Anda di halaman 1dari 24

LECTURE NOTES

0184F
AUDIT ATAS KECURANGAN

Week 10
Resolution of Fraud

0184F - Audit Atas Kecurangan


LEARNING OUTCOMES
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa dapat:

1. Memahami sistem hukum di Indonesia;


2. Memahami perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum acara perdata;
3. Perbedaan antara hukum pidana dan perdata
4. Memahami bagaimana penyelesaian kecurangan secara hukum di Indonesia.

OUTLINE MATERI (Sub-Topic)

1. Penyelesaian hukum kasus fraud

2. Sistem penegakan hukum dan pengadilan

3. Garis besar proses penyidikan tindak kriminal

4. Menjadi saksi ahli

0184F - Audit Atas Kecurangan


ISI MATERI

1. Penyelesaian Hukum Kasus Fraud

HUKUM ACARA PIDANA


Substansi mengenai perbuatan melawan hukum atau perbuatan hukum dengan hukuman atau
sanksinya, masing-masing diatur dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Dalam bahasa
hukum, substansi ini disebut hukum materiel. Sementara itu, hukum acaranya (Pidana atau
Perdata) mengatur bagaimana beracara atau berproses di pengadilan. Dalam beracara ini, ada
aturan-aturan yang harus dipenuhi. Aturan-aturan ini yang dikenal sebagai hukum acara
untuk orang awam.
Pakar hukum acara pidana Indonesia sering mengutip pendapat J.M. van Bemmelen, seorang
pakar hukum Belanda, memberi definisi tentang hukum acara pidana sebagai berikut. “Ilmu
hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara karena
pelanggaran undang-undang pidana berikut.
1. Negara menyidik kebenaran melalui alat-alatnya.
2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.
3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat; kalau perlu,
menahannya.
4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada
penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke
depan hakim tersebut.
5. Hakim member keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan
kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.
6. Upaya hukum melawan keputusan tersebut.
7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.” Berikut
ini dibahas konsep-konsep penting dalam yang diambil dari sumber utamanya, yaitu
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (disingkat KUHP).

0184F - Audit Atas Kecurangan


2. Sistem Penegakan Hukum dan Peradilan

TUJUAN HUKUM ACARA PIDANA


Tujuan dari hukum acara pidana adalan mencari dan mendapat atau setidak-tidaknya
mendekati kebenaran materiil ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan mencari pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah
terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.

ASAS YANG MENGATUR PERLINDUNGAN


Undang-undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas bahwa Negara Indonesia berdasarkan
atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Jelaslah
bahwa penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia serta hak dan
kewajiban warga Negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap
warga Negara, setiap penyelenggara Negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga
kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan
adanya hukum acara pidana ini.
Asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang
telah diletakkan di dalam undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 harus ditegakkan dalam dan
dengan undang-undang ini.
Adapun asas tersebut adalah sebagai berikut.
a. Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan
pembedaan perlakuan.
b. Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya
dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.

0184F - Audit Atas Kecurangan


c. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/ atau dihadapkan di
muka sidang Pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
Pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
d. Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut, ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang dan/atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat
penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena
kelalainnya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidanan,
dan/atau dikenakan hukum administrasi.
e. Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta
bebas, jujur, dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh
tingkat peradilan.
f. Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberikan kesempatan memperoleh
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan pembelaan atas
dirinya.
g. Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan
selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum yang didakwakan kepadanya, juga
wajib diberi tahu haknya itu, termasuk hak untuk menghubungi dan minta bantuan
Penasihat Hukum.
h. Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
i. Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali dalam hal yang
diatur dalam undang-undang.
j. Pengawasan pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA


Sebagian dari asas-asas hukum acara pidana yang dibahas dibawah tercakup dalam asas-asas
yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusi yang dibahas
diatas. Ini tidaklah mengherankan karena asas-asas perlindungan adalah bagian dari asas-asas
hukum acara pidana.
Berikut asas-asas hukum acara pidana yang secara universal diteriam, tetapi tidak selamanya
diterpan secara konsisten di beberapa Negara.

