Anda di halaman 1dari 16

my wonderful life :)

Jumat, 29 Mei 2015

LAPORAN PENDAHULUAN: ASFIKSIA PADA NEONATUS

I. DEFINISI

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu
jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).

Jadi, berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa asfiksia merupa suatu keadaan
di mana bayi tidak dapat menangis secara spontan setelah lahir.

II. KLASIFIKASI

Tabel penilaian APGAR SCORE

Tanda

Skor APGAR

Frekuensi Jantung

Tidak ada

< 100 x/menit

> 100 x/menit

Usaha bernafas

Tidak ada
Lambat tak teratur

Menangis kuat

Tanus otot

Lumpuh

Ekstremitas agak fleksi

Gerakan aktif

Refleks

Tidak ada

Gerakan sedikit

Gerakan kuat/melawan

Warna kulit

Biru/pucat

Tubuh kemerahan, eks biru

Seluruh tubuh kemerahan

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :

a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)

Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot buruk/lemas,
sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.

b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)

Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik , sianosis
(badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur.

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9

Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan aktif , seluruh
badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.


III. ETIOLOGI

a. Faktor ibu

· Preeklampsia dan eklampsia

· Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

· Partus lama atau partus macet

· Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

· Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

b. Faktor Tali Pusat

· Lilitan tali pusat

· Tali pusat pendek

· Simpul tali pusat

· Prolapsus tali pusat

c. Faktor Bayi

· Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

· Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi
forsep)

· Kelainan bawaan (kongenital)

· Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk menimbulkan asfiksia.
Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu harus dibicarakan dengan ibu dan
keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan resusitasi. Akan tetapi, adakalanya faktor risiko
menjadi sulit dikenali atau (sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh
karena itu, penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.

IV. TANDA DAN GEJALA

· Pernapasan terganggu
· Detik jantung menurun

· Refleks/ respons bayi melemah

· Tonus otot menurun

· Warna kulit biru atau pucat

· Kejang

· Penurunan kesadaran

V. PATOFISIOLOGI

Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta transport 02 akan
menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat
reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.

Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi
metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat
metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan
ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler
yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung

VI. PATHWAY

VII. KOMPLIKASI

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan
neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia
dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.

b. Anuria atau oliguria


Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi
miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah
jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.

c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga
penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang
pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.

d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal
diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

· Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )

· Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )

· Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi

· Pengkajian spesifik

IX. PENATALAKSANAAN

a. Terapi suportif

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk
rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan
resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :

A. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

B. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea

C. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka

2. Memulai pernapasan :
A. Lakukan rangsangan taktil

B. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

C. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)

D. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

Tindakan Umum

a. Pengawasan suhu

b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

b. Tindakan Khusus

Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang dilakukan
disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya
Apgar.

1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru dengan pemberian
02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih
dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4
mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke
dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru
sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi
jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3
kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti
hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

2) Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)


Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul
pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02
intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan
gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi
memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi
dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara
tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut
atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong
diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan
nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa
saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera
dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

Terapi Medikamentosa

Epinefrin

Indikasi:

1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan
kompresi dada belun ada respon.

2. Sistotik

Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu

Volume Ekspander

Indikasi:

1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan
resueitasi.

2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.

Jenis Cairan :

1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama
5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

2. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.

Bikarbonat
Indikasi:

1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan
sirkulasi sudah baik.

2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai dengan
pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.

Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).

Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan
kecepaten min 2 menit.

Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi
miokardium dan otak.

Nalokson

Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.

Indikasi:

1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn
pmsalinan.

2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.

3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika
sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)

Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c

X. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

· Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal,
komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu
merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu
mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.

· Data Obyektif, terdiri dari:


a. Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu
tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh
antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali
permenit.

b. Pemeriksaan fisik.

ü Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat
lanugo dan verniks.

ü Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung.

ü Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak
kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

ü Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

ü Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.

ü Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya karena leher
nenoatus pendek

ü Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi
bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.

ü Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia
diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena
GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda-tanda infeksi pada tali pusat.

ü Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan

ü Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.

ü Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

ü Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat
memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar
Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
B. DIAGNOSA

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-
agen infeksius.

5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

C. NURSING CARE PLAN

DIAGNOSA

NOC

NIC

RASIONAL

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar
dengan kriteria:

1. Tidak menunjukkan demam

2. Tidak menunjukkan cemas.

3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.

4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.

5. Tidak ada suara nafas tambahan.

1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal

2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

3. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.


4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.

1. pengumpulan data untuk perawatan optimal

2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien

3. meminimaliasi penyebaran mikroorganisme

4. untuk mengetahui efektifitas dari suction.

Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi
efektif.

1. Kriteria hasil :

Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

2. Ekspansi dada simetris.

3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.

4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir.

2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.

3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.

4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas

5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

1. untuk membersihkan jalan nafas

2. guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki status kesehatan

3. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien

4. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.


5. terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila klien menjadi dispneu, dan ini juga
membantu mencegahedema paru.

Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.

Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas

2. Fungsi paru dalam batas normal

1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.

2. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.

3. Pantau hasil Analisa Gas Darah

1. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien

2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien

3. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.

Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera
dapat dicegah.

Kriteria hasil :

1. Bebas dari cidera/ komplikasi.

2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.

3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama

1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.

2. Pakai sarung tangan steril.


3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat
dan adanya anomali.

4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan
kesehatan.

5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis

1. untuk mencegah infeksi nosokomial

2. untuk mencegah infeksi nosokomial

3. untuk mencegah keadaan yang kebih buruk.

4. untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam deteksi awal suatu penyakit

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.

Kriteria Hasil :

1. Temperatur badan dalam batas normal.

2. Tidak terjadi distress pernafasan.

3. Tidak gelisah.

4. Perubahan warna kulit.

5. Bilirubin dalam batas normal.

1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat

2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.

3. Monitor TTV.

4. Monitor adanya bradikardi.

5. Monitor status pernafasan.

1. untuk menjaga suhu tubuh agar stabil.

2. untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah komplikasi
3. peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi

4. penurunan frekuensi nadi menunjukkan terjadinya asidosis resporatori karena kelebihan retensi CO2.

Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga
adekuat.

Kriteria Hasil :

1. Percaya dapat mengatasi masalah.

2. Kestabilan prioritas.

3. Mempunyai rencana darurat.

4. Mengatur ulang cara perawatan.

1. Tentukan tipe proses keluarga.

2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.

3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.

4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.

1. untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan

2. untuk mempersiapkan psikologi keluarga

3. untuk memanfaatkan dukungan yang ada dari keluarga.

4. untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.

DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7.
Jakarta : EGC

http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html

http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM

http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/

Norma Anissa Yuliana di 16.22

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto saya

Norma Anissa Yuliana

I'AM A DREAMER !!! mungkin orang lain akan berfikir aku aneh, terlalu naif, atau bahkan akan
menertawakanku tapi aku tidak akan pernah peduli karna hidupku terlalu indah untuk memperdulikan
orang-orang yang tidak mampu untuk mengatur hidupnya :) silahkan tertawa tapi suatu saat kamu akan
bangga dengan cara ku bahkan mungkin akan menjadi follower ku,,, rumus hidupku sederhana : 1. jalani
hidup sesantai mungkin 2. tebarkan cinta kapanpun, dimanapun dan untuk siapaun 3. YANG
TRPENTING : Hadirkan ALLAH disetiap waktu :)

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai