Anda di halaman 1dari 33

SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RETINOBLASTOMA

Oleh
Nindy Putri Elisabet Amtaran
(1408010048)

Pembimbing :
dr. Indriani K. Dewi, Sp.M

dr. Eunike Cahyaningsih,Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2018

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Retina merupakan membrane yang tipis, halus, dan tidak berwarna, serta tembus
pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiri
dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, dan sel-sel glia. (1,2)

Retinoblastoma merupakan suatu neoplasma yang berasal dari neurotina (sel


batang dan sel kerucut) atau sel glia yang ganas yang berproliferasi dari neuroglia
seperti yang terjadi pada saraf otak dan optik, dan terjadi pada anak – anak yang
muncul pada salah satu mata atau kedua mata dibawah umur 5 tahun. sebagian kasus
(3,5)
bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalu kromosom . Gejala klinis
retinoblastoma beraneka ragam dan biasanya tidak disadari sampai tumbuh cukup
besar, seperti adanya leukokoria, strabismus, dan peradangan. (4)
Retinoblastoma merupakan bentuk keganasan intra okuler primer yang paling
sering ditemukan pada anak-anak,dengan angka kejadian sekitar 1:15.000 – 1:23.000
kelahiran hidup,merupaka 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak,sekiar 1
% dari seluruh kanker pada manusia,dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada
semua tingkat usia setelah melanoma maligna. (6)

Umumnya penderita datang pada stadium lanjut dari tumor, karena pada
stadium awal biasanya tidak memberikan keluhan. Dan 95% kasus dapat didiagnosa
sebelum umur 5 tahun. Tumor dapat terjadi secara bilateral (25%) dan unilateral
(75%).(1,7)

Pengobatan retinoblastoma tergantung terjadi pada satu mata maupun luasnya


tumor. Dengan deteksi dini dan kemajuan pengobatan, penglihatan, dan hidup pasien
dengan retinoblastoma telah maju dengan signifikan pada 20 tahun terakhir.(7)

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina


a. Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang keluar
anterios hampir sejauh corpus siliar dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang
tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis
schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luas retina
sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
berhubungan dengan membrana Bruch, koroid dan skelera. Disebagian besar tempat,
retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang
subretina, tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina
saling melekat kuat. (4)

3
Retina tebalnya 1mm pada ora serrata dan 0,5 mm pada kutub posterior.
Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5 – 6 mm. Retina
terdiri dari 10 lapisan, mulai dari sisi dalam hingga luar, yaitu :

1. Membran limitans interna , yaitu membran hialin antara retina dan badan
kaca

2. Lapisan sel saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus opticus. Dilapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina

3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion


dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam badan – badan sel bipolar, amakrin dan horisontal

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel
horisontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel
kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat
metabolisme dari kapiler koroid

8. Membrana limitans eksterna merupaka membran ilusi

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel


batang dan sel kerucut

10. Epitel pigmen retina

4
Retina menerima darah dari 2 sumber, yaitu : koriokapilaris yang berada ditepat
diluar mebran Bruch, yang mendarahi 1/3 luar retina, termasuk lapisan pleksiform
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina ; serta cabang
– cabang dari arteria centralis retina, yang mendarahi 2/3 dalam retina. (4,8)

b. Fisiologi Retina

5
Retina adalah jaringan kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks badan sebagai suatu
transducens yang efektif. Sel – sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan, serta saraf optikus dan akhirnya ke konteks penglihatan. (4)

Dipusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, yaitu makula.
(9)
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Makula terutama
digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya yang besar terdiri dari fotoreseptor batang digunakan untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik). (4)

2.2 Defenisi

Retinoblastoma adalah tumor mata primer yang berasal dari retina dan biasanya
dijumpai pada anak-anak dibawah usia 5 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 2-
3 tahun. Tumor ini bersifat multifokal, sehingga dapat dijumpai pada kedua mata
(bilateral) atau beberapa lesi pada satu mata (monocular). Pada jenis bilateral
biasanya dijumpai pada usia lebih muda dan bersifat herediter.2,3

2.3 Etiologi

Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya


cenderung diturunkan. (9)

Suatu alel dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor baik bentuk herediter
maupun nonherediter. Gen retinablastoma normal, yang terdapat pada semua orang,
adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan bentuk penyakit yang
herediter memiliki satu alel terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya
di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. (4)

6
Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina
yang sedang tumbuh dinonaktifkan oleh mutasi spontan. Pengidap bentuk herediter
yang bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orang tuanya sakit atau mereka yang
mengalami mutasi sel germinativum) memiliki kemungkinan hampir 50%
menghasilkan anak yang sakit. (4)

2.4 Epidemologi

Retinoblastoma merupakan bentuk keganasan intra okuler primer yang paling


sering ditemukan pada anak-anak,dengan angka kejadian sekitar 1:15.000 – 1:23.000
kelahiran hidup,merupaka 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak,sekiar 1
% dari seluruh kanker pada manusia,dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada
semua tingkat usia setelah melanoma maligna. (6)

Retinoblastoma terjadi pada sekitar 1 dari 16.000 kelahiran hidup di Amerika


Serikat, dengan insidensi yang sama pada anak kulit hitam dan kulit putih. Rata-rata
pasien terdiagnosis pada usia 11 bulan untuk tumor bilateral dan usia 23 bulan untuk
penderita tumor unilateral. Insiden retinoblastoma tidak menunjukkan perbedaan
rasio antara wanita dengan laki-laki, serta tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan dengan faktor lingkungan dan faktor sosio ekonomi.(8,11,12)

2.5 Patofisiologi

Retinoblastoma semula diperkirakan terjadi akibat mutasi suatu gen dominan


otosom, tetapi sekarang diduga bahwa suatu alel di satu lokus di dalam pita
kromosom 13 q 14 mengontrol tumor bentuk herediter dan non herediter. Gen
retinoblastoma normal, yang terdapat pada semua orang, adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang
tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang

7
non-herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh
diinaktifkan oleh mutasi spontan.(2)

Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior mata. Tumor ini terdiri dari sel-
sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Bisa berbentuk
roset menggambarkan usaha yang gagal untuk membentuk sel kerucut dan batang.
Tumor bisa tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi khas mempunyai
fokus ganda. Tumor dapat mengalami pertumbuhan eksofitik maupun endofitik.
Tumor endofitik (tumbuh ke dalam ruang vitreus) lebih mudah dilihat dengan
oftalmoskop. (8,11)
Pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih
sampai coklat muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma
Endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma
yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya
dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil
meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin
juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodule
atau menempati bagian inferior membentuk Pseudohypopyon.(5,8,11)
Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal,
yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi peningkatan diameter
pembuluh darah dengan warna lebih pekat. Pertumbuhan Retinoblastoma Eksofitik
sering dihubungkan dengan akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan
tumor dan sangat mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats
disease lanjut. Sel Retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk implant dimana
sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat
kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor primer tunggal. Sebagaimana
tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang berkembang memberikan gambar khas chalky
white appearance. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang

8
sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan
menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid.(7,8,11)
Pola yang ketiga adalah Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas
yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih
dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber
seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi
retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan
dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui
etiologinya. Glaukoma sekunder dan Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.(7)
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk ke
orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor
tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular
messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar
limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba. Di Amerika Serikat, pada saat
diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan
intrakranial. Tempat metastasis Retinoblastoma yang paling sering pada anak
mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera
abdomen. (8,11)

2.6 Klasifikasi

Klasifikasi Reese-Ellsworth adalah metode penggolongan retinoblastoma


intraokular yang paling sering digunakan, tetapi klasifikasi ini tidak menggolongkan
Retinoblastoma ekstraokular. Klasifikasi diambil dari perhitungan jumlah, ukuran,
lokasi tumor dan dijumpai atau tidak dijumpai adanya vitreous seeding.

9
Reese-Ellsworth classification of retinoblastoma

Group A B

1 Tumor soliter, 4 DD / belakang Tumor multipel, 4 DD belakang


ekuator ekuator

2 Tumor soliter, 4-10 DD Tumor multipel, 4-10 DD


belakang ekuator belakang ekuator

3 Lesi anterior sampai ekuator Tumor soliter 10 DD posterior


sampai ekuator

4 Tumor mulitipel > 10 DD Lesi anterior ke ora serata

5 Tumor masif ½ atau > retina Vitreous seeding

International classification of Retinoblastoma:

Grup A Tumor yang kecil (≤ 3mm) terbatas pada retina; > 3 mm dari fovea; >
1,5 mm dari diskus optikus

Grup B Tumor (<3mm) terbatas pada retina pada beberapa lokasi, dengancairan
subretinal yang bersih ≤ 6mm dari tepi tumor

Grup C Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6 mm dari
tepi tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total luas tumor
harus < 6mm

Grup D Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal ( < 6 mm dari tepi
tumor) jika lebih dari 1 bagian pada subretinal/viteus, total luas tumor
harus ≥6mm. cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor

10
Grup E No visual potential atau adanya 1 atau lebih dari gejala berikut ini

 Tumor di bagian segmen anterior


 Tumor didalam atau diatas badan siliar
 Glaukoma Neovascular
 Perdarahan vitreus yang berasal dari tumor yang menyebabkan
hipema
 Phthisical atau pre-pthisical eye
 Selulitis pada mata

2.7 Gejala Klinis

Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak
memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma.
Ledih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat
mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah
bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus,
atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam
perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien
retinoblastoma dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain yang jarang
diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris
(heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan
pergerakan mata abnormal (nistagmus). (1,4,7)

Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan massa
tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala gangguan
penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu maa, sehingga mata yang
normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Disamping itu penyakit ini biasanya
mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan

11
apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur. Orang
tua tidak menyadari kelaianan yang terjadi pada anaknya. Stadium dini biasanya
didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara kebetulan atau apabila tumor
terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling karena binokuler vision
penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau orang tua penderita
pergi ke dokter. (1,7,10)

Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium lanjut. Salah
satu gejala yang mendorong orang tua membawa penderita berobat adalah refleks
pupil yang berwarna putih atau kekuning-kuningan (leukokoria), seperti mata kucing
atau kelereng. Gambaran ini sebenarnya sudah menunjukkan hampir seluruh retina
terisi massa tumor. (4)

Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang
diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal. (2,3,7,10)

1. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intra ocular yang dapat mengenai satu atau kedua mata.
Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan refleksi
cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna putih
mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada
waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
2. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga
mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya
berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.

12
3. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat
diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma,
penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau
periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis.
Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
4. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
5. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
6. Proptosis
Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular.

Gambaran klinis pada retinoblastoma terbagi atas 4 stadium.(14)

1. Stadium Tenang.
Berlangsung sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Selama stadium ini, anak
dapat memiliki gejala leukokoria atau refleks pupil putih, mata juling,
nistagmus, penurunan visus, tampilan tumor pada pemeriksaan oftalmoskop
yang dapat berupa tumor endofitik atau eksofitik.(14)

Leukokoria adalah manifestasi klinis yang klasik pada


retinoblastoma.Pada literatur terdahulu, penemuan ini disamakan dengan
adanya pantulan cahaya pada mata kucing (amaurotic cat’s eye reflex).
Refleks pupil menjadi putih karena adanya tumor pada korpus vitreus (tumor
endofitik) atau detachment total pada retina (tumor eksofitik). Tergantung dari
posisi tumor pada mata, leukokoria dapat muncul pada pasien hampir pada

13
setiap kasus (seperti retinoblastoma makular) atau ketika anak melihat ke arah
tertentu (retinoblastoma periferal).(16)

Gambar : Leukokoria, retinoblastoma sporadik unilateral.Refleks pupil yang putih


adalah gejala yang menyertai retinoblastoma pada 90% pasien di AS. 16

Gambar :Leukokoria bilateral, retinoblastoma familial. Adanya tumor bilateral pada


tumor mengindikasikan bahwa pasien yang terkena adalah seorang karier dari
retinoblastoma familial yang dapat membawa tumor dari keturunannya.Tumor
bilateral terjadi pada dua pertiga pasien dengan retinoblastoma familial.16