0184F - Audit Atas Kecurangan


1. Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
2. Praduga tak bersalah.
3. Asas oportunitas.
4. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
5. Semua orang deperlakukan sama di depan hakim.
6. Peradilan dilakukan oleh hakim Karena jabatannya dan tetap.
7. Tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
8. Asas akusator.
9. Pemeriksaan hakim langsung dan lisan.
Beberapa asas-asas tersebut akan kita temukan pada Bab 23 ketika membahas asas-asas
hukum acara perdata. Namun, ada juga asas-asas yang berbeda dan khas untuk tiap-tiap
hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Beberapa di antara asas-asas ini akan dibahas
lebih lanjut.
Peradilan yang cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan bukan merupakan hal baru. Asas
ini lahir bersama KUHAP. Merujuk pada system peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam
KUHAP memakai istilah “segera”.
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) disebut dalam Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam
penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi:”Setiap orang yang disangka, ditangkap,
ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
Ada dua asas yang berkenaan dengan hak penuntutan, yaitu asal legalitas (het legaliteits
beginsel) dan asas oportunitas (het opportuniteits beginsel). Dalam asas legalitas, penuntut
umum wajib menuntut suatu delik. Ini misalnya dianut di Jerman (Strafprzesordnung Pasal
152 ayat 2). KUHAP menganut asas oportunitas.
A.Z. Abidin Farid menulis tentang asas oportunitas:4” Asas hukum yang memberikan
wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa
syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”

0184F - Audit Atas Kecurangan


Pasal 32C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan menegaskan dianutnya
asas oportunitas. Pasal ini berbunyi sebagai berikut:”Jaksa Agung dapat menyampaikan suatu
perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Asas mengenai Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum dapat dilihat dalam Pasal 153
ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut.
Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dengan menyatakan
terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-
anak. [ayat (3)]
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan
demi hukum. [ayat (4)]
Asas Semua Orang Diperlakukan sama di Depan Hukum dengan tegas tercantum dalam
Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan KUHAP dalam
penjelasan umum butir 3a. Undang-Undang Pokok kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1)
berbunyi:”Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”

Persatuan Jaksa (Persaja) menggunakan ungkapan dalam bahasa Sanksekertanya: “tan hana
dharma manrua” sebagai mottonya.
Asas Peradilan Dilakukanya oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap berarti pengambilan
keputusan mengenai salah tidaknya terdawa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan
bersifat tetap. Untuk jabatan ini,hakim-hakim yang tetap diangkat oleh kepala Negara. Ini
disebut dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 31. Dalam system lain,
system juri yang menetukan salah tidaknya terdakwa ialah suat dewan yang mewakili
golongan-golongan dalam masyarakat. Mereka umumnya awam tentang ilmu hukum.
Asas Tersangka/Terdakwa berhak Mendapat Bantuan Hukum terlihat dalam Pasal 69 sampai
Pasal 74 KUHAP.
1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.
2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat
pemeriksaan pada setiap waktu.
4. Pembicaraan antara penasihat hukum dengan tersangka tidak didengar oleh penyidik
dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut keamanan Negara.

0184F - Audit Atas Kecurangan


5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau pensihat hukum guna
kepentingan pembelaan.
6. Penasihat hukum berhak mengirin dan menerima surat dari tersangka/ terdakwa.
Kebebasan member dan mendapatkan nasihat hukum menunjukkan bahwa KUHAP
menganut Asas Akusator (Accusatoir). Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan
dan pemeriksaan sidang pengadilan pada dasarnya dihilangkan.
HIR masih menganut Asas Inkisator (Inquisitoir). Dalam asas ini, tersangka dipandang
sebagai objek pemeriksaan. Asas inkisator didasarkan atas pandangn bahwa pengakuan
tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan, pemeriksa selalu berusaha
mendapatkan pengakuan dari tersangka. Untuk mencapai maksud tersebut, pemeriksa
terkadang melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, asas inkisator
ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem
pembuktian yang alat-alat bukti berupa pangakuan diganti dengan “keterangan terdakwa”,
begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.
Asas Pemeriksaan hakim yang langsung berbeda dengan acara perdata di mana tergugat dapat
diwakili oleh kuasanya. Dalam hukum acara pidana, pemeriksaan di sidang pengadilan
dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.
Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan
terdakwa.

3. Garis Besar Proses Penyidikan Tindak Kriminal

PENYELIDIK, PENYIDIK, DAN TUGAS MEREKA


KUHAP menjelaskan makna Penyelidik dan Penyidik, serta tugas mereka masing-masing
(Penyelidikan dan Penyidikan) sebagai berikut. Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penyelidikan.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut acara yang diatur dalam undang-undang ini.

0184F - Audit Atas Kecurangan


Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Penyelidikan dan Penyidikan diatur dalam KUHAP Bab XIV, Pasal 102 sampai 105
(Penyelidikan) dan Pasal 106 sampai 136 (Penyidikan).

