Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR November 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABL

DISUSUN OLEH :
Jein Pratiwi Pongbulaan (C014172186)

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Akhtar Fajar M, Sp.JP, FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Jein Pratiwi Pongbulaan


NIM : C014172186
Judul Laporan Kasus :ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 17 November 2018

Supervisor Pembimbing,

dr. Akhtar Fajar M, SP.JP, FIHA

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Angina Pektoris Tidak Stabil”
Sepanjang penyusunan laporan kasus ini, beberapa pihak-pihak yang memberikan
kontribusi baik sumbangan waktu, ide, tenaga, dan dukungan sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Untuk itu, tidak ada yang dapat kami sampaikan kecuali rasa
terima kasih mendalam kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada
pembimbing kami, dr. Akhtar Fajar M, SpJP, FIHA
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan laporan kasus selanjutnya.
Terima kasih.

Makassar, 17 November 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman sampul......................................................................................................1

Halaman pengesahan ..............................................................................................2

Kata Pengantar ........................................................................................................3

Daftar Isi .................................................................................................................4

BAB 1 Laporan Kasus ............................................................................................5

BAB 2 Diskusi Kasus……….……………………………………………......12

Daftar Pustaka ………………………................................................................22

4
BAB 1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Nur Alang
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : BTN Bumi Bosowa Permai B 3/22 Gunung Sari
Tanggal Masuk : 15 November 2018
No RM : 862987
Unit Kerja : CVCU PJT

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri dada dialami sejak 6 bulan yang lalu dan semakin memberat sejak 1
bulan terakhir. Nyeri dirasakan saat pasien sedang berwudhu. Nyeri dirasakan seperti
teriris dengan durasi nyeri ± 5-10 menit. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke
punggung belakang disertai keringat dingin. Nyeri dada sering tiba-tiba muncul saat
beraktivitas maupun saat beristirahat. Nyeri berkurang saat pasien meletakkan obat
tablet dibawah lidahnya. Nyeri pada ulu hati tidak ada. Mual muntah tidak ada. Sesak
napas tidak ada.
Riwayat dirawat di RS Unhas 2 minggu yang lalu dengan keluhan nyeri dada,
kemudian dipulangkan dengan keadaan baik. Beberapa hari kemudian frekuensi nyeri
dada meningkat sehingga pasien kembali dirawat di RS Grestelina selama 5 hari.
Pasien dirujuk ke RS Wahidin karena keluhan nyeri dada tidak membaik.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit jantung sebelumnya tidak ada
 Riwayat hipertensi tidak diketahui.

5
 Riwayat diabetes mellitus ada sejak 2016, rutin minum obat Glimepiride satu
kali sehari dan suntik Levemir 10 unit sekali sehari.
 Riwayat dislipidemia ada.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluarga dengan penyakit jantung tidak ada
 Riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tidak ada
 Riwayat keluarga dengan hipertensi tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
 Riwayat merokok tidak ada
 Riwayat minum alkohol tidak ada
 Riwayat suka makan makanan berlemak
 Aktifitas fisik kurang

III. FAKTOR RISIKO


a. Tidak dapat dimodifikasi:
- Usia 58 tahun

b. Dapat dimodifikasi:
- Kebiasaan makan makanan berlemak
- Aktifitas fisik kurang

IV. PEMERIKSAAN FISIS

 Status generalis
Sakit sedang / gizi overweight/ compos mentis
BB : 65 kg
TB : 165 cm
IMT : 23,87 (overweight)
GCS : E4M6V5
 Tanda vital
Tekanan darah : 159/85 mmHg
Nadi : 73 kali per menit
Pernapasan : 20 kali per menit
Suhu : 36.6° C

