oleh :
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktunya dengan judul “ Laporan Touring
Ruang ICU di Semarang Medical Canter Rs.Telogorejo Semarang”. Adapun tujuan penulis
menulis makalah touring ini sebagai panduan bagi mahasiswa keperawatan dalam membantu
menjelaskan dan memberitahu yang kiranya bermanfaat untuk pembaca. Makalah ini dibuat
dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan berbagai pihak untuk membantu
menyelesaikan tantangan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini
oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta keritik yang dapat
membangun penulisan. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurna makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
Penulis
Wahyuni Haryono
NIM.1.15.123
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Definisi
Intensiv Care Unit (ICU) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori
pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat (Depkes RI 2012).
Pelayanan kesehatan kritis diberikan kepada pasien yang sedang mengalami keadaan
penyakit yang kritis selama masa kedaruratan medis dan masa krisis. Pelayanan
intensif adalah pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang mengalami keadaan
yang mengancam jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang komprehensif dan
pemantauan terus-menerus. Pelayanan kritis atau intensif biasanya dilakukan pada
Intensive Care Unit atau ICU, untuk anak-anak biasanya disebut Paediatric Intensive
Care Unit atau PICU (Murti, 2009).
Kriteria pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien sakit kritis dengan ketidak
stabilan atau kegagalan sistem organ yang memerlukn bantuan alat teknologi canggih
ICU, seperti : bantuan ventilator, multi kompleks infus, monitoring dan obat-obatan
vasoaktif (Avidan, 2008). Pasien yang berada di ICU membutuhkan bantuan alat
ventilator karena pasien dalam kondisi kritis dan mengalami kegagalan pada sistem
pernafasan yang meliputi gangguan mekanisme pertukaran gas di dalam paru-paru
(Mackenzie, 2008).
Ventilator mekanik merupakan salah satu alat yang berada di ruang ICU. Alat ini
digunakan untuk membantu fungsi pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk
pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia berat dan gagal napas. Ventilator mekanik
merupakan salah satu aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien
yang kritis di Intensive Care Unit (ICU), dengan penggunaan di Amerika Serikat
mencapai 1,5 juta per tahun (Nasution, 2010, hlm.39).
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, maka penulis tertarik untuk membuata laporan
touring ICU khususnya mengenai ventilator mekanaik di SMC RS Telogorejo Semarang.
B. RUMUSAN MASALAH
Apa saja yang mampu dipahami dan dipelajari mahasiswa mengenai kegiatan touring
ICU di Semarang Medical Centre Rumah Sakit Telogorejo Semarang ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengobservasi dan memahami tentang kegiatan di ruang ICU
SMC Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang definisi ventilator
mekanik.
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi ventilator mekanik.
c. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan indikasi pemasangan ventilator
mekanik.
d. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sirkuit ventilator mekanik.
e. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian ventilator.
f. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang mode ventilator
mekanik.
g. Mahasiswa mapu memahami dan menjelaskan tentang setting ventilator mekanik
h. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang monitoring ventilator
mekanik.
i. Mahasiswa mampu memahami dan menjelasskan tentang weaning ventilator
mekanik
D. MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan touring ICU ini adalah:
1. Bagi Layanan Keperawatan
Touring ICU ini dapat menambah wawasan dan silaturahmi antara perawat ruang
ICU dan mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan semester VII.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil laporan touring ICU dapat dijadikan sebagai referensi dalam menyusun laporan
tentang kegiatan di ruang ICU dan dapat menambah informasi.
3. Bagi Touring Selanjutnya
Sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan touring ICU yang lebih baik lagi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ICU
Intensiv Care Unit (ICU) adalah bagian dari bangunan rumah sakit dengan kategori
pelayanan kritis, selain instalasi bedah dan instalasi gawat darurat (Depkes RI 2012).
Pelayanan kesehatan kritis diberikan kepada pasien yang sedang mengalami keadaan
penyakit yang kritis selama masa kedaruratan medis dan masa krisis. Pelayanan
intensif adalah pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang mengalami keadaan yang
mengancam jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang komprehensif dan pemantauan
terus-menerus. Pelayanan kritis atau intensif biasanya dilakukan pada Intensive Care
Unit atau ICU, untuk anak-anak biasanya disebut Paediatric Intensive Care Unit atau
PICU (Murti, 2009).
