Pneumothorax
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Pulmonologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. ZainoelAbidin Banda Aceh
Disusun oleh:
ARIKA ANGGRAINI
1607101030188
Pembimbing:
dr. Maimunah, Sp.P(K)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “Pneumothorax”. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi
RSUD dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr.
Maimunah, Sp.P (K) yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
3
DAFTAR TABEL
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
yang bisa ditimbulkan adalah pneumotoraks. Di mana pnumotoraks yang terjadi
adalah pneumotoraks spontan sekunder.
Seaton dkk. Melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami
komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru, komplikasi
meningkat lebih dari 90%.
6
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk, nyeri dada kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak napas. Sesak dirasakan sejak 5
hari SMRS. Sesak timbul tiba-tiba, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca
maupun makanan dan tidak disertai suara mengi. Nyeri dada kanan juga
dikeluhkan pasien, nyeri dada memberat saat pasien batuk. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak 8 bulan yang lalu. Batuk berdahak dengan dahak
berwarna putih kekuningan dan mudah dikeluarkan. Riwayat batuk darah 2 bulan
yang lalu. Demam juga dikeluhkan oleh pasien sejak 2 bulan yang lalu, demam
hilang timbul dan dirasakan memberat saat malam hari. Selain demam, pasien
mengeluhkan keringat saat malam hari. Terdapat riwayat penurunan berat badan
dan penurunan nafsu makan. BAK dan BAB pasien normal tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
7
Pasien belum pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya, alergi &
asma tidak ada. Riwayat Diabetes Melitus sejak 3 bulan dan Hipertensi.
8
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris saat statis dinamis, pernapasan abdomino thoracal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Perkusi
Atas Hipersonor Sonor
Tengah Hipersonor Sonor
Auskultasi
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing
Atas vesikuler (+), rhonki (-), wheezing (-)
(-)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi interkostal (-/-),
jejas (-)
Palpasi
Atas Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Tengah
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Bawah Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular (+) bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel, organomegali (-), nyeri tekan (-) epigastric
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
9
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Ekstremitas :
Ekstremitas superior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin (-
/-), CRT <2”
Ekstremitas inferior: sianosis (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), CRT <2”
10
b) Foto Thorax
18 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
20 Mei 2017
11
Foto thorax 20 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra serta kolaps
paru dextra
24 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
Emfisema subkutis di regio
hemithorax kanan
12
29 Mei 2017
Kesan:
Pneumothorax dextra
Emfisema subkutis di regio
hemithorax kanan
c) USG Thorax
20 Mei 2017
Foto thorax 20 Mei 2017
Kesimpulan: Pnuemothorax
dextra
13
d) Sputum BTA 3X SPS
Pada tanggal 22 Mei 2017
Hasil pemeriksaan BTA:
- Sewaktu: +3
- Pagi : +3
- Sewaktu: +3
e) Genexpert
Pada tanggal 22 Mei 2017
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat bakteri M. Tuberculosis yang
tinggi.
2.6 Diagnosa Banding
1) Pneumothorax spontan sekunder ec dd:
-TB Paru
-Pneumonia
2.7 Diagnosa
Pneumothorax spontan sekunder ec. TB Paru
2.8 Tatalaksana
O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
IVFD Ringer Laktat 10 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Codein 3x1
Paracetamol 3x500mg
Vectrin 3x1
Curcuma 3x1
2.9 Planning
USG thorax
Pemasangan WSD
14
Sputum BTA 3 x SPS
Genexpert
Periksa darah, KGD puasa, KGD sewaktu, HbA1c, fungsi hati,
kolesterol
Konsul IPD
2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan pneumothorax spontan sekunder ialah dubia ad
bonam.
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/hari
Catatan Instruksi
rawatan
Jumat S/ Batuk(+), sesak napas(+), nyeri dada Th/
19/05/2017 kanan O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H1 O/ VS: TD : 110/80 mmHg IVFD RL 10 gtt/menit
HR : 96 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR : 24 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
T : 36,0 C Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Paru Codein 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Paracetamol 3x500mg
P: Sf kanan = Sf kiri Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (-/+), Rh (-/+), Planning:
Wh (-/-) - USG thorax
- Pemasangan WSD
Ass/ - Sputum BTA 3x SPS
Pneumothorax spontan sekunder e.c dd - Gene Expert
TB paru - Periksa darah: KGDP,
Pneumonia KGDS, HbA1c, fungsi hati,
Pneumonia kolesterol
DM tipe II - Konsul IPD
Sabtu S/ Batuk sesekali, sesak (-), demam, Th/
20/05/2017 lemas O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H2 O/ VS: TD : 90/70 mmHg IVFD RL 10 gtt/menit
HR : 87 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
RR : 20 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
T : 36,5 C Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
Paru Codein 3x1
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Paracetamol 3x500mg
P: Sf ka = Sf ki Curcuma 3x1
P: sonor/sonor
A: Ves (-/+), Rh (-/+), Planning:
Wh (-/-) - Sputum BTA 3x SPS
- Gene Expert
Ass/ - Susul hasil pemeriksaan
- Pneumothorax spontan sekunder darah
e.c dd - Foto thorax ulang
15
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
Minggu S/ batuk sesekali, sesak (-), demam, Th/
21/05/2017 lemas O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
H3 O/ VS: IVFD RL 10 gtt/menit
TD : 90/60 mmHg Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
HR : 82 x/menit Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
RR : 19 x/menit Inj. Ketorolac 1 amp/8 jam
T : 36,2 C Codein 3x1
Paru Paracetamol 3x500mg
I: Simetris statis/dinamis (+/+) Curcuma 3x1
P: Sf ka = Sf ki
P: sonor/sonor Planning:
A: Ves (-/+), Rh (-/-), - Sputum BTA 3x SPS
Wh (-/-) - Gene Expert
Terpasang WSD di hemithorax kanan - Susul hasil pemeriksaan
dengan buble (+), undulasi (+) darah
Ass/ - Foto thorax ulang
- Pneumothorax spontan sekunder
e.c dd
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
Senin S/ nyeri di tempat pemasangan WSD Th/
22/05/2017 O/ VS: Diet DM 1600kkal
H4 TD : 90/70 mmHg O2 2 LPM nasal kanul (K/P)
HR : 82 x/menit IVFD RL 20 gtt/i
RR : 22 x/menit Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
T : 36,7 C Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
Paru Vectrin 3x1
I: Simetris statis/dinamis(+/+) Codein 3x1
P: Sf ka = Sf ki Paracetamol 3x500mg
P: sonor/sonor Curcuma 3x1
A: Ves (melemah/+), Rh (-/-)
(-/+) Planning:
(-/-), - Respirometer
Wh (-/-) - Evaluasi WSD/ 24 jam
Terpasang WSD di hemithorax kanan - Sputum BTA 3x SPS
buble (+) - Gene expert
Ass/ - Kultur Mo gram K/R
- Pneumothorax spontan sekunder - Susul hasil foto thorax
e.c dd ulang
1. TB paru
2. Pneumonia
- Pneumonia
- DM tipe II
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
16
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam
cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang dengan maksimal(1).
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam
pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena(1).
3.2 Epidemiologi
3.3 Etiologi
17
pada tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan
cedera majemuk. Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang
menimbulkan kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi
berulang kali. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh(2), (3):
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
3.4 Klasifikasi
1. Pneumotoraks spontan(3)
a. Pneumotoraks spontan primer
Umumnya disebabkan oleh pecahnya suatu bleb subpleura yang
biasanya terdapat di daerah apeks paru. Faktor resiko utama adalah
merokok. Pada beberapa kasus faktor herediter juga memegang peranan,
umumnya penderita berpostur tinggi dan kurus.
Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu
kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologis
membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya
direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk
bulla yang dibatasi pleura fibrotik yang menebal, sebagian oleh
18
jaringan fibrosa paru sendiri sebagian lagi oleh jaringan paru
emphiematous.
Proses terbentuknya bulla belum diketahui, banyak pendapat
menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan
dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli di daerah apeks
patu akibat tekanan pleura yang lebih negatif.
Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valvepada
saluran nafas kecil sehingga timbul distensi tuang udara bagian distalnya.
3.5 Pathogenesis
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama(1).
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan
19
pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini
pecah, maka aka nada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut
mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru menyebabkan
tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum
pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi mediastinal
ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula.
Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter(3), (4).
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru
sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan
sempurna(3).
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik
secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.
Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara
terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup
terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax(1), (4).
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan
dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan
visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi
udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat
mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi
hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat. Terjadilah
20
mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi
dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang
bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting
udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat
menyebabkan tension pneumothorax(1), (3).
21
3.7 Manifestasi Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul pada
pasien pneumothorax adalah (3), (4), (5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak
pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks
tersebut, (3):
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang
lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang.
22
- Emphysema(5) :
Kehilangan fungsi jaringan paru dan digantikan dengan rongga
berudara yang juga menyebabkan nafas yang pendek-pendek berkurangnya
asupan udara dan meningkatnya resonansi pada pemeriksaan. Emphysema
merupakan penyakit kronik, bedanya emphysema difus sedangkan
pneumothorax local, anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto rontgen harus
dilakukan dan dinilai teliti sehingga dapat didapatkan hasil yang akurat
23
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan
dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut (3):
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam
dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di
mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak
jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
24
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder.
3.11 Tatalaksana
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Primary survey dengan memperhatikan(6), (8) :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothorax yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar
dengan cara(6), (8) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan
berubah menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1. Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai
kedalam rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
2. Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding
thorax sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastic
25
infuse set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi
air .
3. Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter thorax yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter thorax yang ada di dada dan di pipa kaca
WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
plastic lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleural tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.
