Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis vernal merupakan inflamasi kronis pada konjungtiva


interstitial akibat alergi yang terjadi rekuren dan bilateral. Insiden terbanyak pada
anak usia sekolah dengan onset tersering pada usia kurang dari 10 tahun (4-10
tahun). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan cenderung hilang
saat pubertas. Vernal konjungtivitis sering terjadi pada anak-anak yang memiliki
alergi musiman, asma, dan eczema.1

Berdasarkan studi di Eropa menunjukkan prevalensi VKC adalah


antara 1,2-10,6 / 10.000 populasi. Di Eropa dan Asia, kasus terbanyak terjadi
pada anak laki-laki dan cenderung hilang saat pubertas. Sebagian besar pasien
mengeluhkan rasa gatal yang parah dan fotofobia, sedangkan sensasi benda
asing, sekret mukus, mata merah, lakrimasi, blefarospasme, dan penglihatan
kabur dialami pada beberapa pasien. Lebih dari separuh pasien konjungtivitis
vernal terdapat keterlibatan pada kornea dan dapat mengancam penglihatan.
Terapi lini pertama adalah konservatif yaitu menghindari alergen dan kompres
dingin. Terapi dengan pengobatan dapat menggunakan topikal anti histamin,
mast cell strabilizer, steroid, dan immunomodulator. Eksaserbasi VKC biasanya
terkontrol dengan steroid topikal dimana dapat menyebabkan efek samping
seperti glaukoma, katarak dan infeksi okular. Steeroid-induced glaucoma dapat
menyebabkan kebutaan.1, 2

Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan


mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan
terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral.
Immunomodulator membantu memperbaiki sistem kekebalan tubuh atau
menenangkan sistem kekebalan yang over aktif. Direkomendasikan untuk orang-
orang dengan penyakit autoimun dan secara luas digunakan pada penyakit-
penyakit kronik untuk mengembalikan sistem kekebalan tubuh.3

Untuk menghindari komplikasi dari penggunaan steroid topikal, digunakan


terapi lainnya menggunakan immunomodulator. Cyclosporine dan tacrolimus
menghambat aktivasi dari T cell dan juga menghambat pelepasan histamin IgE-
dependent dari mast cells dan basofil. Kedua obat ini diketahui sangat efektif
untuk pengobatan VKC berat. 2

1
Walaupun pengobatan pada VKC bertujuan untuk menghilangkan gejala
penyakit, tetapi dengan pengertian yang baik mengenai mekanisme penyakit,
diharapkan kita dapat memberikan pengobatan sebaik mungkin pada penderita.
Pada sari pustaka ini membahas mengenai penatalaksanaan konjungtivitis
vernal menggunakan immunomodulator sebagai pilihan terapi lainnya.

2
BAB II
SARI PUTAKA

2.1 Definisi dan Epidemiologi

Konjungtivitis vernal merupakan inflamasi kronis pada konjungtiva dengan


karakteristik hipertrofi limbal gelatinous dan atau tarsal giant papillae, bersifat
bilateral dan berulang pada musim tertentu.4 Insiden terbanyak pada anak usia
sekolah dengan onset mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5-
10 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan cenderung
hilang saat pubertas. Terbanyak mengenai usia antara 5-25 tahun. Bila
didapatkan pada usia lebih dari 25 tahun, kemungkinan suatu konjungtiva atopi.1

Konjungtivitis vernal merupakan peradangan bilateral konjungtiva yang


berulang menurut musim dengan gambaran spesifik hipertropi papiler di daerah
tarsus dan limbus. Penyakit ini juga dikenal sebagai “konjungtivitis menahun”
atau “konjungtivitis musim kemarau”. Dinamakan “spring catarrh” karena banyak
didapatkan pada musim semi di daerah yang mempunyai empat musim. Penyakit
ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini
hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur
daripada di musim dingin.5, 6

Sering terjadi pada beberapa daerah seperti Afrika, Amerika Latin dan
Asia. Prevalensi terjadinya VKC pada anak-anak di Afrika sebesar 4-5%. Di
Afrika, Amerika Latin dan Asia sebanyak 3-6% pasien yang datang ke rumah
sakit dengan VKC. Berdasarkan studi di Eropa menunjukkan prevalensi VKC
adalah antara 1,2-10,6 / 10.000 populasi. Di Eropa dan Asia, kasus terbanyak
terjadi pada anak laki-laki dan cenderung hilang saat pubertas.5, 6

2.2 Etiologi

Reaksi alergi atau hipersensitivitas merupakan kemungkinan terbesar


penyebab konjungtivitis vernal. Pada hapusan darah perifer beberapa pasien
ditemukan eosinofilia, limfosit dan level IgE serum yang meningkat. Reaksi
hipersensitivitas yang berperan pada VKC adalah tipe I dan tipe IV.7, 8

Reaksi tipe I (hipersensitifitas cepat) timbul sebagai reaksi jaringan yang


terjadi dalam beberapa menit setelah antigen (alergen) bergabung dengan

3
antibodi yang sesuai. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh
menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis
alergi, asma, dan dermatitis atopi. Manifestasi klinis hipersensitivitas tipe I dapat
timbul dalam berbagai bentuk yaiyu urtikaria, eczema, rhinitis, konjungtivitis dan
asma.8, 9