JAKSA, PENUNTUT UMUM, DAN PENUNTUTAN


Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai
Penuntut Umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim Penuntutan adalah tindakan
Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang
dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang ini dengan permintaan supaya
diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan. Penuntutan diatur dalam KUHAP
Bab XV, Pasal 137 sampai144.

TERSANGKA, TERDAKWA, DAN TERPIDANA


Orang awam cenderung menamakan “orang bersalah” dengan sebutan tersangka, terdakwa,
atau terpidana tanpa membuat pembedaan. Seperti halnya dengan istilah Penyelidik dan
Penyidik, KUHAP memberikan makna yang spesifik.
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang Pengadilan.
Terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Hak-hak tersangka dan terdakwa diatur dalam KUHAP Bab VI Pasal 50 sampai 68, dan
mengenai Bantuan Hukum dalam Bab VII Pasal 69 sampai 74.

0184F - Audit Atas Kecurangan


PENYITAAN DAN PENGGELEDAHAN
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih atau menyimpan di
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Penggeledahan
rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tertutup lainnya
untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan/atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
dan/atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau
dibawanya serta, untuk disita.

PENANGKAPAN DAN PENAHANAN


Penangkapan adalah suatu tindakan penydik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.
Penahanan penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
Penuntut Umum atau Hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.

MENGADILI, PRA-PERADILAN, DAN PUTUSAN PENGADILAN


Mengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus
perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang Pengadilan dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Pra-peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan tersangka
atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain
atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.

0184F - Audit Atas Kecurangan


4. Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
Pengadilan terbaik yang dapat berupa pemidanaan, bebas, atau lepas dari segala
tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

SURAT DAKWAAN
Surat dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan itulah
pemeriksaan persidangan dilakukan. Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas-
batas dakwaan.
Berikut syarat-syarat surat dakwaan yang diatur dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP. Surat
dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.
Apabila surat dakwaan tidak memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka surat
dakwaan tersebut batal demi hukum (Pasal 143 ayat 3 KUHAP).

Perubahan Surat Dakwaan


Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum pengadilan menetapkan hari sidang,
baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk melakukan penuntutannya dan
pengubahan ini hanya dapat dilakukan satu kali selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum
hari sidang dimulai dan penuntut umum wajib menyampaikan turunannya tersebut kepada
tersangka atau pensihat hukumnya (pasal 144 KUHAP).
Suatu surat dakwaan dapat diubah baik atas inisiatif penuntut umum sendiri maupun
merupakan saran hakim.

Bentuk Dakwaan
Dakwaan dapat disusun secara tunggal, kumulatif, alternative, atau subsidair.

0184F - Audit Atas Kecurangan


RUANG SIDANG
KUHAP Pasal 230 mengatur tentang di mana sidang pengadilan diselenggarakan, pakaian
sidang dan atribut dalam ruang sidang, tempat duduk dan lain-lain dalam ruang sidang, dan
persyaratan-persyaratan kalau sidang dilangsungak di luar gedung. Khusus mengenai
Ketentuan dalam ruang sidang, Pasal 230 angka (3) mengatur:
Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan berikut:
a. Tempat meja dan kursi Hakim terletak lebih tinggi dari tempat Penuntut Umum,
terdakwa, Penasihat Hukum, dan pengunjung;
b. Tempat Penitera terletak di belakang sisi kanan tempat Hakim Ketua Sidang;
c. Tempat Penuntut Umum terletak di sisi kanan depan tempat Hakim;
d. Tempat terdakwa dan Penasihat Hukum terletak di sisi kiri depan dari tempat Hakim
dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat Penasihat Hukum;
e. Tempat kursi pemeriksaan terdakwadan saksi terletak di depan tempat Hakim;
f. Tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi pemeriksaan;
g. Tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
h. Bendera Nasional di tempat di sebelah kanan meja Hakim dan panji Pengayoman
ditempatkan di sebelah kiri meja Hakim, sedangkan lambang Negara ditempatkan
pada dinding bagian atas di belakang meja Hakim;
i. Tempat rohaniawan terletak di sebelah kiri tempat Panitera;
j. Tempat sebagaiman di maksud huruf a sampai huruf i di beri tanda pengenal;
k. Tempat petugas keamanan di bagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan di
tempat lain yang dianggap perlu.

BUKTI, BARANG BUKTI, DAN ALAT BUKTI


KUHAP mengenal istilah “bukti”,”barang bukti”, dan “alat bukti” masing-masing dengan
pengertian berikut.

