oleh
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun Laporan
TIM PEMBIMBING
Usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfingter pilorus hingga menuju
katup ileosekal, tempatnya terletak dekat dan menyatu dengan usus besar. Diameter
yang dimiliki oleh usus halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya bisa mencapai 3
hingga 5 cm saat bekerja. Usus halus berfungsi untuk mengakhiri proses pencernaan
makanan yang dimulai dari mulut menuju lambung. Proses ini diselesaikan oleh
enzim usus dan enzim pankreas, serta dibantu oleh empedu dalam hati. Usus halus
secara selektif mengabsorbsi produk digesti (proses eliminasi). Pada usus halus
terdapat 3 bagian yang berperan penting terhadap proses pencernaan, meliputi :
1. Duodenum
Yaitu bagian paling pendek yang dimiliki oleh usus halus, panjangnya hanya
sekitar kurang lebih 25-30 cm karena itu duodenum sering disebut dengan usus 12
jari. Fungsi utama dari duodenum sendiri yaitu berfungsi mencerna makanan
secara kimia dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat di pencernaan dan juga
yang terdapat di pankreas.
2. Jejenum
Jejenum atau yang juga disebut dengan usus kosong adalah bagian usus halus
yang memiliki panjang kurang lebih 1-1,5 meter. Jejenum berfungsi melakukan
proses penyerapan nutrisi dalam makanan yang mencapai hampir 90%,
sebenarnya hampir seluruh bagian dalam usus memiliki jonjot usus yang berfungsi
untuk penyerapan. Namun penyerapan yang terjadi dibagian jejenum akan lebih
baik lagi, karna jejenum memiliki sel epitel, villi, serta microvilli yang membuat
permukaan usus halus menjadi sangat luas. Dengan demikian fungsi penyerapan
di jejenum menjadi sangat baik.
3. Ileum
Ileum atau disebut juga usus penyerapan merupakan bagian dari usus halus
yang terpanjang, panjangnya kurang lebih 2-2,5 meter. Ileum merentang sampai
menyatu dengan usus besar. Ileum berfungsi dalam mengatur katup ileosekal agar
tidak terjadi refluks dari usus besar ke usus halus, disamping berfungsi dalam
penyerapan nutrisi yang terdapat dalam makanan.
Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik. Usus besar dibagi menjadi tiga daerah,
yaitu sekum, kolon (kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden), dan rektum.
Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup ileosekal, dan
rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm.
Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus. Sedangkan kolon
yaitu bagian usu besar yang terletak dari sekum hingga rektum. Fungsi kolon adalah :
- menyerap air selama proses pencernaan,
- tempat dihasilkannya vitamin K dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan
bakteri usus, misalnya E.coli,
- membentuk massa feses,
- mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh, dan
- pengeluaran feses dari tubuh defekasi.
B. Definisi Penyakit
Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair,
kandungan tinja lebih banyak dari biasanya yaitu sekitar 200 gr atau 200 ml/24 jam.
Definisi lainnya yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali perhari dapat atau tanpa
disertai dengan lendir ataupun darah.
Diare cair akut (DCA) adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan yang terjadi tidak hanya di negara berkembang tetapi juga terjadi di negara
maju, biasannya disebabkan oleh infeksi maupun non infeksi
C. Epidemiologi
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan di seluruh dunia. Di negara
maju diperkirakan insiden terjadi sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun dan sedangkan di
negara berkembang terjadi lebih dari itu.Di USA dengan penduduk kurang lebih
sebanyak 200 juta jiwa diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi
setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 milliar kasus diare akut setiap
tahun denga mortilitas mencapai 3-4 juta pertahunnya.
Bila angka perhitungan tersebut diterapkan di Indonesia, kurang lebih sekitar
100 juta kasus diare akut terjadi pada orang dewasa pertahun. Beberapa faktor
epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan
oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, bepergian, penggunaan
antibiotik, HIV atau AIDS positif, merupakan suatu petunjuk penting dalam hal
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk diare infeksi.
D. Etiologi
Be erapa penyebab diare akut diantaranya adalah :
a. Infeksi non-invasif
- Staflo coccus aureus : Keracunan makanan karena staflo coccus aureus
disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin staflo cocus yang terdapat
pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya
- Bacillus cereus : Adalah bakteri batang gram positif, aerobik, membentuk spora.
Enterotoksin dari B.cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala
muntah yang lebih dominan.
b. Infeksi invasif
- Shigella : Adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.
- Salmonella non-typhoid : Adalah penyebab utama keracunan di Amerika Serikat
- Salmonella typhi : Adalah penyebab demam typhoid, sumber organisme ini
biasanya adalah makanan terkontaminasi.
E. Klasifikasi
Diare dibedakan menjadi dua, yaitu diare akut dan diare kronis. Diare akut
adalah diare yang terjadi 3 kali atau lebih dalam satu hari sampai kurang dari dua
minggu. Sedangkan diare kronis adalah diare yang terjadi selama lebih dari dua
minggu.
Menurut Soenarto, S. S. (2011) organisme penyebab diare biasanya berbentuk
renik dan mampu menimbulkan diare yang dapat dibedakan menjadi tiga jenis
berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama adalah diare cair akut dimana balita
akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga mampu
menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut
berdarah yang sering disebut dengan disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah
dalam tinja yang disebabkan akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare
berdarah akan menyebabkan kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan
status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare persisten dimana kejadian diare dapat
berlangsung ≥14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada anak dengan status gizi
rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (WHO, 2010).
F. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare akut maupun kronik dapat dibagi menjadi 4 kelompok
yaitu :
1. Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
2. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang bataupun sekresi yang meningkat.
3. Diare eksudatif yaitu inflamasi akan menyebabkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupupun usus besar.
4. Gangguan motilitas mengakibatkan waktu tansit usys menjadi lebih cepat.
Menurut Soenarto, S. S. (2011) mekanisme terjadinya diare oleh infeksi
rotavirus meliputi malabsorbsi akibat kerusakan sel usus (enterosit), toksin,
perangsangan saraf enterik serta adanya iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak
ternetralkan oleh asam lambung akan masuk ke dalam bagian proksimal usus.
Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam,
dimana pada saat ini virus akan menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini
akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim
pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi
syaraf enterik yang menyebabkan diare (Ramig, 2004).
G. Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai kondisi mual muntah atau demam, nyeri perut,
atau kejang perut. Diare akut yang telah berlangsung beberapa waktu tanpa mendapat
penanganan medis dapat menyebabkan kematian. Menurut Soenarto, S. S. (2011)
penularan rotavirus terjadi melalui faecal-oral. Rotavirus akan menginfeksi dan merusak
sel-sel yang membatasi usus halus dan menyebabkan diare cair akut dengan masa inkubasi
24-72 jam. Gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, didahului oleh muntah-
muntah yang diikuti 4-8 hari diare hebat yang dapat menyebabkan dehidrasi berat dan
berujung pada kematian.
Soenarto, S. S. (2011) juga menjelaskan sebuah studi yang dilakukan oleh
Sungkapalee et al. (2006) pada 103 anak positif rotavirus menunjukkan bahwa gejala
klinis dari infeksi rotavirus meliputi diare cair akut (79,6%), demam (81,5%), mual atau
muntah (80,6%). Nguyen et al. (2004) menunjukkan bahwa gejala klinis dari infeksi
rotavirus adalah gabungan antara demam, muntah dan dehidrasi (42%), muntah-dehidrasi
(20%) dan demam-dehidrasi (14%). Studi yang dilakukan oleh Soenarto et al. (2009)
menunjukkan hal yang hampir sama bahwa anak dengan infeksi rotavirus mengalami
dehidrasi dan muntah yang lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan anak diare
yang tidak ditemukan rotavirus pada tinjanya.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan feses
- Makroskopis dan mikroskopis
- PH dan kadar gula dalam tinja
- Uji bakteri
2. Cek darah lengkap
3. Sigmoidoskopi
4. Kolonoskopi
5. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah
6. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
7. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfat.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Pada diare sedang hingga berat dapat diberikan obat melalui parenteral, seperti
ondansentron, dioctahedral smectite, racecordil, nifuroxazide, dan obstipansia.
Pemberian obat parenteral, yaitu sebagai berikut :
o Zat-zat penekan peristaltik usus, seperti atropin, belladonnae ekstrak,
difenoksilat, dan loperamid
o Adstringensia untuk menurunkan produksi selaput lendir usus, seperti
garam-garam bismuth dan aluminium tanin
o Adsorbensia untuk menyerap zat-zat beracun yang berada dalam usus,
seperti carbo adsorben (norit).
2. Non Farmakologis
- Penggantian cairan dan elektrolit
- Pemberian pendidikan kesehatan mengenai cara memberikan cairan dan obat di
rumah saat terjadi diare.
- Pengobatan diet etik dengan pemberian ASI, susu rendah laktosa, dan suplemen
zinc pada bayi umur kurang dari satu bulan.
- Monitor dan mencatat suhu tubuh, BAK dan BAB
J. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN DIARE CAIR AKUT (DCA)
A. Pengkajian
a. Identitas
1. Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
diagnosa medis, perawat yang mengkaji, nomor medical record.
2. Identitas klien dan keluarga klien meliputi : nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, agama, suku bangsa dan alamat.
3. Ayah meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
4. Ibu meliputi : nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, dan alamat saudara
kandung meliputi: umur, jenis kelamin dan pendidikan
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Provocative, yaitu penyebab/hal-hal yang mendahului sebelum terjadi
keluhan utama. Pada pasien bronchopneumonia biasanya didahului oleh
infeksi traktus respiratorius atas.
Qualitas/quantitas, yaitu seberapa berat keluhan dirasakan, bagaimana
rasanya seberapa sering terjadinya. Pada pasien bronchopnemonia keluhan
yang dirasakan yaitu sesak nafas, dan demam tinggi sampai kejang.
Region/radiasi, yaitu lokasi keluhan utama tersebut dirasakan/ditemukan,
daerah/area penyebaran sampai kemana. Pada pasien bronchopnemonia
biasanya sesak dirasakan pada seluruh daerah dada.
Severity scale, yaitu skala keperawatan/tingkat kegawatan sampai seberapa
jauh. Pada pasien bronchopnemonia biasanya sesak dirasakan sangat berat
diikuti oleh demam tinggi dan kejang sampai terjadi penurunan kesadaran.
Timing, yaitu kapan keluhan tersebut mulai ditemukan/dirasakan pada pasien
bronchopnemonia keluhan dirasakan berat pada saat malam hari dan aktifitas
yang berlebihan. (Carpenito, 2008)
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (apa kapan dirawat/tidak dimana,
reaksi anak), pernah dirawat (dimana, kapan, berapa lama, bagaimana reaksi
anak), pengobatan yang pernah diberikan (jenis, berapa lama, dosis), tindakan
medis (operasi, vena pungtie dan lain-lain) alergi atau tidak. Adanya riwayat
infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam, anorexia, sukar
menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan
imunitas seperti malnutrisi, anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran
pernapasan.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi keluarga inti, ayah, ibu, nenek, kakek, parnan, bibi dan lain- lain,
penyakit yang pernah diderita/masih diderita penyakit menular, penyakit
keturunan dan lain-lain.
5. Riwayat Kehamilan
a. Pre Natal
Meliputi penyakit ibu selama hamil, perdarahan, makanan pantangan,
pemeriksaan kehamilan.
Trisemester I (0-12 minggu) tiap 4 minggu (7 kali pemeriksaan)
Trisemester II (13-24 minggu) : tiap 2 minggu (7 kali pemeriksaan)
Trisemester III (25-36 minggu) : tiap minggu sampai bayi lahir imunisasi
TT 2 kali selama kehamilan
b. Intra Natal
Meliputi : bayi waktu lahir ditolong siapa, jenis persalinan, Apgar score,
berat badan lahir, adakah proses kelahiran yang lama, perdarahan, posisi
janin waktu lahir.
c. Post Natal
Meliputi kesehatan ibu yang buruk pada masa post natal, kesehatan bayi,
kelainan congenital, infeksi, hipo/hipertermin nutrisi (colostrums) segera
setelah lahir, menunggu asi keluar diganti pasi, pantangan makanan ibu.
6. Riwayat Tumbuh Kembang
Meliputi kejadian penting pada perkembangan masa kanak-kanak seperti
tengkurap, berjalan, imunisasi dan lain-lain.
7. Riwayat Psikologis
a. Pola interaksi, meliputi dengan orang tua, teman dan orang lain
b. Pola kognitif, meliputi kemampuan berfikir, berbahasa dan intelegensi
c. Pola emosi, meliputi bila marah, sedih, takut, gembira dan lain-lain
d. Konsep diri meliputi penilaian atau pandangan terhadap dirinya; harga diri,
bodi image, ideal diri / cita-cita hal yang terbaik, dan aktualisasi diri.
e. Pola pertahanan diri, meliputi bagaiman keluarga menghadapi masalah yang
dihadapi. (Anastasia anne, 2006)
8. Riwayat Sosial
Yang harus dikaji adalah pola kultural atau norma yang berlaku, rekreasi,
lingkungan tempat tinggal klien dan keadaan ekonomi.
9. Kebiasaan Sehari-hari
Meliputi pola nutrisi, eliminasi, istirahat, aktifitas seperti bermain dan
personal hygiene.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pengukuran pertumbuhan meliputi : tinggi badan, berat badan, lingkar
kepala atas dan lingkar dada
Pengukuran tanda vital meliputi : tensi darah, nadi, respirasi dan suhu
Keadaan sistem tubuh
2. Sistem optalmikus
Inspeksi : bentuk, warna konjunctiva, pupil, dan sklera
Palpasi : adanya oedema, massa dan peradangan.
Pada pasien bronchopneumoni biasanya ditemukan perubahan warna sklera
mata bila terjadi hipertermi.
3. Sistem respiratorik
Inspeksi : observasi penampilan umum, konfigurasi thorak, kaji terhadap
area intercosta dan penggunaan otot tambahan, evaluasi kulit, bibir dan
membran mukosa, kaji kuku mengenai warnanya. Palpasi mengetahui
adanya masa, pembesaran kelenjar limfe, bengkak, nyeri, pulpasi, krepitasi
dan fokal fremitus
Perkusi : untuk mengetahui batas dan keadaan paru-paru
Auskultasi : untuk mengevaluasi bunyi nafas yang meliputi frekuensi,
kualitas, tipe dan adanya bunyi tambahan.
Pada penderita bronchopneumonia biasanya ditemukan dispneu, pernafasan
cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot
tambahan, suara nafas abnormal (ronchi) dan batuk dengan produksi
sputum.
4. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : warna kulit, anggota tubuh dan membran mukosa, pelpebra
anemis atau tidak, periksa prekordium dan adanya oedema palpasi: seluruh
dada terhadap impuls apikal, getaran dan nyeri tekan, palpasi nadi dan
oedema perifer
Perkusi : untuk mengetahui batas jantung
Auskultasi : untuk mendengarkan bunyi akibat vibrasi karena kegiatan
jantung.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan hipotensi, tanda-tanda
sianosis pada mulut dan hidung, nadi cepat dan lemah.
5. Sistem gastro intestinal
Inspeksi : mengetahui keadaan warna, lesi / kemerahan pada abdomen dan
gerakan abdomen.
Auskultasi : untuk mengetahui frekuensi, nada dan intensitas bising usus
yang dihasilkan
Perkusi : mengetahui adanya gelembung udara dalam saluran cerna dan
pekak hati.
Palpasi : untuk merasakan adanya spasme otot, nyeri tekan, masa krepitasi
subkutan dan organ abdomen.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan diare, mual, muntah,
penurunan berat badan dan distensi abdomen.
6. Sistem neurologis
Inspeksi:untuk mengetahui penampilan umum dan perilaku pasien
Perkusi : mengetahui refleks pasien.
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan gelisah, bila
suhu terus-menerus meningkat dapat menimbulkan kejang dan penurunan
kesadaran.
7. Sistem muskulo skeletal
Inspeksi : mengetahui keadaan penampilan umum dan keadaan exstremitas.
Palpasi : mengetahui masa dan keadaan otot
Perkusi : untuk mengetahui adanya reflek dan kekuatan otot
Pada bronchopneumonia biasanya ditemukan dalam keadaan kelelahan,
tonus otot, email, penurunan kekuatan otot, dan intoleransi aktifitas.
8. Sistem urogenetalia
Inspeksi : mengetahui warna, tekstur, luka memar pada kulit dan perhatikan
keadaan panggul dengan adanya mass /pembesaran.
B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
2. Ketidakseimbangan nutrisi tubuh : kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
3. Intoleransi aktivitas b.d imobilitas.
4. Hipertermi b.d dehidrasi
C. Intervensi
Perencanaan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Hasil
1. Kekurangan volume Setelah dilakukan - Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai - Agar keilmuan yang diterapkan
cairan b.d perawatan selama 1x24 rencana tindakan peningkatan nafsu makan sesuai bidang keilmuannya
kehilangan cairan jam pasien dapat pasien - Digunakan untuk data acuan
aktif mencukupi kebutuhan - Monitor tanda-tanda fisiologis dan timbang berapa jumlah nutrisi yang
cairan dengan kriteria hasil berat badan pasien dibutuhkan pasien
: - Mengajak pasien berdiskusi
1. intake cairan adekuat - Bantu pasien menyusun cara dan jadwal agar lebih memahami mengenai
2. volume cairan adekuat konsumsi makanan cara jadwal untuk
mengkonsumsi makanan
- Monitor secara rutin sebagai
- Monitor status nutrisi pasien data perkembangan nutrisi
pasien
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Tentukan status gizi dan kemampuan - Data acuan untuk
nutrisi tubuh : perawatan selama 1x24 memenuhi kebutuhan gizi meningkatkan nutrisi pasien
kurang dari jam pasien dapat dan menjadi data berkelanjutan
kebutuhan tubuh b.d mencukupi kebutuhan - Bantu pasien menentukan pedoman - Bantuan dan mengajarkan
faktor biologis cairan dengan kriteria hasil makanan yang paling cocok dalam pasien untuk menentukan cara
: memenuhi kebutuhan nutrisi mencukupi nutrisi pasien
1. kebutuhan nutrisi
adekuat - Tentukan jumlah nutrisi yang diperlukan - Meningkatkan nutrisi pasien
2. ditandai dengan - Atur diet yang diperlukan - Cara peningkatan status nutrisi
adekuatnya fungsi pasien
tubuh - Monitor diet dan status nutrisi pasien - Data evaluasi pasien
4. Hipertermi b.d Setelah dilakukan - Berikan kompres hangat dan terapi - Agar suhu tubu kembali
dehidrasi perawatan selama 1x24 farmakologis normal
jam pasien dapat - Monitor intake output cairan - Untuk mencegah terjadinya
P: Hentikan intervensi
2. Ketidakseimbangan S : -
nutrisi tubuh : kurang
O : adekuatnya fungsi tubuh
dari kebutuhan tubuh
b.d faktor biologis A : Tujuan intervensi tercapai
3. Intoleransi aktivitas b.d S : -
P: Hentikan intervensi
imobilitas
O : meningkatnya aktivitas sehari-hari seperti normal
4. Hipertermi b.d S : -
dehidrasi O : penurunan suhu kulit/tubuh
Bagaimana anda
Komplikasi bisa terkena
penyakit ini ?
Pemila, U. (2015). Konsep Discharge Planning [word]. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Perintis Padang.