Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN MANAJEMEN NYERI

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KARTINI


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keluhan nyeri merupakan keluahan yang paling umum kita temukan/dapatkan. ketika kita
sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tatanan pelayanan rawat
jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering
menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup
memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi berkaitan juga
dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku, sehingga dalam
penanganannya memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan
kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi
setiap tenaga kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi
dengan pasien.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai
perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri yang dirasakan
oleh setiap orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka
untuk itu RSIA Amanat Makassar menyusun panduan dalam penanganan nyeri.

B. TUJUAN
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam asesmen dan
manajemen nyeri di RSIA Amanat Makassar sehingga kualitas pelayanan kesehatan khususnya
penanganan nyeri di RSIA Amanat Makassar semakin baik.

C. DEFINISI
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan jaringan
yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah
terjadi kerusakan jaringan.
Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama dan terus ada
meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering tidak diketahui penyebab yang pasti.

BAB II

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 1


RUANG LINGKUP

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri
terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses pengobatan. Nyeri sangat
mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang
dialami oleh pasien, karena nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya
berbeda dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada pasien di berbagai
situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut
beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar pasien yang merupakan tujuan
pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa
“Kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.
A. PATOFISIOLOGI NYERI
1. Berdasarkan durasinya :
a. Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cedera, atau intervensi bedah dengan
intensitas bervariasi dari berat sampai ringan. Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi
peringatan akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Apabila nyeri akut ini
muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera menghilangkan nyeri.
Nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien, untk itu harus menjadi
prioritas perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa memanjang dengan
adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode
tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari
enam bulan. Pasien yang mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala
hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini
merupakan penyebab utama ketidakmampuan fisik dan psikologis. Sifat nyeri kronik
yang tidak dapat diprediksi membuat klien menjadi frustasi dan seringkali mengarah
pada depresi psikologis. Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan
yang tidak aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke
hari.
Perbedaan karakterisitik nyeri akut dan kronik
2. Berdasarkan sumbernya :
a. Cutaneus/superfisial yaitu nyeri yang mengenai kulit/jaringan subkutan. Biasanya
besifat burning(terbakar)
b. Deep somatic/nyeri dalam yaitu nyeri yang muncul dai ligamen, pemb.darah, tendon
dan syaraf. Nyeri menyebar dan lebih lama daripada cutaneus
c. Visceral (pada organ dalam) , stimulasi reseptor nyeri dalam rongga abdomen, cranium
dan toraks. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia atau regangan jaringan.
3. Berdasarkan lokasinya :
a. Radiating pain, nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan didekatnya
b. Reffered pain, nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang dperkirakan berasal dari
jaringan
c. Intractable pain, nyeri yang yang sangat susah dihilangkan (cth: nyeri kanker maligna)
d. Phantom pain, sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yang hilang (cth : bagian
tubuh diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 2


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada
anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka
menganggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan bahwa laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya.
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri (cth : suatu
daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan bagaimana
mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi
nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat nyeri yang sama
timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyeri.
8. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman
dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
C. PENGKAJIAN NYERI
Dalam melakukan pengkajian nyeri, ada 3 proses utama :
1. Mengumpulkan informasi dan data : dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemerisaan
penunjang/ pemerisaan yang lain.
2. Melakukan analisis informasi dan data sehingga menghasilkan suatu diagnosa untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayannan kesehatan pasien.
3. Membuat rencana pelayanan untuk memenuhi semua kebutuhan pasien yang telah
diidentifikasi.
4. Mengevaluasi respon pasien terhadap terapi yang diberikan

D. PRINSIP PENGKAJIAN NYERI


Berikut ini tingkat pengkajian nyeri berdasarkan perkembangan (Buku Ibu Say), yaitu :
1. Pengkajian nyeri berdasarkan tingkat perkembangan
a. Neonatus dan bayi
 Biasanya menunjukkan perubahan dalam ekspresi wajah, termasuk mengerutkan
kening, menyeringai, ekspresi terkejut dan mata berkedip.
 Menunjukkan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung serta penurunan
saturasi oksigen
 Bersuara tinggi, tegang,menangis keras
 Ekstremitas menunjukkan tremor
 Menemukan lokasi nyeri memijat daerah tersebut dan menjaga bagiannya.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 3


b. Toddler
 Menunjukkan dengan menangis keras
 Mampu menyampaikan secara verbal untuk menunjukkan ketidaknyamanan seperti
“aduh”, “ sakit” dll
 Mencoba untuk menunda prosedur pemeriksaan karena dianggap menyakitkan. Lari
dari perawat
 Menunjukkan kegelisahan umum
 Menyentuh area sakit
c. Pra sekolah
 Sakit dirasakan sebagai hukuman atas sesuatu yang mereka lakukan
 Cenderung menangis
 Menggambarkan lokasi dan intensitas nyeri
 Menunjukkan regresi atas perilaku sebelumnya
 Menolak rasa sakit untuk menghindari kemungkinan diinjeksi
d. Sekolah
 Menggambarkan rasa sakit dan mengukur intensitas nyeri
 Menunjukkan postur tubuh kaku
 Menunjukkan penarikan
 Menunda untuk melakukan prosedur
2. Mengikutsertakan orangtua
a. Tanya pada orang tua tentang perilaku anak saat nyeri
b. Libatkan orangtua untuk mengkaji nyeri anak, karena orangtualah yang selalu merawat
anak
c. Lengkapi informasi tentang nyeri

Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut :


a. Ekspresi pasien terhadap nyeri
Banyak pasien tidak mampu mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Untuk itu perawat
harus mempelajari cara verbal dan non verbal pasien dalam mengkomunikasikan rasa
ketidaknyamanan. Pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan
perhatian khusus dalam proses pengkajian.
b. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan pasien akut atau kronik. Apabila akut, maka
dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat
kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermitten, persisten atau
terbatas.

BAB III

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 4


ASSESMEN NYERI

A. ASESMEN NYERI
 Asesmen nyeri terdiri dari:
1. Asesmen awal
 Asesmen yang dilakkukan pada awal ketika pasien datang kerumah sakit
 Tujuan dilakukannya asesmen awal adalah:
a. Memahami pelayanan apa yang dicari pasien
b. Memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi pasien
c. Memahami respon pasien terhadap pengobatan sebelumnya.
 Assesmen awal nyeri dengan berdasarkan PQRST
a. Provokasi (P) : perawat meminta pasien untuk mendiskripsikan akitivas yang
menyebabkan nyeri dan meminta pasien untuk mendemonstrasikan aktivitas
yang bisa menimbulkan nyeri.(mis: krn trauma, non trauma, penyayatan dll).
b. Quality (Q) : perawat mengkaji kualitas nyeri pasien.(mis: Tumpul, Tajam,
panas/terbakar), faktor pemicu/yang memperberat dan faktor yang mengurangi
nyeri. Minta pasien menggambarkan nyeri yang dirasakan. Perawat boleh
memberikan deskripsi pada pasien, bila pasien tidak mampu menggambarkan
nyeri yang dirasakan.
c. Regio (R)
Perawat meminta pasien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau
terasa menyebar.
d. Skala nyeri (S)
Perawat meminta pasien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan.
Untuk memperoleh data ini perawat bisa menggunakan alat bantu berupa skala
ukur. Pasien ditunjukkan skala ukur kemudian disuruh memilih yang sesuai
dengan kondisinya. Skala ukur yang dapat digunakan berupa skala numerik,
deskriptif, analog visual dan wong baker pada dewasa, skala FLACC pada anak
dibawah 3 Tahun dan skala NIPS pada bayi.
e. Timing (T)
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri
terjadi dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
f. Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan
2. Asesmen ulang
 Asesmen yang dilakukan kepada pasien selama proses pelayanan pada interval
tertentu berdasarkan kebutuhan dan rencana pelayanan atau sesuai kebijakan dan
prosedur rumah sakit.
 Asesmen ulang merupakan kunci untuk memahami apakah keputusan pelayanan
sudah tepat dan efektif.
 Manajemen nyeri merupakan implementasi/pelaksanaan dari perencanaan pelayanan pasien.

B. MENGUMPULKAN INFORMASI DAN DATA


1. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluhan utama nyeri sertakan data lamanya keluhan nyeri tersebut.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
 Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 5


 Karakter dan derajat keparahan nyeri : nyeri tumul, nyeri tajam, rasa terbakar,
tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
 Pola penjalaran/ penyebaran nyeri
 Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/ muntah,
gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
 Faktor yang memperberat dan memperingan
 Kronisitas
 Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi.
 Gangguan/ kehilangan fungsi akibat nyeri/ luka.
 Penggunaan alat bantu
 Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living).
 Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur
yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan
sindrom kauda ekuina.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat pembedahan/operasi
d. Riwayat Psikologis, Sosial, Ekonomi, Budaya
 Riwayat konsumsi alkohol, rokok, dan narkotika
 Identifikasi pengasuh/perawat utama (primer) pasien
 Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
 Pembatasan/ retriksi partisispasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan stres. Pertimbangan juga aktivitas penggantinya.
 Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan
program penanganan / mnagemen nyeri kedepannya. Pada pasien dengan masalah
psikiatri, diperlukan dukunngan psikoterapi/psikofarmaka.
 Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda
berat, membungkuk atau memutar, merupakan pekerjaan tersering yang
berhubungan dengan nyri punggung.
 Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
f. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan,obat dan alergen yang lain jika ada.
g. Riwayat Pengobatan
 Daftar obat-obatan yang pernah dan sedang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri
 Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas dan efek
samping
 Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan
efek samping kognitif dan fisik.
h. Asesmen Sistem Organ Yang Komprehensif
 Evaluasi gejala kardio vaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal,
neurologi,reumatologi, genitourinaria, endokrin dan muskuloskeletal

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 6


 Gejala konstitusional : penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam
dan sebagainya.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemerisaan Umum
 Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh.
 Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien.
 Periksa apakah terdapat lesi atau luka dikulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, dan tanda bekas jarum suntik.
 Perhatikan juga adanya ketidak segarisan tulang (malalignment), atrofi otot,
fasikulasi, diskolorasi dan edema.
b. Status Mental
 Nilai orientasi pasien
 Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek dan segera.
 Nilai kemampuan kognitif.
 Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan
atau cemas.
3. Assesmen Nyeri
a. “Neonatal Infant Pain Scale (NIPS)”
 Indikasi : digunakan pada pasien bayi usia ˂ 1 Tahun
 Instruksi : petugas menilai 6 kategori tersebut dengan melihat langsung reaksi
dari pasien dan dapat melibatkan orangtua pasien.

KATEGORI 0 1 2 NILAI
Ekspresi Otot-otot relaks Meringis
wajah Wajah tenang, Otot wajah tegang, alis
ekspresi netral berkerut, dagu dan
rahang tegang
Menangis Tidak menangis Mengerang, Merengek Menangis keras,
Tenang ringan dan kadang- berteriak kencang,
kadang melengking, terus-
menerus
Pola Bernafas relaks Perubahan pola
Pernafasan (pola bernafas bayi pernafasan
yang normal) Tidak teratur, lebih cepat
dari biasanya, tersedak,
nafas tertahan
Lengan Relaks Fleksi/ekstensi
Tidak ada Tegang, lengan lurus,
kekakuan otot kaku dan/atau
ekstensi/fleksi cepat
Kaki Relaks Fleksi/ekstensi
Tidak ada Tegang, lengan lurus,
kekakuan otot kaku dan/atau
ekstensi/fleksi cepat

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 7


Keadaan Tidur, Tenang Rewel, terjaga, gelisah
kesadaran dan meronta-ronta
Pada bayi prematur, ditambahkan dua parameter lagi yaitu heart rate dan saturasi oksigen
Heart Rate 10 % dari baseline 11-20 % dari baseline ˃ 20 % dari
baseline
Saturasi Tidak diperlukan Penambahan oksigen
oksigen oksigen tambahan diperlukan
Skor :
0 : tidak nyeri 3 – 4 : nyeri sedang
1 -2 : nyeri ringan ˃ 4 : nyeri hebat

b. “FLACC (Face, Legs, Activity, cry, Consolability)”


 Indikasi : digunakan pada pasien anak usia 1-3 Tahun
 Instruksi : petugas menilai 5 kategori tersebut dengan melihat langsung
reaksi dari pasien dan dapat melibatkan orangtua pasien.