Bukti
KUHAP sendiri tidak menjelaskan arti dari istilah “bukti” yang digunakannya. Karena itu,
kita harus menggunakan interprestasi bahasa, misalnya dengan merujuk kepada kamus
bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan dua arti dari “bukti”,
yaitu:8”1.

0184F - Audit Atas Kecurangan


Sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa;keterangan nyata; 2. Hal yang menjadi
tanda perbuatan jahat.”
Tindakan penyidik yang berupaya menunjukkan kebenaran suatu hal atau peristiwa
merupakan pengumpulan bukti. Tindakan ini bisa berupa:
1. Membuat Berita Acara Pemeriksaan Saksi, Berita Acara Pemeriksaan Tersangka, dan
Berita Acara Pemeriksaan Ahli;
2. Memperoleh laporan Ahli;
3. Menyita Surat dan Barang Bukti.

Menurut KUHAP, Berita Acara Pemeriksaan (Saksi, Tersangka, Ahli), Laporan Ahli, Bukti
Surat, dan Barang Bukti yang diupayakan dengan cara-cara di atas merupakan bukti. Dengan
bukti-bukti ini, penyidik menentukan ada tidaknya tindak pidana, jenis tindak pidana, dan
pelakunya.
Dalam hal tidak terdapat cukup bukti, penyidik menghentikan penyidikan. Apa pengertian
dari bukti yang cukup? Ada kecukupan bukti apabila ada sekurang-kurangnya dua bukti yang
saling bersesuaian, dan dari persesuaian itu diyakini telah terjadi tindak pidana dan siapa
tersangkanya.
Proses serupa dilanjutkan oleh penuntut umum setelah penyidik menyerahkan berkas perkara
(hasil penyidikan) kepadanya. Setelah menerima atau menerima kembali hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidik, penuntut umum akan menentukan apakah berkas perkara itu
sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke Pengadilan.
Kalau penuntut umum berpendapat bahwa berkas perkara hasil penyidikan tidak cukup bukti,
maka ia menghentikan penuntutan dalam bentuk surat ketetapan.

Barang Bukti
Barang bukti adalah benda yang bergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun
tidak berwujud yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang terjadi. Agar dapat
dijadikan bukti, benda itu harus disita terlebih dahulu oleh penyidik dengan surat izin Ketua
Pengadilan Negeri di dalam daerah hukumnya di mana benda itu berada.
Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik KPK tidak memerlukan izin Ketua Pengadilan
Negeri setempat.
Benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda-benda yang:

0184F - Audit Atas Kecurangan


a. Seluruh atau sebagian diduga diperoleh merupakan hasil dari tindak pidana,
b. Digunakan sefara langsung untuk melakukan atau mempersiapkan tindak pidana,
c. Digunakan untuk menghalangi-halangi penyidikan tindak pidana,
d. Khusus dibuat atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana.

Alat Bukti
Sebagaimana halnya dengan istilah “Bukti”, KUHAP juga tidak menjelaskan makna dari
istilah “Alat Bukti”. Namun, Pasal 183 KUHAP dapat membantu kita menemukan
maknanya. Pasal ini berbunyi:
Rumusan pasal ini menegaskan tiga hal berikut.
1. Alat bukti diperoleh dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan. Ini berbeda dengan
bukti-bukti yang dikumpulkan oleh penyidik dan yang diteliti kembali oleh penuntut
umum, seperti dijelaskan diatas.
2. Hakim mengambil putusan berdasarkan keyakinannya mengenai tindak pidana itu
(bahwa ia memang terjadi) dan mengenai pelaku (bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya). Butir ini menekankan pentingnya integritas hakim. Tanpa ini, Hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. sekelompok orang yang bersekongkol bisa mengorbankan orang lain
yang sebenarnya “kambing hitam”.
3. Keyakinan hakim diperoleh dari sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ini
mengandung makna bahwa hakim tidak semena-mena menjatuhkan keputusan. Pasal
184 KUHAP memerinci jenis-jenis alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Kalau kita cermati jenis-
jenis alat bukti yang sah dan kita perhatikan urutan waktu (kronologi) proses
pengadilan, kita akan melihat bahwa bukti yang dikumpulkan penyidik diuji dalam l
proses pengadilan, kemudian bukti-bukti tersebut baru menjadi alat bukti yang sah.