6
 Pemeriksaan Kepala dan Leher
Mata : Anemis (-), ikterus (-), pupil isokor (d= 2 mm ODS)
Bibir : Sianosis (-)
Leher : JVP R+2 cm H2O, limfadenopati dan pembesaran tiroid tidak ada
 Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan, batas paru-hepar ICS 6 kanan
Auskultasi : vesikular, bunyi tambahan ronchi -/-, wheezing -/-
 Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus cordis jantung tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis jantung tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 5 garis parasternalis kanan, dan
batas jantung kiri di ICS 6 linea axillaris anterior. Batas
jantung atas di ICS 2.
Auskultasi : S I/II murni regular, murmur tidak ada
 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba.
Perkusi : Timpani (+), kesan normal
 Pemeriksaan Ekstremitas
Hangat, edema (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (16/11/2018)
No Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hematolgi Rutin
1 WBC 8.75 4,00-10,0 10^3/ul
2 RBC 3.40 4,00-6,00 10^6/ul
3 HGB 10.3 12,0-16,0 gr/dl

7
4 HCT 29.4 37,0-48,0 %
5 MCV 86.5 80,0-97,0 fL
6 MCH 29.4 26,5-33,5 Pg
7 MCHC 34.0 31,5-35,0 gr/dl
8 PLT 270 150-400 10^3/ul
Koagulasi
1 PT 9,6 10-14 Detik
2 INR 0,90 --
3 APTT 23,4 22,0-30,0 Detik
KIMIA DARAH
Glukosa
1 GDP 112 110 Mg/dl
2 GD2PP 187 <200 Mg/dl
3 HbA1c 9.0 4-6 %
FRAKSI LIPID
1 Kolesterol total 159 200 Mg/dl
2 Kolesterol HDL 27 L (> 55), P (> Mg/dl
65)
3 Kolesterol LDL 100 < 130 Mg/dl
4 Trigliserida 155 200 Mg/dl
FUNGSI GINJAL
1 Ureum 37 10-50 Mg/dl
2 Kreatinin 0.86 L (<1,3); P( <1,1) Mg/dl
FUNGSI HATI
1 SGOT 11 <38 U/L
2 SGPT 16 <41 U/L
Penanda Jantung
1 CK 128,87 L(<190);P(<167) U/L
2 CK-MB 20.3 <25 U/L
IMUNOSEROLOGI
Imunoserologi lain
1 Troponin I <0.01 <0,01 Ng/ml
Elektrolit

8
1 Natrium 143 136-145 Mmol/l
2 Kalium 4,4 3,5-5,1 Mmol/l
3 Klorida 104 97-111 Mmol/l

HASIL EKG (15/11/2018)

Interpretasi
 Ritme : sinus
 Heart Rate : 75 kali per menit
 Regularitas : Reguler
 Axis : Normoaxis
 Gelombang P : Normal, durasi 0,08 detik
 PR interval : Normal, durasi 0.20 detik
 QRS Kompleks : Normal, durasi 0,06 detik
 Segmen ST : Isoelektrik
 Gelombang T : Normal
Kesimpulan : EKG normal

9
VI.DIAGNOSIS

- Unstable Angina Pectoris

- Diabetes Mellitus tipe II non obesitas

- Hipertensi Grade I (JNC 7)

VII.TERAPI
1. NaCl 0,9% (500 ml/24 jam/drips)

2. Aspilet 80mg/24 jam/ oral

3. Clopidogrel 75mg/24jam/oral

4. ISDN 5 mg sublingual (jika nyeri dada)

5. Farsorbid 10 mg/8 jam/oral

6. Arixtra 2.5 mg/24 jam/subkutan

7. Amlodipine 5 mg/24 jam/oral (malam)

8. Atorvastatin 40 mg/24 jam/oral

9. Ranitidine 5 mg/ 24 jam/ oral (pagi)

Usul : X Ray Thorax, Echocardiografi

VIII. RESUME
Nyeri dirasakan saat pasien sedang berwudhu. Nyeri dirasakan seperti teriris
dengan durasi nyeri ± 5-10 menit. Nyeri dirasakan menjalar hingga ke punggung
belakang disertai keringat dingin. Nyeri dada sering tiba-tiba muncul saat beraktivitas
maupun saat beristirahat. Nyeri berkurang saat pasien meletakkan obat tablet dibawah
lidahnya. Nyeri pada ulu hati tidak ada. Mual muntah tidak ada. Sesak napas tidak
ada.
Riwayat dirawat di RS Unhas 2 minggu yang lalu dengan keluhan nyeri dada,
kemudian dipulangkan dengan keadaan baik. Beberapa hari kemudian frekunesi nyeri
dada meningkat sehingga pasien kembali dirawat di RS Grestelina selama 5 hari.
Pasien dirujuk ke RS Wahidin karena keluhan nyeri dada tidak membaik.

10
Riwayat hipertensi tidak diketahui, riwayat DM ada, rutin mengonsumsi obat
glimepiride dan injeksi Levemir 10 unit/24 jam/subkutan. Pasien suka makan
makanan berlemak dan aktifitas fisik yang kurang.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, tekanan darah
159/85 mmHg, nadi 75 x/menit, frekuensi napas 20x/menit dan suhu 36,6 oC. Kesan
gizi overweight dengan IMT 23,87 kg/m2. Hasil pemeriksaan kepala dan leher dalam
batas normal, perkusi toraks didapatkan batas jantung kiri pada ICS VI linea axillaris
anterior. Pemeriksaan abdomen dan ekstremitas tidak ada kelainan.
Hasil pemeriksaan laboratorium: PT 9,6 detik (memendek), GDP 112 mg/dl,
HbA1c 9.0%, kolesterl HDL 27 mg/dl (menurun). Pemeriksaan EKG : EKG normal.

11
BAB 2

DISKUSI KASUS

1. Definisi

Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan
oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.2
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut,
kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo ditandai dengan
nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan tanda awal iskemia
miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel sehingga kadang-kadang disebut
angina prainfark (robbin)

2. Faktor Risiko

Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah yaitu usia,
jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko yang masih dapat
diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar
serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak
jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit pada
lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivasi trombosit memicu perubahan
konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von

12
Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan platelet dan
agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat akan
mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri
koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi, arteritis
trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.5

3. Patologi
Ruptur plak

Kejadian angina pektoris tak stabil diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah.Penyakit aterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini
terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen
mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.5
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel.Akibat
disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti
nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-
proliferasi.Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor,
endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan
sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan
dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell).Faktor pertumbuhan dan
trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan
proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan
fibrosa menutupi ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah.Perlekatan
trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis.Ulserasi

13
atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri.5
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard..Lokasi obstruksi
berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis
penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner
desendens kiri berbahaya.5

Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun
dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal
miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih
berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri
koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5

Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan


struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon
dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat
dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini
mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan
kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan
miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.5
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak
stabil.

Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil.Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan
karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen.Inti

14
lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil.Setelah berhubungan dengan darah,
faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik
yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan
pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan
dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai
trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.

Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak


stabil.Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh
platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan
spasme.Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan
angina tak stabil.Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus.

Erosi Plak tanpa Ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan


migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan
bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

15
Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil

4. Gejala Klinis

Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau keluhan nyeri
dada yang bertambah dari biasa.Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan
lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai
keringat dingin.

5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri
dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda iskemik yaitu ST depresi atau
inversi T.2

16
5.1. Anamnesis
1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:

 Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.


 Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas,
dipelintir.
 Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan kanan bawah.
 Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
 Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
 Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas,
lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri napas tidak
menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan keluhan dari:

- Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial


- Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi) dan
keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas karna hipoksia.
- Penyakit deformitas dinding toraks
- Sakit otot pernapasan
- Obesitas
- Anemia, dll.

Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan penyebab yang


mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli paru, pneumotoraks, udema
pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi jalan napas.Sesak napas yang hilang
dengan pemakaian bronkodilator dan kortikosteroid diperkirakan akibat
asma.Namun sesak napas yang hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis
diperkirakan akibat gagal jantung kiri. Gradasi sesak napas akibat gagal jantung
kiri dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:

17
- Dyspnea on Effort (DOE)
- Orthopnea
- Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
- Dyspnea at rest

5.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat
(gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit dengan ekstremitas pucat
kadang disertai keringat dingin dan mual muntah.

5. 3. Pemeriksaan Penunjang
EKG

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai sindroma koroner akut.Pemeriksaan ini harus dilakukan
segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.Pemeriksaan ini merupakan landasan
dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi
segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi
reperfusi.Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2

5.4. Biomarker kerusakan jantung 6

Alat diagnostik selanjutnya adalah pelepasan dan dan peningkatan penanda


biokimiawi serum pada cedera sel jantung. Penanda tersebut adalah kreatinin kinase (CK)
dan isoenzimnya Creatinin Kinase-MB, dan troponin : cardiac specific troponin T (cTnT)
dan cardiac specific troponin I (cTnI). Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB
merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark miokardium.
Setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam
dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga normal
setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet sehingga penegakan
diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola peningkatan dan penurunan.

18
Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) merupakan protein regulator
yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang bersifat spesifik untuk pelepasan
dari miokardium. Troponin akan meningkat 4 hingga 6 jam setelah cedera miokardium
dan akan menetap hingga 10 hari setelah peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik
pada peningkatan CK yang hanya sedikit. Sebaliknya, tidak adanya peningkatan CK
cenderung menyingkirkan adanya infark miokardium.

Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum)


Penanda Meningkat Memuncak Durasi
Creatinin Kinase 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
(CK)
Creatinin Kinase- 4-6 jam 18-24 jam 2-3 hari
MB (CK-MB)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
troponin T (cTnT)
Cardiac specific 4-6 jam 18-24 jam 10 hari
Troponin I

6. Terapi2,7
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal berikut:
a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus intrakoroner untuk
mencegah serangan jantung
b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi gangguan
hemodinamik yang menyertai.
d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina terkontrol,
puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam pertama, pembreian
transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar penderita tidak mengedan.

e. Pengobatan Khusus

19
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya dapat
mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan infusion pump,
sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang dikombinasi dengan preparat
oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5 ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit)
setiap 5 menit sampai nyeri dada menghilang.Dosis maksimal adalah 200
ug/menit.Pemberian dosis besar (lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat
menimbulkan methemoglobinemia.Dosis IsoSorbidDinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam
kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV tekanan darah
sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan darah diastolic tidak bileh
lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi hipotensi, maka dosis nitrat harus
diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat
diberi morfin (2,5-5mg)secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan β-blocker.β-blocker short acting lebih
diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan teratasi. Propranolol 10 mg
dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang memiliki penyakit obstruksi paru kronis,
DM atau dyslipidemia dapat diganti atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti
verapamil atau diltiazem. Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy
yaitu Nitrat,β-blocker, dan CCB. β-blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya
diberikan sesudah kondisi stabil.

Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner


Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis tunggal).
Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada pasien AP tak stabil
diikuti 75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada heparin karena cara pembriannya
mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH
diberikan satu atau dua kali sehari tergantung preparat selama 5 hari.

Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi


Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan obat anti
aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia diberi trasfusi darah, dan
seterusnya.

20
Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resiko tinggi terjadi infark miokard akut
(IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan untuk dilakukan angiografi
coroner selektif. Mobilisasi bertahap diikuti treadmill tes untuk menentukan perlunya
angiografi kororner merupakan pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat
distabilkan dengan obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti
pemasangan intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner,
kemudian cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.

7. Prognosis 7
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang paling valid.
Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1 poin, dengan total poin
0-7 :
- Umur ≥ 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner ≥ 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus, perokok aktif,
riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner, hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total skor TIMI 3.
Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya mempertimbangkan penggunaan
glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH) dan kateter jantung dini.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran. 2005;
147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
edisi ke-6. Jakrta: EGC. 2010
7. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/ Non ST
Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive summary (J Am Coll
Cardiol 2007;50:652–726; Circulation 2007;116:803–877)

22

Anda mungkin juga menyukai