Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Lalat Belakang


Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau
masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang telah ditetapkan.Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada
hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat.
Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri,tetapi untuk melayani masyarakat serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyaraakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998). Karenanya
birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan
profesional. Dengan demikian saya mengangkat judul kelemahan dalam pelayanan pembuatan E-
KTP.
Akhir-akhir ini, pemerintah Indonesia sedang gencar mempromosikan program elektronik
KTP (e-KTP). KTP elektronik ialah dokumen kependudukan yang memiliki Sistem keamanan,
baik secara administrasi maupun teknologi informasi dengan berbasis pada database
kependudukan nasional. Program e-KTP ini bertujuan untuk meminimalisirkecurangan
adanya KTP ganda. Adapun hal yang dapat terjadi dengan penggandaan KTP ini, antara lain
adalah redundansi data saat survei kependudukan, daftar pemilih tetap pada pemilihan umum, dan
sebagainya (Anonim1, 2011).
Audentikasi kartu identitas ini menggunakan karakteristik fisik manusia untuk verifikasi dan
validasi sistem. Dalam e-KTP, karakteristik manusia yang dipakai adalah sidik jari. Akan tetapi
pemakaian sidik jari ini dianggap belum efektif, terutama bagi orang berkebutuhan khusus yang
memiliki keterbatasan fisik dan lanjut usia. Oleh karena itu,diperlukan satu cara yang lebih efektif
untuk menangani permasalahan tersebut, yaitu dengan pendekatan bentuk wajah manusia. Dalam
pengenalan wajah akan diproses suatu pengolahan citra yang mana hasil keluarannya berupa data
mengenai identitas wajah tersebut (Anonim2, 2011)
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan E-KTP?
b. Apa Dasar hukum dari E-KTP?
c. Bagaimana Fungsi dan Format E-KTP?
d. Bagaimana Syarat dan prosedur pengurusan E-KTP?
e. Apa saja Kelemahan Pelayanan Pembuatan E-KTP?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan Publik
b. Memahami yang dimaksud dengan E-KTP
c. Mengetahui Dasar Hukum dari E-KTP
d. Mengetahui Fungsi dan Format E-KTP
e. Memahami Syarat dan Prosedur pengurusan E-KTP
f. Untuk mengetahui apa saja kendala yang di hadapi dalam pelayanan E-KTP
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Electronic-KTP
Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda
Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun
penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian
Dalam NegeriRepublik Indonesia pada bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam
dua tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April2012 yang
mencakup 67 juta penduduk di 2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua
mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara
keseluruhan, pada akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Program e-KTP dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional/nasional di
Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan
belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta
tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang dalam hal-hal tertentu dengan
manggandakan KTP-nya. Misalnya dapat digunakan untuk:
1. Menghindari pajak
2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota
3. Mengamankan korupsi atau kejahatan/kriminalitas lainnya
4. Menyembunyikan identitas (seperti teroris)
5. Memalsukan dan menggandakan ktp.
Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan pemerintahan elektronik (e-Government) serta
untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia menerapkan suatu sistem informasi kependudukan yang berbasiskan
teknologi yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik atau e-KTP.
2.2 Dasar hukum
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, dijelaskan bahwa:
"Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum Nomor Induk
Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku seumur
hidup".
Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin
Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah
dan penerbitan dokumen identitas lainnya.
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan, yang berbunyi:
1. KTP berbasis NIK memuat kode keamanan dan rekaman elektronik sebagai alat verifikasi dan
validasi data jati diri penduduk.
2. Rekaman elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi biodata, tanda tangan, pas foto,
dan sidik jaritangan penduduk yang bersangkutan.
3. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk disimpan dalam basis data kependudukan.
4. Pengambilan seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
pada saat pengajuan permohonan KTP berbasis NIK, dengan ketentuan : Untuk WNI, dilakukan
di kecamatan; dan untuk orang asing yang memiliki izin tinggal tetap dilakukan di instansi
pelaksana.
5. Rekaman sidik jari tangan penduduk yang dimuat dalam KTP berbasis NIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berisi sidik jari telunjuk tangan kiri dan jari telunjuk tangan kanan
penduduk yang bersangkutan.
6. Rekaman seluruh sidik jari tangan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diakses
oleh pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman sidik jari diatur oleh Peraturan Menteri.
2.3 Fungsi dan Format E-KTP
a. Fungsi E-KTP
1. Sebagai identitas jati diri,
2. Berlaku nasional, sehingga tidak perlu lagi membuat KTP lokal untuk pengurusan
izin, pembukaan rekening Bank, dan sebagainya,
3. Mencegah KTP ganda dan pemalsuan KTP,
4. Terciptanya keakuratan data penduduk untuk mendukung program pembangunan.
b. Format E-KTP
Struktur e-KTP terdiri dari sembilan layer yang akan meningkatkan pengamanan dari KTP
konvensional. Chip ditanam di antara plastik putih dan transparan pada dua layer teratas. Chip ini
memiliki antena didalamnya yang akan mengeluarkan gelombang jika digesek. Gelombang inilah
yang akan dikenali oleh alat pendeteksi e-KTP sehingga dapat diketahui apakah KTP tersebut
berada di tangan orang yang benar atau tidak.[7] Untuk menciptakan e-KTP dengan sembilan layer,
tahap pembuatannya cukup banyak, diantaranya:
1. Hole punching, yaitu melubangi kartu sebagai tempat meletakkan chip,
2. Pick and pressure, yaitu menempatkan chip di kartu,
3. Implanter, yaitu pemasangan antenna (pola melingkar berulang menyerupai spiral),
4. Printing,yaitu pencetakan kartu,
5. Spot welding, yaitu pengepresan kartu dengan aliran listrik,
6. Laminating, yaitu penutupan kartu dengan plastik pengaman,
e-KTP dilindungi dengan keamanan pencetakan seperti relief text, microtext, filter
image, invisible inkdan warna yang berpendar di bawah sinar ultra violet serta anti copy design.
Penyimpanan data di dalam chip sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123 dan Machine
Readable Travel Documents ICAO 9303 sertaEU Passport Specification 2006. Bentuk KTP
elektronik sesuai dengan ISO 7810 dengan format seukurankartu kredit yaitu 53,98 mm x
85,60 mm.
2.4 Syarat dan prosedur pengurusan E-KTP
a) Syarat
1. Berusia 17 tahun,
2. Menunjukkan surat pengantar dari kepala desa/kelurahan,
3. Mengisi formulir F1.01 (bagi penduduk yang belum pernah mengisi/belum ada data
di sistem informasi administrasi kependudukan) ditanda tangani oleh kepala
desa/kelurahan,
4. Foto kopi Kartu Keluarga (KK).
b) Prosedur
1. Pemohon datang ketempat pelayanan membawa surat panggilan,
2. Pemohon menunggu pemanggilan nomor antrean,
3. Pemohon menuju keloket yang telah ditentukan,
4. Petugas melakukan verifikasi data penduduk dengan basis data,
5. Petugas mengambil foto pemohon secara langsung,
6. Pemohon membubuhkan tanda tangan pada alat perekam tandatangan,
7. Selanjutnya dilakukan perekaman sidik jari dan pemindaian retina mata,
8. Petugas membubuhkan tandatangan dan stempel pada surat panggilan yang
sekaligus sebagai bukti bahwa penduduk telah melakukan perekaman foto,tanda tangan
dan sidik jari,
9. Pemohon dipersilahkan pulang untuk menunggu hasil proses pencetakan 2 minggu
setelah pembuatan.