NILAI PEMBUKTIAN DARI ALAT BUKTI


Berapa besar nilai pembuktian dari tiap-tiap alat bukti yang disebutkan di atas? Pertanyaan
ini dapat dirumuskan dengan istilah auditing (lihat Bab 12): berapa besar kadar atau

0184F - Audit Atas Kecurangan


kandungan evidential matter dalam kelima jenis alat bukti? Hal ini akan dibahas di bawah.
Keterangan Saksi merupakan alat bukti yang sah apabila saksi memberikan keterangan di
sidang pengadilan di bawah sumpah/janji tentang apa yang dilihatnya sendiri,
didengarkannya sendiri, atau dialaminya sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya
itu. Keterangan saksi yang berasal dari pengetahuan orang lain atau yang didengarnya dari
orang lain (testimonium de auditu) tidak merupakan alat bukti.
Keterangan saksi yang tidak disumpah/berjanji juga bukan merupakan alat bukti. Namun,
keterangan saksi yang tidak disumpah yang bersesuaian dengan keterangan dari saksi yang
disumpah dapat digunakan sebhagai alat bukti petunjuk.
Apabila Saksi tidak hadir untuk memberikan keterangan di sidang, maka keterangannya
dalam Berita Acara Pemeriksaan dibacakan. Keterangan Saksi dalam BAP mempunyai nilai
yang sama dengan keterangan saksi apabila bersesuaian dengan keteangan saksi yang
diberikan di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
Keterangan saksi dalam BAP yang tidak diberikan di bawah sumpah yang dibacakan di
sidang bukan merupakan alat bukti, tetapi dapat dipertimbangkan hakim untuk memperkuat
keyakinannya apabila bersesuaian dengan keterangan saksi atau alat bukti sah yang lain.

4. Menjadi Saksi Ahli

Berikut tiga cara memperoleh alat bukti keterangan ahli yang sah.
1. Ahli memberikan keterangan di depan penyidik yang dituangkan dalam bentuk BAP.
Sebelum memeberikan keterangan, ia wajib bersumpah/berjanji di hadapan penyidik bahwa
ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya. Keterangan
ahli dalam bentuk BAP biasanya merupakan tanggapan atas pertanyaan penyidik. Ahli yang
telah memberikan keterangan atas permintaan penyidik dapat tidak hadir di sidang, cukup
keteangan yang telah diberikan di bawah sumpah dibacakan. Akan tetapi, kalau hakim
mengganggap perlu menjernihkan duduk persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim
ketua sidang dapat meminta agar ahli yang bersangkutan hadir memberikan keterangan di
sidang dan membawa bahan baru yang diperlukan.
2. Ahli memberikan keterangan dalam bentuk laporan yang diminta secara resmi oleh
penyidik, yang disebut laporan ahli yang dibuat dengan mengingat sumpah saat ia menerima

0184F - Audit Atas Kecurangan


jabatan atau pekerjaan. Kemudian, laporan ahli ini disebut juga alat bukti surat sebagaimana
akan dibicarakan di bawah nanti.
3. Ahli memberikan keterangan di sidang pengadilan berdasarkan penetapan hakim dan
keterangannya di catat dalam berita acara sidang oleh panitera. Keterangan tersebut diberikan
setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

Surat
Surat yang mempunyai nilai pembukitan sebagai alat bukti surat harus dibuatkan atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
1. Surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar dilihat atau
dialaminya sendiri disertai alasan tentang keterangannya itu.
Contoh: Akta Notaris, Akta Pejabat PPAT, Berita Acara Lelang Negara, dan lain-lain.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, BAP Saksi (dan juga BAP Tersangka) tidak merupakan
alat bukti surat.
2. Surat yang dibuat menurut peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan peruntukkan bagi pembuktian suatu hal menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan
bagi pembukitan suatu hal atau keadaan. Contoh: SIM,Paspor, KTP,IMB, IJasah, Surat
Perintah Perjalanan Dinas, dan lain-lain.
3. Surat yang dibuat oleh ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
suatu peristiwa atau keadaaan yang diminta secara resmi dari padanya, termasuk laporan ahli.
Contoh: Visum et repertum, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK, laporan audit KAP.

Surat, dokumen, atau berkas-berkas yang tidak termasuk salah satu dari tiga jenis surat di atas
(termasuk Kertas Kerja Audit) tidak merupakan alat bukti surat karena tidak dibuat
berdasarkan sumpah jabatan oleh pejabat atau ahli yang kompeten. Namun, apabila isi surat
dokumen, atau berkas-berkas lainnya ini ada hubungannya atau persesuaiannya dengan alat
bukti sah yang lain, maka ia dapat mempunyai nilai pembuktian segagai alat bukti petunjuk.
Contoh: surat kuitansi, surat perjanjian di bawah tangan, kertas kerja audit,dan lain-lain.

