Anda di halaman 1dari 8

PENCITRAAN PADA NON ACCIDENTAL HEAD INJURY (CEDERA KEPALA

YANG TIDAK DISENGAJA)/ NAHI


Yuka Sato

Kata kunci : Cedera kepala yang tidak disengaja, Subdural hematoma, Kekerasan pada anak,
Shaken-baby syndrome, Pencitraan saraf.

Pendahuluan

Non-accidental head injury (Cedera kepala yang tidak disengaja)/ NAHI, merupakan salah satu
sindroma akibat goncangan yang paling sering ditemukan kejadiannya pada anak usia di bawah
3 tahun dengan tingkat kejadian tertinggi terjadi pada 1 tahun pertama kehidupan. Hal ini
terjadi oleh karena perbedaan susunan anatomi otak dan tulang tengkorak pada anak usia muda,
mekanisme dan jenis dari cedera kepala yang ditemukan pada anak yang lebih muda sangatlah
berbeda jika dibandingkan dengan kejadiannya pada anak yang lebih tua dan orang dewasa [3-
5].

Percepatan rotasi dianggap sebagai mekanisme primer terjadinya cedera kepala yang difus
(menyeluruh), parah dan sering mengancam jiwa, termasuk kedalamnya cedera aksonal difusa
(CAD) dengan gangguan akson dan robekan bridging veins (vena yang menyeberang dari
dalam parenkim otak menuju sinus duramatris menembus lapisan meninges) yang
menyebabkan subdural hematoma (SDH) atau subarachnoid hematoma (SAH) dan sering
dikaitkan dengan perdarahan retina. Tekanan yang dihasilkan akibat goncangan/tubrukan
dalam otak menyebabkan regangan fokal di lokasi yang terkena dampak deformasi tengkorak
dan menghasilkan gelombang tekanan di otak. Pada lokasi yang terkena goncangan itu juga
bisa terjadi hematoma kulit kepala, fraktur tengkorak, fokal SDH/SAH, dan kontusio kortikal.
Cedera akibat goncangan dalam otak biasanya tidak mengancam jiwa, kecuali epidural
hematoma. Istilah “shaken baby” syndrome (sindrom “bayi terguncang”)/ SBS , pertama kali
diciptakan oleh Caffey untuk menjelaskan kumpulan temuan klinis NAHI yang berat pada
bayi baru dengan perdarahan retina, SDH / SAH dan sedikit atau tidak ada sama sekali trauma
tengkorak eksternal [6,7]

Percepatan rotasi “murni” yang berulang kali pada kepala di leher bayi yang lemah dianggap
merupakan mekanisme terjadinya cedera. Terdapat kontroversi apakah “terguncang/shaking”
saja dapat menyebabkan cedera kepala yang fatal; beberapa pendapat menganggap bahwa
hanya goncangan yang hebat/keras saja dapat menyebabkan cedera yang serius atau fatal, tetapi
banyak contoh sindrom "bayi terguncang" menunjukkan bukti klinis, radiologis dan / atau
otopsi dari goncangan yang biasa pada tengkorak[8,9]. Pada kejadian ini, istilah “shaken
syndrome (sindrom terguncang)” mungkin saja lebih akurat untuk mencerminkan mekanisme
dari cedera yang teramati[2]. Cedera fokal pada craniovetebral junction (pertemuan cranium
dan vertebra) baru-baru ini telah diusulkan sebagai mekanisme cedera otak traumatis yang unik
untuk bayi baru lahir. Deformasi yang signifikan dan pergeseran dari cervico-medullary
junction (sambungan cervico-meduler) dan jaringan lunak sekitarnya bisa terjadi selama
goncangan yang keras [10,11]. Geddes dkk. memperkirakan bahwa goncangan yang keras
tanpa adanya pengaruh mungkin saja dapat menyebabkan cedera aksonal fokal pada batang
otak dan korda servikal bagian atas dan /atau epidural hematoma di craniovetebral junction
yang menyebabkan apneu traumatik. Hal ini pada akhirnya menyebabkan hipoksia global
sekunder, cedera otak dan udem otak umum [12-14]. Tulang bayi mudah berubah bentuk
karena terbentuk dari tulang calvaria tipis yang dipisahkan oleh membrane lunak dari sutura
dan fontanel. Otak bayi yang termielenisasi sebagian juga mudah berubah bentuk. Investigasi
terbaru yang berdasarkan analisis biomekanikal menekankan kepada peran yang lebih
signifikan dari deformation-mediated impact response (deformasi yang dimediasi respon
goncangan dalam otak) dibandingkan dengan impact-induced rotational acceleration force (
goncangan/tubrukan yang diinduksi percepatan rotasi kuat) sebagai mekanisme cedera pada
otak bayi [3].

Tujuh sampai 19% dari korba kekerasan fisik menderita cedera sistem saraf pusat (SSP). NAHI
paling banyak terjadi pada para bayi dan balita. Cedera kepala adalah penyebab utama dari
kematian pada kekerasan terhadap anak dan terhitung sampai 80% menyebabkan kematian
akibat cedera kekerasan pada anak di usia muda [15]. Accidental head injury (Cedera kepala
yang tidak sengaja)/ AHI jarang terjadi pada bayi baru lahir. Sembilan puluh lima persen dari
cedera SSP serius disebabkan oleh kekerasan [16]

Tujuan Pencitraan Saraf

1) Mendiagnosis kondisi yang membutuhkan perawatan dan intervensi segera,

2) Mendokumentasikan secara lengkap sifat dan luasnya NAHI

3) Membantu dalam penentuan waktu NAHI

4) Mendiagnosis NAHI yang tidak terduga secara klinis di antara korban dengan bukti ekstensif
penganiayaan ekstrakranial.

Temuan pencitraan

SDH (Subdural Hematom) adalah kelainan yang paling sering dikaitkan dengan NAHI,
Temuan patologis dan pencitraan yang sering dikaitkan dengan NAHI meliputi: trauma
tengkorak yang kompleks, SDH difus (menyeluruh) dan multifokal, SDH interhemisfer, SDH
dengan kepadatan campuran, cedera aksonal difusa traumatis dan pembengkakan otak yang
parah. Bukti cedera sebelumnya, seperti atrofi dan pembesaran ventrikel, sering terlihat sebagai
tambahan pada temuan akut yang terkait dengan NAHI yang dijelaskan di atas. Tak satu pun
dari temuan patologis individu yang unik atau patognomonik untuk NAHI dan temuan gambar
harus berkorelasi erat dengan riwayat, temuan klinis, kemampuan fisik korban dan latar
belakang sosial.

NAHI adalah penyebab utama SDH [17] dan SDH adalah kelainan intrakranial yang paling
umum terkait dengan NAHI [18]. Penyebab lain SDH tercantum dalam Tabel 1 dan harus
dipisahkan dengan kombinasi riwayat klinis dan pemeriksaan laboratorium yang relevan. SDH
yang terjadi setelah lahir sekarang diakui secara signifikan menunjukkan prevalensi yang lebih
tinggi hingga 26% di antara neonatus asimtomatik yang dievaluasi dengan MRI. Namun, SDH
tersebut biasanya kecil, berbercak dan umunya peritentorial dan menghilang dengan cepat [19].

SDH difus yang melibatkan konveksitas bilateral, fisura interhemisfer dan fossa posterior
adalah tanda trauma kekerasan yang menghasilkan dampak impulsif ke vena bridging akibat
percepatan rotasi. Volume SDH akibat tubrukan tidak langsung relatif kecil, dan tidak
menunjukkan gejala dan hampir tidak pernah menyebabkan kematian akibat efek massanya
[15]. Volume SDH yang diakibatkan tubrukan langsung sebaliknya cenderung terfokus dan
terlihat di bawah tempat terjadinya tubrukan. Subdural Hematom dari berbagai usia
menunjukkan trauma dari sifat berulang dan meningkatkan kemungkinan terjadinya NAHI
[20]. SDH interhemisfer dianggap sangat spesifik pada cedera akibat kekerasan [21]. Namun,
cedera yang tidak disengaja dengan percepatan rotasi yang signifikan pada bidang sagital,
seperti jatuh dengan keras atau kecelakaan kendaraan bermotor, juga menyebabkan SDH
interhemisfer [22]. SDH dengan kepadatan campuran lebih sering terlihat di antara NAHI
sementara SDH dengan kepadatan tinggi yang homogen lebih sering terjadi pada accidental
head injury/HI [20,22]

Tabel 1

Diagnosis Banding SDH

NAHI

Accidental HI

Perinatal

Janin

Trauma ketika melahirkan

Melahirkan normal

Aneurisma, Mlalformasi arteri

Kista arachnoid

Meningitis

Koagulopati, Defisiensi vitamin K

Glutaric aciduria (kelainan metabolism dimana urin mengandung asam glutarat) tipe 1