KATEGORI 0 1 2 NILAI
WAJAH Tidak ada Terkadang meringis, Sering
(Face) ekspresi tertentu, menarik diri menggetarkan dagu
tersenyum dan mengatupkan
rahang
KAKI Posisi Tidak tenang, Menendang atau
(Leg) normal/santai tegang, tonus kaki disusun,
meningkat, kaku hipertonisitas,
fleksi/ekstensi
anggota badan
AKTIVITAS Berbaring, posisi Menggeliat, tegang, Melengkung, kaku,
(Activity) normal berguling,kaku menghentak
MENANGIS Tidak menangis Mengerang, Terus menerus
(Cry) merengek, sesekali menangis, menjerit,
mengeluh terisak
CONSOLABILITY Tenang, santai Tenang bila dipeluk, Sulit untuk dibujuk
digendong, diajak atau ditenangkan
bicara
Skor :
0 : tidak nyeri 4 – 6 : nyeri sedang
1 -3 : nyeri ringan 7 - 10: nyeri hebat

c. “Wong- Baker Faces Pain Rating Scale” dan “ Numeric Pain Intensity Scale”
 Indikasi : “Wong- Baker Faces Pain Rating Scale” digunakan pada pasien
anak ˃ 3 Tahun dan Dewasa yang tidak dapat menggambarkan
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Sedangkan “ Numeric
Pain Intensity Scale” digunakan pada pasien yang dapat menggunakan
angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakan.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 8


 Instruksi : pasien diminta untuk menunjuk/memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 9


BAB IV

ASESMEN ULANG

Asesmen ulang dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprehensif setiap kali melakukan kunjungan/ visite
ke pasien
2. Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang mengalami prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
3. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obatan intravena.
4. Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang setiap 50 menit-1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
5. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi paca pembedahan, nyeri neuropatik).
6. Hasil asesmen ulang didokumentasikan dalam form asesmen ulang pada rekam medik
pasien

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 10


BAB V

MANAJEMEN NYERI

A. TUJUAN PENATALAKSANAAN NYERI


1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten
3. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
4. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terap inyeri
5. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari

B. MANAJEMEN NYERI AKUT


1. Tatalaksana sesuai mekanisme nyeri
a. Terapi Non- Farmakologi
 Terapi kognitif : merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memliki
efek yang besar dalam manajemen nyeri non obat untuk anak.
 Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti
musik, cahaya, warna, mainan, permen, komputer, permainan, film dan
sebagainya.
 Terapi prilaku bertujuan untuk mengurangi prilaku yang dapat
menurunkan nyeri.
 Terapi relaksasi : dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari
tangan, menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas dalam.
Terapi non-obat
Kognitif Perilaku Fisik
 Informasi  Latihan  Pijat
 Pilihan dan kontrol  Terapi relaksasi  Fisioterapi
 Distrik dan atensi  Umpan balik  Stimulasi termal
 Hipotonis positif  Stimulasi sensorik
 Psikoterapi  Modifikasi gaya  Akupuntur
hidup / perilaku  TENS (transcutaneous
electrical nerve stimulation)

b. Farmakologi : gunakan step-ladder WHO


 OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri
sedang-berat.
 Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2)
dengan pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat disesuaikan
dengan kekuatan pasien.
 Jika langkah 1 dan 2 tidak efektif/ nyeri menjadi sedang-berat, dapat
ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn
analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 11


 Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan
adalah morfin, codein.
 Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan
opioid ringan.
 Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis
secara bertahap:
 Intravena :antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
 Oral :antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anastesi lokal, OAIN, opioid, tramadol.
 Rektal (supositoria) : parasetamol, aspirin, opoid, fenotiazin.
 Topical :lidokain patc, EMLA.
 Subkutan :opoid, anastesi local.

*keterangan:
 Patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena tidak sesuai
indikasi dan onset kerjanya lama.
 Untuk nyeri kronik : pertimbangkan pemberian analgesik adjuvan
(misalnya : amitriptilin, gabapentin).
*istilah :

 NSAID :non-steroidal anti inflammatory drug


 S/R : slow release
 PRN : when required
c. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermitten (prn) intravena untuk
nyeri akut, dengan syarat:
 Hanya digunakan oleh staf yang mendapat instruksi.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 12


 Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin diruang rawat inap
biasa.
 Efek puncak dari dosis intavena dapat terjadi selama 15 menit sehingga
semua pasienharus diobservasi dengan ketat selama fase ini.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 13


Algoritma Pemberian Opioid Intermitten Intravena untuk Nyeri Akut.
tidak
Apakah pasien nyeri Observasi

ya
tidak
Apakah diresepkan opioid Minta untuk
Bila dosis telah diberikan
lakukan monitor setiap 5
Menit selama minimal 20
menit.tunggu hingga 30 menit
dari pemberian dosis terakhir  Gunakan spuid 10 ml
ya
sebelum mengulangi  Ambil 10 mg morfin sulfat
siklus.Dokter mungkin perlu dan campur NaCl 0.9%
untuk meresepkan dosis hingga 10 ml (1 mg/ml)
ulangan
Siapkan NaCl atau

 Gunakan spoit 10 ml
 Ambil 100 mg petidin dan
Observasi campur dengan NaCl 0.9%
tidak ya hingga 10 ml 10 mg/ml (10
mg/ml
Nyeri ya

