Konjungtivitis dapat juga disebabkan oleh mikroorganisme gram negatif, diantaranya
Escherichia coli Klebsiella Pneumonia Serratia marcescens Proteus Enterobacter Pseudomonas Pada anak-anak penyebab tersering adalah Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan Moraxella species Gejala Klinis
Sekret mukopurulen dan purulen
Edema pada kelopak mata Hiperemis kongjungtiva, membran konjungtiva Hipertrofi papiler Hiperplasia folikuler kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur Diagnosis
Dari pemeriksaan mata langsung dengan cara
menggunakan swab steril pada penderita konjungtivitis kemudian dilakukan kultur Penatalaksanaan
pada temuan agen mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva. Konjungtivitis Virus Penyebab
Konjungtivitis virus Kemungkinan disebabkan oleh
virus yang disebut dengan “adenovirus”. Jenis konjungtivitas ini dapat menular dengan cepat dari orang ke orang dan menyebabkan epidemi konjungtivitis. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai
dengan etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. infiltrat sub epitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis Diagnosis
Diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala- gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus . Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi. Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1
tahun atau pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi Konjungtivitis Fungi Penyebab
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh
Candida albicans dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang Gejala Klinis
Ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu sebagai konjungtivitas ulseratif atau granulomatosa. Diagnosis
Diagnosa dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium dari biopsi granuloma dengan menampakan coni (spora) berbentuk cerutu gram positif. Atau dengan pemeriksaan histologik menampakan granuloma dengan spherula besar terbungkus yang mengandung myriad edospore. Serta dengan melakukan kerokan disekitar mata yang menunjukan reaksi radang polimorfonuklear, organisme mudah tumbuh pada media SDA dan mudah ditetapkan sebagai ragi yang berkuncup atau jarang sebagai pseudophyta. Penatalaksanaan
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8
mg/mL) dalam larutan air (bukan garam) atau terhadap pemakaian nistatin kulit (100.000 unit/gr) 4-6 kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati- hati agar pasti masuk dalam sacus konjungtivitas dan tidak menumpuk ditepian palpebra. Konjungtivitis Parasit Penyebab
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi
Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis. Gejala Klinis
Kemosis berat Edema palpebra superior dan inferior Peradangan Mata merah Gatal Diagnosis
Pada 60-80% infeksi loa-loa terdapat eosinofilia
namun diagnosis ditegakkan dengan menemukan cacing atau dengan menemukan mikrofilaria dalam darah yang diperiksa pada siang hari. Diagnosis Pada infeksi Schistosoma haematobium tergantung pemeriksaan mikroskopik materi biopsi yang menunjukkan granuloma dengan limfosit, sel plasma, sel raksasa dan eosinofil mengelilingi ovum bilharzia pada berbagai tahap disintegrasi. Menemukan organisme dewasa atau sengkenit berbentuk oval yang melekat pada bulu mata Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diobati secara efektif dengan
menghilangkan cacing dari sacus konjungtiva dengan forceps atau aplikator berujung kain. Atau dapat diobati dengan pemberian obat diethylcarbamazine, ivermectin, niridazole, serta lindane (kwell) 1% atau RID(pyrethrin) yang diberikan pada daerah pubis dan bulu mata. Konjungtivitis Alergi Penyebab
Konjungtivitas alergin sering disebabkan oleh antigen
seperti serbuk sari, tungau, debu, atau kosmetik. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai
dengan subkategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun
keluarga pasien serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan
vasokonstriktor-antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya. Konjungtivitis Kimiawi/Iritatif Penyebab
penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian
obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi Gejala Klinis
Substansi-substansi iritan yang masuk ke sakus
konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotopobia, dan blefarospasme. Diagnosis
Menemukan zat-zat kimia yang terdapat dalam sacus
konjungtiva yang menyebabkan iritasi Penatalaksanaan
Keadaan ini diatasi dengan pencucian pada larutan –
larutan ringer laktat atau cairan Garam fisiologis (NaCl 0,8%). Luka karena zat kimia, terutama akibat bahan alkali merupakan keadaan gawat darurat karena dapat menimbulkan kecacatan mata dan kerusakan di dalam bola mata. Penderita dengan konjungtivitas zat kimia ini tidak boleh menyentuh mata yang sakit karena dapat menyebar TERIMA KASIH