Anda di halaman 1dari 32

“Ujian Akhir Semester”

Disusun Untuk Mata Kuliah


PEMBELAJARAN BERBASIS TIK

Disusun oleh :

Ary Ramadhan (16138008)

PROGRAM PASCASARJANA
PENDIDIKAN TEKNIK KEJURUAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
1. Batasan pembelajaran berbasis tik

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap
semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan,
proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami
sesuatu yang dipelajari.

Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian Upaya guru untuk


“membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar.
(Rochman Nata Wijaya,1992)

Hasibuan J.J, (1992) mengatakan bahwa pembelajaran adalah Menciptakan


lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar.

Gagne mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat siswa
belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. Dan Pembelajaran yang
diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk
yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe”
dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar
atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI)

Pembelajaran dalam Wikipedia.com adalah proses interaksi peserta


didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Chris Cyriacou (2011:44) memberikan definisi ”Pembelajaran adalah proses


perubahan perilaku seorang murid yang berlangsung sebagai akibat dari keterlibatannya
dalam sebuah pengalaman pendidikan.

Pendidikan, latihan, pembelajaran, teknologi pendidikan. Istilah-istilah tersebut


masing-masing memiliki pengertian masing-masing berbeda tetapi berhubungan erat.
Menurut Oemar Hamalik Dalam bukunya kurikulum dan pembelajaran mengatakan
bahwa “Pendidikan lebih menitikberatkan pada pembentukan dan pengembangan
kepribadian, jadi mengandung pengertian yang lebih luas, sedangkan latihan (training)
lebih menekankan pada pembentukan keterampilan (skill)” lebih lanjut Oemar
mengatakan “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran “.(Oemar Hamalik,1995:57).

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya sadar


yang dilakukan guru untuk membelajarkan siswa dengan berbagai teknik dan metode.

Pembelajaran berbasis teknologi infromasi dan komunikasi adalah pola


pembelajaran yang memanfaatkan teknologi sebagai pusat pembelajaran. Teknologi
digunakan sebesar-besarnya dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Upaya
Pembelajaran berbasis teknologi infromasi dan komunikasi dari tahun ketahun telah
mengalami perubahan yang cukup massif. Sejak 60 tahun terakhir telah mengalami
lompatan sejarah yang cukup jauh. Sehingga Giddens mengatakan bahwa dunia sedang
lari tunggang langgang.

Revolusi teknologi masa kini, khususnya komputer dan internet telah mengubah
cara pandang dan berpikir secara praktis dan efisien pada masyarakat kita khususnya dan
dunia pada umumnya. Kita semua dihadapkan pada ambang gerbang transisi yang
berbasis teknologi, dimana kecepatan penyampaian dan menangkap suatu informasi
menjadi sangat penting dalam rangka memajukan pendidikan. Pada era masyarakat yang
dinamis atau menjelang era masyarakat dinamis yang kita harapkan dapat terwujud di
tahun–tahun mendatang, perlu kiranya kita melakukan langkah persiapan secara optimal.
Mengapa persiapan tersebut tidak dimulai dari sekarang juga? Ilmu pengetahuan saja
tidak lagi cukup, sebab kita sudah berada di sekitar teknologi mobile, serba nir–kabel,
semua menuntut multimedialitas. Siap atau tidak pembelajaran berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi/Technology Information & Comunication (TIK/ICT) harus
dimulai sejak sekarang.

Selama beberapa dekade terakhir, pemerintah di kawasan Asia Pasifik telah


mempromosikan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam
pendidikan. Sifat ICT ini melampaui pengambilan penggunaan sistem informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan administrasi pendidikan, skala besar adopsi
teknologi digital yang berdampak pada struktur kurikuler dan pedagogis, namun ada
tantangan secara ekonomi, sosial, dan politik untuk pengembangan ICT ini. Disatu
sisi, harus ada bagi pemerintah memberikan pendidikan kepada seluruh anggota
masyarakat bahkan dalam menghadapi sumber daya keuangan, fisik, dan manusia
sebagai langkah prasyarat bagi pembangunan ekonomi dan sosial. Pada saat yang
sama, globalisasi dan pergeseran ekonomi berbasis pengetahuan mengharuskan
lembaga pendidikan berkembang pada indikator perorangan yaitu kemampuan untuk
mengubah informasi menjadi pengetahuan dan menerapkan pengetahuan itu secara
dinamis dalam konteks lintas-budaya.