0184F - Audit Atas Kecurangan


MENGAWASI PERADILAN
Korupsi di lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan,
dan sejenisnya) adalah realitas social yang sangat sulit dibuktikan melalui prosedur hukum
pidana.
Bukan saja karena praktik korupsi itu dilakukan oleh orang-orang yang menguasai seluk
beluk peradilan, tetapi juga karena praktik korupsi tersebut terjadi di lembaga peradilan itu
sendiri.
Praktik korupsi ini menjadi semakin tidak terkontrol ketika pengawasan yang ada di setiap
lembaga tidak berfungsi dengan baik, sedangkan pengawasan oleh masyarakat selama ini
belum berjalan maksimal. Bagi masyarakat awam, menjalankan fungsi kontrol terhadap
lembaga perasilan bukanlah hal mudak, terutama dalam melakukan penilaian atas putusan
yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan.
Dari sudut pandang inilah, upaya untuk mengembangkan kegiatan pengujian terhadap
putusan peradilan (eksaminasi) menjadi sangat strategis. Eksaminasi melibatkan masyarak
secara aktif dalam mengawai proses peradilan.

Lembaga Pemasyarakatan
1. Pungutan bagi pengunjung
2. Uang cuti
3. Menggunakan orang lain yang identitasnya disesuaikan dengan identitas terpidana
4. Perlakuan istimewa

Eksaminasi
Istilah eksaminasi berasal dari bahasa inggris, examination. Dalam konteks produk peradilan
(dakwaan, putusan pengadilan, dan lain-lain ), eksaminasi berari melakukan pengujian atau
pemeriksaan terhadap produk-produk peradilan.
Tujuan eksaminasi publik secara umum adalah mengawasi produk peradilan yang
dikeluarkan oleh aparat peradilan. Asumsinya ialah banyak produk peradilan yang
menyimpang baik secara materiil maupum formil.

0184F - Audit Atas Kecurangan


Meskipun eksaminasi dapat dilakukan terhadap perkara-perkara lain, eksaminasi umumnya
dilakukan dalam perkara pidana, perdata, atau niaga. Suat perkara yang dieksaminasi harus
memenuhi sekurang-kurangnya tiga kriteria berikut.
1. Perkara itu sangat kontroversial dari segi penerapan hukum acara dan/atau hukum
materiilnya. Perkara itu juga kontroversial karena dirasakan bertentangan dengan rasa
keadilan masyarakat.
2. Perkara itu berdampak kuat terhadap masyarakat. Ia menarik perhatian luas dari
masyarakat, berdampak langsung dan tidak langsung, serta merugikan masyarakat. Contoh:
tindak pidana korupsi dan hak asasi manusia (HAM).
3. Ada indikasi proses yang koruptif (mafia peradilan, judicial corruption) sehingga hukum
tidak berjalan atau tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Sebagai bentuk pengawasan
publik, majelis eksaminasi dapat dibentuk oleh masyarakat. Selama ini, kegiatan eksminasi
publik biasanya dilakukan oleh kelompok masyarakat yang telah teroraganisasi dengan focus
pada pengawasan peradilan.
Namun, tidak tertutup kemungkinan, masyarakat umum membentuk majeli eksaminasi untuk
perkara tertentu.
Kelompok strategis yang dapat melakukan eksaminasi secara intens ialah perguruan tinggi.
Sehari-harinya, Fakultas Hukum bergelut dengan analisis perkara dan mempelajari masalah
hukum secara intens.
Majelis Eksaminasi atau Majelis Eksaminasi Publik seyogianya terdiri atas orang-orang yang
mempunyai kreadibilitas dan kompeten untuk menguji suatu produk hukum, seperti dakwaan
jaksa atau putusan hakim. Mereka bisa berasal dari akademis, pensiunan hakim atau jaksa,
praktisi hukum yang tidak menangani perkara tersebut, serta LSM yang bergerak dalam
bidang pengawasan atau pemantauan terhadap peradilan.

Anggota Majelis Eksaminasi harus memiliki keahlian hukum atau keahlian lainnya yang
terkai dengan perkara yang akan dieksamniasi. Mereka tidak mempunyai benturan
kepentingan dalam perkara yang dieksaminasi, tidak aktif lagi di lembaga peradilan (bagi
hakim, jaksa, atau polis), memiliki integritas, serta memiliki komitmen terhadap pembaruan
dan penegakan hukum.

