Oleh:
Pembimbing:
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….……. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….……. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….… iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Wanita hamil dengan infeksi dengue harus mendapatkan terappi yang adekuat
disertai dengan pengawasan ketat dan monitor berkala. Keseimbangan antara
pemenuhan kebutuhan cairan dengan terjadinya kelebihan cairan serta tanda-tanda
kebocoran plasma perlu diawasi ketat oleh dokter.4
Janin dalam kandungan dapat terinfeksi virus dengue melalui transmisi
vertikal dadri ibu. Belum ada laporan mengenai angka kejadian DBD pada
kehamilan di Indonesia, namun beberapa laporan kasus dari berbagai negara telah
dipublikasikan. Penanganan DBD pada kehamilan mempunyai aspek khusus
karena berbagai perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan menyebabkan
perlunya modifikasi khusus dalam terapi cairan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut
yang disebabkan oleh virus dengue yang sekarang lebih dikenal sebagai
genus Flavivirus. Virus ini memiliki empat jenis serotipe yakni DEN-1,
DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Antibodi yang terbentuk dari infeksi salah
satu jenis serotipe tidak memberikan perlindungan yang memadai untuk
serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
paling banyak menimbulkan manifestasi klinis yang berat.5
Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk aedes dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yakni dua
hari sebelum panas hingga 5 hari setelah demam timbul.2,6 Virus yang
3
4
terdapat pada kelenjar liur kemudian berkembang biak dalam waktu 8-10
hari dan selanjutnya dapat ditularkan kepada manusia lain melalui gigitan.
Sekali virus masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut dapat menularkan virus (infektif) sepanjang hidupnya.5
C. Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah
menyebar di daerah tropis dimana terdapat 2,5 miliar orang berisiko
terkena penyakit ini di daerah endemik.1,6
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya
pada manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian
infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue
terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya.5,6
D. Patogenesis Dengue
Virus Dengue berasal dari monyet yang ditularkan ke manusia melalui
vector nyamuk. Virus ini merupakan Virus RNA positif berserat tunggal yang
termasuk di dalam anggota Flavivirus. Morfologik, virion dengue berbentuk sferis
dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm sehingga
diameter virion kira-kira 50 nm. Selubung virion mempunyai peranan dalam
fenomena hemaglutinasi, netralisasi, dan interaksi antara virus dengan sel pada
saat awal infeksi.5,7
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, patogenesis
DBD masih kontroversial dan sedikit dimengerti. Berbagai teori telah
dikemukakan oleh para ahli, tetapi sampai saat ini belum ada yang dapat
menjelaskan patogenesis DBD secara pasti.5,7
Sejauh ini, beberapa teori yang berkaitan dengan patogenesis DBD yaitu:
a). Teori virulensi virus
Virus dengue secara genetik sangat bervariasi dan selalu berubah akibat proses
seleksi ketika virus bereplikasi, baik di tubuh manusia maupun nyamuk. Dengan
demikian, terdapat beberapa serotipe/strain virus yang memiliki virulensi lebih
besar dari serotipe/strain yang lain.Diantara serotipe dan diantara strain sendiri
juga mempunyai susunan protein yang berbeda Kurane I dkk. menyatakan bahwa
berdasarkan data epidemiologi, telah dipostulasikan bahwa respons imun terhadap
virus dengue berperan dalam patogenesis demam berdarah dengue dan sindroma
syok dengue. Respons imun pejamu juga berperan dalam mengontrol infeksi
demam dengue.
b). Teori Imunopatologi
Respon imun pada infeksi virus dengue mempunyai 2 aspek yaitu respon
kekebalan atau menimbulkan penyakit. Setelah mendapat infeksi virus dengue
satu serotipe maka akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka
panjang, namun tidak mampu memberi pertahanan terhadap jenis serotipe virus
yang lain, sehingga jika lain kali terinfeksi jenis virus dengan serotipe beda akan
terjadi infeksi yang berat.. Teoti ini disebut teori infeksi sekunder. Teori infeksi
sekunder masih diyakini oleh para ahli untuk menjelaskan patogenesis DBD.
6
Berdasarkan teori ini, apabila dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun setelah
terinfeksi virus dengue pertama kali penderita kemudian mendapatkan infeksi
kedua dengan virus dengue serotipe yang berbeda, maka penderita tersebut akan
memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita DBD maupun sindroma syok
dengue. Antibodi pre-infeksi yang berasal dari serotipe yang lain tersebut dikenal
sebagai antibody dependent enhacement (ADE). Ia dapat meningkatkan infeksi
dan replikasi virus dengue dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap
interaksi tersebut, terjedi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan hipovolemia dan syok.5,7
T-helper ini menginduksi perubahan limfosit B menjadi sel Plasma yang akan
memproduksi Antibodi berupa immunoglobulin. Semua reaksi imunitas ini
tergabung dalam kompleks imun. Dimana reaksi kompleks imun ini yang menjadi
kunci terhadap patogenesis infeksi virus dengue.5,7
Zat-zat mediator yang diproduksi oleh kompleks imun juga menginduksi
terjadinya peradangan, sehingga memperpanjang peradangan yang sudah ada.
Efek dari peradangan ini mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran
sehingga akan berpengaruh pada dinamika sirkulasi. Beberapa Zat yang disebut
Pirogen juga menginduksi terjadinya febris (demam)5,7
Sebagi tanggapan terhadap reaksi tersebut, terjadi :
1. Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilatoksin yang
menyababkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan plasma
dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombisit menurun. Apabila kejadian ini
berlanjut, akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi
sel trombosit muda dari sumsum tulang.
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan :
1. Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan
plasma, hipovolemia, dan syok. Perembesan plasma pada DBD mengfakibatkan
adanya cairan dalam rongga pleura dan rongga peritoneal yang berlangsung
singkat, selama 24-48 jam
2. Kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.
Pada kehamilan terjadi berbagai perubahan sistem imunologis, sehingga
menyebabkan ibu hamil rentan terhadap berbagai infeksi dan memungkinkan
infeksi berkembang menjadi berat. Pada kehamilan terjadi peningkatan jumlah
neutrofil, namun sebaliknya terjadi penurunan limfosit. Jumlah limfosit B relatif
tetap, sedangkan limfosit T (terutama T helper) menurun. Selain penurunan
jumlah sel T, terjadi penurunan fungsi imunitas seluler yang terlihat dari
8
E. Manifestasi Klinik
1. Demam
9
2. Tanda–tanda perdarahan
Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti
ptekie, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan
tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama
demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan
lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.2,6
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
bervariasi dari haya sekedar diraba sampai 2–4 cm di bawah arcus costae
kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit,
namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya
perdarahan.6
10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis
menghilang setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan
Asimtomatik Simtomatik
DD DBD
dengan dengue sama dengan pada anak-anak dan orang dewasa saat fase
penyembuhan.7,8
F. Diagnosis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak jelas, demam dengue, demam berdarah
dengue dengan kebocoran plasma yang mengakibatkan syok atau sindroma
syok dengue (SSD).6,8
a). Demam Dengue
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14
hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri
tulang belakang, dan perasaan lelah. Demam dengue merupakan penyakit
demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih manifestasi
klinis sebagai berikut: Nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/atralgia,
ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif),
leukopenia.6
b). Demam Berdarah Dengue
Adalah infeksi dengue dengan kecenderungan perdarahan, disertai dengan
satu atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
Uji bendung positif
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3)
Ditemukan bukti kebocoran plasma diakibatkan peningkatan permiabilitas
kapiler, yang ditandai oleh satu atau lebih gejala sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standard sesuai
dengan umur dan jenis kelamin
Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
13
2) Derajat klinis
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu
diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 2.1.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah rutin
Leukosit: dapat normal tapi biasanya lekopeni dengamn dominasi sel
neutrofil, pada akhir fase demam, terjadi lekopeni dan neutropeni serta
limfositosis relatif (peningkatan sel limfosit atipikal atau limfosit plasma biru
> 15% dapat dijumpai pada hari ketiga, sebelum suhu tubuh turun atau
sebelum syok terjadi).6
Trombosit
Trombositopeni < 100.000/mm3 atau kurang dari 1-2 trombosit/lapangan
pandangan besar. Biasa ditemukan antara hari sakit ketiga-ketujuh. Biasanya
terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum suhu turun.
Hemokonsentrasi dengan tanda:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis
kelamin.
- Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapat pengobatan cairan.
- Tanda perembesan plasma, yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia.
2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan,
tetapi bila terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya
dilakukan lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi
dengan USG.6
3. Diagnosis serologi
- Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus
yang menginfeksi. Antibody HI bertahan > 48 tahun, maka cocok
untuk uji seroepidemiologi. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer
konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi (>1280) baik pada
serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (presumtif +).6
negatif, harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-),
msks dilaporkan sebagai (-). IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-
3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh dijadikan satu-satunya uji
diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di bawah uji HI,
spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut
saja. Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI
hanya lebih spesifik (IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada
infeksi sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.6
- Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari.5
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCMK2) dan nyamuk A
albopictus5
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik/intraserebral
pada larva5
- Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau
tidak langsung. Untuk identifikasi dipakai yang indirek dengan
antibodi monoclonal.5
IgM dan IgG terhadap virus dengue. Selain itu, pada beberapa institusi dapat
dilakukan isolasi virus seperti di Frence Guiana oleh Carles G. dkk., dan
Mississipi Medical Center, USA oleh Lusia H.L. dkk. Chong KY dkk.
melaporkan bahwa tidak ada bukti bahwa virus dengue dapat menyebabkan
efek teratogenik, aborsi, atau pertumbuhan janin yang terhambat yang
dikandung oleh ibu hamil yang menderita DBD. Beberapa kasus menjalani
pemeriksaan amniocentesis atau biopsi villi choriales dan dilakukan analisa
kromosom, namun tidak dijumpai kelainan. Alfa-fetoprotein di cairan amnion
maupun di serum maternal berada dalam batas normal. Adanya transmisi
vertikal dari ibu ke fetus menyebabkan bayi baru lahir mudah menderita
demam berdarah dengue atau sindroma syok dengue pada saat terinfeksi virus
dengue.
Figueiredo L.T. dkk., mengamati bahwa pada bayi yang dilahirkan tidak
dijumpai kelainan bawaan, lamanya kehamilan, Skor APGAR, berat badan
janin, dan plasenta. Pada serum bayi dijumpai antibodi IgG yang progesif
menurun dan menghilang setelah 8 bulan. Namun, menurut Marchette N.J.
dkk., antibodi tersebut menghilang setelah 10--12 bulan. Walaupun begitu,
Chye J.K. dkk., melaporkan dua ibu hamil mengalami demam berdarah
dengue 4 sampai 8 hari sebelum inpartum. Satu ibu mengalami kehamilan
dengan pre-eklampsia berat disertai sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated
Liver enzymes and Low Platelets) dan memerlukan transfusi darah lengkap,
konsentrat trombosit, serta plasma beku segar. Bayi laki-lakinya saat lahir
menderita gangguan pernapasan dan perdarahan intracerebral kiri yang banyak
serta tidak terkontrol. Akhirnya, bayi meninggal pada hari ke-6 karena
kegagalan berbagai organ.
Virus dengue tipe 2 diisolasi dari darah bayi dan antibodi IgM spesifik
terhadap virus dengue terdeteksi dalam darah ibu tersebut. Ibu ke-2
mengalami keadaan klinis yang lebih ringan. Dia melahirkan bayi perempuan
yang mengalami trombositopenia dan tidak memerlukan perawatan yang
khusus. Virus Dengue tipe 2 ditemukan dalam darah ibu dan antibodi IgM
spesifik terhadap virus dengue dideteksi pada darah bayi tersebut. Hal ini
18
I. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip utama adalah terapi
suportif. Akan tetapi, penanganan klinis yang tepat oleh dokter dan perawat
yang berpengalaman pada umumnya akan menyelamatkan pasien DBD.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan kurang
dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Penatalaksanaan
DBD dengan kehamilan sebagai berikut8:
J. Penatalaksanaan Antepartum
Penatalaksanaan antepartum tanpa penyulit biasanya dilakukan secara
konservatif, antara lain:
Tirah baring.
Makanan lunak. Bila tidak ada nafsu makan dianjurkan untuk minum
banyak 1,5--2 liter dalam 24 jam, air tawar ditambah garam saja.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis yaitu:
20
K. Penatalaksanaan Intrapartum
Penatalaksanaan ibu hamil aterm dengan DBD sama seperti antepartum,
namun terhadap kehamilannya sebagai berikut:
Obat-obat tokolitik dapat dipergunakan hingga periode kritis terlewati atau
trombosit kembali normal. Obat-obat tokolitik umumnya menyebabkan
takikardia yang dapat menutupi keadaan status pasien. Magnesium Sulfat
dapat menjadi obat pilihan pada situasi ini karena tidak menyebabkan
takikardia.