Pemanafaatan internet untuk pendidikan ini tidak hanya untuk pendidikan jarak
jauh, akan tetapi juga dikembangkan dalam sistem pendidikan konvensional. Kini sudah
banyak lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi yang sudah mulai merintis dan
mengembangkan model pembelajaran berbasis internet dalam mendukung sistem
pendidikan konvensional. Namun suatu inovasi selalu saja menimbulkan pro dan kontra.
Yang pro dengan berbagai dalih meyakinkan akan manfaat kecanggihan teknologi ini
seperti;, memudahkan komunikasi, sumber informasi dunia, memudahkan kerjasama,
hiburan, berbelanja, dan kemudahan aktivitas lainnya. Sebaliknya yang kontra
menunjukan sisi negatifnya, antara lain: biaya relatif besar dan mudahnya pengaruh
budaya asing. Internet sebagai media baru ini juga belum begitu familier dengan
masyarakat, termasuk personil lembaga pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu terus
dilakukan kajian, penelitian, dan pengembangan model e-learning. Tulisan ini akan
mencoba menjelaskan e-learning dan kemungkinan pengembangan modelnya dalam
meningkatkan mutu pendidikan.

Komputer memungkinkan para siswa untuk belajr sesuai dengan keceptan belajar
mereka masing-masing. Komputer dapat diprogram menjadi lebih fleksibel dan pandai
karena dukungan informasi yang lengkap. Bahasa komputer yang mempermudah
programer untuk mengembanhkan aplikasi bidang pendidikan juga sudah mulai banyak
bermunculan, seperti misalnya LOGO dan Smaltalk-80. Komputer sudah dianggap
sebagai alat yang sangat membantu pendidikan (Rosenberg dalam Sinopsis Dosertasi
Hadi Sutopo, Hal. 4)
2. Deskripsikan, tentukan masalah yang dikandung, analisis dan solusi melalui komponen
dari model pembelajaran berikut
a. E leaning
1) Pengertian e-learning
Pengertian E-learning adalah sebuah proses pembelajaran yang berbasis
elektronik. Salah satu media yang digunakan adalah jaringan komputer. Dengan
dikembangkannya di jaringan komputer memungkinkan untuk dikembangkan
dalam bentuk berbasis web, sehingga kemudian dikembangkan ke jaringan
komputer yang lebih luas yaitu internet. Penyajian e-learning berbasis web ini
bisa menjadi lebih interaktif. Sistem e-learning ini tidak memiliki batasan akses,
inilah yang memungkinkan perkuliahan bisa dilakukan lebih banyak waktu
(Nugroho, 2007).
Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda-beda dengan e-learning,
namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa
elektronika sebagai alat bantunya. E-learning memang merupakan suatu
teknologi pembelajaran yang yang relatif baru di Indonesia (Tafiardi, 2005).

Definisi E-Learning, Istilah e-learning dapat didefinisikan sebagai


sebuah bentuk teknologi informasi yang diterapkan di bidang pendidikan dalam
bentuk sekolah maya.

Istilah e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang


digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik
internet. Oleh karena itu, istilah e-learning lebih tepat ditujukan sebagai usaha
untuk membuat sebuah transformasi proses belajar mengajar yang ada di
sekolah/universitas ke dalam bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi
internet (Purbo & Hartanto, 2002).

E-learning ini sendiri mempunyai beberapa karakteristik seperti yang telah


dikemukakan oleh Suyanto (2005) mengemukakan 4 karakteristik e-learning
yang terdiri dari:

a) Memanfaatkan jasa teknologi elektronik, dimana pengajar dan peserta


didik, peserta didik dan peserta didik, ataupun pengajar dan sesama
pengajar dapat berkomunikasi dengan relatif mudah tanpa dibatasi oleh hal-
hal yang protokoler.
b) Memanfaatkan keunggulan komputer (media digital dan jaringan
komputer).
c) Menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri yang dapat disimpan di
komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan
dimana saja bila yang bersangkutan membutuhkannya.
d) Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan
hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan yang dapat dilihat
setiap saat di komputer.