2.5 Kelemahan Pelayanan Pembuatan E-KTP


1. Kurang efektifnya pelayanan yang telah diberikan oleh petugas
Pengurusan e-KTP di seluruh kecamatan di Indonesia yang tanpa dipungut biaya
administrasi saat ini, membuat animo masyarakat sangat tinggi untuk segera mengurus dan
mendapatkan e-KTP tersebut.
Hanya saja, dalam pengurusan e-KTP ini, masih ditemukan kelemahan kelemahan di
lapangan yang dilakukan petugas di kecamatan. Kelemahan ini antara lain seperti masyarakat yang
mendatangi kantor camat untuk mengurus e-KTP sesuai jadwal yang telah ditetapkan, ternyata
tidak mendapatkan pelayanan maksimal.
Bayangkana saja, warga yang mendatangi kantor camat sejak pukul 7.30 WIB hingga
pukul 16.30 WIB menunggu giliran, tatapi akhirnya mereka tak terlayani akibat waktu pengurusan
yang tidak sesuai dengan yang dijadwalkan. Seperti yang dialami Salah satu warga Kelurahan
Pulau yang mengurus e-KTP di Kantor Camat Bangkinang Seberang. Ia mengaku mendatangi
kantor camat tersebut sejak pukul 7.00 WIB dan menunggu giliran hingga pukul 16.30 WIB.
Namun tak kunjung gilirannya untuk dipanggil, yang menyebabkan ia kecewa.
Hal itu disampaikan Yasmin kepada KR, Rabu (21/12), yang mengaku sangat kecewa
karena sudah mengantri sejak pagi. Dan alhasil ketika ditanya kepada petugas, tetapi yang didapat
nya yaitu jawabnya ketus sambil berkata bapak urus saja tahun 2012 nanti, yang jelas dengan
prosedur yang sangat panjang, ini menandakan pelayanan pembuatan E-KTP kurang maksimal.
Seharusnya aparatur kecamatan agar dapat mengatur jadwal pengurusan e-KTP tersebut, dan
semestinya disesuaikan dengan kuota masing-masing wilayah kelurahana/desa.