Sedangkan reaksi tipe IV (hipersensitivitas lambat) yang dikenal dengan


imunitas seluler, yang berperan adalah limfosit T, bukan fungsi antibodi. Respon
lambat artinya dimulai beberapa jam (atau hari) setelah kontak dengan antigen
dan sering berlangsung selama beberapa hari. Limfosit T tersensitisasi
(sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan
terlepasnya mediator (limfokin) yang didapatkan pada reaksi penolakan
paska keratoplasti, keratokonjungtivitis flikten, atopi, keratitis Herpes simpleks
dan keratitis diskiformis. Reaksi tipe I dan IV dapat terjadi bersamaan.8, 9

2.3 Manifestasi klinis


Gejala konjungtivitis vernal berupa rasa gatal yang sangat. Keluhan gatal
ini menurun pada musim dingin. Keluhan lainnya berupa mata berair, sensitif
pada cahaya, rasa pedih seperti terbakar, kabur, beratnya kelopak mata dan
perasaan seolah ada benda asing yang masuk merupakan gejala yang sering
terjadi pada saat bangun tidur. Gejala ini muncul berulang dan sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.10, 11

Tanda-tanda pada konjungtivitis vernal dapat dibagi menjadi konjungtiva,


kornea dan limbal. Tanda pada konjungtiva meliputi injeksi konjungtiva difus,
hipertropi papil hingga membentuk giant papil di konjungtiva palpebra tarsal
superior. Bentuknya diskrit dengan diameter > 1mm, permukaannya rata.
Terkadang papil tersebut dapat terlihat di dekat limbus, dapat terbentuk
simblefaron dan fibrosis konjungtiva serta pigmentasi konjungtiva bulbar. Tanda-
tanda limbal termasuk penebalan dan kekeruhan dari konjungtiva limbal serta
peninggian gelatinous muncul yang konfluen di limbal. Horner-Trantas dot
perilimbal yang mengandung sel-sel epitel degeneratif dan eosinofil. Tanda
limbal tersebut dapat mengakibatkan defisiensi sel stem limbal yang
menyebabkan pembentukan pannus dengan neovaskularisasi kornea. Tanda
kornea bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan dari proses penyakit. Erosi
epitel pungtata atau keratitis dapat menyatu menjadi makro erosi dari epitel.

4
Plak mengandung fibrin dan mukus dapat terakumulasi dalam makro erosi
membentuk Shield ulcer. Neovaskularisasi kornea dapat terjadi dan menghilang
dengan meninggalkan skar. Terdapat deposit lipid berwarna abu-abu putih di
perifer di lapisan stroma superfisial yang disebut pseudogerontoxon.
Keratoconus juga telah terbukti lebih sering terjadi pada pasien VKC.10, 12

Gambar 1. Vernal keratoconjunctivitis (VKC). A. Tipe Palpebra - Cobblestone papillae.


B. Tipe Limbal – Trantas dots/Horner’s points. C. Corneal shield ulcer yang dapat
menjadi skar pada kornea dan penurunan visus.13

Menurut lokalisasinya dibedakan menjadi tipe palpebral, tipe limbal dan


gabungan keduanya.5, 7

2.3.1 Tipe palpebra


Pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi sedangkan di bagian
lain mengalami atrofi. Terdapat gambaran papil yang besar (Cobble
stone) dengan diameter >1 mm yang diliputi sekret yang mukoid.
Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia
terinfiltrasi sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut
jumlah sel-sel limfosit, plasma dan eosinofil akan semakin meningkat,
sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus, disertai

5
pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyalin di stroma terjadi
pada fase dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut. Tipe ini
terutama mengenai konjungtiva tarsal superior.
2.3.2 Tipe limbus
Hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya
pannus, dengan sedikit eosinofil.
2.3.3 Tipe mixed form
Terdapat gambaran kedua tipe palpebral maupun limbal pada satu
mata.

2.4 Derajat Keparahan


Derajat keparahan dibawah ini sangat mudah untuk digunakan dan
berdasarkan gejala klinis.11

Gambar 2. Derajat keparahan dari gejala dan tanda konjungtivitis vernal11

6
Diklasifikasikan menjadi tipe mild, moderate-intermittent, moderate-
chronic, severe dan blinding. Pasien mungkin memiliki temuan yang mengalami
tingkat keparahan yang tidak sama. Dalam kasus ini, temuan pada kornea lebih
penting daripada temuan pada konjungtiva. Misalnya, pasien yang memiliki
papilla besar tapi tidak ada keterlibatan kornea atau limbal yang masih dapat
diklasifikasikan untuk tujuan pengobatan sebagai penyakit ringan karena tidak
menyebabkan erosi kornea. Penilaian dilakukan di kedua mata secara mandiri.11
Periodisitas penyakit merupakan parameter penting untuk
dipertimbangkan saat merencanakan pengobatan. Sebagai contoh, seorang
anak yang memiliki dua atau tiga episode dalam setahun dapat diberi terapi
steroid ringan namun pada anak dengan penyakit kronis sepanjang tahun, ini
mungkin bukan pilihan yang baik untuk memberi terapi steroid secara kontinyu.11
Periodisitas penyakit moderate intermittent didefinisikan sebagai interval
bebas inflamasi >2-3 bulan dimana pasien tidak menggunakan obat. Ini berarti
maksimum terjadi 3-4 episode dalam setahun yang sesuai dengan terapi.11
Periodisitas penyakit moderate chronic didefinisikan sebagai interval
bebas inflamasi <1 bulan, dimana pasien tidak menggunakan obat. Ini berarti
pasien mengalami inflamasi terus-menerus, yang mungkin berulang pada saat
penghentian terapi. Pasien tersebut memiliki penyakit kronis sepanjang tahun.11

2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding yang harus dipertimbangkan adalah
keratokonjungtivitis atopik (AKC). Prevalensi pada AKC terjadi pada dekade 2
hingga 5 atau lebih tua dari prevalensi VKC yaitu dengan onset kurang dari 10
tahun. Keterlibatan konjungtiva pada tarsal superior khas pada VKC, sedangkan
tarsal inferior pada AKC. VKC biasanya self limiting sedangkan AKC lebih kronis
dan sering menyebabkan skar konjungtiva dan kornea. Diagnisis banding lainnya
yaitu seasonal allergic conjunctivitis (SAC) dan giant papillary conjunctivitis
(GPC).10, 14

Tabel 1. Diagnosis Banding VKC8, 10

Penyakit Prevalensi Penyebab Tanda dan Gejala


Seasonal Allergic Individu yang  Genetik  Mata gatal
Conjunctivitis tersensitisasi  Berhubungan  Merah
(SAC) 10-15% populasi dengan rhinitis  Berair
 Seasonal  Berhubungan
allergens dengan rhinitis
(serbuk sari,

7
jamur, kemis)  Tidak sigh-
 Perennial threatening
allergens (debu,
makanan,
kemis)
Vernal Usia 3-20 tahun  Genetik?  Mata gatal sangat
Keratoconjungtiviti Laki-laki >  Berhubungan berat
s (VKC) perempuan dengan  Fotofobia berat
penyakit atopik  Ptosis palpebra
(50%) superior
 Copious discharge
 Horner-trantas dot
 Cobblestone
(palpebra superior)
 Ulkus kornea dan
skar (shield ulcers)
 Sight-threatening
Atopic 2 – 5 dekade  Genetik?  Mata gatal
Keratoconjungtiviti Laki-laki >  Berhubungan  Sensasi terbakar
s (AKC) perempuan dengan  Berair
dermatitis  Fotofobia, mucoid
atopik discharge
 Enviromental  Merah
allergens:  Blepharitis
makanan, debu,  Periocular eczema
serbuk sari,  Skar konjungtiva
kemis  Erosi kornea
 Katarak
 Horner-trantas dot
 Sight-threatening
Giant Papillary 2-5 dekade  Benda asing  Mata gatal ringan
Conjunctivitis pada mata  Intoleran lensa
(GPC) (lensa kontak, kontak
prostesa ocular,  Sensasi benda
jahitan yang asing
terekspos
 Mild mucoid
 Gejala kronik discharge
 Giant papillae >0,3
mm
 Tidak sight-
threatening

2.6 Komplikasi
Keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral
adalah komplikasi yang sering terjadi, dapat diikuti dengan pembentukan
jaringan sikatrik yang ringan. Pannus kadang ditemukan pada kasus VKC tetapi
tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Keratitis (50% kasus) dan shield ulcer
merupakan komplikasi yang dapat mengancam penglihatan. Resiko lainnya
adalah dapat terjadi katarak dan glaukoma akibat penggunaan steroid topikal

8
yang kronis dan tanpa pengawasan oleh dokter yang dapat menyebabkan
penurunan penglihatan.15, 16

2.7 Penatalaksanaan
Konjungtivitis vernal adalah penyakit yang dimediasi oleh IgE dan sel T,
yang menyebabkan peradangan kronis di mana eosinofil, limfosit dan aktivasi sel
struktural mengkarakterisasi reaksi alergi konjungtiva. Oleh karena itu, tindakan
yang ditujukan adalah untuk menstabilisasi sel mast atau antagonis reseptor
histamin, tetapi seringkali tidak cukup untuk mengendalikan peradangan pada
konjungtiva dan keterlibatan kornea.10, 17
Mengontrol tanda dan gejala konjungtivitis vernal mungkin menjadi
tantangan bagi dokter mata. Karena lamanya dan tingkat keparahan penyakit,
menghindari pemicu dan perencanaan gaya hidup, harus disertai dengan
perawatan farmakologis yaitu pengobatan dengan medikamentosa okular dan
non-okular, sistemik dan imunoterapi. Pemilihan penatalaksanaan konjungtivitis
vernal dapat berdasar dari luasnya gejala dan tanda klinis yang muncul serta
durasinya.8, 10

Tabel 2. Ringkasan Penatalaksanaan VKC5

 Buat diagnosis yang akurat


 KIE untuk menghindari alergen dan faktor pemicu (gunakan kacamata hitam, topi
dengan pelindung mata, kacamata renang bila diperlukan)
 KIE pentingnya perawatan non farmakologis (lubrikasi, kebersihan mata, kompres
dingin)
 Dua atau lebih tetes mata, harus digunakan dalam kombinasi (mast cell stabilizer +
antihistamin atau beberapa komponen tindakan)
 Frekuensi penggunaan obat tetes mata (4-6 kali per hari)
 KIE kegunaan dekongestan atau vasokonstriktor
 Sarankan antihistamin sistemik untuk mengurangi hiperreaktivitas
 Gunakan topikal kortikosteroid (3-5 hari) untuk mengurangi gejala flare
 Kortikosteroid harus digunakan jika terjadi epiteliopati dan ulkus kornea sedang
sampai berat
 Hindari penggunaan steroid terus menerus
 Hindari kortikosteroid sebagai pengobatan lini pertama VKC
 Topikal CsA dapat menjadi pertimbangan dalam pengobatan VKC sedang sampai
berat dan dapat menjadi pengganti steroid
 Pengambilan plak kornea adalah satu-satunya prosedur pembedahan yang
direkomendasikan pada kasus komplikasi pada kornea
 Terapi imun spesifik hanya diindikasikan jika terdapat manifestasi alergi, bila alergen
teridentifikasi secara jelas dan secara klinis terkait dengan manifestasi okular

