), sehingga dilakukan perbandingan
apabila daya dukung tanah lebih kecil dari beban pada permukaan jalan maka dapat
menyebabkan terjadinya amblasan pada jalan, namun apabila daya dukung tanah
lebih besar dari beban pada permukaan jalan maka segmen jalan tersebut mampu
untuk mengatasi beban yang menekan pada permukaan tanah. Perbandingan beban
pada permukaan jalan dapat dilihat pada (Lampiran 21) sehingga dapat diketahui
loaksi dimana saja segmen yang diperlukan untuk dilakukan perkerasan jalan.
Pengujian terhadap material yang akan digali oleh excavator untuk
didapatkan rekomendasi material yang berfungsi untuk perkerasan jalan dengan
menggunakan pengujian DCP. Berdasarkan hasil pengujian pada (Lampiran 22)

Universitas Sriwijaya
35

dapat diketahui bahwa material dari Pit KB2 di jalur selatan memiliki kekerasan
yang tinggi sehingga direkomendasikan untuk material perkerasan jalan.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai