Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-anak
terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang
dapat menghambat aliran dari aquous humor sehingga dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf
optik.1,2
Insiden Glaukoma kongenital adalah sekitar 1 dari 10.000-18.000 kelahiran
hidup dan sangat tergantung pada asal etnis. Di seluruh dunia, insiden berkisar dari
yang terendah 1: 22.000 di Irlandia Utara hingga tertinggi 1: 2,500 di Arab Saudi dan
1: 1.250 di antara orang-orang Gipsi di Rumania.3,4
Dalam 75% kasus atau sekitar dua pertiga kasus kedua mata terkena glaucoma
(glaukoma kongenital bilateral). Secara umum, laki-laki lebih banyak terkena
dibanding perempuan. Sembilan puluh persen kasus terjadi secara sporadis, dan
hanya 10% hingga 40 % dari kasus yang berhubungan dengan genetik, yang di
wariskan secara autosomal resesif.2,4
Pada glaukoma infantil ditemukan tiga gejala klasik, yaitu epiphora,
photophobia dan blepharosme. Diagnosis glaukoma infantil tergantung pada
penelitian klinis yang cermat, termasuk ukuran IOP, diameter kornea, gonioscopy,
ukuran panjang axial dengan ultrasonografy, dan ophtalmoscopy.

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokan menjadi 4 bagian,
keempat bagian tersebut yaitu:
1. Palpebra
Palpebra dari luar kedalam terdiri dari kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot,
tarsus, fasia dan konjungtiva. Fungsi dari palpebra adalah untuk melindungi bola
mata dan bekerja sebagai jendela yang memberi jalan masuknya sinar kedalam bola
mata, juga membahasahi dan melicinkan permukaan bola mata.
2. Rongga mata
Rongga mata merupakan sutau rongga yang dibatasi oleh dinding dan
terbentuk seperti piramida kwadrilateral dengan puncaknya kearah foramen optikum.
Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang merupakan bantalan dari bola
mata dan bagian lainnya yang berada didalamnya seperti saraf, otot-otot penggerak
bola mata, kelenjar air mata, pembuluh darah.
3. Bola mata
Menurut fungsinya maka bola mata ini dapat diuraikan menjadi :
• Otot-otot penggerak bola mata
• Dinding bola mata yang terdiri dari : sklera dan kornea
• Kornea juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar
•Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam bagian dengan fungsinya masing
masing.
4. Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi 2 bagian :
• Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai penghasil air mata.
• Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari forniks konjungtiva kedalam
rongga hidung1

2
Gambar 2.1 : Anatomi Mata

2.2 Anatomi dan Sudut Filtrasi


Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik
mata. Sudut ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi
oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descemet dan membran
Bowmen. Akhir dari membran Descemet disebut garis schwalbe. Limbus terdiri dari
2 lapisan yaitu epitel dan stroma. Epitel limbus memiliki ketebalan 2 kali lebih tebal
dari epitel kornea. Didalam stroma limbus terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir
dari arteri siliaris anterior.

Gambar 2.2. Sirkulasi Aquous Humor

3
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju kebelakang
mengelilingi kanalis Schlem untuk berinsesi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke sklera spur
(insersi dari M.Ciliaris ) dan sebagian ke M.Ciliaris meridional
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descemet ( garis schwalbe )
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat M.Ciliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pegtinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi oleh
endotel. Keseluruhannya merupakan sponge yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah didalam kanalis schlem, dapat terlihat dari luar.
Kanalis schlem merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm pada dinding
sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung antar
trabekula dan kanalis schlem. Dari kanalis schlem keluar saluran kolektor sebanyak
20-30 buah, yang menuju ke plexus vena didalam jaringan sklera dan episklera dan
vena Ciliaris anterior di badan siliar.1

2.3 Fisiologi Aqueous Humor


Tekanan intra okuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous humor
dan tahanan terhadap aliran keluarnya air mata. Aqueous humor adalah suatu cairan
jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar
250μL/menit. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma namun cairan ini
memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi seta protein , urea,
dan glukosa yang lebih rendah. Aqueous humor diproduksi oleh korpus siliaris.
Setelah masuk ke kamera posterio, aqueous humor mengalir melalui pupil ke kamera
anterior lalu kejalinan trabekula disudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi

4
pertukaran differential komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau
trauma intraokuler dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi protein. Hal ini
disebut humor aqueous plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang
dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-
pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot
siliaris melalui insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori
dijalinan tersebut sehingga kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran
aqueous humor kedalam kanalis schlemm bergantung pada pembentukan saluran-
saluran transeluler siklik di lapisan endotel. Saluran efferens dari kanalis schlemm
(sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aquous) menyalurkan cairan kedalam
sistem vena. Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot
siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveo skleral).1

2.4 Defenisi Glaukoma Kongenital


Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-anak
terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang
dapat menghambat aliran dari aquous humor sehingga dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf
optik. Glaukoma kongenital merupakan penyakit resesif autosomal, terdapat defek
perkembangan pada segmen mata anterior.2

2.5 Epidemiologi
Insiden Glaukoma kongenital adalah sekitar 1 dari 10.000-18.000 kelahiran
hidup dan sangat tergantung pada asal etnis. Di Amerika Serikat, insidensi glaukoma
kongenital primer kira-kira 1 dari 10.000 kelahiran hidup. Di seluruh dunia, insiden
berkisar dari yang terendah 1: 22.000 di Irlandia Utara hingga tertinggi 1: 2,500 di
Arab Saudi dan 1: 1.250 di antara orang-orang Gipsi di Rumania.2,3
Berdasarkan klasifikasi dari munculnya gejala, insiden yang terbanyak adalah
glaukoma infantil, yaitu sebanyak 50 % dari kasus, dan yang paling sedikit adalah

5
glaukoma juvenil yaitu hanya 10 % dari Glaukoma primer kongenital.2,3
Dalam 75% kasus atau sekitar dua pertiga kasus kedua mata terkena glaucoma
(glaukoma kongenital bilateral). Secara umum, laki-laki lebih banyak terkena
dibanding perempuan, tetapi terdapat perbedaan pada daerah sebarannya. Di
Amerika Utara dan Eropa hal ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sedangkan di
Jepang lebih sering terjadi pada anak perempuan.2,3
Sembilan puluh persen kasus terjadi secara sporadis, dan hanya 10% hingga 40
% dari kasus yang berhubungan dengan genetik. Sebagian besar diwariskan dengan
pola autosomal resesif.2,4

2.6 Klasifikasi
Berdasarkan World Glaucoma Association, klasifikasi glaukoma pada anak,
dibagi atas glaukoma primer dan glaukoma sekunder. Glaukoma primer pada anak
terdiri dari glaukoma primer kongenital dan glaukoma juvenil sudut terbuka, seperti
yang tercantum pada tabel 2.1.2
Table 2.1. Classification of Childhood Glaucoma
Primary childhood glaucoma
Primary congenital glaucoma (PCG)
Neonatal or newborn onset (age 0-1 month)
Infantile onset (age 1-24 months)
Late-onset or late-recognized (age ~24 months)
Juvenile open-angle glaucoma (JOAG)
Secondary childhood glaucoma
Glaucoma associated with nonacquired ocular anomalies
Glaucoma associated with nonacquired systemic disease or syndrome
Glaucoma associated with acquired condition
Glaucoma following cataract surgery

6
2.7 Patofisiologi
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak
dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini, sejak lahir
penderita memiliki bola mata besar yang disebut buftalmos. Buftalmos disebabkan
oleh kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata
bayi yang masih lentur, akibatnya sklera menipis dan kornea akan membesar dan
keruh. Bayi akan takut melihat cahaya karena kornea yang keruh akan memecah sinar
yang datang sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan
TIO menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata.2,8
Barkan berhipotesis bahwa terdapat membran yang menutupi sudut ruang
anterior sehingga menghalangi aliran keluar aquos humor. Meskipun membran ini
belum teridentifikasi, tampaknya ada anomali perkembangan jaringan neural crest -
derived dari sudut ruang anterior, disgenesis dan kompresi dari trabekular merhwork.
Peneliti lain menegaskan suatu kelainan segmen anterior yang lebih meluas.
Termasuk kelainan insersi muskulus siliaris.1

Table 2.1. Primary and Secondary Associations with Congenital Glaucoma


Primary Incomplete development of trabecular meshwork in
embryogenesis:

 Autosomal recessive: CYP1B1 (2p21), GLC3B (1p36) and


GLC3C on (14q24.3)
 Autosomal dominant: GLC1A TIGR/myocele gene (MYOC)

Secondary Associated with congenital disease:

 Aphakia (most common form of pediatric glaucoma)


 Trisomy 13-16 (Patau syndrome), trisomy 18 (Edwards
syndrome), trisomy 21, Turner (XO/XX)

7
 Rubinstein-Taybi syndrome
 Persistent hyperplastic primary vitreous
 Stickler syndrome (hereditary progressive arthro-
ophthalmopathy)
 Zellweger (cerebrohepatorenal syndrome)
 Hallermann-Streiff syndrome (dyscephalic mandibulo-
oculofacial syndrome)
 Oculodentodigital dysplasia
 Prader-Willi syndrome
 Cockayne syndrome

Iridotrabeculodysgenesis: aniridia

Phakomatoses:

 Sturge-Weber syndrome/encephalotrigeminal angiomatosis on


eye with port-wine mark. Syndrome includes cerebral
calcifications, seizures, developmental delay.
 Neurofibromatosis 1 with glaucoma and Lisch nodules on
glaucomatous eye
 Angiomatosis retinae et cerebelli
 Oculodermal melanocytosis

Iridocorneal trabeculodysgenesis:

 Axenfeld-Rieger syndrome and Peter anomaly


 Systemic hypoplastic mesodermal dysgenesis (Marfan
syndrome or Weill–Marchesani syndrome)

Associated with metabolic disease:

 Lowe/oculocerebrorenal syndrome: X-linked recessive

8
syndrome with bilateral disciform cataracts, renal tubular
dysfunction, developmental delay and glaucoma
 Homocystinuria

Associated with mitotic disease:

 Juvenile xanthogranuloma (nevoxantho endothelioma)


 Retinoblastoma

Infections and other:

 Congenital rubella
 Herpes simplex iridocyclitis
 Maternal use of topiramate
 Fetal alcohol syndrome

2.8 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada bayi
baru lahir, yaitu:9
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospasme.
Lima puluh persen kasus glaukoma kongenital bermanifestasi sejak lahir, 70%
kasus didiagnosis dalam 6 bulan pertama, dan 80% kasus terdiagnosis di akhir tahun
pertama. Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai
fotofobia dan berkurangnya kilau kornea. Tanda utamanya adalah peningkatan
tekanan intraokular. Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupaka kelainan
yang terjadi relatif dini dan yang terpenting. Temuan-temuan lanjut meliputi
peningkatan diameter kornea (melebihi 11.5 mm dianggap bermakna), edema epitel,
robekan membran Descemet dan peningkatan kedalaman bilik mata depan (yang

9
disertai pembesaran generalisata segmen anterior mata), serta edema dan kekeruhan
stroma kornea.10
Pemeriksaan klinis pada glaukoma kongenital akut sebaiknya dilakukan
dalam anestesi umum. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :1,9
1. Pemeriksaan mata luar.
Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan buphtalmos yaitu pembesaran
diameter kornea lebih dari 12 mm pada tahun pertama kelahiran. Diameter kornea
normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada bayi
prematur. Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur sampai keruh pada
stroma kornea karena kenaikan TIO. Edema kornea terjadi pada 25% bayi baru lahir
dan lebih dari 60% pada umur 6 bulan. Robekan pada membrane Descemet disebut
Haab’s striae dapat terjadi karena regangan kornea.

Gambar 2.3. Epifora

Gambar 2.4 Buphtalmos

10
2. Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus, kekeruhan
kornea, astigmat, ambliopia, katarak, dislokasi lensa, atau ablasio retina. Ambliopia
dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan refraktif. Pembesaran mata
dapat menyebabkan miopia, dimana robekan pada membran Descemet dapat
menyebabkan astigmat yang besar. Penilaian yang tepat dapat mencegah atau
mengobati ambliopia seharusnya dilakukan sedini mungkin.
3. Tonometri
Tonometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tekanan
intraokular. Pengukuran TIO pada beberapa bayi berumur di bawah 6 bulan dapat
dilakukan tanpa menggunakan anastesi umum atau sedatif, yaitu dengan melakukan
pengukuran ketika bayi itu tidur atau makan. Bagaimanapun evaluasi yang kritis pada
bayi memerlukan pemeriksaan dalam anastesi. Banyak bahan anastesi umum dan
sedatif yang dapat menurunkan TIO, kecuali ketamin yang menaikkan TIO. Sebagai
tambahan, bayi dapat mengalami dehidrasi dalam persiapan untuk anastesi umum,
yang juga menurunkan TIO. Semakin dalam anastesi, semakin turun TIO. Nilai
normal TIO pada bayi dalam anastesi sekitar 10-15 mmHg, tergantung dari
tonometernya.
4. Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini
penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Gonioskopi sebaiknya dilakukan dalam anastesi. Pada glaukoma kongenital
primer, bilik anteriornya dalam dengan struktur iris yang normal, insersi iris yang
tinggi dan datar, kehilangan sudut, hipoplasia iris perifer, penebalan uveal trabekula
meshwork. Sudut biasanya terbuka, dengan insersi yang tinggi dari akar iris seperti
garis yang berlekuk sebagai hasil dari jaringan yang abnormal dengan penampilan
yang berkilauan. Jaringan ini menahan iris perifer anterior. Sudut ini biasanya
avaskular, tapi putaran pembuluh dari lingkaran arteri mayor dapat dilihat di atas akar
iris.

11
5. Oftalmoskopi
Merupakan metode yang digunakan untuk memeriksa berbagai kerusakan dan
kelainan serat optik. Pada glaukoma kongenital biasanya serat optik abnormal.
Variasi cup bisa diperlihatkan, biasanya bentuk anular. Visualisasi dari optik disk
dapat difasilitasi dengan menggunakan optalmoskop direk dan gonioskop direk atau
fundus lensa pada kornea. Papil nervus optikus pada bayi berwarna pink dengan cup
kecil yang fisiologis. Cupping glaucoma pada masa kanak-kanak menyerupai
cupping pada dewasa, dengan hilangnya jaringan neural pada kutub anterior dan
posterior. Pada masa kanak-kanak, kanal sklera membesar sebagai respon kenaikan
TIO, menyebabkan pembesaran dari cup. Cupping dapat reversibel bila TIO rendah,
dan cupping yang progresif menunjukkan kontrol yang jelek terhadap TIO. Perlu
dilakukan fotografik pada disc optic.
6. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat berguna dalam pemantauan progresivitas glaukoma
dengan merekam peningkatan panjang axial. Peningkatan panjang axial dapat
reversibel seiring penurunan TIO, tapi pembesaran kornea tidak dapat menurun
seiring penurunan TIO.

12
DAFTAR PUSTAKA
1. Glaucoma. In: Basic and Clinical Science Course. Last Major Revision 2000‐
2001. Section 10. American Academy of Ophthalmology, The Eye M.D
Association. United States of America.
2. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophtalmology and strabismus.
In: Basic and Clinical Science Course. Last Major Revision. Section 6, The Eye
M.D Association. United States of America. 2014-2015. Pg: 277-290
3. American Academy of Ophthalmology. Congenital Glaucoma- Europe. 2015,
Available On: https://www.aao.org/topic-detail/congenital-glaucoma-europe
4. American Academy of Ophthalmology. Diagnosis and Treatment of Primary
Congenital Glaucoma. EyeNet Magazine. August 2018
5. Chan J Y Y, Choy B, Alex LK, and Jennifer WH . Review on the Management
of Primary Congenital Glaucoma. J Curr Glaucoma Pract, 2015 Sep-Dec; 9(3):
92–99.
6. Lewis CJ, Hedberg-Buenz A, DeLuca A P. , Stone E M., Alward WL.M,
and Finger J H.t. Primary congenital and developmental glaucomas. Hum Mol
Genet- oxford Journal. 2017 Aug 1; 26(R1): R28–R36.
7. Girgis N M, Frantz K A, Metrics P X. A case of primary congenital glaucoma:
A diagnostic dilemma. American Academy of Ophthalmology Journal..April
2007 78(4): 167–175
8. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2007.
9. Urban, Robert C. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 04 Agustus 2018].
Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.
10. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Ed 14th. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
11.

13

Anda mungkin juga menyukai