14
Strabismus adalah gejala lain yang menyertai retinoblastoma, dan
esotropia lebih banyak ditemukan daripada eksotropia. Keduanya disebabkan
oleh adanya tumor atau pelepasan yang mempengaruhi penglihatan sentral,
biasanya dari makula atau keterlibatan nervus optik.Strabismus adalah gejala
paling banyak kedua dari seluruh kasus (20% dari kasus).Inilah alasan
mengapa pemeriksaan fundus pada pupil yang dilatasi wajib dilakukan pada
semua kasus strabismus anak.Adakalanya, pasien dengan tumor yang kecil
memiliki gejala adanya kesulitan untuk melihat walaupun tidak ditemukan
strabismus. Strabismus yang terjadi adalah non-paralitik sehingga sudut
deviasi sama, terlepas dari arah penglihatan. Mata berdeviasi karena
penglihatan terganggu dan hal ini bisa terjadi pada mata dengan kelainan pada
penglihatan.(15,16,17)

2. Stadium Glaukomatosa.

Stadium ini berkembang jika retinoblastoma tidak diterapi selama


stadium tenang.Stadium ini ditandai oleh adanya rasa nyeri yang sangat
hebat, kemerahan, dan mata berair. Bola mata membesar dengan adanya
proptosis yang menonjol, kornea menjadi keruh, tekanan intra okular
meningkat.(14)

Inflamasi (uveitis, endoftalmitis, panoftalmitis, hipopion), atau yang


jarang terjadi, hifema, glaukoma, heterokromia, rubeosis, pitiris bulbi, dan
penurunan penglihatan adalah gejala penyerta lain pada tumor ini.
Pseudouveitis, dengan mata merah dan nyeri berhubungan dengan hipopion
dan hifema, adalah kasus yang jarang. Gejala ini terjadi karena
retinoblastoma yang berinfiltrasi dimana sel-sel tumor menginvasi retina
secara difus, tanpa membentuk massa tumor yang berlainan.(15,17)

15
Gambar: Pseudohipopion akibat perluasan sel-sel tumor ke bilik
mata depan. 17

3. Stadium Ekstensi Ekstraokular

Karena adanya pembesaran yang progresif, tumor pada bola mata


biasanya melewati sklera, biasanya di sekitar limbus atau sekitar diskus
optik. Diikuti oleh terlibatnya jaringan ekstraokular yang mengakibatkan
proptosis.(14)

Inflamasi pada orbita menunjukkan adanya selulitis orbita yang


dapat terjadi pada mata dengan tumor nekrosis dan tidak meluas ke area
ekstraokular. Proptosis juga dapat terjadi jika orbita telah terlibat.11

4. Stadium Metastasis

Ditandai oleh terlibatnya struktur organ yang lebih jauh, sebagai berikut:

a. Penyebaran limfatik, yang diawali pada area nodus preaurikular dan


nodus lain di sekitarnya
b. Penyebaran langsung melalui hubungan dari nervus optik dan otak

16
c. Metastasis oleh aliran darah yang melibatkan tulang kranial dan tulang
lainnya. Metastasis pada organ lain, seperti hati, biasanya jarang terjadi.(14)

2.8 Diagnosa (18,19)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan patologi anatomi, akan tetapi karena tindakan biopsy merupakan
kontraindikasi, maka untuk menegakkan diagnosis digunakan beberapa sarana
pemeriksaanpenunjang.

1. Anamnesis
Tahap awal diagnosis pada pasien dengan suspek retinoblastoma
adalah dengan menanyakan riwayat penyakit secara detil dan akurat dari
orang tua atau anggota keluarga lainnya. Informasi yang harus
dikumpulkan adalah jenis dan durasi gejala, misalnya waktu muncul dan
onset terjadinya leukokoria atau strabismus, masalah pada mata
sebelumnya seperti adanya kelainan pada penglihatan, perbedaan
penglihatan antara mata satu dengan yang lainnya, adanya kesulitan
mengambil benda atau mengenali orang, dan adanya gerakan abnormal
pada mata atau nistagmus. Kondisi sistemik yang berhubungan dan
kesehatan secara umum, yaitu adanya perubahan berat badan atau nafsu
makan. Obat-obatan yang telah dikonsumsi, operasi sebelumnya, durasi
masa gestasi dan komplikasi kehamilan, jenis persalinan (pervaginam atau
cesar), berat badan pasien saat lahir, kontak dengan kucing atau anjing,
dan yang terpenting riwayat penyakit keganasan pada mata di keluarga.

