Anda di halaman 1dari 28

TUGAS FARMAKOTERAPI 2

METABOLIK SINDROM DAN DIABETES MELITUS

OLEH:

KELOMPOK 2 KELAS B

Saipul Maulana G 701 15 020


Putri Agesti Indarafanti G 701 15 267
Nurwandiansa Putri G 701 15 055
Siti Nurfadila G 701 15 007
Stefiani Kasim G 701 15
Wulan Pratiwi G 701 15
Amirah Abdullah G 701 15
Siti Wulansari G 701 15
Asrah G 701 15
Selvianur Aswadi G 701 15 157
Citrawati G 701 15 107
Siti Nurabiah G 701 15
Fitrah paramita G 701 15

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
DM + MS (Diabetes Melitus dan Metabolit Sindrom)

1. Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.

2. Faktor Resiko
Faktor resiko gaya hidup
a. Obesitas abdomen
Mengurangi berat badan sebanyak 7% hingga 10% selama 1 tahun
pertama terapi. Sesuudah itu, teruskan penurunan berat badan sebisa
mungkin dengan tujuan akhir berat badan yang diinginkan (IMT<25
kg/m2)
- Rekomendasi terapi
Pencegahan jangka panjang penyakit KVR dan pencegahan (terapi)
diabetes mellitus tipe 2
Secara konsisten memberikan semangat agar berat badan terjaga /
berkurang melaui program keseimbangan aktivitas fisik, asupan kalori
dan modifikasi perilaku formal yang sesuai, bila diperlukan, untuk
menjaga / mencapai lingkar panjang < 40 inci pada pria dan < 35 inci
pada wanita. Mula-mula , targetkan pengurangan secara perlahan
sebanyak 7% hingga 10% berat badan awal. Penurunan berat badan
yang kecil sekalipun berkaitan dengan manfaat kesehatan yang
signifikan.
b. Inaktivitas fisik
Aktivitas fisik intensitas sedang secara teratur, setidaknya 30 menit secara
kontinu maupun intermiten (dan lebih baik bila ≥ 60 menit), 5
hari/minggu, tetapi lebih baik lagi bila setiap hari.
- Rekomendasi terapi
Pada pasien yang sudah menderita penyakit KVR, nilailah risiko
dengan riwayat aktivitas fidik yang rinci dan atau uji latihan fisik,
sebagai petunjuk dalam meresepkan. Dorong pasien untuk melakukan
aktivitas fisik aerobic intensitas sedang selama 30 samoai 60 menit:
berjalan saat istirahat kerja, berkebun, mengerjakan pekerjaan rumah
tangga
c. Diet aterogenik
Mengurangi asupan lemak jenuh, lemak trans dan kolesterol
- Rekomendasi terapi
Rekmendasi terapi yang diberikan lemak jenuh <7% kalori total,
kurangi lemak , kolesterol dalam diet <200 mg/dL, lemak total 25%
hingga 35% kalori total. Sebagian besar diet lemak sebaiknya berupa
lemak tidak jenuh, gula sederhana harus dibatasi

Faktor resiko metabolic


a. Dislipidemia aterogenik
Displidemia aterogenik
Target primer :
LDL-C meningkat
Target sekunder
Non-HDL-C meningkat
Pasien resiko tinggi :<130 mg/Dl (3,4 mmol/L) untuk pasien yang
berisiko sangat tinggi
- Rekomendasi terapi
Pencegahan jangka pendek terhadap penyakit KVR atau terapi
diabetes mellitus tipe 2
LDL-C meningkat
Non-HDL-C meningkat
Mengikuti strategi untuk mencapai target LDL-C
Pilihan pertama untuk mencapai target non-HDL-C tambahkan fibrat
atau asam nikotinat bila kadar non-HDL-C tetap relative tiggi setelah
terapi dengan obat penurun LDL diberikan

3. Patofisiologi
- DM tipe 1
DM tipe 1 insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM) terjadi pada 10%
dari semua kasus diabetes, secara umum, DM tipe ini berkembang pada
anak-anak atau pada awal masa dewasa yang disebabkan oleh kerusakan
sel β pancreas akibat autoimun, sehingga terjadi definisi insulin absolute.
Reaksi autoimun umumnya terjadi setelah waktu yang panjang (9-13
tahun) yang ditandai oleh adanya parameter-parameter sistem imun ketika
terjadi kerusakan sel β. Hiperglikemia terjadi bila 80%-90% dari sel β
rusak. Penyakit DM dapat menjadi penyakit menahun dengan risiko
komplikasi dan kematian. Factor-faktor yang menyebabkan terjadinya
autoimun tidak diketahui, tetapi prose situ diperantarai oleh makrofag dan
limfosit T dengan autoantibody yang bersirkulasi ke berbagai antigen sel β
(misalnya antibody sel islet, antibody insulin).

- DM tipe 2
- Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu :
a. Resistensi insulin
b. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin”.1,8 Resistensi insulinbanyak terjadi akibat dari
obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik
yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans
secara autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi
insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan
tidak absolut.
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin
gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan
sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga
akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor
tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.

4. Manifestasi Klinis
1. DM Tipe 1
 Penderita DM Tipe 1 biasanya memiliki tubuh yang kurus dan
cenderung berkembang menjadi diabetes ketoasidosis (DKA) karena
insulin sangat kurang disertai peningkatan hormon glukagon.
 Sejumlah 20-40% pasien mengalami DKA setelah beberapa hari
mengalami poliuria, polidipsia, polifagia, dan kehilangan bobot badan

2. DM Tipe 2
 Pasien dengan DM Tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya
komplikasi dapat mengindikasikan bahwa pasien telah menderita DM
selama bertahun-tahun, munculnya umum neuropati.
 Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria, nokturia
dan polidipdia, sedangkan penurunan bobot badan secara signifikan
jarang terjadi

5. Diagnosis tegak
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang
DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard


NGSP, sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil
pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati,
riwayat transfuse darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang
mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak
dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria


DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi
glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma
2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa
<100 mg/dl
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

6. Klasifikasi DM
1. Diabetes Melitus tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
- Melalui proses imunologik
- Idiopatik
2. Diabetes mellitus tipe 2
Bervariasi mulai yang pedominan resistensi insulin disertai diefisiensi
insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin

7. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi DM dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu :
a. Komplikasi akut
- Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawahnilai
normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita
DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah
yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.
- Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
b. Komplikasi Kronis
- Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yangumum
berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan
darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner
(PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
- Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi
pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik retinopati
(kebutaan), neuropati, dan amputasi.
8. Algoritma terapi
Algoritma Terapi Diabetes Melitus yaitu
(ADA,2016)
9. Terapi Farmakologi
1. Penambah sensitivitas terhadap insulin
c. Golongan Biguanid
Mekanisme kerja
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan
pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah
dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan
makan.
Contoh obat : Metformin
Efek samping
Gastrointestinal tidak jarang (-50%) didapatkan pada pemakaian awal
metformin dan ini dapat dikurangi dengan memberikan obat dimulai
dengan dosis rendah dan diberikan bersamaan dengan makanan.
Efek samping lain yang dapat terjadi adalah asidosis laktat, meski
kejadiannya cukup jarang (0,03 per 1000 pasien) namun dapat
berakibat fatal pada 30-50% kasus.
Kontra indikasi
Metformin juga dikontraindikasikan pada gangguan fungsi hati,
infeksi berat, penggunaan alcohol berlebihan serta penyandang gagal
jantung yang memerlukan terapi. Pemberian metformin perlu
pemantauan ketat pada usia lanjut (>80 tahun) dimana masa otot bebas
lemaknya sudah berkurang. Pada pasien yang akan menggunakan
radikontras diisarankan untuk menghentikan metformin 24 jam dan 48
jam sesudah tindakan. Metformin juga mengganggu absorbsi vitamin
B12 dan dapat menurunkan konsentrasi vitamin B12 serum dengan
mekanisme yang belum diketahui sepenuhnya.
Dosis :
Dosis harian: 500-3000 mg/hari. (Diberikan dalam 2-3 dosis terbagi).
Dosis maksimal: 3000 mg/hari. Obat diberikan bersama/sesudah
makan.

d. Golongan Thiazolidinedione
Mekanisme kerja :
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa dijaringan
perifer
Contoh obat : Pioglitazone
Kontra indikasi :
gangguan hati, riwayat gagal jantung (pioglitazone meningkatkan retensi
cairan tubuh sehingga dikontra indikasikan pada pasien dengan gagal
jantung karena dapat memperberat edema/retensi cairan). Kombinasi
dengan insulin (risiko gagal jantung), kehamilan, menyusui
Efek samping :
Gangguan saluran cerna, peningkatan berat badan, edema, anemia, sakit
kepala, gangguan penglihatan, pusing, artralgia, hipoestesia, hematuria,
impoten, lemah, insomnia, vertigo, berkeringat, mempengaruhi kadar
lemak darah, proteinuria, hepatotoksik
Dosis :
Dosis harian: 15-45 mg/hari 1 kali sehari. Dosis maksimal 45 mg/hari
2. Pemicu sekresi insulin
e. Golongan sulphonylurea (Sulfunilurea)
Mekanisme kerja :
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pancreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada
pasien yang masih mampu mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak
dapat dipakai pada diabetes mellitus tipe 1
Efek samping :
Hipoglikemi merupakan efek samping terpenting dari SU terutama
bila asupan pasien tidak adekuat. Untuk mengurangi kemungkinan
hipoglikemia, apa lagi pada orang tua dipilih obat yang masa kerjanya
paling singkat.
Kontraindikasi :
Obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang sebaiknnya tidak dipakai
pada usia lanjut. Selain pada orang tua, hipoglikemia juga lebih sering
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat
dan pasien dengan masuknya makan yang kurang dan jika dipakai
bersama obat sulfa. Selain itu juga terjadi kenaikan berat badan sekitar
4-6 kg, gangguan pencernaan, fotosensitifitas, gangguan enzim hati
dan flushing, pemakaiannya dikontraindikasikan pada DM tipe 1
hipersensitif terhadap sulfa, hamil dan menyusui.
Contoh obat :
a. Glibenclamid
Dosis:
Dosis harian: 2,5-20 mg/hari (diberikan dalam 1-2 dosis terbagi)
Dosis maksimal: 20 mg/hari. Obat diberikan sebelum makan
b. Glimepirid
Dosis:
Dosis harian: 1-8 mg/hari (diberikan 1 kali sehari)
Dosis maksimal: 8 mg/hari. Diberikan sebelum makan
c. Glipizid
Dosis:
Dosis harian: 5-20 mg/hari (diberikan 1 kali sehari)
Dosis maksimal: 20 mg/hari. Obat diberikan sebelum makan
d. Gliquidone
Dosis:
Dosis harian: 15-120 mg/hari (diberikan dalam 1-3 dosis terbagi)
Dosis maksimal: 120 mg/hari. Obat diberikan sebelum makan
e. Gliclazide
Dosis:
Dosis harian: 40-320 mg/hari (diberikan dalam 1-2 dosis terbagi)
Dosis maksimal: 320 mg/hari. Obat diberikan sebelum makan

f. Golongan Glinid
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor sulfonylurea (SUR) dan
mempunyai struktur yang mirip denngan Sulfonilurea, perbedaannya
dengan SU adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek. Mengingat
lama kerjanya yang pendek maka glinid digunakan sebagai obat
prandial.
Efek samping : Hipoglikemia
Kontra iindikasi

3. Penghambat absorpsi glukosa


g. Golongan penghambat glukosidase alfa
Mekanisme kerja :
Obat ini memperlambat dan pemecahan dan penyerapan karbohidrat
kompleks dengan menghambat enzim alpha glukosidase yang terdapat
pada dindidng enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus
halus.
Contoh obat : Acarbose
Kontraindikasi :
Acarbose dikontraindikasikan pada mondisi irritable bowel syndrome,
obstruksi saluran cerna, sirosis hati dan gangguan fungsi ginjal
Efek samping :
Abdominal bloating (penumpukan gas dalam usus), flatulens, diare,
nyeri abdomen, mual, gangguan hati
Dosis :
Dosis harian; 100-300 mg/hari (dalam 3 dosis terbagi)
Dosis maksimal: 300 mg/hari

h. Penghambat dipeptidyl peptidase IV (penghambat DPP-IV)


Mekanisme kerja:
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV
sehingga GLP-1 (Glucosa like peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan
sekresi insulin dan menekan sekresi glukogon bergantung pada kadar
glukosa darah
Contoh obat : Sitagliptin
Kontraindikasi :
Hipersensitivitas, ketoasidosis diabetic, DM tipe 1
Efek samping :
Infeksi saluran napas atas, sakit kepala, nasofaringitis, reaksi
hipersensitivitas, peningkatan enzim hepatic, gangguan ginjal, hamil,
laktasi
Dosis :
Dosis harian: 25-100 mg/hari (diberikan 1 kali sehari)
Insufisiensi ginjal derajata sedang (bersihan kreatinin ≥ 30-50
mL/mnt) : 50 mg diberikan sekali sehari
Insufisiensi ginjal derajata berat (bersihan kreatinin < 30 mL/mnt) : 50
mg diberikan sekali sehari) : 25 mg diberikan sekali sehari

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral


a. Terapi dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap
b. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek
samping obat-obat tersebut (misalnya klorapramid jangan
diberikan 3 kali 1 tablet, karena lama kerjanya 24 jam.
c. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan
adanya interaksi obat.
d. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral,
usahakanlah menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal,
baru beralih kepada insulin
e. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien

10. Monitoring
Setelah didiagnosis menderita diabetes, ada beberapa cara agar pasien dapat
memantau kadar gula darah mereka untuk melihat seberapa baik rencana
perawatan mereka bekerja.
Pemantauan rumah Ada berbagai monitor rumah yang mudah digunakan di
pasar yang pasien dapat menguji gula darah mereka. Jika Anda mengelola
diabetes dengan bantuan monitor rumah, pastikan untuk mempelajari hasil
yang terlalu tinggi dan terlalu rendah untuk Anda. Konsultasikan dengan
penyedia layanan kesehatan Anda untuk mempelajari apa yang harus
dilakukan ketika hasil Anda berada di luar rentang target tersebut.
Ketika intervensi gaya hidup untuk menurunkan berat badan gagal mencapai
tujuan yang diinginkan, dokter dan pasien mungkin ingin mempertimbangkan
alternatif, termasuk obat atau operasi. Dalam uji klinis, obat-obatan dan
operasi hampir selalu menghasilkan lebih banyak penurunan berat badan
dibandingkan dengan intervensi gaya hidup / placebo yang mereka
dibandingkan. Tidak sesuai dengan AHA baru / ACC / Pedoman Masyarakat
Obesitas untuk menurunkan berat badan, 58 farmakologis terapi diindikasikan
untuk individu dengan BMI 25 hingga 30 kg / m2 dengan komorbiditas atau
BMI> 30 kg / m2 denganatau tanpa komorbiditas. Pedoman baru untuk
obesitas adalahdirangkum secara singkat dalam Tabel 5, meskipun tidak
mengandung spesifikrekomendasi untuk penggunaan obat-obatan.Penurunan
berat badan dicapai dengan intervensi gaya hidup intensifbiasanya berkurang
seiring waktu. Langkah pertama dalam mengevaluasiobat untuk pasien
obesitas adalah memastikan bahwapasien tidak mengonsumsi obat yang
menghasilkan kenaikan berat badan. Iniberpotensi termasuk obat antidiabetes
tertentu, antidepresan,dan antiepilepsi.76–78 Jika agen semacam itu
diidentifikasi dan jika adaadalah alternatif yang dapat diterima yang berbobot
netral atau menghasilkanberat badan, penyedia layanan kesehatan harus
mempertimbangkan perubahanuntuk obat-obatan yang menghasilkan
penurunan berat badan.Beberapa obat disetujui oleh Makanan dan Obat
ASAdministrasi untuk pengobatan pasien dengan obesitas, 76,79,80 beberapa
untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dipertimbangkan<12 minggu) dan
3, orlistat, 81 lorcaserin, 82 dan rilis diperpanjangtopiramate / phentermine,
untuk penggunaan jangka panjang.83 Bupropion / naltrexonesaat ini sedang
ditinjau sementara hasil kardiovaskularpercobaan sedang dilakukan.84 Selain
itu, 4 agen farmakologis(phentermine, diethylpropion, benzphetamine, dan
phendimetrazine)disetujui untuk penggunaan jangka pendek. Semua agen
kecuali orlistatdiklasifikasikan oleh US Drug Enforcement Administration
asmemiliki potensi untuk penyalahgunaan dan jadwal III atau IV
obat.Beberapa prinsip panduan harus diikuti ketika beratagen kerugian
diresepkan. Pertama, pasien harus dibiasakandengan obat-obatan dan potensi
efek sampingnya. Kedua, itupasien harus menerima dukungan gaya hidup
yang efektif untuk menurunkan berat badanbersama dengan agen
farmakologis. Ketiga, karena responuntuk obat bervariasi, pasien harus
dievaluasi kembali secara teratur,dan jika mereka tidak kehilangan 5% dari
berat badan mereka setelah 3berbulan-bulan pengobatan, rencana baru harus
dilaksanakan.
1. Definisi
Sindrom metabolik adalah kumpulan faktor resiko penyakit kardiovaskuler
yang membutuhkan perhatian klinis khusus, yang disebabkan oleh gangguan
metabolisme (AHA, 2004). Sindroma Metabolik (SM) juga dapat diartikan
sebagai kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi, obesitas
sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik. Ketika kondisi-
kondisi tersebut berada pada waktu yang sama pada satu orang, maka orang
tersebut memiliki risiko yang tinggi terhadap penyakit macrovasculer.
Berbagai organisasi telah memberikan definisi yang berbeda, namun seluruh
kelompok studi setuju bahwa obesitas, resistensi insulin (RI), dislipidemia dan
hipertensi merupakan komponen utama SM. Jadi, meskipun SM memiliki
definisi yang berbeda, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu mengenali
sedini mungkin gejala gangguan metabolik sebelum seseorang jatuh ke dalam
beberapa komplikasi (Jafar, 2012)

2. Faktor risiko
Mana?
3. Patofisiologi
Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM, namun mekanisme yang jelas
belum diketahui secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya
metabolisme lemak akan menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS)
meningkat baik di sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel
adipose dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks)
terganggu, sehingga enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan stres oksidatif. Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan
disregulasi jaringan adiposa dan merupakan awal patofisiologi terjadinya SM,
hipertensi dan aterosklerosis.
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai patofisiologi penyakit antara
lain diabetes tipe 2 dan aterosklerosis. Pada pasien diabetes melitus tipe 2,
biasanya terjadi peningkatan stress oksidatif, terutama akibat hiperglikemia.
Stress oksidatif dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya disfungsi
endotel–angiopati diabetic, dan pusat dari semua angiopati diabetik adalah
hiperglikemia yang menginduksi stress oksidatif melalui 3 jalur, yaitu;
peningkatan jalur poliol, peningkatan auto–oksidasi glukosa dan peningkatan
protein glikosilat.
Pada keadaan diabetes, stres oksidatif menghambat pengambilan glukosa di sel otot
dan sel lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh sel–β pankreas. Stres oksidatif
secara langsung mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan penting pada
patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2 dan aterosklerosis.15 Dari beberapa penelitian
diketahui bahwa akumulasi lemak pada obesitas dapat menginduksi keadaan stress
oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi Nicotinamide Adenine
Dinucleotide Phosphatase (NADPH) oksidase dan penurunan ekspresi enzim
antioksidan.
Resistensi Insulin dan hipertensi sistolik merupakan faktor yang menentukan
terjadinya disfungsi endotel. Resistensi Insulin menyebabkan menurunnya
produksi Nitric Oxide (NO) yang dihasilkan oleh sel–sel endotel, sedangkan
hipertensi menyebabkan disfungsi endotel melalui beberapa cara seperti;
secara kerusakan mekanis, peningkatan sel–sel endotel dalam bentuk radikal
bebas, pengurangan bioavailabilitas NO atau melalui efek proinflamasi pada
sel–sel otot polos vaskuler. Disfungsi endotel ini berhubungan dengan stres
oksidatif dan menyebabkan penyakit kardiovaskuler.12 Proses–proses seluler
yang penting yang berkenaan dengan disfungsi endotel ini,

4. Manifestasi klinis
Adanya resistensi insulin dan hiperkolesterolemia dapat menjadi faktor resiko
sindrom metabolik Faktanya, 25% populasi penduduk US memiliki masalah
klinis berupa sindrom metabolik manifestasi klinis sindrom metabolik pada
umumnya berbeda disetiap populasi. Ras Kaukasia biasanya menunjukkan
dislipidemia, Ras Afrika menunjukkan adanya hipertensi, Amerika
memperlihatkan hiperglikemia, dan Asie menunjukkan adanya hiperglikemia
dan penyakit kardiovaskular (Shankar, 2004).

5. Diagnosis tegak

6. Komplikasi
Metabolik sindrom biasanya komplikasi dengan penyakit diabetes dan hipertensi.
7. Terapi farmakologi
a. Terapi Hipertensi
1. Diuretik
Mekanisme kerja : Diuretik bekerja meningkatkan eksresi natrium, air, dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain
mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer
sehingga menambah efek hipotensinya.
Efek samping : meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida. Dapat
menyebabkan hiperglikemia, menghambat eksresi asam urat (menyebabkan
hiperurisemia).
Contoh Obat : Hydrochlorothiazide (HCT) (gol.Thiazid), furosemid (gol.Loop
diuretik), spironolactone (gol.diuretik hemat kalium).
Dosis : Hydrochlorothiazide (HCT) 12,5-25 mg/hari (1× sehari) DM : 25
mg/hari,Furosemid (oral : edema : dewas, dosis awal 40 mg pada pagi hari.
Anak, 1-3 mg/kgBB sehari, maksimal 40 mg sehari. Spironolactone ( 25 – 100
mg/hari (1× sehari)

2. ACE Inhibitor
Mekanisme kerja : ACE Inhibitor bekerja menghambat perubahan angiotensin
1 menjadi angiotensin 2 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah
sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan eksresi air dan natrium
dan retensi kalium.
Efek samping : Hipotensi, gangguan fungsi ginjal, batuk kering yang menetap,
angioedema, ruam kulit, gangguan pengecapan, gangguan saluran cerna (mual,
muntah, dispepsia, diare, konstipasi, dan nyeri abdomen). Hiperkalemia,
hipoglikemi, dan kelainan darah termasuk trombositopenia, leukopeni,
neutropenia.
Contoh obat : Captopril, enalapril, lisinopril, ramipril, imidapril.
Dosis : Captopril ( 2×12,5 mg/hari), enalapril (1×5 mg/hari), ramipril (1×2,5
mg/hari) (DM : 10 mg/hari), midapril (1×5 mg sehari diberikan sebelum
makan).

3. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)


Mekanisme kerja : Mekanisme kerja ARB adalah memblokade reseptor AT1
sehingga menyebabkan vasodilatasi, peningkatan eksresi Na dan cairan
(mengurangi volume plasma), menurunkan hipertrofi vaskular. ARB memilii
efek yang mirip dengan ECE-inhibitor. Perbedaannya adalah ARB tidak
mempengaruhi metabolisme bradikinin sehingga ARB dilaporkan tidak
memiliki efek samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering
terjadi dengan ACE-Inhibitor.
Efek samping : Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin tinggi
seperti hopovolemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular, dan sirosis
hepatis. Hiperkalemia dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya insufisiensi
ginjal. Efek samping lainnya : pusing, sakit kepala, diare, penurunan Hb, ruam,
abnormal taste sensation (metallic taste).
Contoh obat : Losartan, valsartan, candesartan, irbesartan, telmisartan
Dosis : Losartan ( 1×50 mg sehari, dapat ditingkatkan hingga 1×100 mg
sehari), valsartan (1×80 mg/hari ; jika diperlukan (pada pasien yang tekanan
darahnya tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari atau
ditambahkan pemberian diuretik), candesartan (dosis awal 1×8 mg/hari
(gangguan fungsi hati 1×2 mg/hari, gangguan fungsi gnjal atau volume deplesi
intravaskular 1×4 mg/hari), tingkatkan jika perlu pada interval 4 minggu
hingga maksimal 1×32 mg/hari; dosis penunjang lazim 1×8 mg/hari).
Irbesartan (dosis awal 1×150 mg/hari, jika peru dapat ditingkatkan hingga
1×300 mg/hari), telmisartan (1×40 mg/hari.dapat diberikan 1×20 mg/hari jika
sudah memberikan efek

4. Calcium Channel Blocker (CCB)


Mekanisme kerja : CCB adalah sekumpulan obat yang berbeda dalam struktur
kimia, sifat farmakologi, dan efek terapeutik, namun memiliki efek yang sama
yaitu memblokade kanal kalsium pada membran sehingga menghambat
kalsium masuk kedalam sel. Kalsium merupakan zat yang tersebar diseluruh
tubuh dan merupakan intracellular messenger untuk menjembatani suatu
rangsangan menjadi respon. Sebuah sel dapat berkontraksi apabila terjadi
peningkatan kalsium intrasel. Jika tidak ada kalsium maka sel kontraktil seperti
miokard dan sel otot polos pembuluh darah tidak dapat berkontraksi. Hal ini
akan menyebabkan resistensi perifer bertambah dan tekanan darah meningkat.
Pemberian CCB akan menghambat kalsium masuk kedalam sel.
Efek samping : Menyebabkan vasodilatasi, memperlambat laju jantung, dan
menurunkan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan tekanan darah.
Contoh obat : Nifedipine,amlodipine, nicardipine (CCB gol.Dihidropiridin),
verapamil (CCB gol. Fenilalkilamin), diltiazem (CCB gol.Bensotiazepine).
Dosis : Nifedipine (3×5-10 mg sehari), amlodipine ( dosis awal 1×5
mg/hari;dosis maksimal 10 mg/hari), nicardipine (untuk krisis hipertensi akut
selama operasi, secara Iv yaitu 2-10 mcg/kgBB/menit sampai tercapai tekanan
darah yang diinginkan, dosis kemudian disesuaikan sambil memantau tekanan
darah; untuk dosis hipertensi dalam keadaan darurat yaitu 0,5-6
mcg/kgBB/menit, dosis kemudian disesuaikan sambil memantau tekanan
darah), diltiazem (range dosis umum diltiazem 90-180 mg/hari).
Algoritma Terapi Hipertensi

(Dipiro, 2017)
b. Terapi Dislipidemia
Pada saat ini dikenal sedikitnya 5 jenis obat yang dapat memperbaiki profil lipid
serum yaitu bile acid sequestran, HMG-CoA reductase inhibitor (statin), derivat
asam fibrat, asam nikotinik, ezetimib. Selain obat tersebut, pada saat ini telah
dipasarkan obat kombinasi dua jenis penurun lipid dalam sate tablet seperti
Advicor (lofastatin dan niaspan), Vytorin (simvastatin dan ezetimib).

Bile Acid Sequestrants


Terdapat tiga jenis bile acid sequestrans yaitu cholestyramin, colestipol, dan
colesevelam. Obat ini tidak diserap diusus, dan bekerja mengikat asam empedu
di usus halus dan akan dikeluarkan dengan tinja. Dengan demikian asam empedu
yang kembali ke hati akan menurun, hal ini akan memacu hati memecahkan
kolesterol lebih banyak untuk menghasilkan asam empedu yang dikeluarkan ke
usus. Akibatnya kolesterol darah akan lebih banyak ditarik ke hati sehingga
kolesterol serum menurun.

HMG-CoA Reduktase inhibitor


Pada saat ini telah dipasarkan 6 jenis yaitu lofastatin, simvastatin, pravastatin,
fluvastatin, atorvastatin, dan rosuvastatin. Obat ini bekerja dengan mencegah
enzim HMG-CoA Reduktase yaitu suatu enzim dihati yang berperan pada
sintesis kolesterol. Dengan menurunnya sintesis kolesterol dihati akan
menurunkan sintesis Apo B100, disamping itu meningkatkan reseptor LDL pada
permukaan hati. Dengan demikian kadar kolesterol-LDL darah akan ditarik ke
hati, hal mana akan menurunkan kadar kolesterol LDL, dan juga VLDL.