Skor sedasi 0 atau


 Minta saran kedokter senior
 Tunda dosis hingga skor sedasi
Tunggu ya tidak <2 dan kecepatan pernafasan >
selama 5 8 kali permenit
Kecepatan
pernafasan >8

ya
tidak
Tekanan darah
Minta saran
sistolik ≥100mmHg

ya
tidak
Usia pasien <70 tahun Jika skor nyeri 7-10
berikan 2 ml
ya

Jika skore nyeri 7 -10


berikan 3 ml

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 14


Keterangan:

Skor nyeri Skor sedasi *catatan


0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah sistolik
1-3 = nyeri ringan 1. = sedasi ringan, <100mmHg : haruslah
4-6 = nyeri sedang kadang mengantuk dalam rentang 30%
7-10= nyeri berat 2. = sedasi sedang, sering tekanan darah sistolik
secara konstan normal pasien (jika
mengantuk, mudah diketahui), atau carilah
dibangunkan saran/bantuan.
3. = sedasi berat,
somnolen,sukar
dibangunkan
S = tidur normal
Gunakan tabel obat antiemetik (jika diperlukan)
Teruskan penggunaan OAINS i.v jika diresepkan bersama dengan opioid.

d. Manajemen efek samping:


 Opioid
- Mual dan muntah : antiemetik
- Konstipasi : berikan stimulasi buang air besar, hindari laksatif yang
mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gas-kembung-
keram perut.
- Gatal : pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga
meggunakan anti histamin.
- Mioklonus : pertimbangkan dengan mengganti opioid, atau berikan
benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus.
- Depresi pernafasan akibat opioid : berikan Nalokson (campur 0,4 mg
Nalokson dengan NaCl 0,9% sehingga total volume mencapai 10 ml).
Berikan 0,02 mg (0,5 ml) bolus setiap menit hingga kecepatan pernafasan
meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka
panjang.
 OAINS
- Gangguan gastrointestinal : berikan PPI (proton pump inhibitor)
- Perdarahan akibat disfungsi pletelet : pertimbangkan untuk mengganti
OAINS yang tidak memiliki efek terhadap agregasi platelet.
e. Pembedahan : injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal ditempat
nyeri.
f. Non farmakologi:
 Olahraga
 Imobilisasi
 Pijat
 Relaksasi
 Stimulasi saraf transkutan elektrik

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 15


2. Follw-up / asesmen ulang
a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur
b. Panduan umum
 Pemberian parental : 30 menit
 Pemberian oral ; 60 menit
 Intervensi non-farmakologi : 30-60 menit.
3. Pencegahan
a. Edukasi pasien
 Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
 Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfatnya untuk pasien.
 Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki
pertanyaan/ingin berkosultasi mengenai kondisinya.
 Pasien dan keluarganya ikut dilibatkan dalam penyusunan manajemen nyeri
(termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik dan jadwal kontrol).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik.

4. Medikasi saat pasien pulang


a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas
seperti biasa/normal
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.
Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 16


Algoritma Asesmen Nyeri Akut

Pasien mengeluh nyeri

Anamneses dan
pemeriksaan fisik

Asesmen nyeri

ya
Apakah etiologi nyeri Periritas utama ; identifikasi dan
etiologi nyeri
bersifat reversible?

ya
Apakah nyeri berlangsung  Lihat manajemen nyeri kronik
 Pertimbangkan untuk merujuk
>6 minggu?
ke spesialis yang sesuai

Tentukan mekanisme nyeri ( pasien


dapat mengalami > 1 jenis nyeri)

Nyeri somatik Nyeri viceral Nyeri neuropatik

Nyeri bersifat tajam, Nyeri bersifat difus, Nyeri bersifat menjalar,


menusuk,terlokalisir seperti ditekan benda rasa terbakar, kesemutan
seperti ditikam berat, nyeri tumpul tidak spesifik

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 17


Algoritma Manajemen Nyeri Akut

Nyeri somatic Nyeri visceral Nyeri neuropatik


 Parasetamol 
 Cold pack
 Kortikosteroid Antikonvulsan
 Anestesi local  Kortikosteroid
 Kortikosteroid
 Anestesi local intraspinal  Blok neuron
(topical/infiltrasi)  OAINS  OAINS
 OAINS  Opioid  Opioid
 Opioid  Antidepresan
 Stimulasi taktil
trisiklik
(amitriptilin)

Pilih alternatif terapi


yang lainnya

Pencegahan

tidak  Edukasi pasien


ya  Terapi farmakologi
Lihat manajemen
 Konsultasi jika perlu
nyeri kronik.
Apakah nyeri  Prosedur pembedahan
Pertimbangkan
>6 minggu?  Non-farmakologi
untuk merujuk ke
spesialis yang
sesuai
ya
tidak

Kembali ke Mekanisme Analgesik adekuat?


kotak, tentukan nyeri sesuai?
mekanisme
ya
nyeri
ya

Efek samping Manajemen


pengobatan? efek samping

Follow-up/
nilai ulang

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 18


C. MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Manajemen asesmen nyeri kronik
a. Prinsip level 1:
1) Buatlah rencana perawatan tertulis secarakomprehensif (buat tujuan, perbaiki
tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stres, kurangi nyeri).
2) Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan
fungsi.
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan prilaku kognitif dengan
restorasi fungsi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi.
- Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang
rumit dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress,
latihan fisik, terapi relaksasi dan sebagainya.
- Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah manajemen nyerinya.
- Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri.
- Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol.
- Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk
control dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien.
- Bekerja sama dengan pasien ntuk memberikan dukungan kepada pasien.
- Atasi keenganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri.
4) Manajemen psikososisal (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)
b. Manajemen level 1 :
menggunakan pendekatan standard dalam penatalaksanaan nyri kronik termasuk
farmakologi, intervensi, non-farmakologi dan terapi pelengkap/tambahan.
1) Nyeri neuropatik
 Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:
- Kontrol gula darah pada pasien DM
- Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor dengan
kompresi saraf.
- Kontrol infeksi (antibiotik)
 Terapi simptomatik
- Anti depresantrisiklik (amitriptilin)
- Antikonvulsan : gabepentin, karbamazepin.
- Obat topical (lidocai pact 5% krim anestesi)
- OAINS, kortikosteroid, opioid
- Anastesi regional : blok simpatik, blok epidural/intratekal, infus
epidural/intratekal.
- Terapi berbasis-stimulasi : akupuntur,stimulasi spinal, pijat.
- Rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi,
metode ergonomis.
- Prosedur ablasi : kordomiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi.
- Terapi lainnya: hyponosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan
otot dan toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif
(mengurangi perasaan terancam atau tidak nayman karena nyeri
kronis).
2) Nyeri otot