9
Tabel 3. Penilaian klinis Vernal Keratoconjunctivitis dan Pendekatan Terapeutik5

Nilai Temuan Klinis Penatalaksanaan


0 (quiscent) Gejala - Tidak ada terapi

1 (mild) Gejala + Tetes mata anti alergi


Tidak ada keterlibatan kornea
2 (moderate) Gejala + photopobia Kombinasi tetes mata anti
Tidak ada keterlibatan kornea alergi
3 (severe) Gejala + potopobia Tetes mata anti alergi
Mild – moderate Superficial dengan dosis rendah tetes
Punctate Keratopathy (SPK) mata steroid
4 (very severe) Gejala + potopobia Dosis tinggi tetes mata
Diffuse SPK atau ulkus steroid dengan
kornea pembedahan (pengambilan
plak pada kornea)

2.7.1 Non Farmakologi

Pasien dan orang tua harus diberi informasi mengenai sifat dan lama
penyakit, karakteristik klinis dan kemungkinan komplikasi. Dukungan psikologis
mungkin diperlukan pada kasus yang parah. Hal utama pada konjungtivitis vernal
adalah mengidentifikasi alergen dan menghindari faktor lingkungan yang dapat
memperburuk penyakit ini. Menghindari paparan faktor pemicu non spesifik,
seperti matahari, angin, dan air asin, dengan penggunaan kacamata hitam, topi
dengan pelindung mata, dan kacamata renang harus direkomendasikan. Sering
mencuci tangan, wajah, dan telinga juga harus disarankan. Kompres dingin bisa
membantu sebagai dekongestan alami.5, 7, 10

Table 4. KIE Pasien dan Tindakan Pencegahan VKC5


 VKC adalah kondisi kronis yang berulang yang biasanya meningkat pada usia dewasa
 Hindari menggosok mata, karena membuat kondisi semakin memburuk
 Hindari faktor pemicu yang dapat memperparah kondisi seperti matahari, angin, air
asin dengan menggunakan kacamata hitam, topi dengan pelindung mata, kacamata
renang bila diperlukan
 Hindari kontak dengan alergen yang sudah dikenali
 Gunakan kompres dingin dan tetes mata artificial tears dapat membantu mengurangi
gejala
 Tangan, wajah dan rambut harus di bersihkan secara berkala untuk mengurangi
terkena alergen
 Rencanakan untuk berlibur pada iklim yang sesuai

10
2.7.2 Terapi Topikal

Perawatan farmakologi harus direncanakan terlebih dulu pada pasien


dengan riwayat konjungtivitis vernal dan dimulai pada awal musim semi atau
berlanjut sepanjang tahun, tergantung pada paparan alergen dan lamanya
gejala. Obat-obatan topikal yang tersedia saat ini untuk alergi konjungtivitis
termasuk dalam beberapa kelas farmakologis seperti vasokonstriktor,
antihistamin, stabilisator sel mast, agen 'dual-acting' (dengan sifat stabilisasi
antihistamin dan mast cell), agen anti inflamasi non steroid, kortikosteroid dan
obat imunosupresif.5, 18, 19

2.7.2.1 Mast Cell Stabilizers

Mast Cell Stabilizer adalah obat lini pertama untuk konjungtivitis vernal.
Topikal Mast Cell Stabilizer umumnya aman dan efek samping yang minimal,
walaupun mungkin ada beberapa masalah tolerabilitas, karena rasa terbakar
sementara saat obat dipakai. Beberapa penelitian telah menunjukkan khasiat
sodium kromoglikat 2% dan 4% (DSCG, cromolyn), nedocromil sodium 2%,
lodoxamide tromethamine 0,1%, dan asam spaglumic 4% dapat mencegah
degranulasi dan lepasnya substansi vasoaktif, sehingga dapat mengurangi
kebutuhan akan kortikosteroid topikal. Dosis yang disarankan adalah 4-6 kali
sehari, dengan periode pemberian awal setidaknya 7 hari dan efek terapi muncul
setelah 2 minggu.5, 10, 19

Asam kromoglikat (kromoglisis atau kromoglikat) secara tradisional


digambarkan sebagai stabilizer sel mast, dan biasanya dipasarkan sebagai
natrium kromoglikat atau natrium kromolin. Obat ini mencegah pelepasan bahan
kimia peradangan seperti histamin dari sel mast. Cromolyn bekerja mencegah
pelepasan mediator yang akan menarik sel-sel inflamasi dan menstabilkan sel-
sel inflamasi. Menstabilkan Sel mast mCT yang ditemukan pada mukosa.20