Galaktosemia

Defisiensi Piruvat Karboksilase

Menkes disease

Hipernatremia

Kontusio kortikal yang sering terlihat pada anak-anak yang lebih tua dengan cedera kepala
yang keras akibat kecelakaan lebih jarang ditemukan dibandingkan bayi dengan NAHI.
Kontusio tersebut sering muncul pada pada korteks dibawah daerah yang mengalami tubrukan.
Kecendurungan tempat munculnya disebabkan oleh perpindahan yang berbeda pada otak dan
tengkorak (kontusio akibat geseran) termasuk ujung temporal dan basis frontal yang berdekatan
dengan dasar tengkorak dan korteks serebral parasagittal sepanjang falx serebral.
Trauma cedera aksonal difusa biasanya terlihat pada corpus callosum terutama di splenium,
gray-white junction (tempat pertemuan substancia gracia dan alba pada otak) terutama pada
girus frontal superior, area periventrikel, dan kuadran dorsolateral batang otak rostral.
Kadang-kadang, robekan parenkim yang kasar terlihat di gray-white junction [23]. Cedera
ini khas pada bayi dengan trauma kepala tumpul dan paling sering terlihat pada lobus
parietalis frontal dan anterior. Lesi ini dapat terabaikan pada pemeriksaan CT dan pada otopsi
dan dapat dibuktikan dengan sonografi [24]. Pembengkakan otak yang parah menunjukkan
prognosis yang buruk. Pada bayi yang mengalami trauma yang keras, terlihat pola edema
otak pada CT yang melibatkan korteks serebral dan substansi putih (substancia alba)
subkortikal dengan bentuk yang difus dan simetris dengan kepadatan relatif substansi putih
yang dalam dan terlindungi, ganglia basalis, talamus, batang otak dan serebelum , dan terjadi
"Reversal Sign” (tanda yang dijumpai ketika ada penurunan densitas parenkim otak
supratentorial, dengan peningkatan atenuasi talamus, batang otak, dan serebelum yang relatif
meningkat. Tanda ini menunjukkan kerusakan otak ireversibel dan memiliki prognosis yang
sangat buruk) [25].

Waktu terjadinya cedera

Evolusi SDH yang berhubungan dengan NAHI bersifat dinamis dan kompleks. Untuk estimasi
waktu cedera terbaik, perbandingan CT dan MRI dan korelasi dengan penelitian lanjutan sering
diperlukan (Gambar 1, 2, dan 3)

Pada pemeriksaan CT, deskripsi klasik dari evolusi temporal SDH dapat dilihat secara
sederhana dalam tabel 2. Waktu evolusi dapat bervariasi dari satu pasien ke pasien dan dari
lokasi SDH yang satu dengan lokasi SDH yang lainnya pada pasien yang sama.[26-28]

Tabel 2. Evolusi dari hematoma subdural pada CT


⁓ 3 jam Iso sampai hipodense pada otak
⁓ 7 hari Hiperdense
⁓ 1 bulan Isodense
I bulan ⁓ Hipodense

Evolusi MRI dari produk hemoglobin pada SDH secara kasar mengikuti hematoma
parenkim.[29,30] Evolusi dari hematoma intra parenkim pada MRI dirangkum dalam Tabel 3.
Pola sinyal dari perkembangan SDH umumnya mengikuti salah satu hematoma
intraparenchymal pada tahap akut dan subakut dengan laju yang lebih lambat karena tekanan
oksigen yang lebih tinggi dari ruang subdural. SDH kronis terlihat isointens hingga sedikit
hipointens relatif terhadap substansi kelabu (grey matter/substansia grisea) pada gambar T1-
weighted dan hiperintense pada gambar T2-weighted. Hemosiderin jarang terlihat pada SDH
kronis.

Gradient refocused sequence, memiliki T2 STIR weighted sequence yang paling sensitif untuk
mendeteksi keberadaan produk hemoglobin dengan hipointensitas yang menonjol, tetapi
karakteristik sinyalnya tidak berubah secara signifikan sesuai dengan evolusi dari hematom,
sehingga tidak dapat digunakan untuk menentukan waktu cedera.