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 19


 Lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial
yang dapat menghambat pemulihan.
 Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar/awal
dan tingkatkan secara bertahap.
 Rehabilitasi fisik
- Fitnes : angkat beban bertahap, kardiovascular,fleksibilitas,
keseimbangan
- Mekanik
- Pijat, terapi akuatik
 Manajemen perilaku
- Stress/depresi
- Teknik relaksasi
- Perilaku kognitif
- Ketergantungan obat
- Manajemen amarah
 Terapi obat
- Analgesik dan sedasi
- Antidepresan
- Opioid jarang dibutuhkan.
3) nyeri inflamasi
 kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya.
 Obat anti-inflamasi utama :OAINS , kortikosteroid
4) nyeri mekanis/kompresi
 penyebab yang sering : tumor/kista, yang menimbulkan kompresi pada
struktur yangsensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur
 penanganan efektif ; dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi,
bidai alat bantu.
 Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
c. manajemen level 1 lainnya:
1) OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-
neuropatik.
2) Skore DIRE ; digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid
jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.9
Skore DIRE (Diagnosis, Intractibility, Risk,Efficacy)
Skore Faktor Penjelasan
1 = Kondisi kronik ringan dengan temuan objektif
minimal atau tidaknya diagnosis medis pasti.
Misalnya:fibromyalgia,migraine, nyeri punggung
tidak spesifik
Diagnosis 2 = Kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau
nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium
Misalnya : nyeri punggung dengan perubahan
degeneratif medium, nyeri neuropatik.
3 = Kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 20


nyata.
Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati
lanjut, stenosis spinal berat.
1 = Pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara
minimal dalam manajemen nyeri
2 = Beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak
sepenuhnya terlibat dalam menejemen nyeri, atau
Intractability
terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit
(keterlibatan)
medis)
3 = Pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri
tetapi respon terapi tidak adekuat.

Risiko (R) R = jumlah skor P + K+ R+D


1 = Disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa
yang mempengaruhi terapi
Misalnya : gangguan kepribadian, gangguan efek
Psikologi berat.
2 = Gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang
3 = Komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian
atau gangguan jiwa yang signifikan
1 = Penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol
berlebihanpenyalahgunaan obat.
Kesehatan 2 = Medikasi untuk mengatasi sters, atau riwayat
remisipsikofarmaka.
3 = Tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
1 = Banyak masalah : penyalahgunaan obat, bolos
kerja/jadwal kontrol, komplians buruk.
2 = Terkadang mengalami kesulitan dalam komplians,
Reliabilitas
tetapi secarakeseluruhan dapat diandalkan
3 = Sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal kontrol dan
terapi)
1 = Hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit
teman dekat, kehilangan peran dalam kehidupan
normal.
Dukungan
2 = Kurangnya hubungan dengan oral dan kurang
sosial
berperan dalam sosial
3 = Keluarga mendukung,hubungan dekat. Terlibat dalam
kerja/sekolah, tidak ada isolasi sosial.
1 = Fungsi buruk atau pengurangan nyeriminimal meski
dengan penggunaan dosis obat sedang-tinggi.
2 = Fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak
Efikasi
menggunakan opioid dois dedang-tinggi)
3 = Perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup
tercapai dengan dosis yang stabil.
Skor total =D+I+R+E

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 21


Keterangan:
Skor 7 – 13 : tidak sesuai menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14 -21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
3) Intervensi : injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus inratekal, injeksi
intra-sendi, injeksi epidural.
4) Terapi pelengkap / tambahan : akupuntur , herbal.
d. Manajemen level 2
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan ( sebagai ganti stimulator spinal atau infus
intratekal)
2) Indikasi : pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif/manajemen level 1.
3) Biasanya rujuk dilakukan setelah 4 – 8 minggu tidak ada perbaikan dengan
manajemen level 1
4) Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 22


Algoritma Asesmen Nyeri Kronik

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 23


Algoritma Manajemen Nyeri Kronik

D. Massage
Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya
otottendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna
menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan/atau meningkatkan sirkulasi. Gerakan-
gerakan dasar meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan
menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga, menepuk- nepuk,
memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan gerakan
menghasilkan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk
menghasilkan efek yang di inginkan pada jaringan yang dibawahnya (Henderson, 2006)

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 24


1. Metode Message
Beberapa metode message yang biasa digunakan untuk merangsang saraf yang
berdiameter besar yaitu:
a. Metode Effluerage
Memperlakukan pasien dalam posisi setengah duduk, lalu letakkkan keduan tangan
pada perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat simpisis atau
dapat juga menggunakan satu telapak tangan menggunakan gerakan melingkat atau
satu arah.
b. Metode deep back massage
Memperlakukan pasien berbaring miring, kemudian bidan atau keluarga pasien
menekan daerah secrum secara mantap dengan telapak tangan, lepaskan dan tekan
lagi, begitu seterusnya.
c. Metode firm counter pressure memperlakukan pasien dalam kondisi duduk
kemudian bidan atau keluarga pasien menekan secrum secara bergantian dengan
tangan yang dikepalkan secara mantap dan beraturan.
d. Abdominal lifting memperlakukan pasien dengan cara membaringkan pasien pada
posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Letakkan kedua telapak tangan
pada pinggang belakang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan yang
berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian ulangi
lagi. Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
2. Metode Massage Effleurage
Ada dua cara dalam melakukan teknik Effleurage, yaitu : a) Secara perlahan
sambil menekan dari area pubis atas sampai umbilikus dan keluar mengelilingi abdomen
bawah sampai area pubis, ditekan dengan lembut dan ringan dan tanpa tekanan yang
kuat, tapi usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit. Pijatan dapat dilakukan
beberapa kali, saat memijat harus diperhatikan respon ibu apakah tekanan sudah tepat.
b). Pasien dalam posisi atau setengah duduk, lalu letakkan kedua telapak tangan Pada
perut dan secara bersamaan digerakkan melingkar kearah pusat kesimpisis atau dapat
juga menggunakan satu telapak tangan dengan gerakkan melingkar atau satu arah. Cara
ini dapat dilakukan langsung oleh pasien (Gadysa, 2009).
Gambar 1. Metode massage Effleurage