0184F - Audit Atas Kecurangan


HUKUM ACARA PERDATA
Secara umum asas-asas Hukum Acara Perdata adalah sebagai berikut:
1. Sederhana, cepat dan murah. Ini jelas merupakan sesuatu yang sangat didambakan.
2. Praduga tidak bersalah;
3. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum;
4. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim;
5. Hakim bersifat pasif. Pihak-pihak yang berperkaralah yang menentukan lingkup
(luas/sempitnya) pokok sengketa. Hakim hanya membantu mereka mencari keadilan.
6. Hakim dilarang menjatuhkan putusan atau perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih dari yang dituntut;
7. Hakim mencari kebenaran formeel. Ini yang membedakannya dengan kebenaran
dalam Hukum Acara Pidana di mana hakim diharapkan mencari kebenaran yang
hakiki, dalam ungkapan bahasa Inggris, the truth, the whole truth and the nothing but
truth.

PENGGUGAT, TERGUGAT DAN KUASA/WAKIL


Dalam hukum acara perdata, pihak-pihak yang beracara terdiri dari:
1. Pengugat, pihak yang merasa haknya dilanggar (oleh tergugat);
2. Tergugat, pihak yang digugat (oleh penggugat) karena dianggap melanggar hak
seseorang (penggugat);
3. Kuasa/wakil adalah seorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh (atau
berdasarkan) undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.

SURAT GUGATAN
Gugatan diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh Pengugat atua kuasanya yang
sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, di mana selanjutnya surat gugatan
tersebut diberi nomor dan didaftarkan dalam buku Register setelah Penggugat membayar
panjar biaya perkara yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri.

ALAT BUKTI
Alat bukti dalam hukum acara perdata terdiri atas bukti dengan surat, bukti dengan saksi,
pengakuan, persangkaan, dan sumpah. Secara singkat, alat-alat bukti ini dibahas di bawah ini:

0184F - Audit Atas Kecurangan


Surat
Dalam perkara perdata, bukti ini merupakan bukti utama karena orang dalam lalu lintas
keperdataan sering kali sengaja menyediakan suatu bukti yang dapat diapakai kalau timbul
suatu perselisihan dan bukti yang disediakan dadi lazimnya berupa tulisan.
Di antara surat-surat atau tulisan-tulisan, akta otentik merupakan suatu bukti yang
mempunyai suatu kekuatan pembuktian istimewa.
Akta otentik ialah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,
dibuat oleh atau dihadapan seorang pegawai umum yang berwenang untuk itu di tempat akta
itu dibuat. Akta-akta lain yang bukan akta otentik dinamakan akta di bawah tangan.
Pegawai umum ialah notaris atau Hakim, juru sita pada suatu Pengadilan atau Pegawai
Catatan Sipil.

Saksi
Kalau bukti surat tidak ada, maka dalam perkara perdata diusahakan mendapatkan saksi-saksi
yang dapat membenarkan atau menguatkan dalil-dalil yang diajukan di muka sidang Hakim.
Kriteria saksi adalah yang melihat sendiri, atau mengalami sendiri. Memberikan kesaksian
mengenai apa yang disampaikan oleh orang lain tidak dianggap sebagai kesaksian
(testomonium de auditu).
Seorang saksi tidak boleh memberikan keterangan-keterangan yang berupa kesimpulan-
kesimpulan. Menarik kesimpulan-kesimpulan adalah wewenang Hakim.

Pengakuan
Apabila dalil-dalil yang dikemukakan suatu pihak diakui oleh pihak lawan, maka pihak yang
mengemukan dalil-dalil itu tidak perlu membuktikannya. Pembuktian hanya perlu diadakan
terhadap dalil-dalil yang dibantah atau disangkal.

Persangkaan
Persangkaan ialah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang dianggap terbukti
kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Untuk suatu peristiwa yang harus dibuktikan
sangat sulit mendapatkan saksi-saksi yang melihat atau mengalami sendiri sehingga
pembuktian dapat diusahakan dengan persangkaan-persangkaan. Yang menarik kesimpulan
adalah Hakim atau undang-undang.

0184F - Audit Atas Kecurangan


Sumpah
Dalam perkara, sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak merupakan alat pembuktian yang
sah. Dalam perkara pedata ada dua macam sumpah yang diangkat oleh salah satu pihak di
muka Hakim.

BENTUK-BENTUK PUTUSAN HAKIM


Ada 2 bentuk putusan hakim, yaitu putusan verstek dan putusan serta-merta.
Perkara akan diputus verstek jika Tergugat atau para Tergugat tidak datang pada hari sidang
pertama dan kedua meskipun telah dipanggil dengan patut. Tergugat juga tidak mengirimkan
kuasanya yang sah, sedangkan Pengugat atau para Penggugat selalu datang. Putusan serta-
merta diberikan apabila:
1. Surat bukti untuk membuktikan dalil gugatan adalah akta otentik atau akta di bawah
tangan yang diakui isi dan tanda-tangannya oleh Tergugat;
2. Putusan didasarkan atas suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap;
3. Gugatan provisional dikabulkan;
4. Objek gugatan adalah barang milik Pengugat yang dikuasai Tergugat.

ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA


Gambaran umum mengenai prosedur penyelesaian sengketa menurut H. Priyatna
Abdurrasyid adalah sebagai berikut:
1. Negosiasi
Merupakan suatu cara di mana individu saling berkomunikasi untuk mengatur hubungan
mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-harinya. Proses untuk memenuhi kebutuhan kita
ketika ada pihak lain yang menguasai keinginan kita.

2. Keputusan terhadap sengketa


Proses penyelesaian sengketa di mana satu pihak netral dan independen diberi dan
melaksanakan wewenang yang diperolehnya untuk medengarkan masalah-masalah yang
diajukan oleh pihak bersengketa, kemudian memberikan keputusan yang final dan mengikat.
Usaha ini dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut:
a. Litigasi;
b. Arbitrase;

0184F - Audit Atas Kecurangan


c. Pengadilan administrasi
d. Keputusan ahli di mana para pihak mengangkat seorang ahli untuk meneliti masalah
yang mereka hadapi dan membutuhkan pendapat seorang ahli khusus.
e. Keputusan pribadi, di mana Pengadilan menyerahkan penyelesaian suatu sengketa
kepada Dewan atau Komisi yang dibentuk oleh para pihak untuk memutuskan
sebagian atau keseluruhan masalah yang mereka hadapi.

3. Mediasi atau Perdamaian


Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian sengketa di mana para pihak yang berselisih
memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen untuk bertindak sebagai mediator
(penengah), tetap tidak diberi wewenang untuk mengambil keputusan yang mengikat.
Perdamaian merupakan istilah yang terkadang dipakai secara bergantian dengan mediasi, dan
terkadang dipakai untuk membedakan salah satu proses (sering kali mediasi) yang melibatkan
peran mediator yang aktif. Sementara itu perdamaian melibatkan sistem mediasi yang
membantu walaupun perbedaan di dalam praktiknya tidak tampak secara nyata.

4. Proses silang merupakan kombinasi dari unsure-unsur yang ada dalam litigasi, arbitrase
dan mediasi di mana pihak-pihak yang bersengketa menyepakati prosedur penyelesaian yang
akan ditempuh.

0184F - Audit Atas Kecurangan


SIMPULAN

Penyelesaian kasus fraud adalah melalui proses peradilan secara hukum. Hukum dibagi
menjadi dua, yaitu hukum pidana dan hukum perdata.

Hukum pidana dilakukan ketika seorang pelaku fraud melanggar hukum yang berlaku di
negara tersebut, hukum pidana dapat berbentuk delik umum dan delik aduan, dalam delik
aduan ketika pihak pelapor dan terlapor berdamai maka kasus selesai.contohnya adalah
penghinaan, pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan sejenisnya.

Tetapi kasus seperti korupsi, pencurian, penggelapan, termasuk kedalam delik umum,
meskipun pelaku fraud telah mengakui perbuatan dan meminta maaf, tetapi proses hukum
tetap dilanjutkan

Sedangkan kasus perdata lebih kepada persengketaan atau perselisihan antara dua atau lebih
pihak. Contohnya: utang-piutang, jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya. Biasanya terjadi
karean salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati terhadap pihak
lainnya, disebut dengan wanprestasi.

0184F - Audit Atas Kecurangan


DAFTAR PUSTAKA
1. Abdurrasyid, H.P, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar
2. Albrecht C.O Albrecht and M.F. Zimbelman. 2015. Fraud Examination. South Western Cengage Learning. USA.
ISBN:978-1-305-07914-4

3. Tuanakotta, T.M, (2010), Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2, Penerbit
Salemba 4.

0184F - Audit Atas Kecurangan

Anda mungkin juga menyukai