2. Kurangnya alat dalam pelayanan pembuatan E-KTP


Seperti yang terjadi di Depok saat ini, hanya satu di antara 63 kelurahan di Depok yang
sudah rampung mendata dan memberi layanan pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-
KTP). Sebanyak 17 kelurhan diantaranya bahkan belum tersentuh sama sekali oleh layanan
tersebut. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Depok, Mulyamto mengatakan
kendala utama yang dihadapi adalah soal listrik dan peralatan untuk membuat KTP baru itu.
“Listrik sering mati dan alat suka macet, sedangkan pihak konsorsium bilang di gudang alatnya
sudah kosong,”
Saat ini Depok sudah memakai 50 dari 63 alat yang dibutuhkan untuk 46 kelurahan. Ada
tiga kelurahan yang diprioritaskan sehingga mendapat dua alat, yakni Kelurahan Suka Maju, Tugu,
dan Mekar Jaya. “Satu alat cadangan dipakai keliling pakai mobil,” katanya. Kelurahan yang sudah
merampungkan layanan pembuatan e-KTP adalah Jati Mulia di Kecamatan Cilodong. Total warga
Depok yang sudah terdaftar dalam pelayanan e-KTP sekitar 153.997 orang, atau sekitar 12 persen
dari 1,3 juta warga wajib KTP. “Itu total per 21 Desember,” Adapun jumlah kelurahan yang belum
tersentuh pelayanan e-KTP ada 17 di tujuh kecamatan.meski pihaknya tidak lagi menetapkan
target penyelesaian layanan e-KTP, mereka tetap berusaha menyelesaikan secepatnya. Dengan alat
yang ada dan masih berfungsi, mereka mengatakan, kelurahan yang jumlah penduduknya padat
mendapat prioritas layanan. Sementara itu, layanan yang sama baru akan dimulai pada April tahun
depan di Kota Bogor. Mereka tinggal menunggu pasokan alat. Dari 68 kelurahan yang ada di Kota
Bogor, Kementerian Dalam Negeri baru mengirim 12 unit. “Kenapa baru April nanti dimulai
karena kamu menunggu kekurangan alatnya. Minimal harus ada 20 unit. Dengan demikian
pemerintah harus menyiapkan peralatan sesuai dengan kebutuhan perkecamatan agar pelayanan
E-KTP terealisasikan dengan baik.
3. Kurangnya Informasi yang jelas untuk masyarakat
Dengan kurangnya informasi kepada masyarakat khusunya masyarakat awam, sehingga
masyarakat salah tangapan dalam pembuatan E-KTP tersebut,seperti masyarakat yang tidak
mendapat undangan mengikut antri di kecamatan sampai berjam-jam dan kecewa kepada
pelayanan tersebut.
Padahal seharusnya masyarakat yang telah mendapat undangan dahulu yang dapat dilayani
dalam pembuatan E-KTP. Contohnya seperti yang terjadi pada KOBA - Program E-KTP yang
mulai dilaunching di beberapa daerah di Bangka Belitung (Babel) mulai mengalami berbagai
masalah
Di Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), beberapa warga yang tidak tahu mengenai
program tersebut, mulai kecewa dengan pelayanan pembuatan E-KTP tersebut. Seperti yang
diungkapkan salah satu warga Arung dalam Koba beberapa waktu lalu. Ia mengaku kecewa tidak
dilayani oleh petugas kecamatan, kendati sudah mengantri sekian lama. Ia akhirnya memutuskan
pulang dan urung membuat E-KTP tersebut.Karna sudah tiga kali ngatri setiap dipangil oelh
petugas pembuatan E-KTP bilang tidak bisa buat sekarang karna tidak mempunyai
undangan. Padahal kami lah berjam-jam ngantri", tetapi setelah ada penjelasan dari media ini,
akhirnya masyarakat tersebut bisa memahami bahwa program E - KTP merupakan program
nasionalyang berkelanjutan.
Bagi warga yang belum mendapatkan undangan, nanti akan tetap dilayani belakangan pada
tahun 2012 secara gratis. "Program ini kebijakan pemerintah pusat dan merupakan program
berkelanjutan. Jadi, blanko undangan itupun dari pusat. Dan itu memang terbatas sesuai dengan
database yang di serahkan ke pusat.
Apabila dilayani layani, nanti terjadi kekurangan blanko undangan"masyarakat yang
mendapatkan blanko undangan dalam pembuatan E-KTP adalah warga yang terdatadalam
database. "Sistem administrasi kependudukan kita di Bateng ini kan baru berlaku sejak tahun 2008.
Jadi, warga yang terangkum dalam database Dindukcapil itu adalah warga yang pembuatan KTP
konvensionalnya mulai dari tahun 2008 hingga periode 31 Juli 2011. Jadi Pembuatan KTP
konvensionalnya dibawah tahun 2008, belum masuk database", bahwa warga yangmasuk dalam
database pun kemudian akan dilakukan pemutakhiran kembali pada tahun 2010 lalu.
Dengan situasi tersebut disebabkan karena antusiasnya warga dalam pembuatan E-KTP,
sehingga menyebabkan mereka (warga) datang beramai-ramai dan membuat petugas agak
kewalahan. Namun, petugas pun tidak bisa berbuat apa-apa terhadap warga yang tidak memiliki
blankoundangan, karena memang sistemnya dari pusat seperti itu. Untuk pembuatan E-KTP yang
sudah berjalan sejak Rabu tanggal 21 September 2011 lalu,berjalan cukup baik. Antusiasme
masyarakat Bateng pun cukup tinggi, sehingga hal inipun mempermudah Dindukcapil
dalam menyukseskan program nasional tersebut.
4. Listrik Hambat Pelaksanaan e-KTP
Hambatan berikutnya yaitu pemadaman listrik, SEPERTI yang terjadi di PEKANBARU,
Kabupaten Kampar,pemadaman listtrik tersebut sampai 3 jam sehingga menghambat dalam
pelaksanaan pelayanan pembuatan E-KTP Kepala Bidang Administrasi Kependudukan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kampar, Hamida kepada Tribun, Minggu
(4/12) mengatakan, pemadaman listrik oleh PLN sangat mengganggu pengerjaan e-KTP di seluruh
Kecamatan se Kabupaten Kampar.
Dengan demikian kendala yang dihadapi dengan pemadaman listrik, alat e-KTP tidak bisa bekerja,
meski Pemerintah Kecamatan memiliki mesin pembangkit listrik (generator set). ” kalau pakai
genset. Pemadaman listrik mengurangui waktu yang tersedia merekam warga membuat e-KTP
perharinya. Hamida mengatakan, untuk mengatasinya, kecamataan harus memperpanjang jam
buka layanan pembuatan e-KTP hingga malam, bahkan sampai pukul 24.00 WIB.
Tidak itu saja Kendala yang diahadapi,salah satunya berasal dari masyarakat yang wajib
KTP. Menurut Hamida, mereka masih menemukan warga yang belum meiliki kesadaran tinggi
mengurus e-KTP.
5. Tidak dibayarnya tenaga honorer pembuatan E-KTP
Keluhkan ratusan tenaga honorer, kalau honor mereka belum dibayar padahal untuk
menunjang kelancaran tugas sehari-hari mereka. Ini bagaimana tangapan sebagai aparatur
pemerintah.
Padahal honor yang telah dijanjikan oleh pemerintah seharus sudah diterima tetapi
belum.dengan belum diterima nya honor para tenaga pelayan pembuatan E-KTP, mempengaruhi
kurang maksimalnya pelayanan yang diberika, sebab kenapa, mereka mulai malas bekerja atau
melayani masyarakat dalam pembuatan E-KTP.sebenarnya pembayaran honor bagi para operator
itu sebetulnya sudah disetujui DPRD Seluma,Provinsi Bengkulu, pada pembahasan APBD
Perubahan 2011 sebesar Rp96 juta, bahkan pertengahan Desember ini honor mereka sudah bisa
dibayarkan serta akan disalurkan ke masing-masing kecamatan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
E-KTP (Elektronik Kartu Penduduk) adalah suatu kartu tanda penduduk yang dibuat dari
mesin elektronik dan ditulis dengan data digital. E-KTP sengaja diadakan guna untuk
mempermudah pemerintah dalam mengambil data penduduk, karena dengan e-KTP pemerintah
bisa langsung melihat data dari KTP elektronik tersebut tanpa harus menunggu data yang harus
disensus terlebih dahulu. E-KTP bisa terbilang lebih efektif dan efesien dibanding dengan KTP
biasa.
Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam NegeriRepublik Indonesia pada
bulan Februari 2011 dimana pelaksanannya terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama dimulai pada
tahun 2011 dan berakhir pada 30 April2012 yang mencakup 67 juta penduduk di
2348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua mencakup 105
juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya di Indonesia. Secara keseluruhan, pada
akhir 2012, ditargetkan setidaknya 172 juta penduduk sudah memiliki e-KTP.
Masih banyaknya kendala yang dihadapi untuk pelayanan pembuatan e-KTP seperti masih
kekurangan alat pembuatan e-KTP,kurangnya informasi yang diberikan untuk warga,sering
padamnya listri & kurang efektifnya pelayanan yang diberikan.