Derivat Asam Fibrat


Terdapat empat jenis yaitu gemfibrozil, bezafibrat, ciprofibrat, dan
fenofibrat. Obat ini menurunkan trigliserid plasma, selain menurunkan sintesis
trigliserid di had. Obat ini bekerja mengaktifkan enzim lipoprotein lipase yang
kerjanya memecahkan trigliserid. Selain menurunkan kadar tngliserid, obat ini
juga meningkatkan kadar kolesterol HDL yang diduga melalui, peningkatan
apoprotein A-I, dan A—II Pada saat ini yang banyak dipasarkan di Indonesia
adalah Gemfibrozil dan fenofibrat.
Asam Nikotinik
Asam nikotinik merupakan obat penurun lipid yang pertama kali diprekenalkan.
Oleh karena bentuk yang lama yaitu asam nikotinik serap cepat mempunyai efek
samping cukup banyak, maka obat ini tidak banyak dipakai. Dengan
diperkenalkannya asam nikotinik yang lepas lambat (Niaspan) sehingga absorpsi
di usus berjalan lambat, maka efek samping menjadi lebih kurang.
Obat ini diduga bekerja menghambat enzim hormone sensitive lipase di jaringan
adiposa, dengan demikian akan mengurangi jumlah asam lemak bebas. Diketahui
bahwa asam lemak bebas ada dalam darah sebagian akan ditangkap oleh hati dan
akan menjadi sumber pembentukkan VLD. Dengan menurunnya sintesis VLDL
di hati, akan mengakibatkan penurunan kadar trigliserid, dan juga kolesterol-
LDL di plasma. Pemberian asam nikotinik ternyata juga meningkatkan kadar
kolesterol HDL bahkan merupakan obat yang terbaik untuk meningkatkan
kolesterol-HDL. Oleh karena menurunkan trigliserid, menurunkan kolesterol-
HDL, dan meningkatkan kolesterol-HDL maka disebut juga sebagai broad
spectrum lipid lowering agent.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah flushing yaitu perasaan panas
pada muka bahkan dibadan. Untuk mencegah hal tersebut, pada penggunaan
asam nikotinik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan,
misalnya selama satu minggu 375 mg/hari kemudian dtingkatkan secara bertahap
sampai mencapai dosis maksimal sekitar 1500-2000 mg/hari. Dengan asam
nikotikin yang baru yaitu lepas lambat (Niaspan) efek samping sangat berkurang.
Hasil yang sangat baik didapatkan bila dikombinasikan dengan golongan HMG-
CoA reductase inhibitor.

Ezetimib
Ezetimib tergolong obat penurun lipid yang terbaru dan bekerja sebagai
penghambat selektif penyerapan kolesterol baik yang berasal dari makanan
maupun dari asam empedu di usus halus. Pada umumnya obat ini tidak
digunakan secara tunggal, tetapi dikombinasikan dengan obat Penurun lipid lain
misalnya HMG-CoA reductase inhibitor.
Yang saya bold, tolong carikan efek samping & dosisnya. Masing-masing
golongan 1 contoh obat saja