Dengan demikian, e-learning itu dapat diartikan sebagai suatu sistem


dalam pembelajaran yang mengacu pada penggunaan teknologi informasi yang
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dengan karakteristik-
karakteristik seperti memanfaatkan jasa teknologi, memanfatkan keunggulan
komputer, menggunakan bahan ajar yang bersifat mandiri, dan memanfaatkan
jadwal belajar yang dapat dilihat pada komputer, serta memberikan fasilitas
yang dapat diakses oleh pengajar dan peserta didik/mahasiswa secara pribadi

Komponen e-learning , komponen yang membentuk e-learning


(Romisatriawahono, 2008) adalah:

a) Infrastruktur e-learning
Infrastruktur e-learning merupakan peralatan yang digunakan dalam e-
learning yang dapat berupa Personal Computer ((PC), yakni komputer yang
dimiliki secara pribadi (Febrian, 2004)), jaringan komputer (yakni,
kumpulan dari sejumlah perangkat berupa komputer, hub, switch, router,
atau perangkat jaringan lainnya yang terhubung dengan menggunakan
media komunikasi tertentu (Wagito, 2005)), internet (merupakan singkatan
dari Interconnection Networking yang diartikan sebagai komputer-
komputer yang terhubung di seluruh dunia (Febrian, 2004)) dan
perlengkapan multimedia (alat-alat media yang menggabungkan dua unsur
atau lebih media yang terdiri dari teks, grafis, gambar, foto, audio, video
dan animasi secara terintegrasi (Febrian, 2004)). Termasuk di dalamnya
peralatan teleconference (pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang
fisiknya berada pada lokasi yang berbeda secara geografis (Febrian, 2004))
apabila kita memberikan layanan synchronous learning yakni proses
pembelajaran terjadi pada saat yang sama ketika pengajar sedang mengajar
dan murid sedang belajar melalui teleconference.

b) Sistem dan aplikasi e-learning


Sistem dan aplikasi e-learning yang sering disebut dengan Learning
Management System (LMS), yang merupakan sistem perangkat lunak yang
mem-virtualisasi proses belajar mengajar konvensional untuk administrasi,
dokumentasi, laporan suatu program pelatihan, ruangan kelas dan peristiwa
online, program e-learning, dan konten pelatihan (Ellis, 2009)), misalnya,
segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar
seperti bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum
diskusi, sistem penilaian (rapor), serta sistem ujian online yang semuanya
terakses dengan internet.

c) Konten e-learning
Konten e-learning merupakan konten dan bahan ajar yang ada pada e-
learning sistem (Learning Management System). Konten dan bahan ajar ini
bisa dalam bentuk misalnya Multimedia-based Content (konten berbentuk
multimedia interaktif seperti multimedia pembelajaran yang memungkinkan
kita menggunakan mouse, keyboard untuk mengoperasikannya) atau Text-
based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran yang ada
di wikipedia.org, ilmukomputer.com, dsb.). Biasa disimpan dalam Learning
Management System (LMS) sehingga dapat dijalankan oleh peserta didik
kapan pun dan dimana pun.

Sedangkan ’aktor’ yang ada dalam pelaksanakan e-learning boleh


dikatakan sama dengan proses belajar mengajar konvensional, yaitu perlu
adanya pengajar (dosen) yang membimbing siswa (mahasiswa) yang menerima
bahan ajar dan administrator yang mengelola administrasi dan proses belajar
mengajar.
Manfaat e-learning (Smaratungga, 2009) terdiri atas 4 hal, yaitu:
a) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan
guru atau instruktur (enhance interactivity).
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat
meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik
dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta
didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan
pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan
pendapatnya di dalam diskusi. Mengapa?

Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan


yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau
bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga
cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan
berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran
elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang
berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun
menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat
tekanan dari teman sekelas.

b) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja


(time and place flexibility).
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan
tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta
didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan
dari mana saja. Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran,
dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu
menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.

Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat


penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada
pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris
telah memanfaatkan internet sebagai metode/media penyajian materi.
Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet
untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal,
penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau
yang disebut sebagai “tutorial elektronik”.

c) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a


global audience).
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang
dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih
banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi
hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar.
Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan
belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

d) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran


(easy updating of content as well as archivable capabilities).
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat
lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah
pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan
penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan
perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan
mudah. Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi
pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik
dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-
jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri.
Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar
elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan
mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan
pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari
instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta
didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.
E-learning mempermudah interaksi antara peserta didik dengan
bahan/materi pelajaran. Demikian juga interaksi antara peserta didik dengan
dosen/guru/instruktur maupun antara sesama peserta didik. Peserta didik
dapat saling berbagi informasi atau pendapat mengenai berbagai hal yang
menyangkut pelajaran ataupun kebutuhan pengembangan diri peserta didik.
Guru atau instruktur dapat menempatkan bahan-bahan belajar dan tugas-
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik di tempat tertentu di dalam
web untuk diakses oleh para peserta didik. Sesuai dengan kebutuhan,
guru/instruktur dapat pula memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengakses bahan belajar tertentu maupun soal-soal ujian yang hanya
dapat diakses oleh peserta didik sekali saja dan dalam rentangan waktu
tertentu pula.

Secara lebih rinci, Smaratungga (2009) mengungkapkan manfaat e-learning


yang dapat dilihat dari dua sudut yaitu:
a) Dari sudut peserta didik
Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan berkembangnya
fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya, peserta didik dapat mengakses
bahan-bahan belajar setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga dapat
berkomunikasi dengan instruktur setiap saat. Dengan kondisi yang demikian
ini, peserta didik dapat lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi
pembelajaran.
Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia di daerah
perkotaan tetapi telah menjangkau daerah kecamatan dan pedesaan, maka
kegiatan e-learning akan memberikan manfaat kepada peserta didik yang:

 belajar di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk


mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diberikan oleh
sekolahnya,
 mengikuti program pendidikan keluarga di rumah (home schoolers)
untuk mempelajari materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh
para orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di bidang
komputer,
 merasa phobia dengan sekolah, atau peserta didik yang dirawat di rumah
sakit maupun di rumah, yang putus sekolah tetapi berminat
melanjutkan pendidikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun
peserta didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang berada di
luar negeri, dan
 tidak tertampung di sekolah konvensional untuk mendapatkan
pendidikan.

b) Dari sudut instruktur


Dengan adanya kegiatan e-learning, beberapa manfaat yang diperoleh
instruktur antara lain adalah bahwa instruktur dapat:

 lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-bahan belajar yang


menjadi tanggung-jawabnya sesuai dengan tuntutan perkembangan
keilmuan yang terjadi,
 mengembangkan diri atau melakukan penelitian guna peningkatan
wawasannya karena waktu luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
 mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan instruktur juga dapat
mengetahui kapan peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari,
berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa kali topik tertentu
dipelajari ulang,
 mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan soal-soal latihan
setelah mempelajari topik tertentu, dan
 memeriksa jawaban peserta didik dan memberitahukan hasilnya kepada
peserta didik.

Kelebihan e-learning. Menyadari bahwa melalui internet dapat


ditemukan berbagai informasi yang dapat diakses secara mudah, kapan saja dan
dimana saja, maka pemanfaatan internet menjadi suatu kebutuhan. Bukan itu
saja, pengguna internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan cara yang
sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di internet (Triluqman,
2007).
Dari berbagai pengalaman dan juga dari berbagai informasi yang tersedia
di literatur, memberikan petunjuk tentang manfaat penggunaan internet,
khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh, kelebihan e-learning antara
lain dapat disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

a) Tersedianya fasilitas e-moderating dimana pendidik dan peserta didik dapat


berkomunikasi dengan mudah melalui fasilitas internet secara regular atau
kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat, dan waktu.
b) Pendidik dan peserta didik dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk
belajar yang tersruktur dan terjadwal melalui internet, sehingga keduanya
bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari.
c) Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan
dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
d) Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan
bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet.
e) Baik pendidik maupun peserta didik dapat melaksanakan diskusi melalui
internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
f) Berubahnya peran peserta didik dari yang biasanya pasif menjadi aktif.
g) Relatif lebih efisien. Misalnya bagi yang mereka tinggal jauh dari
perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka yang sibuk
bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri, dan sebagainya.

