Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker leher rahim menjadi suatu permasalahan kesehatan wanita yang

perlu mendapat perhatian serius. Kanker leher rahim atau yang disebut dengan

kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau

serviks yaitu kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ

reproduksi wanita yang merupakan pintu ke rahim yang terletak antara uterus

dengan liang sanggama (vagina) (Zuliyanti, 2015).

Menurut Yayasan Kanker Indonesia Kanker Serviks merupakan jenis kanker

terbanyak yang ditemukan setelah kanker payudara. Menurut WHO (World

Healt Organization) sebanyak 490.000 perempuan didunia setiap tahun

didiagnosa terkena kanker serviks dan 80% berada di negara berkembang

termasuk Indonesia. Setiap 1 menit muncul 1 kasus baru dan setiap 2 menit

meninggal 1 orang perempuan karena kanker serviks. Di Indonesia diperkirakan

setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang meninggal, berarti setiap 1

jam diperkirakan 1 orang perempuan meninggal dunia karena kanker serviks,

artinya Indonesia akan kehilangan 600-750 orang perempuan yang masih

produktif setiap bulannya (Hakim, 2015).

Beberapa faktor resiko wanita terkena kanker serviks, Hampir 70 % kasus

datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut. Ini berarti lebih dari
Stadium IIB. Hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila wanita menyadari

dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang kanker serviks. (Aziz dkk, 2006).

Insiden kanker serviks sebenarnya dapat ditekan dengan melakukan upaya

pencegahan primer seperti meningkatkan atau intensifikasi kegiatan penyuluhan

kepada masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat, menghindari faktor

risiko terkena kanker, melakukan imunisasi dengan vaksin HPV dan diikuti

dengan deteksi dini kanker serviks tersebut melalui pemeriksaan pap smear atau

IVA (inspeksi visual dengan menggunakan asam acetat). Saat ini cakupan

“screening” deteksi dini kanker serviks di Indonesia melalui pap smear dan

IVA masih sangat rendah (sekitar 5 %), padahal cakupan “screening” yang

efektif dalam menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena kanker

serviks adalah 85%. (Septadina, 2015)

Deteksi dini kanker serviks yang dikenal umum adalah pap smear, yang

biasanya dilakukan di tempat pelayanan kesehatan yang lengkap atau di

laboraturium. Ada juga cara alternatif yakni metode IVA. IVA merupakan

pemeriksaan dengan cara mengamati secara inspekulo serviks yang telah dipulas

dengan asam asetat atau asam cuka (3-5%) selama 1 menit. Daerah yang tidak

normal akan berubah warna dengan batas tegas yang menjadi putih (acetowhite),

yang mengindikasikan bahwa serviks mungkin memiliki lesi pra kanker.

Program pemeriksaan atau screening yang ideal dan optimal untuk kanker

serviks menurut WHO, sangat dianjurkan pada setiap wanita dan dilakukan

setiap 3 tahun pada usia 25–60 tahun. Metode ini sudah banyak digunakan di

Puskesmas, BPS, ataupun di Rumah Sakit. Metode inspeksi lebih mudah, lebih
sederhana, sehingga skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas dan

diharapkan temuan kanker servik dini akan bisa lebih banyak (Samadi, 2010).

Pemeriksaan apusan Pap Smear saat ini merupakan suatu keharusan bagi wanita

sebagai sarana pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini

seyogyanya dilaksanakan oleh setiap wanita yang telah menikah sampai dengan

umur kurang lebih 65 tahun bila dalam dua kali pemeriksaan apusan Pap

terakhir negatif dan tidak pernah mempunyai riwayat hasil pemeriksaan

abnormal sebelumnya. Pap Test (Pap Smear) merupakan pemeriksaan sitologik

epitel porsio dan endoservik uteri untuk penentuan adanya perubahan praganas

maupun ganas di porsio atau servik uteri. Pap Test (Pap Smear) yaitu suatu

pemeriksaan dengan cara mengusap leher rahim (scrapping) untuk mendapatkan

sel- sel leher rahim kemudian diperiksa sel- selnya, agar dapat diketahui

terjadinya perubahan atau tidak (Lestadi, 2009).

Pasien yang menderita kanker serviks perlu melakukan terapi

pengobatan dalam upaya penyembuhannya. Penatalaksanaan atau pengobatan

kanker serviks meliputi empat macam yaitu pembedahan, radioterapi,

kemoterapi dan terapi hormon. Kemoterapi sering menjadi metode pilihan yang

efektif untuk kanker serviks stadium lanjut (Smeltzer dan Bare, 2001).

Kemoterapi dilakukan untuk membunuh sel kanker dengan obat anti kanker

(sitostatika) (Lutfah, 2009). Kemoterapi yang dilakukan dapat menimbulkan

efek samping fisiologis maupun psikologis.


Efek samping atau komplikasi yang tidak menyenangkan adalah

permasalahan yang dihadapi oleh pasien yang menjalani kemoterapi. Efek

samping fisik kemoterapi yang umum adalah pasien akan mengalami mual dan

muntah, perubahan rasa kecap, rambut rontok (alopecia), mukositis, dermatitis,

keletihan, kulit menjadi kering bahkan kaku dan kulit bias sampai menghitam,

tidak nafsu makan, dan ngilu pada tulang (Nisman, 2011). Efek samping fisik

tersebut memberikan dampak pada psikologis pasien kanker yaitu

menyebabkan pasien merasa tidak nyaman, cemas bahkan takut menjalani

kemoterapi.

Hasil penelitian Desiani (2008) tentang tingkat kecemasan pasien yang

menjalani kemoterapi dengan responden sebanyak 54 orang, didapatkan bahwa

sebagian besar responden mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan

bagian dari kehidupan manusia yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau

kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan (Nadeak, 2010). Kecemasan

yang berlebihan pada pasien kemoterapi dapat mempengaruhi motivasi pasien

dalam menjalankan kemoterapi, sehingga berpengaruh terhadap program

kemoterapi (Lutfa, 2008). Efek samping yang ditimbulkan saat menjalani

kemoterapi membuat pasien merasa tidak nyaman, takut, cemas, malas, bahkan

bisa sampai frustasi ataupun putus asa dengan pengobatan yang dijalani

sehingga pasien kanker serviks dalam hal ini sangat membutuhkan dukungan

dari keluarga (Ratna, 2010)


Menurut Ratna (2010), keluarga adalah teman terbaik bagi pasien

kanker serviks dalam menghadapi pertempuran dengan penyakitnya. Dukungan

keluarga terhadap pasien kanker sangat dibutuhkan guna mengangkat mental

dan semangat hidup pasien. Kanker adalah penyakit keluarga, dimana setiap

orang terkena kanker akan berpengaruh juga kepada seluruh keluarga baik

berupa emosional, psikologis, finansial maupun fisik. Hasil penelitian yang

dilakukan Melisa (2012) menunjukkan faktor eksternal yang paling besar

menyebabkan kecemasan adalah faktor dukungan sosial (14,2%). Salah satu

dukungan sosial diperoleh melalui dukungan keluarga.

Hasil penelitian Damailia, dan Oktavia, yang berjudul “Faktor-Fakor

Determinan Deteksi Dini Kanker Serviks Melalui Metode Papsmear Pada

Pasangan Usia Subur (PUS)” yang dilakukan di Kelurahan Potrobangsan

Wilayah Kerja Puskesmas Magelang Utara Tahun 2014. Menunjukkan bahwa

dari 107 responden yang diteliti paling banyak responden memiliki pengetahuan

cukup sebanyak 43 orang (40,2%%) dan paling sedikit responden dengan

pengetahuan kurang sebanyak 29 orang (27,1%). Terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pengetahuan dengan deteksi dini kanker serviks melalui

metode pap smear , dengan nilai p value = 0,000 (< 0,05) dan hasil nilai

keeratan hubungan sebesar 0,479, keeratan hubungan dalam kategori sedang.

Terdapat hubungan yang signifikan antara akses skrinning dengan deteksi dini

kanker serviks melalui metode pap smear ,dengan nilai p value=0,000 (< 0,05)

dan hasil nilai keeratan hubungan sebesar 0,442, keeratan hubungan tersebut

dalam kategori sedang. Terdapat hubungan yang signifikan antara status


ekonomi dengan deteksi dini kanker serviks melalui metode pap smear dengan

nilai p value=0,044 (< 0,05) dan hasil nilai keeratan hubungan sebesar 0,191,

keeratan hubungan dalam kategori sangat lemah. Terdapat hubungan yang

signifikan antara dukungan petugas kesehatan dengan deteksi dini kanker

serviks melalui metode pap smear dengan nilai p value=0,000 (< 0,05) dan hasil

nilai keeratan hubungan sebesar 0,422, keeratan hubungan dalam kategori

sedang.

Hasil Penelitian Dinarum dan Herlin yang berjudul ”Faktor- Faktor Yang

Berhubungan Dengan Pemeriksaan Deteksi Dini Kanker Serviks Metode Inspeksi

Visual Asam Asetat (Iva)” yang di lakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Buayan

Kebumen tahun 2017, menunjukkan bahwa Berdasarkan responden dengan

kategori peran kader kesehatan baik dan pernah melakukan kunjungan IVA

sebanyak 22 (22,9%) responden, dan yang tidak pernah melakukan kunjungan

IVA sebanyak 23 (24%) responden. Sedangkan responden dengan kategori peran

kader kesehatan kurang dan pernah melakukan kunjungan IVA sebanyak5 (5,2%)

responden dan yang tidak pernah melakukan kunjungan IVA sebanyak 46

(47,9%) responden. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa

pengetahuan (p = 014), faktor risiko kanker serviks (p = 0,008), akses informasi (p

= 0,000), kepesertaan jaminan kesehatan (p = 0,004), dukungan petugas kesehatan

(p = 0,000), dukungan keluarga (p = 0,004), dan peran kader kesehatan (p =

0,000) berhubungan dengan kunjungan deteksi dini kanker serviks metode IVA.

Sedangkan tingkat pendidikan (p = 709), sikap (p = 0,720), keterjangkauan jarak


(p = 0,478) tidak terdapat hubungan dengan kunjungan deteksi dini kanker

serviks metode IVA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

faktor-faktor determinan yang berhubungan dengan pemeriksaan pap smear pada

pasangan usia subur (PUS) di Puskesmas Kampus.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujun umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor

determinan yang berhubungan dengan pemeriksaan pap smear pada pasangan usia

subur (PUS) di Puskesmas Kampus Palembang.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik demografi (usia, pendidikan,

pekerjaan, pengetahuan, sikap, dan dukungan suami) Pasangan Usia Subur

(PUS) di Puskesmas Kampus

b. Untuk mengetahui faktor-faktor determinan yang berhubungan dengan

pemeriksaan pap smear pada pasangan usia subur (PUS) di Puskesmas

Kampus.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini meneliti faktor-faktor determinan yang berhubungan dengan

pemeriksaan pap smear pada pasangan usia subur (PUS) di Puskesmas Kampus

tahun 2019. Penelitian ini dilakukan sekitar bulan April 2019. Responden dalam

penelitian ini adalah wanita Pasangan Usia Subur (PUS). Desain penelitian ini

adalah jenis deskriptif kuantitatif, dengan pendekatan Cross sectional, yaitu

penelitian menggunakan pengamatan sekali saja (Point Time Approach). Alat

ukur yang digunakan adalah kuisioner.pengambilan sample pada penelitian ini

adalah Non-probability sampling dengan teknik purposive sampling. Jumlah

sampel pada penelitian ini adalah 30 responden.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Puskesmas Kampus Palembang

Dapat menjadi sumber informasi yang konkrit mengenai faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemeriksaan papsmear sehingga dapat di

manfaatkan oleh petugas puskesmas dalam mendesain intervensi yang tepat

untuk meningkatkan pemeriksaan papsmear pada PUS di wilayah pusksmas

2. Manfaat Bagi Poltekkes Kemenkes Palembang

Dapat digunakan sebagai referensi dalam ranah Keperawatan Maternitas

terutama dalam proses pengkajian terhadap Pasangan Usia Subur (PUS).

3. Manfaat Bagi Penelitian Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai referensi untuk pengembangan penelitian terkait

intervensi keperawatan untuk meningkatkan pemeriksaan papsmear

Pasangangan Usia Subur (PUS).


f. Keaslian Skripsi

Penelitian ini untuk melihat “faktor-faktor determinan yang

berhubungan dengan pemeriksaan pap smear pada pasangan usia subur

(PUS) di Puskesmas Kampus Palembang”. Bedasarkan pengetahuan

peneliti sudah pernah ada penelitian sejenis dari beberapa jurnal publikasi.

Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dan penelitian

sebelumnya terletak pada subjek, waktu, dan tempat penelitiannya.

1. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Damailia dan Oktavia,

2014 dengan judul “Faktor-Fakor Determinan Deteksi Dini Kanker

Serviks Melalui Metode Papsmear Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di

Kelurahan Potrobangsan Wilayah Kerja Puskesmas Magelng Utara

Tahun 2014”. Jenis Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah

survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur (PUS) di kelurahan

potrobangsan yaitu sejumlah 1.069 PUS (data PLKB 2013).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

proposional random sampling, didapatkan sebanyak 107 sampel.

Adapun persamaan dari penelitian sebelumnya adalah variabel

independentnya yaitu faktor-faktor determinan pemeriksaan papsmear.

Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah analisa data yang

menggunakan uji regresi linier waktu penelitian, dan tempat penelitian.

2. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Cicilia dan Yunita,

2015 dengan judul “Determinan yang Berhubungan Dengan


Pemeriksaan Papsmear Pada Ibu yang Berkunjung di RSIA

Andhika Warung Sil Jakarta Selatan Tahun 2015 ”. Desain

penelitian ini akan menggunakan metode survey analitik dengan

pendekatan Cross Sectional. Dengan jumlah populasi sebanyak 30

responden dan teknik pengambilan sampel menggunakan total

sampling dan mendapatkan sampel 30 responden. Adapun

persamaan dari penelitian sebelumnya adalah variabel

independentnya yaitu determinan pemeriksaan papsmear.

Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah analisa data yang

menggunakan uji regresi linier waktu penelitian, dan tempat

penelitian.

3. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Siagian, 2015 dengan

judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Pemeriksaan

Pap Smear Pada Karyawati Tahun 2015 ”. Desain penelitian yang

digunakan deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah

karyawati di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung yang telah

menikah. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik

proposional random sampling, didapatkan sebanyak 90 sampel.

Adapun persamaan dari penelitian sebelumnya adalah variabel

independentnya yaitu faktor-faktor determinan pemeriksaan papsmear.

Sedangkan perbedaan dari penelitian ini adalah analisa data yang

menggunakan uji regresi linier waktu penelitian, dan tempat penelitian.

4.

Anda mungkin juga menyukai