3. Metode Massage Abdominal Lifting


Metode massage abdominal lifting adalah dengan cara : membaringkan pasien pada
posisi terlentang dengan posisi kepala agak tinggi. Letakkan kedua telapak tangan
pada pinggang belakang pasien, kemudian secara bersamaan lakukan usapan yang

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 25


berlawanan kearah puncak perut tanpa menekan kearah dalam, kemudian ulangi lagi.
Begitu seterusnya (Gadysa, 2009).
Gambar 2. Metode massage Abdominal lifting

4. Relaksasi
Relaksasi adalah membebaskan pikiran dan beban dari ketegangan yang
dengan sengaja diupayakakan dan dipraktekkan. Kemampuan untuk relakasasi
secara disengaja dan sadar dapat dimanfaatkan sebagai pedoman mengurangi
ketidaknyamanan yang normal sehubungan dengan kehamilan (Salmah, 2006 ).
5. Relaksasi sadar telah ditemukan berkaitan dengan penurunan tegangan otot
dam menurunkan laju metabolisme. Relaksasi sadar terhadap seluruh tubuh
selama persalinan tampak meningkatkan keefektifan kontraksi uterus. Ketika
dikombinasikan dengan pernapasan, relaksasi dapat membantu ibu bersalin
mengatasi nyeri lebih efektif pada setiap kontraksi dan istirahat lebih penuh di
antara kontraksi (Patree., Walsh. 2007).
6. Rasa nyeri bersalin tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah ( seperti rasa
sakit yang disebabkan oleh cidera atau penyakit). Nyeri adalah bagian yang
normal dari proses melahirkan. Biasanya, itu berarti bayi dalam kandungan
sedang mengikuti waktunya untuk dilahirkan. Mengetahui beberapa metode
mengatasi rasa sakit akan membantu ibu untuk tidak merasa begitu takut. Tak
hanya itu, menggunakan beberapa keterampilan ini selama persalinan akan
membantu ibu merasa lebih kuat (Whalley, Simkin & Keppleer, 2008).
Manfaat Relaksasi :
7. Menyimpan energi dan mengurangi kelelahan
8. Jika tidak secara sadar merelakskan otot-otot, ibu cenderung membuat otot selama
kontraksi.Ketegangan ini meningkatkan nyeri yang dirasakan, memboroskan
energi, menurunkan pasokan oksigen ke rahim dan bayi, serta membuat ibu lelah.
9. Menenangkan pikiran dan mengurangi stres
10. Tubuh yang relaks membuat pikiran relaks, yang pada gilirannya membantu
mengurangi respons stres. Ada bukti bahwa distres pada wanita yang sedang
mengalami persalinan yang disebabkan oleh kecemasan, amarah, ketakutan, atau
penyakit yang menghasilkan ketekolamin (hormon stres). Kadar katekolamin yang
tinggi di dalam darah dapat memperpanjang persalinan dengan mengurangi

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 26


efisiensi kontrasi rahim dan dapat berpengaruh buruk pada janin dengan
mengurangi aliran darah kerahim dan plasenta.
11. c. Mengurangi rasa nyeri
12. Relaksasi mengurangi ketegangan dan kelelahan yang mengintensifkan nyeri yang
ibu rasakan selama persalinan dan pelahiran. Juga memungkinkan ketersediaan
oksigen dalam jumlah maksimal untuk rahim, yang juga mengurangi nyeri, karena
otot kerja (yang membuat rahim berkontraksi) menjadi sakit jika kekurangan
oksigen. Selain itu, konsentrasi mental yang terjadi saat ibu secara sadar
merelakskan otot membantu mengalihkan perhatian ibu dari rasa sakit waktu
kontraksi dan karena itu, akan mengurangi kesadaran ibu akan rasa sakit (Whalley,
Simkin, & Keppleer, 2008).
13. Ada beberapa posisi relaksasi yang dapat dilakukan selama dalam keadaan
istirahat atau selama proses persalinan :
14. a. Berbaring telentang, kedua tungkai kaki lurus dan terbuka sedikit, kedua
tangan rileks di samping di bawah lutut dan kepala diberi bantal.
15. b. Berbaring miring, kedua lutut dan kedua lengan ditekuk, di bawah kepala
diberi bantal dan di bawah perut sebaiknya diberi bantal juga, agar perut tidak
menggantung.
16. c. Kedua lutut ditekuk, berbaring terlentang, kedua lutut ditekuk, kedua lengan di
samping telinga.
17. d. Duduk membungkuk, kedua lengan diatas sandaran kursi atau diatas tempat
tidur. Kedua kaki tidak boleh mengantung.
18. e. Keempat posisi tersebut dapat dipergunakan selama ada his dan pada saat itu
ibu harus dapat mengonsentrasikan diri pada pernapasan atau pada sesuatu yang
menyenangkan (Salmah, 2006).
19.
20. Dibawah ini tiga alternatif panduan untuk ibu melakukan teknik pernapasan
sederhana yaitu :
21. a. Pikirkan kata ”rileks” yang terdiri dari dua suku kata, yaitu ”ri” dan ”leks”.
Selanjutnya, cobalah latihan ini. Ketika menarik napas, pikirkan kata ”ri”,saat
menghembuskan , pikirkan kata ”leks”. Jangan alihkan pikiran dari kata ”rileks”
tersebut. Ketika menghembuskan napas, singkirkan segala ketegangan dari tubuh,
khususnya otot-otot yang biasanya mudah tegang setiap kali stres.
22. b. Cobalah menghitung pernapasan. Begitu bernapas, hitung tiga sampai empat,
atau lebih secara perlahan-lahan. Ketika menghembuskan napas, hitung sampai
tiga atau empat lagi.
23. c. Cobalah bernapas melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut.
Embuskan napas dari mulut dengan lembut. Banyak ibu merasa lebih enak
mengeluarkan suara saat menghembuskan napas, misalnya ”fuuuuuuuuuh”
24. (Danuatmadja & Meiliasari, 2004)