2.7.2.2 Antihistamine

Antihistamin berkerja melalui antagonisme reseptor histamin (HR) untuk


menghambat efek inflamasi endogen histamin dan mencegah atau meringankan
tanda dan gejala yang terkait. Sebagian besar antihistamin yang digunakan
dalam pengobatan alergi adalah antagonis reseptor H1, walaupun beberapa
agen mungkin memiliki afinitas untuk subtipe reseptor lainnya. Obat okular

11
dengan aktivitas antihistamin dapat menawarkan keuntungan terapeutik pada
pasien dengan konjungtivitis alergi, termasuk VKC, dengan menghambat sekresi
sitokin pro inflamasi dari sel epitel konjungtiva.5, 10, 19

Antihistamin yang terbaru masih merupakan antagonis H1, namun


memiliki durasi yang lebih lama (4-6 jam), dan ditoleransi lebih baik dibandingkan
pendahulunya. Termasuk levokabastin hidroklorida 0,5% dan emedastine
difumarate 0,05%.5, 10, 19

2.7.2.3 Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs)

Umumnya NSAIDS yang digunakan dalam pengobatan alergi okular


bekerja menghambat enzim siklooksigenase (COX) -1 dan COX-2. Ketorolak,
diklofenak, dan pranoprofen, mungkin juga merupakan alternatif yang valid untuk
steroid, karena memiliki efek yang terbukti pada reaksi gatal, ekspresi molekul
adhesi interselular-1, dan tingkat tryptase. Indometasin 1%, ketorolac 0,5%, dan
diklofenak 0,1% telah menunjukkan keefektifan dalam pengobatan VKC.5, 19

2.7.2.4 Topikal Kortikosteroid

VKC sedang sampai berat membutuhkan penanganan steroid topikal


berulang untuk mengurangi radang konjungtiva. Gejala berat yang terus-
menerus, mukus yang kental dengan keterlibatan kornea sedang sampai parah,
infiltrat limbal dan inflamasi dan / atau giant papillae, mengindikasikan adanya
kebutuhan kortikosteroid. Namun, kortikosteroid harus dihindari sebagai lini
pertahanan pertama dalam pengobatan VKC.5, 19

Jika steroid digunakan, obat-obat yang memiliki penyerapan intraokular


rendah, seperti hidrokortison, klobetasone, desonida, fluorometholon,
loteprednol, difluprednate dan rimexolone harus digunakan terlebih dahulu. Dosis
dipilih berdasarkan keadaan peradangan pada mata, dengan terapi yang
ditentukan dalam 3-5 hari. Etabonat loteprednol biasanya diindikasikan selama 7-
8 hari dalam pengobatan fase akut. Prednisolon, deksametason, atau
betametason harus digunakan hanya jika steroid pilihan pertama yang
disebutkan di atas terbukti tidak efektif. Kombinasi steroid dengan antibiotik harus
dihindari, karena VKC adalah peradangan alergi, bukan infeksi.5, 19

12
2.7.2.5 Immunomodulator

Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan


mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan
terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral.
Immunomodulator membantu memperbaiki sistem kekebalan tubuh atau
menenangkan sistem kekebalan yang over aktif. Direkomendasikan untuk orang-
orang dengan penyakit autoimun dan secara luas digunakan pada penyakit-
penyakit kronik untuk mengembalikan sistem kekebalan tubuh.3

Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan


memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang
fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara,
yaitu melalui Imunorestorasi, Imunostimulasi, Imunosupresi. Imunorestorasi dan
imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan
imunosupresi disebut down regulation. Imunostimulator secara tidak langsung
berkhasiat mereaktivasi system imun yang rendah dengan meningkatkan respon
imun tak spesifik antara lain perbanyakan limfo T4, NK-cell dan magrofag
distimulasi olehnya, juga pelepasan interferon dan interleukin. Sebagai efek akhir
dari reaksi kompleks itu, zat asing dapat dikenali dan dimusnahkan. Pada sel –
sel tumor ekspresi antigen transplantasi diperkuat olehnya sehingga lebih
dikenali oleh TNF dan sel – sel sytotoksis. Zat imunostimulator yang kini
digunakan adalah vaksin BCG, limfokin (interveron , interleukin) dan levamisol.
Imunosupresi adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi
pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid.
Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit
akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan
menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. 21

Lebih dari setengah pasien VKC dapat menjadi lesi pada kornea seperti
keratopati pungtat superfisial, erosi kornea, kerusakan pada epitel kornea yang
persisten, ulkus kornea, dan plak kornea sehingga penglihatan bisa sangat
terganggu. Eksaserbasi VKC sering dikontrol oleh steroid topikal yang dapat
menghasilkan efek samping yang serius seperti glaukoma, katarak dan infeksi
mata.5, 11

13
Ada beberapa obat immunomodulator yang sekarang dipakai untuk
pengobatan vernal konjungtivitis. Cyclosporine A (CsA) dan tacrolimus (FK 506)
menghambat aktivasi sel T, dan juga menghambat pelepasan histamin yang
bergantung pada IgE dari sel mast dan basofil. Kedua obat tersebut bekerja pada
sel target mereka melalui reseptor cyclophyllin.22, 23

2.7.2.5.1 Cyclosporine A (CsA)

Cyclosporin adalah imunomodulator yang mempunyai 2 aksi untuk


menurunkan peradangan. Salah satunya berperan memblokir proliferasi sel dan
menghambat pelepasan histamin dari sel mast melalui penghambatan
kalsineurin, fosfat yang berperan dalam eksositosis IgE reseptor afinitas tinggi
(FcεRI-) yang dimediasi mediator dari sel mast. Yang kedua melibatkan NFAT,
merupakan regulator transkrip untuk produksi sitokin inflamasi, yang diatur oleh
kalsineurin. Oleh karena itu, siklosporin juga menghambat pelepasan sitokin
yang dimediasi NFAT dari limfosit T dan sel mast, sehingga mengurangi infiltrasi
eosinofil dan penurunan adhesi seluler ke tempat peradangan.3

Gambar 3. Struktur Kimia Cyclosporine

Cyclosporine telah digunakan secara luas dalam pengobatan kondisi


inflamasi okular pada beberapa kondisi seperti non infeksius, resistan
kortikosteroid, uveitis dan corneal graft rejection yang mengancam jiwa.
Cyclosporine merupakan agen imunosupresif yang secara selektif dapat
menekan berbagai fungsi limfosit T dan memiliki kemampuan secara selektif
menekan sintesis dan produksi Interleukin (IL)-2. Cyclosporine paling sering
digunakan dalam transplantasi organ. Dan dapat juga digunakan sebagai

14
pengobatan VKC secara topikal. Topikal Cyclosporine dapat digunakan untuk
mencegah corneal graft rejection dan pengobatan konjungtivitis. Cyclosporine
2% tetes mata telah berhasil digunakan untuk pengobatan pada pasien dengan
VKC berat.24

Cyclosporine A (CsA) efektif dalam mengendalikan peradangan mata


pada VKC dengan menghalangi proliferasi limfosit Th2 dan produksi interleukin-
2. Dengan cara menghambat pelepasan histamin dari sel mast dan basofil
melalui pengurangan produksi IL-5, dan efek eosinofil pada konjungtiva dan
kornea. Konsentrasi rendah CsA 1%, 0,5%, dan 0,05% telah digunakan dan
terbukti efektif. Sejauh ini, tidak ada konsensus umum mengenai konsentrasi
efektif minimum CsA. Hanya formulasi 0,05% yang tersedia secara komersial
untuk perawatan mata kering. Penyerapan sistemik CsA tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan laboratorium klinis. Rasa terbakar dan iritasi sering menjadi efek
samping. Pengobatan dapat diberikan secara musiman atau terus-menerus, dan
pengurangan dosis pada fase penyakit yang tidak aktif.10, 11, 23

CsA 1% atau 2% dalam bentuk salep yang diberikan empat kali sehari
dapat dipertimbangkan untuk pengobatan VKC sedang sampai berat dan dapat
menjadi alternatif steroid yang baik. Setelah 2 minggu, CsA 1% empat kali sehari
secara signifikan mengurangi tanda dan gejala pada pasien VKC. Sebuah
tinjauan sistematis terbaru dan studi meta-analisis menunjukkan bahwa CsA
topikal efektif dan aman untuk pengobatan VKC, karena tanda dan gejala
membaik secara signifikan setelah perawatan, terlepas dari dosis CsA.6, 10, 11, 23

2.7.2.5.2 Tacrolimus

Tacrolimus (FK506) telah berhasil digunakan sebagai imunomodulator


selama lebih dari 2 dekade, dan banyak penelitian telah menyelidiki mekanisme
kerjanya. Tacrolimus sistemik dan topikal telah diteliti sebagai pengobatan untuk
gangguan pada permukaan okular. Tacrolimus (FK506) adalah
immunosuppressant makrolida baru yang diisolasi dari strain Streptomyces oleh
laboratorium penelitian eksplorasi Fujisawa Pharmaceutical Co., Ltd (Osaka,
Jepang), dan sekarang digunakan di seluruh dunia.5, 6

Tacrolimus mengikat protein FK506 dalam limfosit-T dan menghambat


aktivitas kalsineurin. Penghambatan kalsineurin menekan defosforilasi sel T yang
diaktifkan dan ditransfer ke dalam nukleus, yang menekan pembentukan sitokin

15
T-helper (Th) 1 (interleukin [IL]-2, interferon γ) dan Th2 (IL-4 , IL-5). Tacrolimus
juga mengambat pelepasan histamin dari sel mast, yang dapat meringankan
gejala alergi. Tacrolimus 100 kali lebih poten dari cyclosporine. Salep Tacrolimus
digunakan secara luas untuk pengobatan dermatitis atopik. Topical tacrolimus
(0,02-0,1%) juga telah digunakan untuk mengobati giant papillary conjunctivitis,
atopic keratoconjunctivitis (AKC), dan vernal keratoconjunctivitis (VKC) dengan
hasil yang baik. Suspensi tetes tacrolimus 0,1% telah digunakan untuk
pengobatan AKC dan VKC dengan hanya 4 minggu follow up.6, 11

Tacrolimus adalah obat yang poten, mirip dengan CsA dalam cara
kerjanya, namun berbeda secara kimiawi. Tacrolimus adalah imunosupresan 822
kDa pada keluarga makrolida, yang dikelompokkan dengan siklosporin.
Merupakan molekul lipofilik yang larut dalam pelarut semipolar dan tidak larut
dalam air dan heksana. Mekanisme kerjanya telah dipelajari secara ekstensif
karena penggunaannya yang dapat digunakan sebagai imunosupresan untuk
mengendalikan penolakan transplantasi organ dan untuk mengobati penyakit
autoimun. Penelitian tentang mekanisme kerjanya pada awalnya difokuskan
pada kemampuannya untuk menghambat aktivasi limfosit T.22