3.2 Kritik dan Saran


a. Sebaiknya petugas yang diberikan tanggungjawab dalam melayani pembuatan e-KTP harus
memberikan pelayanan yang baik agar berjalan dengan efektif dan efesien,
b. Sebelum membuat kebijakan baru untuk memberlakukan e-KTP, masyarakat yang terlibat di
dalamnya harus mengetahui informasi tersebut sehingga tidak terjadi kesalahpahaman,
c. Sebenernya E-KTP sangat diterapkan dinegara kita tetapi perlu adanya perbaikan-perbaikan
pelayan yang diberikan oleh pemerintah, agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang maksimal
d. E-KTP pembuatannya tidak lepas dari alat dan listrik,menurut data yang diterima masih
kurangnya alat pembuat E-KTP dan masih banyaknya listrik yang tidak mendukung,sebaiknya
pemerintah cepat dalam menangulangi kendala tersebut agar pelayanan pembuatan E-KTP
lancar,tepat waktu dan masyarakat tidak kecewa karna tidak harus mengatri dalam pembuatan E-
KTP tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
e-KTP atau KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan /
pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada database
kependudukan nasional. Penduduk hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP yang tercantum
Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK merupakan identitas tunggal setiap penduduk dan berlaku
seumur hidup. Nomor NIK yang ada di e-KTP nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan
Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat
atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang
Adminduk).
Manfaat e-KTP diharapkan dapat dirasakan sebagai berikut:
1. Identitas jati diri tunggal
2. Tidak dapat dipalsukan
3. Tidak dapat digandakan
4. Dapat dipakai sebagai kartu suara dalam pemilu atau pilkada
Namun berdasarkan laporan yang diterima, dikatakan terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh tim supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, khususnya pada perekaman e-
KTP serta keluhan masyarakat mengenai pelayanan pembuatan e-KTP.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Apa saja masalah-masalah dalam pelayanan proses pembuatan e-KTP?
2. Bagaimana solusi mengatasi masalah-masalah dalam pelayanan proses pembuatan e-KTP?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Menjelaskan masalah-masalah dalam pelayanan proses pembuatan e-KTP.
2. Mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah dalam pelayanan proses pembuatan e-KTP.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah yang Timbul dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP
Dalam proses implementasi pelayanan e-KTP yang sampai saat ini berjalan masih dijumpai
beberapa permasalahan. Permasalahan yang dihadapi:
1) terdapat kesalahan data penduduk. Pada proses perekaman data e-KTP, operator akan
mengkonfirmasi kepada penduduk bersangkutan apakah datanya sudah benar atau belum dan
selanjutnya proses perekaman dilanjutkan. Namun karena banyaknya jumlah penduduk yang
dihadapi dengan kapasitas operator yang terbatas dan proses perekaman hingga larut malam,
kelelahan operator terkadang menimbulkan kekeliruan data yang di input.
2) aktivasi e-KTP. E-KTP yang sudah tercetak perlu di aktivasi apakah data yang tercantum sudah
benar atau tidak. Namun beberapa penduduk atau petugas pemerintah hanya sebatas
mendistribusikan e-KTP saja dan aktivasi dilakukan dikemudian hari, sehingga menyebabkan
penduduk yang memiliki jarak yang cukup jauh dari kantor pemerintahan bersangkutan enggan
melakukan aktivasi,
3) kesalahan foto dengan data yang tercantum. Hal ini dimungkinkan karena adanya Human Error
karena operator keliru memasukkan data penduduk pada saat proses perekaman data untuk e-
KTP,
4) e-KTP tidak terbaca oleh Card Reader versi lama misalnya dengan menggunakan aplikasi
Benroller 2.2. e-KTP baru terbaca dengan menggunakan aplikasi versi baru yaitu Benroller 3.0
sehingga dikhawatirkan untuk bank-bank yang masih menggunakan aplikasi lama, e-KTP tidak
terbaca oleh Card Reader Bank.
Program e-KTP terkesan terburu-buru untuk di implementasikan dengan bukti adanya pengunduran
program sampai pada 31 Desember 2013 karena jumlah penduduk pada saat rekapitulasi tahun
2009 tidak ditargetkan atau di asumsikan sesuai dengan jadwal implementasi program.
Berdasarkan laporan yang diterima, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh tim
supervisi di daerah pada kegiatan di tahun 2011, khususnya pada perekaman e-KTP, seperti
masalah tersendatnya atau putusnya jaringan komunikasi data, rusaknya peralatan perekaman
seperti iris scanner, serta masalah lainnya yang menyebabkan terhentinya operasional layanan
perekaman e-KTP. Sehingga ada warga yang tidak bisa ikut dalam perekaman e-KTP.
Masih banyak warga mengeluh terhadap buruknya pelayanan publik untuk mengurus perekaman e-
KTP. Mereka mengeluh terkait pelayanan publik yang diberikan Pemerintah. Ada oknum aparatur
desa (kepala desa) PTPN V PABRIK KELAPA SAWIT TANJUNG MEDA melakukan pungutan liar
pada saat pengambilan e-KTP. setiap pengambilan e-KTP, mereka dikenakan patokan biaya 10000
rupiah/orang, pungutan liar ini juga terjadi di beberapa daerah seperti Kecamatan Babelan dan Kec.
Karang Bahagia di Kabupaten Bekasi, padahal e-KTP gratis. Bahkan banyak juga warga yang
mengeluh terhadap pelayanan pendistribusian e-KTP di kantor-kantor kelurahan. Selain banyak
pungli (pungutan liar), petugas di hampir seluruh kelurahan di Jakarta masih sangat arogan.
Pemantauan Business News di kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat
dan Kelurahan Grogol Kecamatan Grogol Petamburan, banyak keluhan warga terhadap pelayanan
e-KTP. Bahkan di kelurahan Grogol, petugas pelayanan hampir tidak peduli dengan poster-poster
yang isinya himbauan untuk tidak melakukan praktik pungli. “Saya sering sindir mereka (petugas
pelayanan), tetapi mereka tidak peduli. Padahal sebagian warga, mungkin untuk makan sehari-hari
saja sudah sulit. Tetapi ketika mau ambil e-KTP, dimintai duit,” kata salah seorang petugas Hansip
Kelurahan Grogol kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Sementara di kelurahan Kebon Kosong, petugas di loket pelayanan, serupa tapi tak sama. Petugas
cenderung bersikap arogan, tidak peduli dengan keinginan dan tuntutan hak atas berbagai
dokumen, termasuk e-KTP. “Petugasnya, ibaratnya bersikap ‘EGP’ (emang gue pikirin) terhadap
warga yang sudah bolak-balik datang ke kantor kelurahan. Tetapi petugas se-enaknya saja,
mengatakan ‘belum selesai’. Tetapi ketika warga sudah sms untuk konfirmasi, petugas tidak pernah
balas sms warga,” salah seorang warga Kelurahan tersebut yang tidak mau menyebutkan namanya,
mengatakan kepada Business News beberapa waktu yang lalu.
Munculnya aksi penolakan ketika berurusan di sejumlah bank terhadap masyarakat pengguna kartu
kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik atau e-KTP sungguh memprihatinkan. Pembuatan e-KTP
yang dilaksanakan berbulan-bulan dengan harapan masyarakat Indonesia punya satu identitas
terintegrasi secara nasional menjadi sangat "mengecewakan". Pihak bank beralasan menolak
penggunaan e-KTP antara lain karena disebutkan fotokopi KTP lama yang ada pada bank tidak
sama dengan e-KTP. Padahal sebenarnya data e-KTP dan KTP lama sama. Nomor induk
kependudukan, tempat tinggal, status itu sama semua. Jadi tidak ada bedanya, namun yang
berbeda hanya bentuk fisiknya saja. Mungkin hal itulah yang jadi persoalan selain soal pengadaan
Smart Card Reader, sehingga pihak perbankan menolak bila nasabah menyodorkan e-KTP bukan
KTP lama sebagai datanya.
2.2 Pemecahan Masalah dalam Pelayanan Pembuatan e-KTP.
Ada tiga unsur yang memegang peranan penting dalam pencapaian target perekaman e-KTP,
seperti konsorsium, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Agar ketiga unsur ini dapat
mengimplementasikan tugas dan fungsinya, maka sebagian besar merupakan fungsi dari tim
supervisi sebagai representasi dan pemegang peran kunci dalam mensukseskan program nasional
e-KTP•.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Marzan
A Iskandar menyampaikan bahwa dari sisi teknologi, BPPT sudah memberikan dukungan penuh
pada pengembangan Grand Design e-KTP. Demikian pula pada implementasi e-KTP di tahun 2011
dan 2012, BPPT menyediakan lima tenaga ahli pada tim teknis, 22 staff tim pokja (ahli dan teknis),
serta memperbantukan 81 staff BPPT untuk menjadi tim Supervisi Teknis e-KTP,• jelasnya.
Diperlukan mekanisme dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk eskalasi permasalahan
teknis. Menanggapi kondisi demikian, Marzan mengatakan diperlukan cara penanganan yang
dikelola dengan baik oleh Helpdesk Center, dukungan teknis dari konsorsium pelaksana dan
petugas perekaman di daerah. Ini semua memerlukan harmonisasi kegiatan, kolaborasi dan
kerjasama yang kuat agar seluruh proses perekaman (enrolment) berlangsung end-to-end (dari hulu
ke hilir) secara berkesinambungan, cepat dan akurat.
Agar tidak ada penyalahgunaan pelayanan e-KTP, seluruh rantai proses pelayanan dan penerbitan
e-KTP harus disupervisi secara ketat dan menyeluruh. Untuk itu, tim supervisi perlu memahami alur
proses dan mensupervisi agar proses perekaman data penduduk dan pengiriman data hasil
perekaman di daerah berjalan lancar secara baik dan benar. Selain itu, perlu secara periodik
mereview permasalahan teknis dan non teknis yang terjadi dan memberikan masukan rekomendasi
pemecahan masalah kepada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Adanya kesimpang-siuran informasi antara pihak perbankan dan pemerintah soal penerapan e-KTP
yang berujung merugikan masyarakat itu hingga perlu segera diluruskan. Diharapkan berbagai pihak
di level gubernur/kabupaten/kota mengambil alih dan melakukan sosialisasi kepada berbagai
instansi terkait soal pemberlakuan e-KTP tersebut. Jika bank tetap menolak pemakaian e-KTP, ada
proses hukum yang bisa ditempuh. Warga bisa mengajukan tuntutan melalui lembaga perlindungan
pelayanan publik, yakni Komisi Pelayanan Publik (KPP)