Evolusi SDH tidak hanya ditunjukkan oleh degradasi produk hemoglobin dari hematoma awal
tetapi juga oleh fenomena fisiologis dinamis yang terjadi di ruang tersebut, termasuk
pembentukan bekuan matriks, perubahan konsentrasi sel darah merah karena penggumpalan,
perubahan hidrasi RBC , retraksi gumpalan, efusi cairan serosa melalui dura yang mengalami
trauma, kebocoran CSF ke dalam ruang subdural dikarenakan bentuk membran arachnoid dan
perdarahan ulang[20]

Terkadang, gambaran subdural didapatkan hipodens, mirip dengan densitas CSF pada cedera
akut (akut Subdural Higroma).[20,22,31,32]

Densitas campuran pada SDH lebih sering terlihat pada SDH pada NAHI dan secara tradisional
dianggap sebagai “pendarahan akut pada hematoma kronis” dengan kata lain adanya bukti
cedera berulang NAHI. Namun, kemungkinan berikut juga harus diperhatikan: (1) SDH akut
bercampur dengan kebocoran CSF melalui robekan pada araknoid, (2) campuran higroma
subdural dan hematoma, (3) SDH densitas rendah dengan trombosis vena kortikal, dan (4)
sedimentasi di SDH.[20,22]

Karena kerumitan yang melibatkan penentuan waktu, perbandingan antara CT dan MRI, dan
penelitian lanjutan baik CT atau MRI, sering diperlukan untuk perkiraan waktu cedera yang
akurat.

Selain temuan akut terkait dengan NAHI seperti yang telah dijelaskan di atas, perhatian juga
harus diberikan kepada bukti yang lebih halus dari cedera otak sebelumnya, yaitu, adanya atrofi
otak, ventrikulomegali, dan higroma subdural di antara kelompok NAHI[33]

Tabel 3. Evolusi dari hematoma intraparenkim pada MRI


T1-weighted T2-weighted Produk hemoglobin
primer
⁓ 12 jam Iso sampai Hiper- Oxy-Hb
hipointense
⁓ 3 hari Hipo- Hipo- Deoxy-Hb
⁓ 7 hari Hiper- Hipo- Met-Hb
(intraselular)
⁓ 1 bulan Hiper- Hiper- Met-Hb
(extraselular)
1 bulan ⁓ Hipo- Hipo- Hemosiderin,
ferritin

Protokol pencitraan yang disarankan

Pencitraan persarafan pada kasus kecurigaan kekerasan bergantung pada umur anak, tanda dan
gejala. Pendapat yang disetujui oleh ahli memformulasikan ACR Appropriateness Criteria [34]
dan menghasilkan sebuah pedoman;
(1) Anak-anak berusia 2 tahun atau kurang dengan kecurigaan adanya kekerasan tanpa
diikuti tanda dan gejala gangguan fokal,: Lakukan survey tulang tengkorak termasuk
radiografi lateral dan AP
(2) Anak-anak berusia 2 tahun atau kurang dengan riwayat trauma kepala tanpa deficit
neurolofis,: Lakukan CT atau MRI pada otak untuk mendokumentaskan kekerasan
(3) Anak-anak sampai berumur 5 tahun dengan gejala gangguan neurologi: (a) Pada pasein
yang tidak stabil, Lakukan CT tanpa kontras untuk mendeteksi lesi yang memerlukan
intervensi segera, diikuti dengan MRI jika telah stabil (b) Pasien yang stabil : Lakukan
MRI
MRI yang disarankan meliputi : Sagital T1, Axial T1, FLAIR, T2, T2-GRE, DWI/ADC dan
T1 dengan kontras pada bidang sagittal dan korona. Sebagai tambahan, pencitraan persarafan
menggunakan CT atau MRI disarankan pada bayi berusia kurang dari 1 tahun apabila
ditemukan fraktur multiple atau fraktur pada tulang iga.

Gambar 1. SDH akut dengan trauma otak yang bersebrangan (a, b, T1-/T2-MRI corona; c, d,
DWI/ADC), A. Anak laki-laki dengan NAHI. Kecembungan sebelah kanan dari SDH akut
fokal (met-Hb intraselular) dan pembatasan difusi dari substansi putih yang dalam yang
merupakan kemungkinan dampak dari respon deformasi dimediasi
Gambar 2. SDH hiperakut (a, b. CT). seorang anak laki-laki usia 6 bulan dengan NAHI yang
fatal. SDH hiperakut tampil dengan adanya kecembungan. SDH dengan densitas campuran
menampilkan gambaran yang dilaminasi dengan adanya darah yang menggumpal pada lapisan
dalam dan tidak adanya darah yang menggumpal pada lapisan luar. Perhatikan juga adanya
herniasi uncal
Gambar 3. Higroma subdural akut (a, b, CT; c, d T1-/T2 MRI axial). Seorang anak laki-laki
dengan tinggi 5 kaki. Ada fraktur linear pada tulang parsial kanan dengan hematoma tulang
tengkorak. Tampak umpulan kecembungan bilateral pada subdural dimana hal ini
menggambarkan adanya kesamaan tampilan CSF pada keduanya: CT dan MRI.

Anda mungkin juga menyukai