Gambar 4. Struktur Kimia Tacrolimus22

Tacrolimus oral juga digunakan untuk pengobatan rheumatoid arthritis,


psoriasis sedang sampai berat, dan penyakit radang usus, sering dikombinasikan
dengan terapi lainnya. Dosis harian yang lebih rendah (1,5 – 3mg/hari)
dibandingkan dengan pasien transplantasi yang digunakan untuk kondisi ini,
menghasilkan konsentrasi tacrolimus yang lebih rendah dalam serum berkisar

16
antara 2 sampai 10 ng / mL. Terapi imunosupresif tacrolimus yang diberikan
secara sistemik juga berguna dalam mengendalikan penolakan setelah operasi
allograft limbal, dan juga untuk kondisi inflamasi okular yang parah seperti uveitis
dan penyakit Behcet. Dosis harian 1-2 mg/hari digunakan untuk kondisi inflamasi
okular, dan kombinasi terapi dapat digunakan untuk mengurangi dosis tacrolimus
dalam jangka panjang.22

Salep tacrolimus dilisensikan untuk pengobatan penyakit kelopak mata


atopik sedang sampai berat. Pemberian salep tacrolimus 0,03% dan 0,1% sangat
efektif, dapat ditoleransi dengan baik, dan aman dalam pengobatan konjungtivitis
alergi yang parah. Salep diberikan dua kali sehari selama 4 minggu. Perbaikan
terjadi dengan menilai dari tanda obyektif, gejala subyektif, giant papillae dan
tidak adanya keterlibatan kornea. Efek samping tacrolimus yang paling sering
terjadi adalah sensasi seperti terbakar.11, 22

Dalam beberapa penelitian juga dilaporkan bahwa dosis tacrolimus


didasarkan pada hasil dari studi dosis sebelumnya dimana suspensi tacrolimus
ophthalmic 0,01%, 0,03%, dan 0,1%. Karena 0,1% menunjukkan peningkatan
yang lebih baik dan profil keamanan yang serupa dibandingkan dengan 0,01%
dan 0,03%, 0,1% dianggap sebagai dosis optimal. Uji prospective double-
masked randomized comparative trial yang membandingkan keampuhan salep
tacrolimus 0,1% dengan CsA 2% menunjukkan bahwa keduanya sama efektifnya
dalam pengobatan VKC.22

Terdapat obat – obat lainnya selain Cyclosporine A (CsA) dan tacrolimus


(FK 506), yaitu Azathioprine dan Metrothexate (MTx). Azathioprine adalah
antimeabolit golongan purin yang merupakan prekursor 6-merkaptopurin.
Azathioprine dalam tubuh diubah menjadi 6-merkaptopurin (6-MP) yang
merupakan metaboloit aktif dan bekerja menghambat sintesis de novo purin.
Metrothexate (MTx) digunakan sebagai obat unggal atau kombinasi dengan
Cyclosporine dalam mencegah penolakan cangkok sumsum ulang dan berguna
untuk penyakit auoimun serta peradangan tertentu.24

2.7.3 Terapi Sistemik

Terapi sistemik dengan oral antihistamin dapat dipertimbangkan sebagai


pilihan lain pada kasus yang lebih parah dan dapat mengurangi rasa gatal. Pada
kasus yang lebih parah, dapat digunakan steroid sistemik seperti prednisolone

17
asetat, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2-3 tablet 4 kali sehari
dalam 1-2 minggu. Yang perlu diingat dalam pemberian steroid adalah gunakan
dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin mengingat efek samping dari
steroid yang dapat mengancam penglihatan.5, 10

2.7.4 Tindakan Pembedahan

Injeksi kortikosteroid supratarsal short atau intermediate acting,


cryotherapy, dan diatermi pada giant papil konjungtiva tarsal dapat digunakan
untuk pasien VKC. Pada kasus dengan ulkus kornea yang resisten terhadap
pengobatan dapat dilakukan debridement. Keratektomi superficial dan
transplantasi membrana amnion untuk meningkatkan reepitelisasi. Pengangkatan
plak kornea memungkinkan proses epitelisasi kornea dan bila terdapat penipisan
kornea atau terbentuk jaringan parut kornea dengan penurunan penglihatan,
dapat dilakukan keratoplasti lamellar. Namun tindakan pembedahan sudah
banyak ditinggalkan karena banyaknya efek samping dan dapat muncul
kembali.5, 11

18
BAB III

RINGKASAN

Konjungtivitis vernal merupakan inflamasi kronis pada konjungtiva dengan


karakteristik hipertrofi limbal gelatinous dan atau tarsal giant papillae, bersifat
bilateral dan berulang pada musim tertentu. Gejala yang dialami dapat berupa
rasa gatal yang parah dan fotofobia, sedangkan sensasi benda asing, sekret
mukus, mata merah, lakrimasi, blefarospasme, dan penglihatan kabur dialami
pada beberapa pasien.

Terapi lini pertama adalah konservatif yaitu menghindari alergen dan


kompres dingin. Terapi dengan pengobatan dapat menggunakan topikal anti
histamin, mast cell strabilizer, steroid, dan immunomodulator. Eksaserbasi VKC
biasanya terkontrol dengan steroid topikal dimana dapat menyebabkan efek
samping seperti glaukoma, katarak dan infeksi okular. Dimana steroid-induced
glaucoma dapat menyebabkan kebutaan.

Untuk menghindari komplikasi dari penggunaan steroid topikal, digunakan


terapi lainnya menggunakan immunomodulator yaitu Cyclosporine dan
tacrolimus. Kedua obat ini diketahui sangat efektif untuk pengobatan VKC berat.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Panadda Labcharoenwongs OJ, Nualanong Visitsunthorn, Panida Kosrirukvongs,


Phimramphai Saengin, Pakit Vichyanond. A double-masked comparison of 0.1%
tacrolimus ointment and 2% cyclosporine eye drops in the treatment of vernal
keratoconjunctivitis in children. Asian Pac J Allergy Immunol 2012. 2012; 30:177-84.
2. Shoughy SS. Topical tacrolimus in anterior segment inflammatory disorders.
BioMed Central [Review]. 2017; 4:7:1-7.
3. Wu MMS, Yau GSK, Lee JWY, Wong AL, Tam VTY, Yuen CYF. Retrospective Review
on the Use of Topical Cyclosporin A 0.05% for Paediatric Allergic Conjunctivitis in
Hong Kong Chinese. The Scientific World Journal. 2014.
4. Stefan De Smedt GW, Philippe Kestelyn. Vernal keratoconjunctivitis: an update.
British Journal of Ophthalmology [Review]. 2013:9-14.
5. Leonardi A. Management of Vernal Keratoconjunctivitis. Ophthalmol Ther. 2013;
2:73-88.
6. Kosrirukvongs PVP. Use of Cyclosporine A and Tacrolimus in Treatment of Vernal
Keratoconjunctivitis. Curr Allergy Asthma Rep. 2013; 13:308–314.
7. Colby ACaK. Corneal Disease in Children. In: Corneal Diseases in Children: Allergic
Diseases; 2017. p. 39-47.
8. Leonardi A. Allergic Disease of the Conjunctiva and Cornea. In: Reinhard T, Larkin F,
editors. Corneal and External Eye Disease; 2010. p. 97-120.
9. Cantani A. Pediatric Allergy Asthma and Immunology. Italy; 2007.
10. Barney ALaNP. Immune Modulation and Anti Inflammatory Therapy in Ocular
Disorders. In: Pleyer U, Alio J, Barisani Asenbauer T, Le Hoang P, Rao NA, editors.
Ocular Allergy. Italy: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2014. p. 1-16.
11. Gokhale NS. Systematic approach to managing vernal keratoconjunctivitis in clinical
practice- Severity grading system and a treatment algorithm. Indian J Ophthalmol.
2016; 64:145-8.
12. Batta JPaP. Ocular Surface Disease. In: Djalilian AR, editor. Management of Ocular
Surface Allergic Diseases. New York: Springer International Publishing AG; 2018. p.
93-107.
13. Gregg J. Berdy M, FACS, and Susan S. Berdy, MD. Ocular Allergic Disorders: Disease
Entities and Differential Diagnoses. 2009.

20
14. Kari O, Saari KM. Diagnostics and New Developments in the Treatment of Ocular
Allergies. Curr Allergy Asthma Rep. 2012; 12:232–239.
15. Kumar S, Gupta N, Vivian AJ. Modern Approach to Managing Vernal
Keratoconjunctivitis. Curr Allergy Asthma Rep. 2010; 10:155–162.
16. Patryn EK, Nieuwendaal CP, Meulen IJEvd. Vernal shield ulcers treated with
frequently installed topical cyclosporine 0.05% eyedrops. Int Ophthalmol. 2016.
17. Bielory B, Bielory L. Allergic Diseases of the Eye In: Allergy and Asthma. New York:
Springer International Publishing Switzerland 2016; 2016.
18. Writers AM. Individualize treatment for vernal keratoconjunctivitis based on clinical
features and personal preferences. 2017; 33:272–276.
19. Esposito S, Fior G, Mori A, Osnaghi S, Ghiglioni D. An Update on the Therapeutic
Approach to Vernal Keratoconjunctivitis. [Review Article]. 2016.
20. Joseph Greenbaum MD, Don Cockcroft MD, F. E. Hargreave MD, Jerry Dolovich
MD. Sodium cromoglycate in ragweed-allergic conjunctivitis J. ALLERGY CLIN.
IMMUNOLOGY. 2000; 59:437-439.
21. K B. Sistem Imun. Dalam: Imunologi Dasar. 7 ed: Balai Penerbit FKUI; 2006.
22. Zhai J, Gu J, Yuan J, Chen J. Tacrolimus in the Treatment of Ocular Diseases.
[Review Article]. 2011:89-100.
23. Keklikci U, Soker SI, Sakalar YB, Unlu K, Ozekinci S, Tunik S. Efficacy of Topical
Cyclosporin A 0.05% in Conjunctival Impression Cytology Specimens and Clinical
Findings of Severe Vernal Keratoconjunctivitis in Children. Jpn J Ophthalmol. 2008.
24. Arbab TM, Mirza MA. Topical Use of Cyclosporine in the Treatment of Vernal
Keratoconjunctivitis Pak J Ophthalmol. 2011; 27:121-126.

21

Anda mungkin juga menyukai