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Fungsi pelayanan public menjadi salah satu fokus perhatian dalam peningkatan kinerja aparatur
pemerintah untuk lebih mendekatkan fasilitas pelayanan publik pada masyarakat, sehingga mudah
dijangkau oleh masyarakat. Untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang baik dituntut
aparatur pemerintah yang profesional, hal ini merupakan prasyarat dalam meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Pentingnya
profesionalisme aparatur pemerintah sejalan dengan bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian yang menyatakan bahwa Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur
Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur,
adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintah, dan pembangunan. Oleh
karena itu dibutuhkan pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukkan pelayan dan
yang dilayani ke pengertian yang sesungguhnya. Dengan demikian kinerja aparatur pemerintah
dalam memberikan pelayanan publik menjadi lebih baik dan pada akhirnya akan menghasilkan
kualitas pelayanan yang baik pula. Misalnya, pelayanan E-KTP yang diberikan. E-KTP atau KTP
elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat system keamanan/ pengendalian baik dari
sisi administrasi maupun teknologi informasi dengan berbasis kepada database kependudukan
nasional. Penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pelayanan E-KTP oleh aparatur pemerintah
merupakan amanat dari Undang-undang no. 23 tahun 2006 dan serangkaian peraturan lainnya
seperti peraturan undang-undang no 35 tahun 2010 menyatakan aturan tata cara dan implementasi
teknis dari E-KTP yang dilengkapi dengan sidik jari dan chip.
3.2 Saran
Diharapkan e-KTP memang benar-benar mampu untuk mengatasi penyimpangan-penyimpangan
yang selama ini terjadi karena pada e-KTP telah terdapat rekaman identitas penduduk yang tidak
dapat dipalsukan dan hanya dimiliki oleh satu orang saja, selain itu keinginan penduduk terkait
pelayanan publik di sektor administrasi pemerintahan juga dapat lebih ditingkatkan agar kerjasama
dalam hal pembangunan daerah dapat terwujud secara baik.