17
Gejala Klinis Retinoblastoma Berdasarkan Persentase

Gejala atau Tanda Persentase

Refleks mata kucing 56%

Strabismus 20%

Esotropia 11%

Exotropia 9%

Mata merah dan terasa nyeri dengan glaukoma 7%

Pandangan kabur 5%

Pemeriksaan rutin 3%

Selulitis orbital 3%

Midriasis unilateral 2%

Iridis heterokromia 1%

Hyphema 1%

Gambaran dismorfik 0,5%

Nistagmus 0,5%

Bercak putih pada iris 0,5%

Anoreksia, gagal tumbuh 0,5%

(Tabel ini dimodifikasi dari Abramson DH, Frank CM, Susman M, et al:
presenting sign of retinoblastoma. J. Pediatr 1998 Mar ; 132 (3 Pt 1):505-8)

18
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Awal
Dengan menggunakan penlight, penemuan seperti leukokoria (refleks
pupil putih), strabismus, proptosis atau ekstensi ekstraokular dari massa
padat (pada kasus yang lebih berat), harus dicatat. Fotografi eksternal juga
sangat penting untuk konfirmasi medis.Low-set ears atau hidung datar
juga harus dicatat (ada hubungannya dengan sindrom delesi kromosom
13q). penglihatan anak juga harus dinilai, adanya strabismus juga harus
didokumentasikan. Area periokular harus dinilai untuk melihat adanya
pembengkakan yang asimetris, dan proptosis juga harus dinilai. Dan jika
pasien koperatif, refleks pupil juga harus dinilai untuk mengetahui adanya
defek aferen.

b. Pemeriksaan Slit Lamp


Merujuk pada fakta bahwa pasien retinoblastoma adalah anak-anak (di
bawah usia 5 tahun), maka sulit dilakukan pemeriksaan slit-lamp di klinik
khususnya karena pasien kurang koperatif. Sehingga di ruang operasi,
ketika anak dalam keadaan di bawah anestesi, segmen anterior dapat
divisualisasi dengan baik menggunakan mikroskop atau handheld slit
lamp. Penemuan seperti adanya invasi pada bilik mata depan oleh tumor,
neovaskularisasi dari iris, hifema atau pseudohipopion, harus dicatat.8

c. Pengukuran tekanan intraokular


Pengukuran tekanan intraokular harus dilakukan pada kedua mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz, Perkins, atau Tonopen.
Diameter kornea harus diukur sebagai tanda adanya perubahan bentuk
pada bola mata, pembesaran, atau glaukoma sekunder.
d. Oftalmoskopi indirek
Oftalmoskopi indirek binocular adalah tahap yang paling penting pada
diagnosis pasien dengan suspek retinoblastoma. Pemeriksaan ini dapat

19
dilakukan di klinik dan juga bisa diulangi ketika pasien berada dalam
keadaan anestesi dengan evaluasi yang lebih jelas untuk
mendokumentasikan lokasi, ukuran, dan penampakan tumor, ablasio
retina, perdarahan, dan juga detail lainnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Assays level Enzyme Humor Aqeous
Digunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan
kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim
glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim
ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara
metabolis. Secara normal, konsentrasi nya di dalam serum dan aqeous
humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan
peningkatan aktivitas LDH. Pemeriksaan Enzim Lactic Acid
Dehydrogenase (LDH), yaitu dengan membandingkan kadar LDH
humor akuos dengan serum darah. Bila rasio lebih besar dari 1,5
dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (pada
keadaan normal rasio kurang dari 1).

a. Pemeriksaan foto rontgen, pada hampIr 60-70% kasus penderita


retinoblastoma menunjukkan adanya klasifikasi. Bila tumor
mengadakan infiltrasi ke nervus optikus, maka foramen optikum
melebar.
b. Pemeriksaan CTscan dan MRI untuk mendeteksi penyebaran tumor
sampai ke intracranial.
c. Patologi Anatomi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNA) atau biopsi jarum halus.Pada
beberapa kondisi tertentu, diagnosis retinoblastoma dapat ditegakkan
tanpa adanya konfirmasi kriopatologik. FNA dijelaskan dapat
dilakukan dengan metode transkorneal melalui bagian perifer iris.

