Anda di halaman 1dari 2

Air Matamu

Ibu,
Memelukmu aku nyaman
Melukismu aku ingin
Mencintaimu itu wajib

Terkadang,
Melawanmu itu kebiasaanku
Menyia-nyiakanmu dan melupkanmu
Hatimu pasti teriris

Seharusnya aku melindungimu


Aku pernah menjadi durhaka
Seharusnya aku patuh
Bukan selalu menuntut

Aku ingat,
Ketika aku tak ada ongkos
Untuk pergi merantau ke tanah orang
Ketika itu, air dari langit sedang turun deras
Kakimu pun melangkah keluar
Hanya dengan payung yang sudah butut
Menjelajahi rumah-rumah tetangga dengan hati tertatih
Tangismu tertutupi air hujan

Kau tak peduli dengan petir


Kau tetap melangkah dengan perlahan
Meski tubuhmu sudah menggigil
Dari pintu ke pintu kau ketuk

Terimakasih Tuhan,
Kau melindungiku dengan seorang wanita kuat
Ia selalu mengusap air matanya di depanku
Ketika aku sedang sakit
Hatinya bagai permata
Air matanya adalah cintanya padaku
Dunia akan beku dan bisu

pelangi tiada akan pernah terpancar


kehidupan tiada akan pernah terlaksana
Disaat titik kegalauan menghampiri
Terlihat setitik cahaya yang kami cari
Yang nampak dari sudut-sudut bibirmu
Dan gerak-gerik tubuhmu
Engkau sinari jalan-jalan kami yang buntu
Yang hampir menjerumuskan masa sepan kami
Engkau terangi kami dengan lentera ilmu mu
Yang tiada akan pernah sirna di terpa angin usia

Guru...
Engkau pahlawan yang tak pernah mengharapkan balasan
Disaat kami tak mendengarkan mu
Engkau tak pernah mengeluh dan menyerah
Untuk mendidik kami
Darimu kami mengenal banyak hal
Tentang mana warna yang indah
Tentang garis yang harus di lukis
Juga tentang kata yang harus dibaca
Engkau membuat hidup kami berarti

Guru...
Tiada kata yang pantas kami ucapkan
Selain terimakasih atas semua jasa-jasa mu
Maafkan kami bila telah membuatmu kecewa
Jasa-jasa mu akan kami semat abadi sepanjang hidup kami
Terimakasih guruku, engkau pahlawan ku

Anda mungkin juga menyukai