Jika proses melahirkan tidak dapat dihindarkan, rute vaginal lebih disukai
daripada abdominal. Kontraksi uterus setelah melahirkan akan menstrangulasi
pembuluh-pembuluh darah yang menyebabkan hemostasis walaupun
21
N. Komplikasi
Thaithumyanon P. dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan DBD yang
menjalani bedah sesar mengalami perdarahan masif dan berkepanjangan (8
hari) dari luka serta memerlukan berbagai tranfusi darah, trombosit, dan
plasma beku segar. Chye J.K. dkk., melaporkan seorang ibu hamil dengan
demam berdarah dengue mengalami preeklamsia berat dan sindroma HELLP
23
O. Prognosis
Menurut Williams et al, yang telah melakukan penelitian kohort tentang
keluaran klinis pasien hamil dengan infeksi dengue di Mexico, didapatkan
keluaran klinis pada maternal, fetal dan neonatal yang terjangkit dengue
derajat berat saat hamil menunjukan hubungan dengan risiko tinggi untuk fetal
distres, kelahiran caesarian, mortalitas maternal, dan peningkatan potensi
risiko perdarahan obstetrik, preeklampsia, dan eklampsia. Sebaliknya, pada
infeksi dengue derajat ringan, tidak ditemukan hubungan yang jelas terhadap
kondisi maternal, fetal dan neonatal selain gejala khas dari dengue yang sama
saja dengan populasi umum.4
P. Pencegahan
Pencegahan terhadap perkembangbiakan nyamuk dan gigitan nyamuk
betina Aedes aegypti dan A. albopictus yang menggigit pada pagi serta sore
hari merupakan upaya menurunkan attack rate dan jumlah angka kesakitan.
Pencegahan di Indonesia terkenal dengan 3M, yaitu menutup,
membuang/membilas, dan menimbun barang-barang atau tempat yang
kemungkinan menjadi sarang nyamuk, kelambu, fogging, serta dengan
repellent nyamuk (campuran Thanaka dan deet) dapat memberi perlindungan
10 jam terhindar dari gigitan nyamuk tersebut.
24
BAB III
KESIMPULAN
Demam Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari
virus yang termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviride, dan mempunyai
4 jenis serotipe, yaitu: Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. DBD ditularkan melalui
nyamuk terutama nyamuk Aedes aegepti dan Aedes albopticus. Sedangkan
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi dengue disertai dengan
adanya bukti plasma leakage bertendensi menimbulkan renjatan dan kematian
Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan
kematian lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada
manusia. Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi
dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi,
tergantung dari aktifitas epidemiknya.
Demam dengue pada kehamilan menjadi perhatian penting dikarenakan
terjadi perubahan fisiologi selama kehamilan sehingga manifestasi klinis dapat
menjadi lebih buruk dengan komplikasi yang lebih berati. Tampilan klinis
DBD dengan kehamilan umumnya tidak spesifik, dikaitkan dengan perubahan
fisiologis selama kehamilan sering membuat diagnosis DBD pada kehamilan
terlambats. Perubahan fisiologis ini juga membuat sulitnya melihat tanda-
tanda kebocoran plasma seperti gambarn peningkatan kadar hematokrit.
Pembesaran uterus juga membuat pemeriksaan kebocoran plasma secara klinis
seperti asites atau efusi pleura sulit dilihat. DBD pada ibu hamil juga perlu
dibedakan dengan penyakit lain yang dapat muncul pada masa kehamilan,
seperti sindrom HELLP. Virus dengue dapat ditransmisikan secara vertikal
dari ibu ke janin, sehingga bayi baru lahir dapat terjangkit virus dengue dan
menderita penyakit demam DD atau DBD.
Penatalaksanaan DBD pada ibu hamil dan bayi baru lahir secara umum
sama dengan penatalaksanaan DBD pada umumnya. Namun perlu
diperhatikan komplikasi yang dapat terjadi, seperti perdarahan post partum
25
pada ibu hamil dan gejala respiratorik dan gastrointestinal yang lebih berat
pada bayi baru lahir dibandingkan anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
26
27