Retinoblastoma Referat
Retinoblastoma Referat
RETINOBLASTOMA
Oleh
Nindy Putri Elisabet Amtaran
(1408010048)
Pembimbing :
dr. Indriani K. Dewi, Sp.M
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Retina merupakan membrane yang tipis, halus, dan tidak berwarna, serta tembus
pandang. Yang terlihat merah pada fundus adalah warna dari koroid. Retina ini terdiri
dari serat-serat Mueller, membrane limitans interna dan eksterna, dan sel-sel glia. (1,2)
Umumnya penderita datang pada stadium lanjut dari tumor, karena pada
stadium awal biasanya tidak memberikan keluhan. Dan 95% kasus dapat didiagnosa
sebelum umur 5 tahun. Tumor dapat terjadi secara bilateral (25%) dan unilateral
(75%).(1,7)
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang keluar
anterios hampir sejauh corpus siliar dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang
tidak rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis
schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi nasal. Permukaan luas retina
sensoris bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga
berhubungan dengan membrana Bruch, koroid dan skelera. Disebagian besar tempat,
retina dan epitel pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang
subretina, tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina
saling melekat kuat. (4)
3
Retina tebalnya 1mm pada ora serrata dan 0,5 mm pada kutub posterior.
Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5,5 – 6 mm. Retina
terdiri dari 10 lapisan, mulai dari sisi dalam hingga luar, yaitu :
1. Membran limitans interna , yaitu membran hialin antara retina dan badan
kaca
2. Lapisan sel saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus opticus. Dilapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua
5. Lapisan inti dalam badan – badan sel bipolar, amakrin dan horisontal
6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel
horisontal dengan fotoreseptor
7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, merupakan susunan lapis nukleus sel
kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat
metabolisme dari kapiler koroid
4
Retina menerima darah dari 2 sumber, yaitu : koriokapilaris yang berada ditepat
diluar mebran Bruch, yang mendarahi 1/3 luar retina, termasuk lapisan pleksiform
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina ; serta cabang
– cabang dari arteria centralis retina, yang mendarahi 2/3 dalam retina. (4,8)
b. Fisiologi Retina
5
Retina adalah jaringan kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi
sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks badan sebagai suatu
transducens yang efektif. Sel – sel batang dan kerucut dilapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan, serta saraf optikus dan akhirnya ke konteks penglihatan. (4)
Dipusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, yaitu makula.
(9)
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Makula terutama
digunakan untuk ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya yang besar terdiri dari fotoreseptor batang digunakan untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik). (4)
2.2 Defenisi
Retinoblastoma adalah tumor mata primer yang berasal dari retina dan biasanya
dijumpai pada anak-anak dibawah usia 5 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 2-
3 tahun. Tumor ini bersifat multifokal, sehingga dapat dijumpai pada kedua mata
(bilateral) atau beberapa lesi pada satu mata (monocular). Pada jenis bilateral
biasanya dijumpai pada usia lebih muda dan bersifat herediter.2,3
2.3 Etiologi
Suatu alel dalam pita kromosom 13q14 mengontrol tumor baik bentuk herediter
maupun nonherediter. Gen retinablastoma normal, yang terdapat pada semua orang,
adalah suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan bentuk penyakit yang
herediter memiliki satu alel terganggu disetiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya
di sel retina yang sedang tumbuh mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. (4)
6
Pada bentuk yang nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina
yang sedang tumbuh dinonaktifkan oleh mutasi spontan. Pengidap bentuk herediter
yang bertahan hidup (5% dari kasus baru yang orang tuanya sakit atau mereka yang
mengalami mutasi sel germinativum) memiliki kemungkinan hampir 50%
menghasilkan anak yang sakit. (4)
2.4 Epidemologi
2.5 Patofisiologi
7
non-herediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh
diinaktifkan oleh mutasi spontan.(2)
Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior mata. Tumor ini terdiri dari sel-
sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. Bisa berbentuk
roset menggambarkan usaha yang gagal untuk membentuk sel kerucut dan batang.
Tumor bisa tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi khas mempunyai
fokus ganda. Tumor dapat mengalami pertumbuhan eksofitik maupun endofitik.
Tumor endofitik (tumbuh ke dalam ruang vitreus) lebih mudah dilihat dengan
oftalmoskop. (8,11)
Pada pola pertumbuhan endofitik, ini tampak sebagai gambaran massa putih
sampai coklat muda yang menembus membran limitan interna. Retinoblastoma
Endofitik kadang berhubungan dengan vitreus seeding. Sel-sel dari Retinoblastoma
yang masih dapat hidup terlepas dalam vitreous dan ruang sub retina dan biasanya
dapat menimbulkan perluasan tumor melalui mata. Vitreous seeding sebagian kecil
meluas memberikan gambaran klinis mirip endopthalmitis, vitreous seeding mungkin
juga memasuki bilik mata depan, yang dapat berkumpul di iris membentuk nodule
atau menempati bagian inferior membentuk Pseudohypopyon.(5,8,11)
Tumor Eksofitik biasanya kuning keputihan dan terjadi pada ruang subretinal,
yang mengenai pembuluh darah retina dan sering kali terjadi peningkatan diameter
pembuluh darah dengan warna lebih pekat. Pertumbuhan Retinoblastoma Eksofitik
sering dihubungkan dengan akumulasi cairan subretina yang dapat mengaburkan
tumor dan sangat mirip ablasio retina eksudatif yang memberi kesan suatu Coats
disease lanjut. Sel Retinoblastoma mempunyai kemampuan untuk implant dimana
sebelumnya jaringan retina tidak terlibat dan tumbuh. Dengan demikian membuat
kesan multisentris pada mata dengan hanya tumor primer tunggal. Sebagaimana
tumor tumbuh, fokus kalsifikasi yang berkembang memberikan gambar khas chalky
white appearance. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang
8
sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan
menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid.(7,8,11)
Pola yang ketiga adalah Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas
yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih
dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber
seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi
retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan
dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui
etiologinya. Glaukoma sekunder dan Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.(7)
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui sklera untuk masuk ke
orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor
tumbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular
messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar
limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba. Di Amerika Serikat, pada saat
diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan
intrakranial. Tempat metastasis Retinoblastoma yang paling sering pada anak
mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera
abdomen. (8,11)
2.6 Klasifikasi
9
Reese-Ellsworth classification of retinoblastoma
Group A B
Grup A Tumor yang kecil (≤ 3mm) terbatas pada retina; > 3 mm dari fovea; >
1,5 mm dari diskus optikus
Grup B Tumor (<3mm) terbatas pada retina pada beberapa lokasi, dengancairan
subretinal yang bersih ≤ 6mm dari tepi tumor
Grup C Berlokasi di vitreous dan atau benih tumor di subretinal (<6 mm dari
tepi tumor) jika lebih dari satu bagian subretinal/vitreus, total luas tumor
harus < 6mm
Grup D Difus pada vitreus dan atau penyebaran di subretinal ( < 6 mm dari tepi
tumor) jika lebih dari 1 bagian pada subretinal/viteus, total luas tumor
harus ≥6mm. cairan subretinal > 6 mm dari tepi tumor
10
Grup E No visual potential atau adanya 1 atau lebih dari gejala berikut ini
Gejala klinis subjektif pada pasien retinoblastoma sukar karena anak tidak
memberikan keluhan. Tapi kita harus waspada terhadap kemungkinan retinoblastoma.
Ledih dari 75% anak-anak dengan retinoblastoma yang pertama kali dicatat
mempunyai “pupil putih” yang mana dokter menyebutnya “Leukokoria” yang seolah
bersinar bila kena cahaya seperti mata kucing “Amaurotic cat’s eye”, atau strabismus,
atau kemerahan dan nyeri pada mata (biasanya disebabkan glaukoma). Jika dalam
perkembangan anak terjadi iritasi kemerahan yang menetap, hal ini dapat
menggambarkan inflamasi atau pseudo-inflamasi pada mata, 9% pasien
retinoblastoma dapat berkembang dengan symptom ini. Tanda lain yang jarang
diperlihatkan pada retinoblastoma termasuk anisokoria, perbedaan warna pada iris
(heterochromia), berair, penonjolan ke depan pada mata (proptosis), katarak, dan
pergerakan mata abnormal (nistagmus). (1,4,7)
Penyakit ini jarang sekali didaptkan dalam stadium dini. Hal ini disebabkan massa
tumor tidak terletak di daerah makula maka tidak akan menimbulkan gejala gangguan
penglihatan. Terlebih lagi bila massa tumor hanya pada satu maa, sehingga mata yang
normal dapat mengatasi fungsi penglihatan. Disamping itu penyakit ini biasanya
mengenai bayi dan anak kecil yang belum mampu mengemukakan keluhan-keluhan
11
apabila terdapat gangguan fungsi mata, misalnya penglihatan menjadi kabur. Orang
tua tidak menyadari kelaianan yang terjadi pada anaknya. Stadium dini biasanya
didapatkan pada pemeriksaan funduskopi rutin secara kebetulan atau apabila tumor
terdapat di makula retina dan menyebabkan mata juling karena binokuler vision
penderita terganggu. Gejala juling inilah membawa penderita atau orang tua penderita
pergi ke dokter. (1,7,10)
Sebagian besar penderita tumor ini datang pada keadaan stadium lanjut. Salah
satu gejala yang mendorong orang tua membawa penderita berobat adalah refleks
pupil yang berwarna putih atau kekuning-kuningan (leukokoria), seperti mata kucing
atau kelereng. Gambaran ini sebenarnya sudah menunjukkan hampir seluruh retina
terisi massa tumor. (4)
Umunya terlihat pada usia 2 sampai dengan 3 tahun, sedangkan pada kasus yang
diturunkan melalui genetic gejala klinis dapat muncul lebih awal. (2,3,7,10)
1. Leukokoria
Merupakan gejala klinis yang paling sering ditemukan pada
retinoblastoma intra ocular yang dapat mengenai satu atau kedua mata.
Gejala ini sering disebut seperti “mata kucing”. Hal ini disebabkan refleksi
cahaya dari tumor yang berwarna putih disekitar retina. Warna putih
mungkin terlihat pada saat anak melirik atau dengan pencahayaan pada
waktu pupil dalam keadaan semi midriasis.
2. Strabismus
Merupakan gejala yang sering ditemukan setelah leukokoria.
Strabismus ini muncul bila lokasi tumor pada daerah macula sehingga
mata tidak dapat terfiksasi. Strabismus dapat juga terjadi apabila tumornya
berada diluar macula tetapi massa tumor sudah cukup besar.
12
3. Mata merah
Mata merah ini sering berhubungan dengan glaukoma sekunder yang
terjadi akibat retinoblastoma. Apabila sudah terjadi glaukoma maka dapat
diprediksi sudah terjadi invasi ke nervus optikus. Selain glaukoma,
penyebab mata merah ini dapat pula akibat gejala inflamasi okuler atau
periokuler yang tampak sebagai selulitis preseptal atau endoftalmitis.
Inflamasi ini disebabkan oleh adanya tumor yang nekrosis.
4. Buftalmus
Merupakan gejala klinis yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra okular akibat tumor yang bertambah besar.
5. Pupil midriasis
Terjadi karena tumor telah mengganggu saraf parasimpatik.
6. Proptosis
Bola mata menonjol kea rah luar akibat pembesaran tumor intra dan
ekstra okular.
1. Stadium Tenang.
Berlangsung sekitar 6 bulan hingga 1 tahun. Selama stadium ini, anak
dapat memiliki gejala leukokoria atau refleks pupil putih, mata juling,
nistagmus, penurunan visus, tampilan tumor pada pemeriksaan oftalmoskop
yang dapat berupa tumor endofitik atau eksofitik.(14)
13
setiap kasus (seperti retinoblastoma makular) atau ketika anak melihat ke arah
tertentu (retinoblastoma periferal).(16)
14
Strabismus adalah gejala lain yang menyertai retinoblastoma, dan
esotropia lebih banyak ditemukan daripada eksotropia. Keduanya disebabkan
oleh adanya tumor atau pelepasan yang mempengaruhi penglihatan sentral,
biasanya dari makula atau keterlibatan nervus optik.Strabismus adalah gejala
paling banyak kedua dari seluruh kasus (20% dari kasus).Inilah alasan
mengapa pemeriksaan fundus pada pupil yang dilatasi wajib dilakukan pada
semua kasus strabismus anak.Adakalanya, pasien dengan tumor yang kecil
memiliki gejala adanya kesulitan untuk melihat walaupun tidak ditemukan
strabismus. Strabismus yang terjadi adalah non-paralitik sehingga sudut
deviasi sama, terlepas dari arah penglihatan. Mata berdeviasi karena
penglihatan terganggu dan hal ini bisa terjadi pada mata dengan kelainan pada
penglihatan.(15,16,17)