Filosofis e-learning. Menurut Cisco (dalam Suyanto,2005) ada beberapa


filosofis dari e-learning, yaitu:

a) E-learning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan,


pelatihan, secara on-line.
b) E-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai
belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap
buku text, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat
menjawab tantangan perkembangan globalosasi.
c) E-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam
kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan isi dan
pengembangan teknologi pendidikan.
d) Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara
penyampaiannya. Semakin baik keselarasan antar isi dan alat penyampai
dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada
gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.

2) Masalah e-learning

Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-


learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan antara lain dapat
disebutkan sebagai berikut (Triluqman, 2007):

a) Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik bahkan antar-peserta


didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya
values dalam proses belajar-mengajar.
b) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis.
c) Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada
pendidikan.
d) Berubahnya peran pendidik dari yang semula menguasai teknik
pembelajaran konvensional.
e) Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung
gagal.
f) Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan
dengan masalah tersedianya listrik, telepon, ataupun komputer).
g) Kurangnya penguasaan komputer.

3) Analisis dan solusi


Untuk masalah biaya penggunaan internet, sebaiknya pemerintah dan
perusahaan-perusahaan telekomunikasi membuat suatu kesepakatan untuk
menyediakan layanan internet murah terutama untuk bidang pendidikan. Kalau
bisa gratis lebih baik. Atau bisa juga dengan meyediakan hotspot bagi sekolah-
sekolah atau perguruan tinggi-perguruan tinggi yang belum memilikinya.
Karena salah satu kendala belum bisa terlaksananya e-learning secara maksimal
adalah masalah biaya penggunaan internet. Jika pemerintah dan perusahaan
telekomunikasi berhasil membuat kesepakatan itu, e-learning akan menjadi
lebih mudah dilaksanakan di Indonesia. Yang tentunya sangat bermanfaat untuk
kemajuan pendidikan di Indonesia yang imbasnya bisa sampai ke segala bidang
seperti teknologi, sosial, budaya, dll.

Untuk masalah pengadaan media untuk pelaksanaan e-learning seperti PC,


laptop, LCD, dll, sebaiknya pemerintah menyediakan dana untuk sekolah-
sekolah atau perguruan tinggi-perguruan tinggi yang membutuhkan dana untuk
pengadaan media untuk e-learning.

Untuk masalah SDM, sudah seharusnya pemerintah atau instansi-instansi


pendidikan mengadakan sosialisasi tentang e-learning. Untuk pengajar, bisa
dilakukan diklat mengenai penggunaan e-learning dalam pembelajaran,
sehingga staf pengajar sudah siap untuk melaksanakan sistem baru ini. Untuk
siswa, seharusnya mereka dikenalkan dengan e-learning sejak dini, agar besok
di jenjang yang lebih tinggi sudah terbiasa dengan sistem ini.

Anggaran 20% untuk pendidikan segera dilaksanakan. Kalau bisa lebih


tinggi, itu lebih baik. Karena anggaran yang semakin besar untuk pendidikan,
berbanding lurus dengan kualitas pendidikan. Semakin tersedia sarana dan
prasarana pendidikan, semakin baik kualitas pendidikan.

Pemerintah bisa juga membuat kesepakatan dengan negara lain untuk


dimintai bantuan. Terutama negara-negara yang sudah berhasil dalam
pelaksanaan e-learning. Karena kesuksesan negara-negara tersebut dapat kita
contoh untuk menyukseskan pelaksanaan e-learning di Indonesia.