DAFTAR PUSTAKA
http://rumahpengaduan.com/tag/keluhan-e-ktp/
http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/pelayanan-publik-masih-perlu-perbaikan.php
http://birokrasi.kompasiana.com/2013/03/30/evaluasi-implementasi-e-ktp-547101.html
Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pelayanan public?
2. Siapa yang berwenang dalam penyelenggaraan pelayanan public di Indonesia?
3. Bagaimana undang-undang yang mengatur pelayanan public di Indonesia?
4. Bagaimana Kualitas Pelayanan public di Indonesia?
5. Apa sajakah factor yang mempengaruhi kualitas pelayanan public?
6. Apa solusi untuk menciptakan pelayanan public yang berkualitas?

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pelayanan public
2. Untuk Mengetahui bagaimana kualitas pelayanan publik di Indonesia.
3. Untuk Mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik di
Indonesia.
BAB II
Pembahasan
Kualitas Pelayanan Publik di Indonesia
I. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian berdasarkan UU Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Pelayanan Publik
terdapat pengertian Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang -undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik
II. Penyelenggara Pelayan Publik
Penyelengara Pelayanan Publik Berdasarkan UU “Penyelenggara pelayanan publik atau
Penyelenggara merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik,
dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik, Atasan
satuan kerja Penyelenggara merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara
langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik, Organisasi
penyelenggara pelayanan publik atau Organisasi Penyelenggara merupakan satuan kerja
penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik, Pelaksana pelayanan publik atau Pelaksana merupakan pejabat,
pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi Penyelenggara yang
bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik”
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan
umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta,
seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.
2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik.
Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
• Yang bersifat primer,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya
penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya
adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan p erizinan.
• Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus
mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Ada lima karakteristik yang dapat dipakai untuk membedakan ketiga jenis penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut, yaitu:
1. Adaptabilitas layanan. Ini berarti derajat perubahan layanan sesuai dengan tuntutan
perubahan yang diminta oleh pengguna.
2. Posisi tawar pengguna/klien. Semakin tinggi posisi tawar pengguna/klien, maka akan
semakin tinggi pula peluang pengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
3. Type pasar. Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara pelayanan yang
ada, dan hubungannya dengan pengguna/klien.
4. Locus kontrol. Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang kontrol atas
transaksi, apakah pengguna ataukah penyelenggara pelayanan.
5. Sifat pelayanan. Hal ini menunjukkan kepentingan pengguna atau penyelenggara
pelayanan yang lebih dominan.

III. Undang-undang Pelayanan Publik


Undang-Undang Pelayanan Publik (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik) adalah undang-undang yang mengatur tentang
prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi
pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi
yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan
kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan
lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada
pemerintahan dan administrasi publik.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik
merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh
warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk
mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya
tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan
norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga
negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan
pelayanan public.
• Asas dan Tujuan Undang-undang Pelayanan Publik
Undang-Undang ini berasaskan pada kepentingan umum, adanya kepastian hukum, adanya
kesamaan hak, adanya keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif,
persamaan dalam perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan
keterjangkauan dan bertujuan agar batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan pelayanan publik
yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan
penyelenggaraan pelayanan publik.
• Pembina Dan Penanggung Jawab
Pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pimpinan lembaga
negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian, pimpinan
lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya terhadap
pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang
dibentuk berdasarkan undang-undang, gubernur pada tingkat provinsi melaporkan hasil
perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat
daerah provinsi dan menteri dan bupati pada tingkat kabupaten beserta walikota pada
tingkat kota wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing -masing
kepada dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur dan penanggung
jawab mempunyai tugas untuk mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan
publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi
penyelenggaraan pelayanan publik dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan
penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik, Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara bertugas merumuskan
kebijakan nasional tentang pelayanan publik, memfasilitasi lembaga terka it untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi antarpenyelenggara yang tidak dapat
diselesaikan dengan mekanisme yang ada, melakukan pemantauan dan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik dengan mengumumkan kebijakan nasional tentang
pelayanan publik atas hasil pemantauan dan evaluasi kinerja, serta hasil koordinasi,
membuat peringkat kinerja penyelenggara secara berkala; dan dapat memberikan
penghargaan kepada penyelenggara dan penyelenggara dan seluruh bagian organisasi
penyelenggara bertanggung jawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan
penyelenggaraan pelayanan.
• Ruang Lingkup
Dalam perundangan-undangan pelayanan publik ini meliputi pelayanan barang publik dan
jasa publik serta pelayanan administratif yaitu pendidikan, pengajar an, pekerjaan dan
usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata.
Pelayanan publik ini mengatur pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakuka n
oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah yang
dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya
bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan dan
pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya
sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang
dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi Negara.
Pelayanan atas jasa publik merupakan penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, suatu badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan dan pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan
usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara
dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjad i misi negara.
Skala kegiatan pelayanan publik didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang
digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan
sebagai penyelenggara pelayanan publik yaitu tindakan administratif pemerintah yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
termasuk tindakan administratif oleh instansi nonpemerintah yang diwajibkan ol eh negara
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian
dengan penerima pelayanan.
Jadi berbicara masalah Kualitas Pelayan Publik merupakan berbicara mutu dari pelayan
yang diberikan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, apakah sesuai tidaknya dengan
undang-undang pelayan public.

IV. Kualitas Pelayanan Publik Indonesia


Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu : pertama,
masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik.
Kedua yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di
dalam birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan
perilaku melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
Selain itu, dalam Seminar Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi indonesia yang
diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas,
Jakarta Pusat, ada beberapa permasalah yang ada dalam pelayanan publik yaitu: kurang
responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang koordinasi, birokratis, kurang mau
mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat, dan efisien.
Baik Kuantitas (Akses), maupun Kualitas pelayanan publik di Indonesia masih buruk (belum
memadai) baik dilihat dari kebutuhan masyarakat maupun dari standard yang ada (jika
sudah ditetapkan). Banyak permasalahan dalam pelayanan public di Indonesia, Antaranya:
1. Rendahnya Kualitas Pelayanan Publik
Rendahnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu sorotan yang diarahkan kepada
birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbaikan
pelayanan publik di era reformasi merupakan harapan seluruh masyarakat, namun dalam
perjalanan reformasi yang memasuki tahun ke enam, ternyata tidak mengalami perubahan
yang signifikan. Berbagai tanggapan masyarakat justru cenderung menunjukk an bahwa
berbagai jenis pelayanan publik mengalami kemunduran yang utamanya ditandai dengan
banyaknya penyimpangan dalam layanan publik tersebut. Sistem dan prosedur pelayanan
yang berbelit-belit, dan sumber daya manusia yang lamban dalam memberikan pelayanan,
mahal, tertutup, dan diskriminatif serta berbudaya bukan melayani melainkan dilayani juga
merupakan aspek layanan publik yang banyak disoroti. Rendahnya kualitas pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur pemerintahan atau administrasi negara
dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kondisi ini karena di dalam kerangka hukum
administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang standar minimum kualitas
pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut ma sih
belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas aparatur pemerintah.

