Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PERAN ILMU TANAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

Disusun Oleh :
Nama : Ikhwan Amri
NIM : 16/393473/GE/08221
Program Studi : Geografi dan Ilmu Lingkungan
Mata Kuliah : Ilmu Tanah
Dosen Pengampu : - Dr. Muhammad Anggri Setiawan, M.Si.
- Prof. Dr. Suratman, M.Sc

FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2017
PEMANFAATAN BAHAN ORGANIK TANAH SECARA BERKELANJUTAN
DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Ikhwan Amri – 16/393473/GE/08221


Geografi dan Ilmu Lingkungan UGM

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mengandalkan sektor agraris di
dalam proses pembangunannya. Kondisi fisik di Indonesia sangat mendukung untuk
mengembangkan sektor agraris. Indonesia termasuk dalam wilayah yang beriklim tropis,
sehingga kelembaban udara dan curah hujannya relatif tinggi. Selain itu, secara geologi
Indonesia berada di kawasan Ring of Fire yang didalamnya terdapat banyak gunungapi.
Gunungapi tersebut hingga saat ini masih cukup aktif dalam mengeluarkan bahan yang ada
didalamnya termasuk lava, piroklastik, dan lahar. Bahan yang dikeluarkan oleh gunungapi
cenderung akan menghasilkan tanah yang relatif subur. Hal ini belum termasuk pada proses
fluvial yang juga mampu menghasilkan material pembentuk tanah yang subur.

Bahan organik tanah merupakan salah satu komponen yang penting bagi tanah. Osman
(2013) membagi jenis-jenis bahan organik tanah menjadi 3 kategori berdasarkan tahapan
dekomposisinya, yaitu bahan organik yang belum terdekomposisi, terdekomposisi sebagian,
dan humus. Humus dapat dikatakan sebagai bahan organik yang paling stabil dan resisten
terhadap dekomposisi karena sifat fisik dan kimianya secara alami. Kondisi iklim di Indonesia
berupa curah hujan yang tinggi dan luasnya hutan hujan tropis sangat mendukung untuk
pembentukan bahan organik. Namun di sisi lain, laju dekomposisi bahan organik cukup tinggi
akibat suhu yang relatif hangat dan pencucian unsur hara oleh hujan.

Kandungan bahan organik pada tanah dapat menjadi simbol yang cocok untuk kualitas
tanah karena secara positif mempengaruhi sebagian besar fungsi tanah (Keesstra dkk., 2016).
Bahan organik secara fisik dapat memperbaiki struktur, stabilitas, dan meningkatkan porositas
tanah. Kemampuan menahan air menjadi tinggi akibat adanya bahan organik, sehingga
pertumbuhan tanaman bisa optimal. Kemampuan untuk menahan kation-kation pun semakin
meningkat akibat adanya bahan organik karena bertambahnya ion bermuatan negatif. Kadar
unsur hara menjadi tinggi karena proses mineralisasi, terutama pada unsur nitrogen, fosfor, dan
sulfur. Karbon organik tanah biasanya juga berasosiasi dengan tingginya biodiversitas, baik
bakteri, jamur, protozoa, dan berbagai jenis fauna makro dan mikro lainnya.

Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah adanya ancaman terjadinya
degradasi lahan. Hal ini bermula sejak dilakukannya Revolusi Hijau (Green Revolution) di
Indonesia pada masa Orde Baru. Meskipun pada masa tersebut Indonesia mampu mencapai
swasembada pangan, gerakan tersebut justru menimbulkan beberapa dampak negatif, termasuk
pada bahan organik tanah. Lindert (2000) menyebutkan penurunan bahan organik tanah,
terutama di Pulau Jawa, mulai terjadi sejak sebelum tahun 1970-an. Intensifikasi padi dengan
penerapan teknologi Revolusi Hijau membawa perubahan terhadap pola usaha tani padi.
Kebanyakan lahan sawah cenderung monokultur dan irigasi dengan penggenangan lahan
secara terus-menerus, ketergantungan semakin besar pada pupuk anorganik, terdapat
perubahan pola tanam, dan adanya keseragaman varietas padi. Dampak lingkungan dari
penerapan teknologi Revolusi Hijau ini antara lain adalah meningkatnya salinitas dan water
logging, perubahan status hara dalam tanah, gejala kekurangan hara, peningkatan toksisitas
tanah, pembentukan lapisan keras bawah tanah (hardpan), dan peningkatan serangan hama dan
penyakit dan kerusakan tanaman (Pingali dkk., 1997).
Pola pertanian saat ini harus dilakukan secara berkelanjutan, sesuai dengan tujuan
kedua Sustainable Development Goals yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan
pangan, dan nutrisi yang lebih baik serta mendukung pertanian berkelanjutan. Hal ini juga
tertuang pada visi pemerintahan Indonesia dalam Nawa Cita yaitu ‘Mewujudkan Kemandirian
Ekonomi dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi Domestik’, menitikberatkan
pada upaya mewujudkan kedaulatan pangan dan mensejahterakan petani. Pertanian
berkelanjutan dilakukan tidak hanya untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pangan saja,
namun juga harus memperhatikan aspek lingkungan. Pemanfaatan bahan organik tanah secara
tidak berkelanjutan dikhawatirkan akan menurunkan kualitas tanah, sehingga produktivitas
tanaman turut berkurang.
Pertanian organik dapat dijadikan sebagai sebuah solusi agar kandungan bahan organik
tetap terjaga pada tanah. Pola pertanian ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi alami
tanah, dengan meminimalisir penggunaan pestisida dan pupuk non organik pada tanah.
Penggunaan bahan kimia secara terus menerus pada tanah telah terbukti dapat merusak unsur
hara pada tanah. Proses pemupukan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan bahan organik
yang dapat bersumber dari sisa dan kotoran hewan, sisa tanaman, pupuk hijau, kompos,
maupun sampah kota, dan limbah industri. Namun khusus untuk penggunaan sampah kota dan
limbah industri sebagai sumber bahan organik perlu diwaspadai akan adanya kandungan logam
berat yang beracun, senyawa organik beracun, dan kemungkinan bibit penyakit (Atmojo,
2003).
Bahan organik tanah saling berhubungan dengan organisme tanah. Bahan organik
merupakan tempat hidup sekaligus sumber makanan bagi organisme tanah, sementara itu
organisme itu sendiri berperan sebagai pengurai (dekomposer) dan sekaligus mampu
meningkatkan aerasi tanah. Pembajakan tanah secara intensif tentunya akan menurunkan
populasi organisme di dalam tanah. Oleh karena itu, pengolahan tanah sebaiknya dibatasi
karena tanah secara alami mampu mengolah dirinya sendiri. Hal ini juga dilakukan untuk
menghindari terbentuknya padas tanah, sehingga tanah semakin sulit diolah.
Usaha pertanian juga dapat dikembangkan dengan teknik konservasi secara vegetatif
yaitu crop rotation. Teknik ini dilakukan dengan merotasi penanaman tanaman tertentu,
berdasarkan kondisi musim. Hal ini penting dilakukan agar ketersedian unsur hara terjaga,
penyerapan unsur hara oleh tanaman merata, sekaligus mencegah erosi tanah akibat limpasan.
Beberapa tanaman tertentu seperti jenis kacang-kacangan mampu menjaga unsur hara seperti
nitrogen dengan bantuan bakteri. Pola pertanian ini secara tidak langsung juga menimbulkan
diversifikasi pangan karena produktivitas tanaman dalam satu lahan bermacam-macam. Pola
konsumsi masyarakat tidak lagi bergantung pada satu macam pangan saja, terutama padi,
sehingga dapat mengurangi kebutuhan impor. Apabila hal ini diterapkan dalam usaha
pertanian, maka ketahanan pangan nasional akan tercapai.
Kualitas lahan yang telah mengalami degradasi masih dapat ditingkatkan dengan cara
proses penggunaan pembenah tanah. Hal ini dilakukan sekaligus untuk meningkatkan produksi
tanaman pangan. Konsep penggunaan pembenah tanah untuk merehabilitasi lahan terdegradasi
menurut Arsyad (2000) yaitu pemantapan agregat tanah, merubah sifat hydrophobic atau
hydrophilic, dan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah. Bahan organik dapat dijadikan
sebagai pembenah tanah karena sifatnya secara fisik dan kimia mampu memperbaiki kualitas
tanah. Penggunaan bahan organik sebagai pembenah tanah juga lebih murah dibandingkan
dengan jenis pembenah tanah lainnya, meskipun dosis yang digunakan relatif banyak.
Bahan organik tanah memiliki banyak pengaruh positif bagi sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah. Dengan demikian, pola pertanian berkelanjutan harus dilakukan agar kesuburan
tanah tetap terjaga dalam jangka waktu panjang. Produktivitas tanaman akan tinggi bila
kandungan bahan organik pada tanah berjumlah optimum. Pemanfaatan bahan organik secara
berkelanjutan akan membantu pemerintah Indonesia dalam mencapai swasembada pangan. Hal
ini juga sangat berkaitan dengan tujuan SDGs dan Nawa Cita, dimana kebutuhan sumberdaya
pangan harus dapat dipenuhi oleh masyarakat.
Referensi:
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Penerbit IPB.

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Keesstra, S.D., J. Bouma, J. Wallinga, dkk. 2016. "The Significance of Soils and Soil Science
Toward Realization of the United Nations Sustainable Development Goals." Journal of
Soil. 2: 111-128.

Lindert, P.H. 2000. Shifting Ground: The Changing Agricultural Soils of China and Indonesia.
London: The MIT Press.

Osman, K.T. 2013. Soils Principles, Properties, and Management. Dordrecht: Springer
Science+Business Media.

Pingali, P.L., M. Hossain, dan R.V. Gerpacio. 1997. Asian Rice Bowls: The Returning Crisis?
New York: CAB International.

Anda mungkin juga menyukai