Kriteria pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien sakit kritis dengan ketidak
stabilan atau kegagalan sistem organ yang memerlukn bantuan alat teknologi canggih
ICU, seperti : bantuan ventilator, multi kompleks infus, monitoring dan obat-obatan
vasoaktif (Avidan, 2008). Pasien yang berada di ICU membutuhkan bantuan alat
ventilator karena pasien dalam kondisi kritis dan mengalami kegagalan pada sistem
pernafasan yang meliputi gangguan mekanisme pertukaran gas di dalam paru-paru
(Mackenzie, 2008).
Intesive Care mempunyai 2 fungsi utama: yang pertama adalah untuk melakukan
perawatan pada pasien - pasien gawat darurat dengan potensi “reversible life threatening
organ dysfunction”, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien -
pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan
resiko tinggi untuk fungsi vital.
Beberapa komponen ICU yang spesifik yaitu:
1. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis
2. Desain ruangan dan sarana yang khusus
3. Peralatan berteknologi tinggi dan mahal
4. Pelayanan dilakukan oleh staf yang professional dan berpengalaman dan mampu
mempergunakan peralatan yang canggih dan mahal.
Ruang lingkup pelayanan di ICU meliputi hal - hal sebagai berikut:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit
sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
penatalaksanaan spesifik problema dasar.
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.
Tujuan dari pelayanan intensive care adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan
berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan pasien sakit kritis, meliputi:
1. Pasien - pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,
perawat, napas yang terkoordinasi dan berkelanjutan, sehingga memerlukan
perhatian yang teliti, agar dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi
terapi.
2. Pasien - pasien yang dalam keadaan bahaya mengalami dekompensasi fisiologis
dan karena itu memerlukan pemantauan yang terus menerus dan kemampuan tim
intensive care untuk melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya
penyulit yang merugikan.
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara formal dan mampu
memerikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas - tugas lain yang membebani,
seperti kamar operasi, praktik atau tugas - tugas kantor. Intensivist yang bekerja harus
berpartisipasi dalam suatu system yang menjamin kelangsungan pelayanan intensive care 24
jam. Hubungan pelayanan ICU yang terorganisir dengan bagian - bagian pelayanan lain di
rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat pelayanan ini
ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang, jumlah, dan macam pasien yang
dirawat.
Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
1. Resusitasi jantung paru
2. Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
5. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6. Pemeriksaan laboratorium khusus dengan dengan cepat dan menyeluruh
7. Pelaksanaan terapi secara titrasi
8. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
9. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat - alat portabel selama transportasi
pasien gawat
10. Kemampuan melakukan fisioterapi dada
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi, maka diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas.
Kepala ICU bertanggungjawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien ICU. Bila
kebutuhan pasien masuk di ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, Kepala ICU
menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU.
Prosedur untuk melaksanakan kebijkana ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU
dan atau tim yang merawat pasien, antara lain:
1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan yang intesif lebih lanjut.
2. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau oemantauan intensif tidak bermanfaat
atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu pasien tidak
menggunakan alat bantu mekanis khusus (seperti ventilasi mekanis).
Kriteria pasien yang demikian, antara lain pasien yang menderita penyakit stadium akhir
(misalnya ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU sebaiknya keluarga pasien
diberikan penjelasan alasan pasien dikeluarkan dari ICU :
1. Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa)
2. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasien lain
yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif. Pasien
seperti ini hendaknya diusahakan pindah ke ruang yang khusus untuk pemantauan
secara intensif yaitu HCU.
Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku. Terdapat
prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. Dan peralatan dasar yang ada di
ruang ICU meliputi :
1. Ventilator
2. Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
3. Alat hisap atau suction
4. Peralatan monitor invasif dan non invasif
5. Defribilator dan alat pacu jantung
6. Alat pengatur suhu pasien
7. Peralatan drain thorax
8. Pompa infus dan pompa syringe
9. Peralatan portable untuk transportasi
10. Tempat tidur khusus
11. Lampu untuk tindakan
12. Continious Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau
terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan mendukung fungsi ICU.
Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk
penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi.
A. ALAT VENTILATOR
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negatif yang
menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan
pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara
optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transpor oksigen.(Nasution, 2010, hlm.150).
Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami
hipoksemia dan hiperkapnia. Terapi dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam waktu yang lama (Musliha, 2010, hlm.149).
C. INDIKASI KLINIK
Indikasi klinik pemasangan ventilator menurut Musliha (2010, hlm.151) antara lain :
1. Kegagalan ventilasi
a. Neuromuskular disease
b. Central nervous system disease
c. Depresi system saraf pusat
d. Musculoscletal disease
e. Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas
a. Gagal nafas akut
b. Gagal nafas kronik
c. Gagal jantung kiri
d. Penyakit paru gangguan difusi
e. Penyakit paru ventilasi/perfusi mismatch
D. BAGIAN VENTILATOR
Bagian-bagian ventilator menurut Iwan dan Saryono (2010, hlm.50) yaitu :
1. Air compress dan oksigen sebagai sumbergas dari ventilator
2. Humidifier (sebagai pelembab udara yang masuk ke pasien)
3. Circuit patient
4. Test slang
5. Nebelizer
6. Water trap dan bakteri filter gas supply
7. Bakteri filter inhalation (inspirasi dn ekspirasi)
8. Battery unit backup/alarm indikator
9. Grafik display dengan monitor atau pressure graph
10. Oksigen cell dan exhalasi flow sensor
11. Exhalasi valve adapter (inspirasi/ekspirasi)
12. Heater pada exhalasi
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan
melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.Pada kasus penggunaan
Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas, tetapi
humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit ventilasi
mekanik.
2. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi. Selanjutnya selain
terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan
tekanan inspirasi (Respiratory rate) yang menandakan adanya penyempitan jalan
nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan.
5. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya ventilasi mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek
samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi
paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan
melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih
dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.
6. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan ventilasi mekanik perawatan mata itu sangat penting
dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf
mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata
harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan trauma. edema sclera dapat
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik bila tekanan vena meningkat.
Indikasi weaning/pelepasan ventilator menurut Iwan dan Saryono (2010, hlm.58) adalah
:
1. Proses penyakit yang menyebabkan pasien membutuhkan ventilator mekanik sudah
tertangani
2. Nilai laboratorium menunjukkan :
a. PaO2/FiO2> 200
b. PEEP < 5
c. FiO2< 0,5
d. pH > 7,25
e. Hb > 8 g%
3. Pasien sadar, dan afebril (suhu tubuh normal)
4. Fungsi jantung stabil:
a. HR < 140
b. Tidak terdapat iskemi otot jantung (myokardial Ischemia)
c. Bebas dari obat-obatan vasopresor atau hanya menggunakan obat-obatan
inotropik dosis rendah
5. Fungsi paru stabil:
a. Kapasitas vital 10-15 cc/kg
b. Volume tidal 4-5 cc/kg
c. Ventilasi menit 6-10l
d. Frekuensi < 20 permenit
6. Kondisi selang ET/TT:
a. Posisi diatas karina pada foto Rontgen
b. Ukuran : diameter 8,5 mm
7. Terbebas dari asidosis respiratorik
8. Nutrisi :
a. Kalori perhari 2000-2500 kal
b. Waktu : 1 jam sebelum makan
9. Jalan Nafas :
a. Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suction)
b. Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid
c. Posisi : duduk, semifowler
10. Obat-obatan :
a. Agen sedatif : dihentikan lebih dari 24 jam
b. Agen paralisis: dihentikan lebih dari 24 jam
11. Psikologi pasien
Mempersiapkan kondisi emosi/psikologi pasien untuk tindakan penyapihan
Iwan P dan Saryono. (2010). Mengelola Pasien dengan Ventilator Mekanik. Jakarta:
Rekatama.
Morton, Ptricia ; Brbara ; Dorie Fourtane. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasution AH. (2002). Intubasi, Extubasi dan Mekanik ventilasi.Makalah pada Workshop
Asuhan Keparawatan Kritis; Asean Conference on Medical Sciences. Medan, 20-21
Agustus 2002. Nettina SM. (1996). The Lippincott manual of nursing practice. (6 th ed).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers. Smeltzer SC, Bare BG. (1996). Brunner &
Suddart’s textbook of medical-surgical nursing. (8th ed). Philadelphia: Lippincott-Raven
Publishers.