2. Tingginya Tingkat Penyalahgunaan Kewenangan dalam Bentuk KKN


Upaya pemberantasan KKN merupakan salah satu tuntutan penting pada awal reformasi.
Namun prevalensi KKN semakin meningkat dan menjadi permasalahan di seluruh lini
pemerintahan dari pusat hingga daerah. Tuntutan akan peningkatan profesionalisme
sumber daya manusia aparatur negara yang berdaya guna, produktif dan bebas KKN serta
sistem yang transparan, akuntabel dan partisipatif masih memerlukan solusi tersendiri. Ini
berkaitan dengan semakin buruknya citra dan kinerja birokrasi dan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. KKN telah menjadi extraordinary
state of affairs di Indonesia Laporan terakhir di penghujung tahun 2003 mengukuhkan
Indonesia di urutan ke-6 negara terkorup didunia. Berdasarkan hasil survei Transparency
International (TI) dari 133 negara, Indonesia berada diurutan ke 122 dari 133 negara
terkorup.
3. Birokrasi yang panjang dan adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan.
Ini menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui proses
yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi, terjadinya
penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan diskriminatif, dan
lain-lain.
4. Rendahnya pengawasan external dari masyarakat
Rendahnya pengawasan external dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik, merupakan sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan,
serta prosedur peyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu tidak
cukup dirasakan adanya tekanan sosial yang memaksa penyelenggara pelayanan publik
harus memperbaiki kinerja mereka.
5. Belum Berjalannya Desentralisasi Kewenangan Secara Efektif
Indonesia saat ini dihadapkan oleh berbagai tantangan yang muncul sebagai akibat dari
perkembangan global, regional, nasional dan lokal pada hampir seluruh aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dari sisi manajemen pemerintahan, penerapan desentralisasi
dan otonomi daerah merupakan intrumen utama untuk mencapai suatu negara yang mampu
menghadapi tantangan-tatangan tersebut. Di samping itu, penerapan desentralisasi
kewenangan dan otonomi daerah juga merupakan prasyarat dalam rangka mewujudkan
demokrasi dan pemerintahan yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
6. Sistem pelayanan publik yang belum diatur secara jelas dan tegas.
Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan publik yang belum diatur secara lebih jelas
dan tegas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia dewasa ini adalah Kode Perilaku
Petugas Pelaksana Pelayanan Publik (Code of Conduct for Public Servants). Hal ini menjadi
salah satu faktor penentu keberhasilan sistem pelayanan publik, terutam a bila disadari
bahwa sebagian besar dari permasalahan dan keluhan mengenai pelayanan publik di
Indonesia dapat dikembalikan pada unsur manusia pengemban fungsi pelayanan publiknya
(ekses-ekses KKN, conflict of interest, dsb). Kehadiran sebuah Code of Cond uct yang
selengkapnya mungkin akan lebih mengkokohkan struktur dasar dari Sistem Pelayanan
Publik Indonesia.

Hanya kekecewaan yang dirasakan masyarakat, pelayanan publik dimonopoli oleh


Sekelompok orang, sarana prasarana tidak memadai, produk yang ditawarkan juga buruk
serta pelayanan yang buruk.

R Nugroho Dwijowiyoto menyatakan kondisi sesungguhnya birokrasi Indonesia saat ini,


digambarkan sebagai berikut :
1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan
paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang
selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir
tahun buku.
2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana
semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar,
dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pas ar birokrasi
adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan
atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

V. Pelayanan Publik Yang Diharapkan Serta Solusi Yang Harus Dilakukan


 KINERJA PELAYANAN PUBLIK
Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,
program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi.
Dwiyanto menjelaskan bebrapa tolak ukur kinerja birokrasi publik, yaitu sebagai berkut:
• Produktivitas, yaitu tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga mengukur
efektivitas pelayanan.
• Kualitas Layanan, yaitu kemampuan dalam kinerja organisasi pelayanan publik yang
memberikan kepuasan pada masyarakat.
• Responsivitas, yaitu kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyususun, agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program -program
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspirasi masyarakat.
• Responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu
dilakukan sesuai dengan kebijakan birokrasi.
• Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi
publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

 10 Dimensi Pelayanan Publik


Zethmel (dalam Widodo, 2001:275-276) mengemukakan tolok ukur kualitas pelayanan
publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi :
1. Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi;
2. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang
dijanjikan dengan tepat;
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap
mutu layanan yang diberikan;
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan keterampilan yang baik oleh
aparatur dalam memberikan layanan;
5. Courtesey, Sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat;
7. Security, Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan
resiko;
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau
aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada
masyarakat;
10. Understanding The Customer, Melakukan segala usaha untuk mengetahui k ebutuhan
pelanggan;

