PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan
E-KTP (Elektronik Kartu Penduduk) adalah suatu kartu tanda penduduk yang dibuat dari
mesin elektronik dan ditulis dengan data digital. E-KTP sengaja diadakan guna untuk
mempermudah pemerintah dalam mengambil data penduduk, karena dengan e-KTP pemerintah
bisa langsung melihat data dari KTP elektronik tersebut tanpa harus menunggu data yang harus
disensus terlebih dahulu. E-KTP bisa terbilang lebih efektif dan efesien dibanding dengan KTP
biasa.
Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam NegeriRepublik Indonesia pada
bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada
tahun 2011 dan berakhir pada 30 April2012 yang mencakup 67 juta penduduk di
2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105
juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada
akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Masih banyaknya kendala yang dihadapi untuk pelayanan pembuatan e-KTP seperti masih
kekurangan alat pembuatan e-KTP,kurangnya informasi yang diberikan untuk warga,sering
padamnya listri & kurang efektifnya pelayanan yang diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP
Dalam proses implementasi pelayanan e-KTP yang sampai saat ini berjalan masih dijumpai
beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi:
1) terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data e-KTP, operator akan
mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah benar atau belum dan
selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk yang
dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses perekaman hingga larut malam,
kelelahan operator terkadang menimbulkan kekeliruan data yang di input.
2) aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah data yang tercantum sudah
benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas
mendistribusikan e-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan
penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan
melakukan aktivasi,
3) kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena adanya Human Error
karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat proses perekaman data untuk e-
KTP,
4) e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan aplikasi
Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0
sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi lama, e-KTP tidak
terbaca oleh Card Reader Bank.
Program e-KTP terkesan terburu-buru untuk di implementasikan dengan bukti adanya pengunduran
program sampai pada 31 Desember 2013 karena jumlah penduduk pada saat rekapitulasi tahun
2009 tidak ditargetkan atau di asumsikan sesuai dengan jadwal implementasi program.
Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh tim
supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, khususnya pada perekaman e-KTP, seperti
masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman
seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan
perekaman e-KTP. Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.
Masih banyak warga mengeluh terhadap buruknya pelayanan publik untuk mengurus perekaman e-
KTP. Mereka mengeluh terkait pelayanan publik yang diberikan Pemerintah. Ada oknum aparatur
desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar
pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000
rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec.
Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis. Bahkan banyak juga warga yang
mengeluh terhadap pelayanan pendistribusian e-KTP di kantor-kantor kelurahan. Selain banyak
pungli (pungutan liar), petugas di hampir seluruh kelurahan di Jakarta masih sangat arogan.
Pemantauan Business News di kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat
dan Kelurahan Grogol Kecamatan Grogol Petamburan, banyak keluhan warga terhadap pelayanan
e-KTP. Bahkan di kelurahan Grogol, petugas pelayanan hampir tidak peduli dengan poster-poster
yang isinya himbauan untuk tidak melakukan praktik pungli. “Saya sering sindir mereka (petugas
pelayanan), tetapi mereka tidak peduli. Padahal sebagian warga, mungkin untuk makan sehari-hari
saja sudah sulit. Tetapi ketika mau ambil e-KTP, dimintai duit,” kata salah seorang petugas Hansip
Kelurahan Grogol kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Sementara di kelurahan Kebon Kosong, petugas di loket pelayanan, serupa tapi tak sama. Petugas
cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai
dokumen, termasuk e-KTP. “Petugasnya, ibaratnya bersikap ‘EGP’ (emang gue pikirin) terhadap
warga yang sudah bolak-balik datang ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja,
mengatakan ‘belum selesai’. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah
balas sms warga,” salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya,
mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Munculnya aksi penolakan ketika berurusan di sejumlah bank terhadap masyarakat pengguna kartu
kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik atau e-KTP sungguh memprihatinkan. Pembuatan e-KTP
yang dilaksanakan berbulan-bulan dengan harapan masyarakat Indonesia punya satu identitas
terintegrasi secara nasional menjadi sangat "mengecewakan". Pihak bank beralasan menolak
penggunaan e-KTP antara lain karena disebutkan fotokopi KTP lama yang ada pada bank tidak
sama dengan e-KTP. Padahal sebenarnya data e-KTP dan KTP lama sama. Nomor induk
kependudukan, tempat tinggal, status itu sama semua. Jadi tidak ada bedanya, namun yang
berbeda hanya bentuk fisiknya saja. Mungkin hal itulah yang jadi persoalan selain soal pengadaan
Smart Card Reader, sehingga pihak perbankan menolak bila nasabah menyodorkan e-KTP bukan
KTP lama sebagai datanya.
2.2 Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP.
Ada tiga unsur yang memegang peranan penting dalam pencapaian target perekaman e-KTP,
seperti konsorsium, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Agar ketiga unsur ini dapat
mengimplementasikan tugas dan fungsinya, maka sebagian besar merupakan fungsi dari tim
supervisi sebagai representasi dan pemegang peran kunci dalam mensukseskan program nasional
e-KTP•.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Marzan
A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT sudah memberikan dukungan penuh
pada pengembangan Grand Design e-KTP. Demikian pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011
dan 2012, BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis),
serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis e-KTP,• jelasnya.
Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan
teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan cara penanganan yang
dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan
petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan
kerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu
ke hilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.
Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitan
e-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur
proses dan mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman data hasil
perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik
mereview permasalahan teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi
pemecahan masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Adanya kesimpang-siuran informasi antara pihak perbankan dan pemerintah soal penerapan e-KTP
yang berujung merugikan masyarakat itu hingga perlu segera diluruskan. Diharapkan berbagai pihak
di level gubernur/kabupaten/kota mengambil alih dan melakukan sosialisasi kepada berbagai
instansi terkait soal pemberlakuan e-KTP tersebut. Jika bank tetap menolak pemakaian e-KTP, ada
proses hukum yang bisa ditempuh. Warga bisa mengajukan tuntutan melalui lembaga perlindungan
pelayanan publik, yakni Komisi Pelayanan Publik (KPP)
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Fungsi pelayanan public menjadi salah satu fokus perhatian dalam peningkatan kinerja aparatur
pemerintah untuk lebih mendekatkan fasilitas pelayanan publik pada masyarakat, sehingga mudah
dijangkau oleh masyarakat. Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang baik dituntut
aparatur pemerintah yang profesional, hal ini merupakan prasyarat dalam meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Pentingnya
profesionalisme aparatur pemerintah sejalan dengan bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur
Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintah, dan pembangunan. Oleh
karena itu dibutuhkan pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayan dan
yang dilayani ke pengertian yang sesungguhnya. Dengan demikian kinerja aparatur pemerintah
dalam memberikan pelayanan publik menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan menghasilkan
kualitas pelayanan yang baik pula. Misalnya, pelayanan E-KTP yang diberikan. E-KTP atau KTP
elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat system keamanan/ pengendalian baik dari
sisi administrasi maupun teknologi informasi dengan berbasis kepada database kependudukan
nasional. Penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pelayanan E-KTP oleh aparatur pemerintah
merupakan amanat dari Undang-undang no. 23 tahun 2006 dan serangkaian peraturan lainnya
seperti peraturan undang-undang no 35 tahun 2010 menyatakan aturan tata cara dan implementasi
teknis dari E-KTP yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip.
3.2 Saran
Diharapkan e-KTP memang benar-benar mampu untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan
yang selama ini terjadi karena pada e-KTP telah terdapat rekaman identitas penduduk yang tidak
dapat dipalsukan dan hanya dimiliki oleh satu orang saja, selain itu keinginan penduduk terkait
pelayanan publik di sektor administrasi pemerintahan juga dapat lebih ditingkatkan agar kerjasama
dalam hal pembangunan daerah dapat terwujud secara baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://rumahpengaduan.com/tag/keluhan-e-ktp/
http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/pelayanan-publik-masih-perlu-perbaikan.php
http://birokrasi.kompasiana.com/2013/03/30/evaluasi-implementasi-e-ktp-547101.html
Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pelayanan public?
2. Siapa yang berwenang dalam penyelenggaraan pelayanan public di Indonesia?
3. Bagaimana undang-undang yang mengatur pelayanan public di Indonesia?
4. Bagaimana Kualitas Pelayanan public di Indonesia?
5. Apa sajakah factor yang mempengaruhi kualitas pelayanan public?
6. Apa solusi untuk menciptakan pelayanan public yang berkualitas?
III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pelayanan public
2. Untuk Mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di
Indonesia.
BAB II
Pembahasan
Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia
I. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian berdasarkan UU Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik
terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang -undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik
II. Penyelenggara Pelayan Publik
Penyelengara Pelayanan Publik Berdasarkan UU “Penyelenggara pelayanan publik atau
Penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,
dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik, Atasan
satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara
langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik, Organisasi
penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi Penyelenggara merupakan satuan kerja
penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik, Pelaksana pelayanan publik atau Pelaksana merupakan pejabat,
pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang
bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik”
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan
umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
• Yang bersifat primer,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya
adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan p erizinan.
• Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus
mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut, yaitu:
1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan
semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang
ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
pelayanan yang lebih dominan.
Seiring dengan perkembangan Indonesia sudah mulai menata kembali keadaan pelayanan
public yang diberikan kepada masyarakat, Dengan belajar dari kekurangan masa lalu untuk
menggapai perubahan pelayanan public yang berkualitas dimasa depan sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat.
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, muda dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat ddari as pek
apapun kususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial.
BAB III
Penutup
I. Kesimpulan
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu
• Masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik.
• Yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di dalam
birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan perilaku
melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
3. kondisi birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
• Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan
paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang
selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir
tahun buku.
• Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana
semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar,
dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi
adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan
atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
4. Faktor yang harus diperbaiki untuk menigkatkan Pelayanan public:
Core sklills, echnicians, Management, Business knowledge, Skill, Habits, Cohesion,
Collective, Experience, Technology, Knowledge of environment.
II. Saran
Mengingat pelayanan public di Indonesia masih sangat jauh dari pada yang diharapkan
hendaknya perlu diadakan evauluasi terhadap kinerja aparatur birokrasi serta infratruktur
dalam pemenuhan kebutuhan masyrkatat di tingkatkan.
Diharpakan kepada pemimpin untuk melakukan pengrekrutan peagawai birokrasi untuk
lebih professional karena, pegawai birokrasilah penyebab kurang berkualitasnya pelayanan
yang diberikan.
Untuk Meningkatkan pelayanan public di Indonesia tidak hanya diharapkan peran
internal dari aparatur pemerintah tetapi harus adanya peran masyarakat. Di harapakan
masyarakat lebih bekerja sama untuk mengawasi kinerja pegawai birokrasi serta
melaporkan setiap adanya kejanggalan yang terjadi.
Mudahan makalah ini bermanfaat dan menjadi pembelajaran untuk semua khususnya
mahasiswa ilmu pemerintahan sabagai generasi penerus dalam pemerintahan Indonesia
Kedepannya.
Daftar Pustaka
A.Rahman H.I., 2007 Sistem Politik IndonesiaUndang-undang Pelayanan Publik. Jogjakarta:
Graha Ilmu.
“Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik”
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik
Lovelock, Ch., 1988. Product Plus: How Product Plus Service Competitive
Advantage. New York: McGraw-Hill Book Co.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No: 81/1995