20
Dengan biopsi maka akan diambil sampel jaringan dari tumor
kemudian dilihat dibawah mikroskop dan ditemukan sel-sel tumor.
Secara makroskopis, sel tumor yang aktif di temukan dekat pembuluh
darah, Zona nekrosis ditemukan pada area avaskuler. Secara
mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil-
kecil tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna
gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini biasanya membentuk rosette
Flexner-Wintersteiner yang khas yang merupakan indikasi diferensiasi
fotoreseptor. Sedangkan fleurettes jarang tampak pada gambaran
histopatologi. Gambaran Homer-Wrightrosettes juga sering ada tetapi
ini tidak spesifik pada retinoblastoma karena gambaran ini juga
terdapat pada tumor neuroblastik lainnya

Kebanyakan Retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-


macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh pembentukan
Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
 Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central
yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih
jauh dari lumen.

Gambar Flexner – winsteiner rosettes

21
 Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen
dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik
 Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan
differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses
pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan
bunga.

(a) (b) (c)


2.9 Diagnosa Banding (20)

Diagnosa banding untuk penyakit retinoblastoma adalah semua penyakit yang


masuk kedalam kelompok leukokoria

a. Penyakit Coats

Merupakan suatu penyakit mata idiopatik yang muncul secara predominan


pada anak laki – laki. Ciri dari penyakit ini adalah telengiektasi pembuluh
darah retina yang bocor dan terjadi akumulasi dari cairan subretinal dan lipid
yang terlihat seperti leukokoria. Penyakit ini sering salah diagnosis dengan
retinoblastoma, namun bisa disingkarkan dengan tidak adanya kalsifikasi dari
retina.

22
b. Primary Persistent Hyperplastic Vitreus

Merupakan kelainan anomaly kongenital yang mempunyai ciri khas, yaitu


menetapnya jaringan mesenkim embrio yang terdapat pada cavitas. Pada
pasien sering muncul leukokoria, namun tidak ada massa yang muncul.

c. Katarak Kongenital

Merupakan penyebab leukokoria pada anak – anak. Muncul pada saat lahir
dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan dengan penyakit
yang berhubungan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifilis dan
laktosemia. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat mengindentifikasi katarak.

d. Toxocara infection

Dapat menyebabkan retinichroidal dan inflamasi dari cairann vitreus, hal ini
dapat membuat distorsi dari bentuk retina normal dan bermaifestasi seperti
leukokoria pada opthalmoskop[. Serum enzyme – linked immunosorbent
assay untuk toxocara canis dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis

e. Retinophaty of Prematurity (ROP)

Merupakan kegagalan dari retina normal yang terjadi pada bayi yang lahir
prematur yang terpapar oksigen konstrasi tinggi selama postnatal. Ini
berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya
retina yang dapat mengakibatkan refleks putih dan harus diperhatikan pada
bayi prematur.

23
2.10 Tatalaksana (8)

Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa


Retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka
harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular,
angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan
strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian
menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern
Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang
berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi,
External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.
1. Enukleasi
Kebanyakan pasien dengan unilateral retinoblastoma yang besar dan
pertumbuhan tumor yang progresif dilakukan enukleasi. Indikasi lain dari
enukleasi adalah pasien dengan bilateral retinoblastoma yang tidak
merespon baik dengan kemoterapi atau dengan terapi lain
dimana enukleasi dilakukan pada mata dengan prognosis yang buruk.
Enukleasi sangat jarang diindikasikan pada kedua mata. Biasanya
enukleasi dilakukan pada kedua mata bila visus kedua mata nol. Setelah
dilakukan enukleasi dapat dipasang bola mata buatan untuk menjaga agar
kosmetika pasien tetap baik. Angka kesembuhan pasien unilateral
retinoblastoma yang dilakukan enukleasi mencapai hingga >95%.
2. Kemoterapi
Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma
Intraokular bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi
sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran
tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan
Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai
akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis

24
Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam
seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine.
3. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) digunakan untuk terapi
Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal
kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai
darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat
digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-
10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada
permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan
mempunyai pengaruh sitotoksik langsung.
4. Krioterapi
Krioterapi Juga efektif untuktumor dengan ukuran dimensi basal
kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm.
5. External-Beam Radiation Therapy
Terapi EBR mempunyai manfaat yang besar dalam penyembuhan
retinoblastoma. Indikasi terbanyak dilakukannya EBR adalah pada pasien
dengan bilateral retinoblastoma yang mendapat kekambuhan setelah
dilakukan terapi lain pada kedua matanya. Anak dengan tumor kecil pada
daerah makula yang tidak merespon dengan kemoterapi atau anak yang
mengalami kekambuhan setelah dilakukan kemoterapi dapat diindikasikan
untuk mendapat terapi EBR. Target lokasi terapi EBR adalah seluruh area
tumor yang terdapat pada bola mata sampai sepanjang 1 cm didepan
nervus optikus. Angka ketahanan hidup pasien yang diterapi dengan EBR
adalah 53.4% dalam 10 tahun dengan angka kekambuhan 27,9% setelah
10 tahun terapi. Komplikasi dari terapi EBR adalah katarak, kerusakan
nervus optikus, oklusi total retina, perdarahan korpus vitreus, dan
hipoplasi tulang temporal.

25
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi:
A. Untuk Tumor kecil (diameter <3 mm , tebal 2 mm)

 Photokoagulan
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk
terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan
dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation
merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser
yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan
tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur
tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung
yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi.
 Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari
10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan
visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique.
Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi
posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih
anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik
tersebut. Selanjut di folow up pertumbuhan tumor atau komplikasi
terapi.
 Kemoterapi
kemoterapi tanpa pengobatan lainnya dapat mengobati tumor makula,
tetapi ada risiko terjadinya tumor lagi.

26
B. Untuk Tumor ukuran Sedang (diameter 12 mm, tebal 6 mm)

 Brakioterapi
Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan
diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop
yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106.
Indikasinya untuk tumor anterior tanpa vitreous seeding.

 Kemoterapi Primer
Dengan Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh
terapi lokal sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan
studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan
Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide
atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan
sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga
masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri,
tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser
Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat
digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction
antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas
renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut
pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction
termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti,
berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.
 External Beam Radiotherapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik
terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering
memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy
dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada
anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau

27
Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai
85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor
atau komplikasi sekunder. 2
Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam
Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :
1.Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur
hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer
(seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan External
Beam Radiotherapy.
2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy
meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan
Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi
menggunakan External Beam Radiotherapy dosis rendah dan
Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola
mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan
penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan
External Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang
baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder
sewaktu anak berumur satu tahun

C. Untuk Tumor ukuran Besar

 Kemoterapi

 Enuklasi
Enuklasi yaitu mengangkat bola mata dan diganti dengan bola maat
prothease (buatan). Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk
retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan

28
frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12.
Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma
Neovaskular. (8)
2.11 Komplikasi
a. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnyaosteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma malignan,berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma, dan
berbagai jenis tumor otak
b. Komplikasi vaskular: kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan
dapat terlihatsetelah EBRT menggunakan 70-75Gy dengan 200-350cGy
per fraksi.
c. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah terapi radiasi. Terjadi
hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan
dosis radiasi melebihi 3500 cGy
2.12 Prognosis

Dimana pasien dengan penyakit unilateral prognosis visus untuk mata normal
umumnya baik, diantara pasien mata denan penyakit bilateral, prognosis visus
tergantung lokasi dan luasnya keterlibatan. Salah satu studi dilaporkan bahwa
diantara pasien dengan penyakit bilateral diobati dengan konservatif 50% mencapai
visus 20/40. Peningkatan taraf hidup lebih besar diantara pasien yang didiagnosa
sebelum umur 2 tahun atau sebelum umur 7 tahun.(3,5)

Harapan hidup sangat tergantung dari dininya diagnosis ditegakkan dan metode
pengobatan yang dilakukan.(4,7)

1. Bila masih terbatas di retina, kemungkinan hidup 95%

29
2. Bila terjadi metastase ke orbita, kemungkinan hidup 5%
3. Bila metastase ke seluruh tubuh, kemungkinan hidup 0%

30
BAB 3

PENUTUP

Retinoblastoma merupakan bentuk keganasan intra okuler primer yang berasal


dari neurotina (sel batang dan sel kerucut) atau sel glia yang ganas dan paling sering
ditemukan pada anak-anak, dengan angka kejadian sekitar 1:15.000 – 1:23.000
kelahiran hidup,merupaka 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak,sekiar 1
% dari seluruh kanker pada manusia,dan merupakan keganasan kedua terbanyak pada
semua tingkat usia setelah melanoma maligna.

Retinoblastoma terjadi karena kehilangan kedua kromosom dari satu pasang


alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom 13 q 14. Bisa karena mutasi
atau diturunkan.

Massa tumor dapat tumbuh ke dalam (endofilik) dan tumbuh menembus


keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor
berkembang difus. Pertumbuhan endofilik lebih umum terjadi. Tumor endofilik
timbul dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti dari retinoblastoma intraokuler hanya dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan patologi anatomi.

Penanganan retinoblastoma sangat tergantung pada besarnya tumor,


bilateral, perluasan kejaringan ekstraokuler dan adanya tanda-tanda metastasis jauh.
Harapan hidup sangat tergantung dari dininya diagnosis ditegakkan dan metode
pengobatan yang dilakukan

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Nana Wijana. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3.Jakarta,1983 : 140-141


2. Daniel G. Vaughan et all. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000:
217-219
3. Miller, J.H. Stephen. Parsons Disease of the Eye. Churchil Livingstons
4. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum edisi ke 17 .
EGC. Jakarta : 2002
5. Sidarta Ilyas. Retinoblastoma dalam Kegawatdaruratan Dalam Ilmu Penyakit
Mata.FKUI. Jakarta, 2000 : 159-161.
6. Liesegang TJ,Skuta GL,Cantor LB.Ophthlmic Pahology and Intraocular
TumorsSection 4.San Fransisco: American Academy Of
Ophthalmology,2007-2008.p.285-303
7. National Cancer Institute. Retinoblastoma.http://www.medNews.com 2004 :
1-8.
8. Ilyas Sidarta, Prof. Dr. H. SpM. Ilmu Penyakit Mata . Edisi ketiga . FKUI .
Jakarta : 2006
9. http:/unnd4774.wordpress.com/2010/10/03/retinoblastoma

10. Tamboli A, Podgor MJ, Horm JW. The incidence of retinoblastoma in the
United States: 1974 through 1985.Arch Ophthalmol. 1990;108:128–32
11. Hardy, R. A. , Retina dan Tumor Intraokular dalam Vaughan, D. G., Asbury,
T., Riodaneva, P., (eds), Oftalmology Umum 14th ed., Jakarta 2000 Widya
Medika, : 217 -219, 369
12. Chantada G, Fandino A, Retinoblastoma dalam Nelson, Ilmu Kesehatan Anak
jilid II, Jakarta Balai penerbit FK UI 2009 : 980-85.
13. Arno Nover Fundus Okuli (gambaran Khas dan Metode-metode Pemeriksaan)
edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran Hipokrates. Jakarta, 1995 : 134.

32
14. Kansky JJ. Clinical Ophthalmology. Tumours of the Retina. 6th ed. British :
Buttewoz-Heinemann Ltd. 1994:p.222-5
15. Khurana AK. Comprehensive Ophthalomology. Diseases of The Retina. 4th
Ed. New Delhi : New Age International Publisher, Ltd. 2007:p.279-83
16. Eagle RC Jr. Retinoblastoma and Stimulating Lesions. In : Tasman W, Jaeger
E, eds. Duane’s Foundations of Clinical Ophthalmology. 2007th Ed.
Hagerstown: 2007. Chapter 21
17. Wilson, Matthew. Pediatric Ocular tumors and stimulating Lesions:
Retinoblastoma. Pediatric ophtalmology. Springer. 2009. P: 404-11
18. Enrique Schuartzman et all Result of a Stage-Based Protocol for the
Treatment of Retinoblastoma in Journal of Clinical Oncology Vol.14, 5 May
1996 : 1532-1536.
19. Ganguly A, Nichols KE. Genetics of Retinoblastoma : Molecular and Clinical
Aspects. In: Ramasbramanian A, Shields CL. Retinoblastoma. India: Jaypee
Brothers Medical Publisher. 2012:p.43-62.
20. Kansky, Jack, Brad Bowling. Clinical Opthalmology a systematic approach
seventh edition. Elsevier Sunders. New York : 2011

33

Anda mungkin juga menyukai