HIV/AIDS
Di Ruang Poli Penyakit Dalam
RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2.1.2 Etiologi
HIV merupakan jenis virus yang dapat menyebabkan defisiensi kekebalan
pada manusia. Seperti halnya virus-virus lain, HIV juga hanya dapat hidup
dengan menempel pada sel inang. Infeksi virus HIV akan berlanjut pada
serangan penyakit AIDS. Penyakit AIDS merupakan penyakit yang
disebabkan sindrom penurunan sistem kekebalan tubuh. Menurunnya sistem
imun atau kekebalan tubuh akan membuat penderita lebih mudah terinfeksi
penyakit lain, dikenal sebagai infeksi oportunistis. Infeksi oportunistik akan
semakin parah, bahkan bisa menyebabkan kematian.
Berdasarkan gejala yang ditunjukkan, terdapat dua kategori penderita
AIDS, yaitu penderita AIDS positif dan negatif. Penderita AIDS positifi
adalah orang yang terinfeksi virus HIV dan sudah menunjukkan gejala infeksi
oportunistik. Sedangkan penderita AIDS negatif adalah orang yang terinfeksi
virus HIV tetapi belum menunjukkan gejala infeksi oportunistik (Kurniawati,
2014).
tanda dan gejala AIDS. Umumnya virus ini menghancurkan dan menimbulkan
kerusakan yang sangat parah pada imun tubuh manusia, hal tersebut terjadi
melalui DNA dari CD4 dan Limfosit untuk memecah diri. Dalam perjalannya
sirkulasi sistemik, sekitar 4 sampai 11 hari setelah terpapar virus HIV dapat
setiap saat.
maka terjadi kematian sel secara langsung pada integritas membran plasma.
imun humoral dan seluler terhadap HIV, namun respon ini bisa menimbulkan
dari pengatur irama dan waktu folding terganggu atau disebutj uga
beberapa fase yaitu fase akut, fase laten, fase kronis. Dalam fase akut ini virus
mulai menginfeksi sel target dan terjadi proses repliksi sehingga menciptakan
jutaan virus baru (virion). Dari berjuta juta viremia yang terdapat dalam virion
menimbulkan gejala sindrom infeksi akut yang sangat mirip dengan flu dan
infeksi mononukleosa. Dari hasil penelitian sekitar 70% orang yang terinfeksi
virus ini mengalami sindrom tersebut selama 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Fase laten, disini respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus
menyebabkan kendali pada virinon. Pada tahap ini sedikit ditemukan virinion
limfosit T-CD4 menurun hingga 200 cell/mm3. Beberapa gejala yang timbul
pada fase ini adalah herpes simpleks, sinusitas bakteria, herper zooter, dan
pnumonia.
Kelenjar limfe terjadi replikasi dan kerusakan berat, selain itu kematian
SDF juga mengkuti pada fase ini. Karena jumlah imun tidak dapat meredam
semakin menurun sampai < 200 cel/mm3. Fase ini mengarah ke AIDS karena
kaposis.
Pathway
Menyerang T Limfosit,
sel saraf, makrofag, Immunocompromise
Virus HIV Merusak sel
monosit, limfosit B
Reaksi psikologis
Manifestasi Manifestasi Gastrointestinal Respiratori Dermatologi Sensori
oral saraf
Isolasi Sosial
Lesi mulut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit
biliari anorektal
Infeksi Gatal, sepsis, Gangguan
Kompleks Ensepalopati nyeri penglihatan
demensia akut dan
pendengaran
Ketidakseimbangan
Nutrisi Nyeri akut
Ketidakefektif Gangguan
Nyeri Hipertemia an bersihan body image
Hambatan Gangguan Sensori
Akut nafas
Kekurangan volume mobilisasi fisik
Cairan
Intoleransi Ketidakefektif
Aktivitas Gangguan an pola nafas
eliminasi
(Perdana, 2013)
Ketidakseimbangan Kekurangan volume
Nutrisi Cairan
2.1.6 Cara Penularan
Penularan ini terjadi saat masa kelahiran bayi, jika ibu positif terinfeksi
virus HIV, dan menggunakan metode kelahiran normal maka kemungkinan
bayi tertular virus sangat besar dikarenakan kontak mukosa bayi dengan darah
ibu secara langsung.
c. Darah dan produk darah yang tercemar virus HIV
Penularan jenis ini termasuk sangat cepat karena langsung masuk pada
kontak langsung dengan darah seorang yang terinfeksi, atau menerima donor
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, alat tatto yang
terpapar virus dapat menularkan ke orang lain bila tidak di sterilkan.
d. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
2.1.7 Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan HIV/AIDS yaitu pengobatan
antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan
suportif. Pada kasus ini, tatalaksana awal dilakukan dengan pemberian terapi
simtomatik, terapi ini diberikan untuk mengatasi gejala-gejala yang terjadi
pada pasien bersamaan dengan dilakukannya pemeriksaan penunjang yang
disarankan. Pemberian cairan isotonik dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan elektrolik pasien dan mencegah terjadinya kekurangan cairan pada
pasien, nystatin drop ditujukan untuk mengatasi oral candidiasis pasien, dan
paracetamol sebagai antipiretik saat pasien demam. Injeksi ciprofloksasin
digunakan untuk mencegah adanya infeksi lebih lanjut, termasuk infeksi
nosokomial. Injeksi ranitidin digunakan untuk mencegah stres ulser pada
pasien akibat obat-obatan yang diberikan. Edukasi tentang penyakit HIV yang
diderita oleh pasien, baik itu secara perorangan maupun keluarga setelah
diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan lab, serum anti HIV, dan
konseling VCT. Pemberian dukungan membantu pasien untuk meminimalisir
isolasi, kesendirian, dan ketakutan.Memberikan dukungan dan pengawasan
terhadap pasien dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
yang diberikan.
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan gejala terkait Penyakit
b. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran
oksigen, malnutrisi, kelelahan.
c. Gangguan body image berhubungan dengan Perseptial, Psikososial,
Spritual dan terapi penyakit
5. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Nur’ Ainun, Wiwit Febrina & Aria Wahyuni (2016). Faktor Faktor yang
Mempengaruhi Perubahan Perilaku Pasien HIV/AIDS. Jurnal Human
Care, 1 (2).