2. Stadium Glaukomatosa.
15
Gambar: Pseudohipopion akibat perluasan sel-sel tumor ke bilik
mata depan. 17
4. Stadium Metastasis
Ditandai oleh terlibatnya struktur organ yang lebih jauh, sebagai berikut:
16
c. Metastasis oleh aliran darah yang melibatkan tulang kranial dan tulang
lainnya. Metastasis pada organ lain, seperti hati, biasanya jarang terjadi.(14)
1. Anamnesis
Tahap awal diagnosis pada pasien dengan suspek retinoblastoma
adalah dengan menanyakan riwayat penyakit secara detil dan akurat dari
orang tua atau anggota keluarga lainnya. Informasi yang harus
dikumpulkan adalah jenis dan durasi gejala, misalnya waktu muncul dan
onset terjadinya leukokoria atau strabismus, masalah pada mata
sebelumnya seperti adanya kelainan pada penglihatan, perbedaan
penglihatan antara mata satu dengan yang lainnya, adanya kesulitan
mengambil benda atau mengenali orang, dan adanya gerakan abnormal
pada mata atau nistagmus. Kondisi sistemik yang berhubungan dan
kesehatan secara umum, yaitu adanya perubahan berat badan atau nafsu
makan. Obat-obatan yang telah dikonsumsi, operasi sebelumnya, durasi
masa gestasi dan komplikasi kehamilan, jenis persalinan (pervaginam atau
cesar), berat badan pasien saat lahir, kontak dengan kucing atau anjing,
dan yang terpenting riwayat penyakit keganasan pada mata di keluarga.
17
Gejala Klinis Retinoblastoma Berdasarkan Persentase
Strabismus 20%
Esotropia 11%
Exotropia 9%
Pandangan kabur 5%
Pemeriksaan rutin 3%
Selulitis orbital 3%
Midriasis unilateral 2%
Iridis heterokromia 1%
Hyphema 1%
Nistagmus 0,5%
(Tabel ini dimodifikasi dari Abramson DH, Frank CM, Susman M, et al:
presenting sign of retinoblastoma. J. Pediatr 1998 Mar ; 132 (3 Pt 1):505-8)
18
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Awal
Dengan menggunakan penlight, penemuan seperti leukokoria (refleks
pupil putih), strabismus, proptosis atau ekstensi ekstraokular dari massa
padat (pada kasus yang lebih berat), harus dicatat. Fotografi eksternal juga
sangat penting untuk konfirmasi medis.Low-set ears atau hidung datar
juga harus dicatat (ada hubungannya dengan sindrom delesi kromosom
13q). penglihatan anak juga harus dinilai, adanya strabismus juga harus
didokumentasikan. Area periokular harus dinilai untuk melihat adanya
pembengkakan yang asimetris, dan proptosis juga harus dinilai. Dan jika
pasien koperatif, refleks pupil juga harus dinilai untuk mengetahui adanya
defek aferen.
19
dilakukan di klinik dan juga bisa diulangi ketika pasien berada dalam
keadaan anestesi dengan evaluasi yang lebih jelas untuk
mendokumentasikan lokasi, ukuran, dan penampakan tumor, ablasio
retina, perdarahan, dan juga detail lainnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Assays level Enzyme Humor Aqeous
Digunakan untuk memperoleh informasi pada pasien dengan
kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim
glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim
ini terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara
metabolis. Secara normal, konsentrasi nya di dalam serum dan aqeous
humor rendah. Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan
peningkatan aktivitas LDH. Pemeriksaan Enzim Lactic Acid
Dehydrogenase (LDH), yaitu dengan membandingkan kadar LDH
humor akuos dengan serum darah. Bila rasio lebih besar dari 1,5
dicurigai kemungkinan adanya retinoblastoma intraokuler (pada
keadaan normal rasio kurang dari 1).
20
Dengan biopsi maka akan diambil sampel jaringan dari tumor
kemudian dilihat dibawah mikroskop dan ditemukan sel-sel tumor.
Secara makroskopis, sel tumor yang aktif di temukan dekat pembuluh
darah, Zona nekrosis ditemukan pada area avaskuler. Secara
mikroskopis, sebagian besar retinoblastoma terdiri dari sel-sel kecil-
kecil tersusun rapat, bundar atau poligonal dengan inti besar berwarna
gelap dan sedikit sitoplasma. Sel-sel ini biasanya membentuk rosette
Flexner-Wintersteiner yang khas yang merupakan indikasi diferensiasi
fotoreseptor. Sedangkan fleurettes jarang tampak pada gambaran
histopatologi. Gambaran Homer-Wrightrosettes juga sering ada tetapi
ini tidak spesifik pada retinoblastoma karena gambaran ini juga
terdapat pada tumor neuroblastik lainnya
21
Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen
dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik
Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan
differensiasi fotoreseptor, kelompok sel dengan proses
pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan
bunga.