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 27


25.

E. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK


1. Prevalensi nyeri yang serng dialami oleh anak adalah : sakit kepala kronik,
trauma, sakit perut dan faktor psikologi.
2. Sistem nosiseptik pada anak dapat memberikan respons yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonatus lebih sensitif terhadap stimulasi nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik:

Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik


1. Asesmen nyeri pada anak

 Nilai karakteristik nyeri


 Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai
 Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme nosiseptik
dan neuropatik
 Kajian faktor yang mempengaruhi nyeri

2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder

 Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat


ini
 Kumpulan gejala-gejala fisik yang ada
 Pikirkan faktor emosional,kognitif dan perilaku

3. Pilih terapi yang sesuai

Obat Non-obat

Rumah Sakit IbuAnalgesik


dan Anak Kartini  Kognitif 28
 Analgesik  Fisik
adjuvant  Perilaku
 anestesi
4. Implementasi rencana manajemen nyeri

 Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi


nyeri kepada orang tua dan anak
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
 Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri

5. Pemberian analgesik
a. ‘By the ladder’ : pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyeri
anak (ringan, sedang, berat)
 Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1)
 Jika nyeri menetap dengan pemberian analgetik level 1, naikkan ke level 2
(pemberian analgesik yang lebih poten).
 Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol tetap
diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant
 Analgesik adjuvant:
 Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi
dapat berefek analgesik dalam kondisi tertentu.
 Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan analgesik adjuvant
sebagai level 1
 Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri
neuropatik.
 Kategori:
 Analgesik multi tujuan : antidepresan, agonis adrenergic alfa-2,
kortikosteroid, anestesi topical
 Analgesik untuk nyeri neuropatik : antidepresan, antikonvulsan,
agonis GABA, anestesi oral-lokal.
 Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan otot,
benzodiazepine, inhibitor osteoklas,radio farmaka.
b. ‘By the clock’ : mengacu pada pemberian analgesik.
Pemberian haruslah teratur, misalnya : setiap 4-6 jam (disesuaikan denganmasa
kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien) tidak boleh prn (jika perlu) kecuali
episode nyeripasien benar-benar intermitten dan tidak dapat diprediksi.
c. ‘by the child’ : mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi
masing-masing individu.
 Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur.
 Sesuaikan dosis snalgesik jika perlu.
d. ‘by the mouth’ : mengacu pada jalur pemberian oral.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 29


 Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhan,tidak ivasive dan
efektif ; biasanya per oral.
 Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa
mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan.
 Untuk mendapatkan efek analgesikyang cepat dan lansung, pemberian parental
terkadang merupakan jalur yang paling efisien.
 Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
 Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan i.m, i.v dan
subkutan intermiten, yaitu : tidak nyeri, mencegah terjadinya
penundaan/keterlambatan pemberian obat, memberikan control nyeri yang
kontinu pada anak.
 Indikasi : pasien nyeri dimana pemberian peroral dan opioid
parenteralintermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya
muntah hebat (tidak dapat memberikan obat peroral).
e. Analgesik dan anastesi regional
 Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit
diatasi dengan terapi konservatif.
 Harus dipantau dengan baik
 Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan
dan peralatan resusitasi dan pencatatan akurat mengenai tanda vital/skor nyeri.
f. Manajemen nyeri kronik
Biasanya memiliki penyebab multipel, dapat melibatkan komponen nosiseptif dan
neuropatik.
 Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh.
 Pemeriksaan penunjang yang sesuai.
 Evaluasi faktor yang mempengaruhi.
 Program terapi : kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik dan
prilaku)
 Lakukan pendekatan multidisiplin.
g. Berikut adalah tabel obat-obatan non opioid yang sering digunakan untuk
anak:
Obat-obat non opioid
Obat Dosis Keterangan
Efek antiinflamasi kecil, efek
10 – 15 mg/kg BB
Parasetamol gastrointestinal dan hematologi
oral, setiap 4-6 jam
minimal.
Efek antiinflamasi. Hati-hati pada
5 – 10 mg/kg BB oral, pasien dengan gangguan hepar/renal,
Ibuprofen
setiap 6 – 8 jam riwayat perdarahan gastrointestinal
atau hipertensi
10 – 12 mg/kg BB Efek antiinflamasi, hati-hati dengan
Naproksen oral, terbagi dalam 2 pasien dengan disfungsi renal. Dosis
dosis maksimal 1 g/hari
Diklofenak 1 mg/kg BB oral, Efek antiinflamasi. Efek samping