 Pelayanan Publik Yang Berkualitas


Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya No:
81/1995 menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi -
sendi sebagai berikut :
(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara
mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksanakan.
(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
 Prosedur/tata cara pelayanan umum
 Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administrative
 Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum
 Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya
 Jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum
 Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan
bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan
pemrosesan pelayanan umum
 Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat)
(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan
keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum.
(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif
dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan
secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta.
(5) Efisien, meliputi
 Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara
persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberika
 Dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan persyaratan, dalam hal proses
pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi
pemerintah lain yang terkait.
(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar
dengan memperhatikan:
 Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut biaya yang tinggi diluar
kewajara
 Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk membayar secara umum
 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus
diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
(8) Ketepapatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan.
Dengan Keputusan Menteri Aparatur Negara mengenai kualitas pelayanan publik, maka
dapat dilihat kepedulian Pemerintah dalam hal pelayanan publik ini.
 Beberapa substansi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik, meliputi:
1. Core sklills, pengetahuan dan ketrampilan yang harus dimiliki perangkat birokrasi baik
menyangkut profesionalisme individu maupun kolektif untuk mengantisipasi perubahan
teknologi dan pasar secara kompetitif.
2. echnicians, adalah kemampuan birokrat untuk menguasai aspek teknis secara
professional di bidang pekerjaan sehingga menunjukkan kinerja yang penuh rasa tanggung
jawab (responsibility).
3. Management: kemampuan birokrat untuk dapat mengelola pekerjaan secara
professional baik menyangkut kinerja individual, kinerja tim maupun aspek managerial dan
leadership.
4. Business knowledge, tuntutan terhadap pemahaman pengetahuan bisnis khususnya
menyangkut nilai-nilai keuntungan (privit making) yang perlu diadopsi kesektor publik
dengan tidak mengabaikan aspek pemertaan dan keadilan.
5. Skill, ketrampilan khusus yang harus dimiliki oleh setiap aparatur khususnya
menyangkut bidang pekerjaanya, termasuk penyesuaian terhadap proses perubahan.
6. Habits, membiasakan bekerja secara profesional dengan tidak mengabaikan aspek
etika dan moral sehingga akan tercipta kultur kinerja yang kondusif.
7. Cohesion, membisakan bekerja secara sistemik atau keterpaduan antara be rbagai
komponen yang terlihat dalam organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
8. Collective Experience, menjadikan pengalaman individu atau kelompok tentang
keberhasilan atau kegagalan dalam bekerja sebagai penglaman bersama.
9. Knowledge of environment, menyadari terjadinya perubahan setiap saat dalam suatu
lingkungan sehingga pengetahuan tentang lingkungan untuk mengantisipasi perubahan
sangat diperlukan.
10. Technology, diperlukan penguasaan teknologi sebagaimana persyaratan penting
karena menguasai teknologi dapat diibaratkan menguasai dunia dan perubahan.
Maxwell (2000), juga mengungkapkan beberapa criteria untuk menciptakan pelayanan yang
berkualitas, yaitu:
(1) Tepat dan relevan, artinya pelayanan harus mampu memenuhi keinginan, harapan dan
kebutuhan individu atau masyarakat;
(2) Tersedia dan terjangkau, artinya pelayanan harus dapat dijangkau atau diakses oleh
setiap orang atau kelompok yang membutuhkan pelayanan tersebut;
(3) Dapat menjamin rasa keadilan, artinya terbuka dalam memberikan per lakuan kepada
individu atau sekelompok orang dalam keadaan yang sama tanpa membedakan ras, jenis
kelamin, asal usul, dan identitas lainnya;
(4) Dapat diterima, artinya layanan memiliki kualitas jika dilihat dari teknik, cara, kualitas,
kemudahan, kenyamanan, menyenangkan, dapat diandalkan, tepat waktu, cepat, responsif,
dan manusiawi;
(5) Ekonomis dan efisien, artinya dari sudut pandang pengguna jasa layanan dapat
dijangkau dari segi tarif yang ditentukan;
(6) Efektif, artinya menguntungkan pengguna jasa layanan dan semua lapisan masyarakat
yang dilayani.

Seiring dengan perkembangan Indonesia sudah mulai menata kembali keadaan pelayanan
public yang diberikan kepada masyarakat, Dengan belajar dari kekurangan masa lalu untuk
menggapai perubahan pelayanan public yang berkualitas dimasa depan sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat.
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, muda dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan
memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat ddari as pek
apapun kususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial.

Dibandingkan Pelayanan Masa Lalu/sekarang ini


• Birokrasi berbelit-belit
• Monoton, tidak kreatif dan tidak inovatif
• Lama dan tidak ada kepastian waktu
• Pungli & biaya tidak jelas

BAB III
Penutup
I. Kesimpulan
1. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa
pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya
menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Faktor yang mempengaruhi tidak berjalannya pelayanan publik dengan baik yaitu
• Masalah struktural birokrasi yang menyangkut penganggaran untuk pelayanan publik.
• Yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik adalah adanya kendala kultural di dalam
birokrasi. Selain itu ada pula faktor dari perilaku aparat yang tidak mencerminkan perilaku
melayani, dan sebaliknya cenderung menunjukkan perilaku ingin dilayani.
3. kondisi birokrasi Indonesia saat ini, digambarkan sebagai berikut :
• Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai dengan
tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di departemen atau pemerintahan
paling rendah, yang diutamakan adalah masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang
selalu diperhatikan oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir
tahun buku.
• Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di dunia. Di mana
semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus mengacu kepada permintaan pasar,
dan kalau mau berhasil dalam kompetisi ia harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi
adalah seluruh masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan
atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.
4. Faktor yang harus diperbaiki untuk menigkatkan Pelayanan public:
Core sklills, echnicians, Management, Business knowledge, Skill, Habits, Cohesion,
Collective, Experience, Technology, Knowledge of environment.

II. Saran
 Mengingat pelayanan public di Indonesia masih sangat jauh dari pada yang diharapkan
hendaknya perlu diadakan evauluasi terhadap kinerja aparatur birokrasi serta infratruktur
dalam pemenuhan kebutuhan masyrkatat di tingkatkan.
 Diharpakan kepada pemimpin untuk melakukan pengrekrutan peagawai birokrasi untuk
lebih professional karena, pegawai birokrasilah penyebab kurang berkualitasnya pelayanan
yang diberikan.
 Untuk Meningkatkan pelayanan public di Indonesia tidak hanya diharapkan peran
internal dari aparatur pemerintah tetapi harus adanya peran masyarakat. Di harapakan
masyarakat lebih bekerja sama untuk mengawasi kinerja pegawai birokrasi serta
melaporkan setiap adanya kejanggalan yang terjadi.
 Mudahan makalah ini bermanfaat dan menjadi pembelajaran untuk semua khususnya
mahasiswa ilmu pemerintahan sabagai generasi penerus dalam pemerintahan Indonesia
Kedepannya.

Daftar Pustaka
A.Rahman H.I., 2007 Sistem Politik IndonesiaUndang-undang Pelayanan Publik. Jogjakarta:
Graha Ilmu.
“Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik”
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik
Lovelock, Ch., 1988. Product Plus: How Product Plus Service Competitive
Advantage. New York: McGraw-Hill Book Co.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No: 81/1995

Anda mungkin juga menyukai