Algoritma Terapi Dislipidemia

(Chen, 2017)
8. Monitoring
Tatalaksana sindroma metabolik didasarkan atas faktor resikonya yaitu
menurunkan obesitas dan resistensi insulin. Manajemen ada 2 jenis yaitu non
farmakologi dan farmakologi. Terapi non farmakologi adalah perubahan pola
hidup dengan tujuan utama menurunkan berat badan dengan pengaturan pola
makan dan meningkatkan aktifitas fisik serta menghentikan merokok.
Manajemen farmakologi didasarkan atas obat obatan yang memperbaiki
resistensi insulin, karena dapat memperbaiki komponen sindroma metabolik
yaitu dislipidemia, hiperglikemia, hipertensi dan aterosklerosis
Penurunan berat badan sekitar 7% sampai 10% selama 6 sampai 12 bulan
dengan cara mengurangi kalori 500 sampai 1000 setiap hari (NIH, 1998). Diet
terdiri dari rendah lemak jenuh, rendah kolesterol, rendah garam dan gula
sederhana. Jenis makanan yang dianjurkan adalah memperbanyak buah, sayur,
sereal, biji bijian dan kacang kacangan. Produk susu, ikan dan ayam dapat
dikonsumsi dalam jumlah rendah sampai sedang. Daging merah dianjurkan
sedikit saja, telur maksimal 4 buah dalam seminggu. Konsumsi lemak
dianjurkan antara 30% sampai 35% (NCEP, 2001).
Peningkatan aktifitas fisik membantu meningkatkan defisit kalori sehingga
juga berperan dalam penurunan berat badan, yang dapat menurunkan resiko
penyakit kardiovaskuler (Franklin et al, 2004). Rekomendasi yang dianjurkan
adalah latihan dengan intensitas moderat selama 30 menit seperti berjalan
cepat dianjurkan dilakukan setiap hari, minimal 5 hari dalam seminggu
(Pollock et al, 2000). Untuk pasien dengan faktor resiko seperti riwayat
sindroma koroner akut, latihan fisik dibawah pengawasan khusus setelah
menjalani tes latihan fisik (Thompson et al, 2003).
Menurut kriteria ATP III, target pertama adalah menurunkan kadar LDL
kolesterol, dengan penggunaan statin. Target kadar LDL kolesterol
bergantung dari derajat faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Sindroma
metabolik dengan manifestasi diabetes dengan risiko kardiovaskuler rendah ,
target LDL kolesterol <100mg/dl, HDL kolesterol >45 mg/dl dan trigliserid
<150 mg/dl. Jika kadar trigliserid ≥500 mg/dl segera diberikan terapi untuk
menghindari resiko pankreatitis akut (NCEP, 2001).
Peningkatan tekanan darah yang tidak terlalu tinggi secara efektif dapat
diturunkan dengan pengaturan pola hidup seperti menurunkan berat badan,
pengaturan aktifitas fisik, menghentikan penggunaan alkohol, menurunkan
asupan garam, menambah asupan buah segar dan diet rendah lemak. Jika tidak
tercapai dapat diberi obat anti hipertensi dengan target tekanan darah 140/90
mmHg, dan target tekanan darah bila disertai diabetes atau gagal ginjal kronik
adalah 130/80 mmHg. Obat anti hipertensi yang dianjurkan sebagai lini
pertama adalah golongan ACE inhibitor atau ARB. Berdasarkan penelitian
metaanalisis terhadap penurunan risiko diabetes, obat anti hipertensi yang
mempunyai risiko paling rendah dalam menurunkan risisko diabetes adalah
golongan ARB. Obat anti hipertensi golongan ARB yang mempunyai aktifitas
PPAR-γ sehingga paling besar dalam menurunkan risisko diabetes dan
manifestasi resistensi insulin adalah telmisartan (Chobanian et al, 2003)
Penderita sindrom metabolik dengan gangguan glukosa darah puasa,
gangguan toleransi glukosa, atau kadar HbA1C antara 5,7% sampai 6,4%
dengan penurunan berat badan dan peningkatan aktifitas fisik dapat mencegah
atau memperlambat kejadian diabetes melitus tipe 2. Pemberian metformin
dapat diberikan pada kondisi ini. Pada pasien yang telah menderita DM tipe 2
kendali glukosa darah A1C <7% untuk menurunkan komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler (ADA, 2012).
Menurut (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014, Diagnosis dan Tata
laksana Sindrom Metabolik pada Anak dan Remaja) Pemantauan yang
dilakukan adalah:
a. Penerapan healthy lifestyle.
b. Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap umur dan lingkar pinggang
dievaluasi setiap sebulan sekali.
c. Pemantauan dislipidemia dilakukan setiap bulan sampai nilai normal.
d. Bila ditemukan pasien dengan gula darah puasa ≥ 100 mg/ dL, lihat tata
laksana pada
Daftar Pustaka

ADA 2012. Standards of Medical Care in Diabetes-2012.

ADA 2016. Standards of Medical Care in Diabetes-2012.

AHA, 2004, Definition of Metabolic Syndrome Report of the National Heart, Lung,
and Blood Institute/American Heart Association Conference on Scientific
Issues Related to Definition, American Heart Association Inc, Amerika.

Chen, 2017, Dyslipidemia Management for Elderly People with Metabolic Syndrome:
A Mini-Review, Medical Department of Mackay Medical College, New Taipei
City

Chobanian, et al.2003. The seventh report od the joint national committee (JNC). Vol
289. No.19. P 2560-70.

Dipiro.J.T., 2017, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Mc-Graw Hill,


USA.

Ford ES, Giles WH, Dietz WH, 2002. Prevalence of the Metabolic Syndrome Among
US Adults. Finding from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey. Journal American Medical Association. 287 (20):356–
59.

Jafar, 2012, SINDROMA METABOLIK DAN EPIDEMIOLOGI, Universitas


Hasanuddin, Makassar.

NCEP ATP III. (2001). NCEP Cholesterol Guidelines. National Institute of


Health.

Shankar.P., 2004, Metabolic Syndrome : Its Pathogenesis and Management, Manipal


College of Medical Sciences and Manipal Teaching Hospital, Nepal.

Anda mungkin juga menyukai