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 30


setiap 8 – 12 jam sama dengan ibuprofen dan
naproksen.dosis maksimal 50 mg/kali.
h. Panduan pengguanaan opioid pada anak:
 Pilih rute yang paling sesuai.untuk pemberian jangka panjang, pilihlah jalur
oral.
 Pada penggunaan infus kontinu i.v, sediakan obat opioid kerja singkat dengan
dosis 50%-200% dari dosis infus per jamkontinu prn.
 Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan dosis
infus i.v per-jam kontinu sejumlah : total dosis opioid prn yang diberikan
dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif lainnya adalah dengan menaikkan
kecepatan infus sebesar 50%
 Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
 Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas, tingkatkan dosis
sebesar 50%.
 Saat tapering-off atau penghentian obat : pada semua pasienyang menerima
opioid >1 ,minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk menghindari gejala
withdrawal) kurangi dosis 50% selama 2 hari, lalu kurangi sebesar 25% setiap
hari. Jika dosis ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid
dapat dihentikan.
 Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat terakumulasi
dan menimbulkan mioklonus, hiper-refleksi dan kejang.
i. Terapi alternatif/tambahan:
 Konseling
 Manipulasi chiropractic
 Herbal
6. Terapi non obat
a. Terapi kognitif : merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memliki efek
yang besar dalam manajemen nyeri non obat untuk anak.
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti musik,
cahaya, warna, mainan, permen, komputer, permainan, film dan sebagainya.
c. Terapi prilaku bertujuan untuk mengurangi prilaku yang dapat menurunkan
nyeri.
d. Terapi relaksasi : dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan,
menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas dalam.

Terapi non-obat
Kognitif Perilaku Fisik
 Informasi  Latihan  Pijat
 Pilihan dan kontrol  Terapi relaksasi  Fisioterapi
 Distrik dan atensi  Umpan balik  Stimulasi termal
 Hipotonis positif  Stimulasi sensorik
 Psikoterapi  Modifikasi gaya  Akupuntur

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 31


hidup / perilaku  TENS (transcutaneous
electrical nerve stimulation)

F. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (GERIATRI)


1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang-orang yang berusia ≥65 tahun.
2. Pada lansia prevalensi nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya dibandingkan
dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker,
neuralgia pasca-herpetik, reumatika polimiagia, dan penyakit degeneratif.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri : sendi utama / penyangga tubuh,
punggung,tungkai bawah dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatric
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid.
6. Asesmen nyeri pada geriatric yang valid,reliabel, dan dapat diaplikasikan
menggunakan Fuctional Pain Scale seperti dibawah ini:
Fuctional Pain Scale
Skala nyeri Keterangan
0 Tidak nyeri
1 Dapat ditoleransi (aktivitas tidak terganggu )
2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu)
3 Tidak dapat ditoleransi (tetapi masih dapat menggunakan telepon,
menonton TV, atau membaca)
4 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon, menonton
TV atau membaca)
5 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat berbicara karena nyeri)
*skor normal yang diinginkan : 0 – 2
7. Intervensi non farmakologi :
a. Terapi termal : pemberian pendingin atau pemanasan di area nosiseptif untuk
menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan/perkutan dan akupuntur.
c. Blok saraf dan radiasi area tumor.
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif : terapi relaksasi,
umpanbalik positif, hipnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.
8. Intervensi farmakologi (tekanan pada keamanan pasien)
a. Non-opioid : OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor,antidepresantrisiklik,
amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid :
 Risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka pendek)
 Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk mencegah
konstipasi (preparat senna, sorbitol)
 Berikan opioid jangka pendek.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 32


 Dosis rutin dan teraturmemberikan efek analgesik yang lebih baik dari pada
pemberian intermitten.
 Mulailah dengan dosis rendah lalu naikkan perlahan.
 Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan opioid sebesar
50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant:
 OAINS dan amfetamin : meningkatkan toleransi opioid dan resolusi nyeri.
 Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin, tramadol,
mexiletine : efek untuk nyeri neuropatik.
 Antikonvulsan ; untuk neuralgia trigeminal.
 Gabapentin : neuralgia pasca-herpetik 1- 3 x 100 mg sehari dapat
ditingkatkan menjadi 300 mg/hari.
9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insiden perdarahan pada gastro
intestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien >65 tahun.
10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,distribusi,
metabolisme dan eliminasi.
11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik. Absorbs sering
tidak tertur karena adanya penundaan waktu transit atau sindrom malabsorbsi.
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh lebih singkat.
14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan.
15. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami : konstipasi.
16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat : polifarmasi (misalnya pasien
mengkonsumsi analgesik, antidepresan, dan sedasi secara rutin harian).
17. Prinsip dasar terapi farmakologi : mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan
perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan :
a. Penurunan / keterbatas mobilitas. Pada khirnya tidak mengarah ke depresi
karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunnya
kemampuan fungsional.
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkan
imunitas tubuh.
c. Kontrol nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi
dan gelisah.
d. Dokter cenderung meresepkan obat-obat yang lebih banyak. Polifarmasi dapat
meningkatkan risiko jatuh dan delirium.
19. Beberapa obat yang sebaikanya tidak digunakan pada lansia ;
a. OAINS : Indometasin dan Piroksicam ( waktu paruh yang panjang dan efek
samping gastrointestinal yang lebih besar).
b. Opioid : Pentazocine , Butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia)
Metadon,Levorphanol (waktu paruh panjang).
c. Propoxyphene : neurotoksik.
d. Antidepresan : tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 33


20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelunya harus diberikan kombinasi
preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agens)
21. Pilihan analgesik : menggunakan 3 – step ladder WHO (sama denganmanajemen
pada nyeri akut)
a. Nyeri – ringan : algesik non-opioid
b. Nyeri sedang : opiod minor , dapat dikombinasikan dengan OAINS dan
analgesik adjuvant.
c. Nyeri berat : opioid poten.
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis dan
hati-hati dalam memberikan obat kombinasi.
d.
BAB VI
DOKUMENTASI
 Asesmen awal nyeri didokumentasikan pada form assesmen awal nyeri dalam rekam
medik
 Asesmen ulang nyeri didokumentasikan pada form assesmen ulang nyeri dalam rekam
medis pasien
 Catatan perkembangan pasien didokumentasikan dalam lembar Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPTT)
 Pemberian edukasi/penyuluhan didokumentasikan di formulir lembar edukasi kepada
pasien dan keluarga pasien dan keluarga terintegrasi di status rekam medis pasien.

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kartini 34

Anda mungkin juga menyukai