a. Penyakit Coats
22
b. Primary Persistent Hyperplastic Vitreus
c. Katarak Kongenital
Merupakan penyebab leukokoria pada anak – anak. Muncul pada saat lahir
dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan dengan penyakit
yang berhubungan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifilis dan
laktosemia. Pemeriksaan dengan slit lamp dapat mengindentifikasi katarak.
d. Toxocara infection
Dapat menyebabkan retinichroidal dan inflamasi dari cairann vitreus, hal ini
dapat membuat distorsi dari bentuk retina normal dan bermaifestasi seperti
leukokoria pada opthalmoskop[. Serum enzyme – linked immunosorbent
assay untuk toxocara canis dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
Merupakan kegagalan dari retina normal yang terjadi pada bayi yang lahir
prematur yang terpapar oksigen konstrasi tinggi selama postnatal. Ini
berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya
retina yang dapat mengakibatkan refleks putih dan harus diperhatikan pada
bayi prematur.
23
2.10 Tatalaksana (8)
24
Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam
seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine.
3. Photocoagulation dan Hyperthermia
Xenon dan Argon Laser (532 nm) digunakan untuk terapi
Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal
kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai
darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat
digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-
10mm) digunakan sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada
permukaan tumor menjadikan temperatur tumor sampai 45-60oC dan
mempunyai pengaruh sitotoksik langsung.
4. Krioterapi
Krioterapi Juga efektif untuktumor dengan ukuran dimensi basal
kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm.
5. External-Beam Radiation Therapy
Terapi EBR mempunyai manfaat yang besar dalam penyembuhan
retinoblastoma. Indikasi terbanyak dilakukannya EBR adalah pada pasien
dengan bilateral retinoblastoma yang mendapat kekambuhan setelah
dilakukan terapi lain pada kedua matanya. Anak dengan tumor kecil pada
daerah makula yang tidak merespon dengan kemoterapi atau anak yang
mengalami kekambuhan setelah dilakukan kemoterapi dapat diindikasikan
untuk mendapat terapi EBR. Target lokasi terapi EBR adalah seluruh area
tumor yang terdapat pada bola mata sampai sepanjang 1 cm didepan
nervus optikus. Angka ketahanan hidup pasien yang diterapi dengan EBR
adalah 53.4% dalam 10 tahun dengan angka kekambuhan 27,9% setelah
10 tahun terapi. Komplikasi dari terapi EBR adalah katarak, kerusakan
nervus optikus, oklusi total retina, perdarahan korpus vitreus, dan
hipoplasi tulang temporal.
25
Berdasarkan ukuran tumor, penatalaksanaan dapat dibagi:
A. Untuk Tumor kecil (diameter <3 mm , tebal 2 mm)
Photokoagulan
Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk
terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan
dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation
merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser
yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan
tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan sebagai hyperthermia.
Penggunaan langsung pada permukaan tumor menjadikan temperatur
tumor sampai 45-60oC dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung
yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi.
Krioterapi
Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari
10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan
visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique.
Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi
posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih
anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik
tersebut. Selanjut di folow up pertumbuhan tumor atau komplikasi
terapi.
Kemoterapi
kemoterapi tanpa pengobatan lainnya dapat mengobati tumor makula,
tetapi ada risiko terjadinya tumor lagi.
26
B. Untuk Tumor ukuran Sedang (diameter 12 mm, tebal 6 mm)
Brakioterapi
Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan
diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop
yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106.
Indikasinya untuk tumor anterior tanpa vitreous seeding.
Kemoterapi Primer
Dengan Kemoterapi sistemik primer (chemoreduction) diikuti oleh
terapi lokal sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan
studi Chemoreduction untuk Retinoblastoma menggunakan
Vincristine, Carboplatin, dan Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide
atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan
sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga
masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri,
tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser
Photocoagulation, Thermotherapy atau Plaque Radiotherapy) dapat
digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction
antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas
renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut
pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction
termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti,
berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.
External Beam Radiotherapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik
terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering
memakai Lens-Sparing Technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy
dengan interval terapi lebih dari 4-6 minggu. Khusus untuk terapi pada
anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau
27
Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai
85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi oleh lokasi tumor
atau komplikasi sekunder. 2
Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam
Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :
1.Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur
hidup pada resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer
(seperti osteosarcoma) yang dieksaserbasisi oleh paparan External
Beam Radiotherapy.
2. Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy
meliputi midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan
Radiation Optic Neuropathy dan Vasculopathy.
Bukti menunjukkan kemampuan terapi yang dikombinasi
menggunakan External Beam Radiotherapy dosis rendah dan
Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola
mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan
penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan
External Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang
baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder
sewaktu anak berumur satu tahun
Kemoterapi
Enuklasi
Enuklasi yaitu mengangkat bola mata dan diganti dengan bola maat
prothease (buatan). Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk
retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan
28
frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral 12.
Enukleasi dipertimbangkan sebagai intervensi yang tepat jika :
- Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
- Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
- Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma
Neovaskular. (8)
2.11 Komplikasi
a. Tumor non okuler sekunder dapat muncul pada penderita retinoblastoma.
Contohnyaosteosarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma malignan,berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma, dan
berbagai jenis tumor otak
b. Komplikasi vaskular: kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan
dapat terlihatsetelah EBRT menggunakan 70-75Gy dengan 200-350cGy
per fraksi.
c. Efek pada tulang, gigi dan jaringan lunak setelah terapi radiasi. Terjadi
hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi dengan
dosis radiasi melebihi 3500 cGy
2.12 Prognosis
Dimana pasien dengan penyakit unilateral prognosis visus untuk mata normal
umumnya baik, diantara pasien mata denan penyakit bilateral, prognosis visus
tergantung lokasi dan luasnya keterlibatan. Salah satu studi dilaporkan bahwa
diantara pasien dengan penyakit bilateral diobati dengan konservatif 50% mencapai
visus 20/40. Peningkatan taraf hidup lebih besar diantara pasien yang didiagnosa
sebelum umur 2 tahun atau sebelum umur 7 tahun.(3,5)
Harapan hidup sangat tergantung dari dininya diagnosis ditegakkan dan metode
pengobatan yang dilakukan.(4,7)
29
2. Bila terjadi metastase ke orbita, kemungkinan hidup 5%
3. Bila metastase ke seluruh tubuh, kemungkinan hidup 0%
30
BAB 3
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
10. Tamboli A, Podgor MJ, Horm JW. The incidence of retinoblastoma in the
United States: 1974 through 1985.Arch Ophthalmol. 1990;108:128–32
11. Hardy, R. A. , Retina dan Tumor Intraokular dalam Vaughan, D. G., Asbury,
T., Riodaneva, P., (eds), Oftalmology Umum 14th ed., Jakarta 2000 Widya
Medika, : 217 -219, 369
12. Chantada G, Fandino A, Retinoblastoma dalam Nelson, Ilmu Kesehatan Anak
jilid II, Jakarta Balai penerbit FK UI 2009 : 980-85.
13. Arno Nover Fundus Okuli (gambaran Khas dan Metode-metode Pemeriksaan)
edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran Hipokrates. Jakarta, 1995 : 134.
32
14. Kansky JJ. Clinical Ophthalmology. Tumours of the Retina. 6th ed. British :
Buttewoz-Heinemann Ltd. 1994:p.222-5
15. Khurana AK. Comprehensive Ophthalomology. Diseases of The Retina. 4th
Ed. New Delhi : New Age International Publisher, Ltd. 2007:p.279-83
16. Eagle RC Jr. Retinoblastoma and Stimulating Lesions. In : Tasman W, Jaeger
E, eds. Duane’s Foundations of Clinical Ophthalmology. 2007th Ed.
Hagerstown: 2007. Chapter 21
17. Wilson, Matthew. Pediatric Ocular tumors and stimulating Lesions:
Retinoblastoma. Pediatric ophtalmology. Springer. 2009. P: 404-11
18. Enrique Schuartzman et all Result of a Stage-Based Protocol for the
Treatment of Retinoblastoma in Journal of Clinical Oncology Vol.14, 5 May
1996 : 1532-1536.
19. Ganguly A, Nichols KE. Genetics of Retinoblastoma : Molecular and Clinical
Aspects. In: Ramasbramanian A, Shields CL. Retinoblastoma. India: Jaypee
Brothers Medical Publisher. 2012:p.43-62.
20. Kansky, Jack, Brad Bowling. Clinical Opthalmology a systematic approach
seventh edition. Elsevier Sunders. New York : 2011
33