3.13 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
BAB IV
ANALISA KASUS
26
napas. Sesak dirasakan sejak 5 hari SMRS dan memberat sejak tiba di IGD. Sesak
timbul tiba-tiba, tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca maupun makanan dan
tidak disertai suara mengi. Nyeri dada kanan juga dikeluhkan pasien, nyeri dada
memberat saat pasien batuk. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 8 bulan yang
lalu. Batuk berdahak dengan dahak berwarna putih kekuningan dan mudah
dikeluarkan. Riwayat batuk darah 2 bulan yang lalu. Demam juga dikeluhkan oleh
pasien sejak 2 bulan yang lalu, demam hilang timbul dan dirasakan memberat saat
malam hari. Selain demam, pasien mengeluhkan keringat saat malam hari.
Terdapat riwayat penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan. BAK dan
BAB pasien normal tidak ada keluhan.
Dari hasil anamnesa pasien dicurigai menderita pneumothorax spontan
sekunder et causa tuberculosis paru. Diagnosis pneumothorax dibuat berdasarkan
adanya sesak napas, nyeri dada, dan batuk yang dimiliki pasien. Dugaan
menderita pneumothorax spontan sekunder et causa TB paru dibuat berdasarkan
keluhan pasien batuk sejak 8 bulan ini, batuk berdarah, keringat malam, demam,
penurunan berat badan yang signifikan serta penurunan nafsu makan. Lebih
kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh penyakit dasar seperti
tuberculosis paru aktif(2). Gejala yang ditemukan pada pasien ini sesuai dengan
gejala pada penderita TB paru yaitu demam subfebris yang hilang timbul, adanya
batuk berdarah yang terjadi karena iritasi bronkus. Batuk diperlukan untuk
membuang produk-produk radang. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, maka munculnya batuk maupun sifat batuk bisa
bermacam-macam, gejala lain seperti penurunan nafsu makan, berkeringat malam,
berat badan dan mudah menjadi lelah juga ditemukan(7). Pada pemeriksaan fisik
fremitus taktil melemah, hipersonor, dan suara napas menjauh pada sisi dada yang
sakit serta ditemukan adanya suara napas rhonki pada lapangan tengah dan kanan
paru sinistra. Pada saat diperkusi terdengar suara hipersonor yang disebabkan oleh
udara yang berada pada rongga pleura. Udara yang terperangkap dalam rongga
pleura dapat menyebabkan paru kolaps sehingga ketika diperiksa suara napas
terdengar menjauh dan fremitus taktil melemah(4).
Pasien adalah seorang perempuan berusia 43 tahun. Kebanyakan
pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40
27
tahun(2). Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini meliputi
USG thorax, foto thorax, dan laboratorium. USG thorax dilakukan sebagai
guiding tindakan pemasangan WSD untuk mengetahui seberapa banyak udara
yang akan dikeluarkan. Hasil foto thorax didapatkan adanya area hiperlusen pada
hemithorax kanan dan paru kanan kolaps. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil penurunan hemoglobin (10,8), hematokrit (32), peningkatan
trombosit (523), penurunan neutrofil batang (0), limfosit (6), dan peningkatan
neutrofil segmen (90).
Tujuan utama penatalaksanaan pneumothorax adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Tindakan dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumothorax yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk
mengurangi tekanan intrapleura dengan membuat hubungan antara cavum pleura
dengan udara luar(6), (8)
. Penatalaksanaan pada kasus ini sesuai dengan prinsip
penatalaksanaan pneumothorax, pasien dilakukan tindakan dekompresi
menggunakan pipa water seal drainage (WSD).
Terapi oksigen merupakan hal pertama dan utama yang bertujuan untuk
memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang dapat mengancam jiwa.
Diberikan untuk mempertahankan PaO2> 60 mmHg atau Sat O2> 90%. Pada
pasien ini diberikan O2 2 liter/menit. Pemberian antibiotik profilaksis setelah
setelah tindakan bedah dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi
(3)
komplikasi, seperti emfisema dan infeksi . Pada pasien ini diberikan injeksi
ceftriaxon 1 gr/12 jam.
Selain itu, pasien juga diberikan injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam yang
merupakan golongan antihistamin (H2-antagonist) Ranitidine diberikan pada
pasien untuk menekan stress metabolic yang terjadi pada pasien. Stress metabolic
sering terjaid pada pasien akibat kegagalan organ dan menurunkan prostaglandin
hingga pada akhirnya akan meningkatkan produksi asam lambung. Pasien dengan
posisi tirah baring rentan akan terjadinya refluks asam lambung ke esophagus
akibat gravitasi. Curcuma 3x1 diberikan untuk memperbaiki nafsu makan dan
sebagai hepatoprotektor. Vectrin 3x1 merupakan agen mukolitik yang diberikan
untuk mengencerkan dahak pada pasien. Codein 3x1 merupakan antitusif yang
28
berguna untuk menekan respon batuk.
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
30
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : 2011 January 10. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; 2007. p. 56
7. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1063.
8. Prabowo, A.Y.(2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada
Pneumothorax Post Trauma Dinding Thorax. Bagian Ilmu Penykit Dalam.
RSUD Panembahan Senopati Bantul; 2010. Diakses 22 Maret 2011.
http://www.fkumycase.net/.
31