b. On learning
1) Pengertian on learning
2) Masalah on learning
3) Analisis dan solusi
c. Distance learning
1) Pengertian distance learning
Distance Learning atau pembelajaran jarak jauh, adalah bidang pendidikan
yang berfokus pada pedagogi, teknologi, dan desain sistem instruksional yang
bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada para siswa yang tidak secara
fisik "di situs" di kelas tradisional atau kampus. Ini telah digambarkan sebagai
"suatu proses untuk membuat dan menyediakan akses untuk belajar ketika
sumber informasi dan peserta didik dipisahkan oleh waktu dan jarak, atau
keduanya". Dengan kata lain, pembelajaran jarak jauh adalah proses
menciptakan pendidikan pengalaman kualitas yang sama bagi pelajar terbaik
sesuai dengan kebutuhan mereka di luar kelas.
Program pendidikan Jarak Jauh yang memerlukan kehadiran fisik di
tempat karena alasan apapun (termasuk mengambil ujian) dianggap kursus
hibrida atau dicampur studi. Teknologi baru ini menjadi banyak digunakan di
universitas-universitas dan lembaga di seluruh dunia. Dengan tren baru-baru ini
kemajuan teknologi, pembelajaran jarak jauh menjadi lebih diakui untuk
potensialnya dalam memberikan perhatian individual dan komunikasi dengan
siswa internasional. Kutipan teori pedagogis dari pendidikan jarak jauh adalah
"jarak transaksional".
Ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar pembelajaran
jarak jauh (E-Learning) yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme.
Hal ini tidak terlepas dari pendapat-pendapat ahli dan penjelasan dari beberapa
sumber referensi. Berikut penjabarannya:
a) Behaviorisme

Aliran behavioristik menganggap bahwa belajar adalah perubahan


perilaku yang dapat diamati, disebabkan oleh stimulus eksternal. Mereka
melihat pikiran sebagai ”kotak hitam”, respons terhadap suatu stimulus
dapat diamati secara kuantitatif, dengan mengabaikan pengaruh proses
berfikir yang terjadi di pikiran. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang
relevan untuk merealisasikan materi e-learning berkaitan dengan pemikiran
behavioristik:
 Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah instruksional
yang dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus, hukum,
kategori, prinsip, definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk
meningkatkan pemahaman.
 Perancang harus menetapkan urutan pengajaran dengan menggunakan
percabangan bersyarat ke unit instruksional lain.
 Untuk meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi
bagian tertentu maupun mengerjakan tes diagnostik.
 Pendekatan behavioristik menyarankan untuk mendemonstrasikan
ketrampilan dan prosedur yang dipelajari. Siswa diharapkan
meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang dengan
umpan balik yang tepat.

Secara keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan


terstruktur dan deduktif untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep
dasar, ketrampilan, dan informasi faktual dapat cepat diperoleh siswa.
Implikasi lebih jauh terhadap e-learning adalah belajar secara drill,
memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat prestasi, dan memberikan
umpan balik. Tetapi, efektivitas pendekatan desain behaviorisme untuk
tugas-tugas berfikir tingkat tinggi masih belum terbukti.

b) Kognitivisme

Teoretikus kognitif mengakui bahwa banyak pembelajaran yang


melibatkan asosiasi-asosiasi yang terbentuk melalui hubungan dan
pengulangan. Mereka juga mengakui pentingnya penguatan, meski mereka
menekankan perannya dalam memberikan umpan balik tentang kebenaran
respons atas perannya sebagai motivator (Mark K. Smith, 2009: 81).
Aliran kognitif menganggap bahwa belajar merupakan proses internal
yang melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi.
Psikologi kognitif meliputi proses belajar dari pemrosesan informasi,
dimana informasi diterima di bermacam-macam indera, ditransfer ke
memori jangka pendek dan jangka panjang. Informasi menjalani aliran
transformasi dalam pikiran manusia sampai informasi tersebut tersimpan
secara permanen di memori jangka panjang dalam bentuk paket-paket
pengetahuan. Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek
berikut untuk merealisasi materi E-Learning.
 Strategi pembelajaran sebaiknya meningkatkan proses belajar dengan
mendayagunakan semua indera, memfokuskan perhatian siswa melalui
penekanan pada informasi penting, dan menyesuaian dengan level
kognitif siswa.
 Perancang instruksional sebaiknya mengaitkan informasi baru dengan
informasi lama yang telah ada di memori jangka panjang
 Bahan ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya belajar yang
berbeda-beda.
 Siswa perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi belajar yang
menstimulasi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
 Strategi pembelajaran sebaiknya mendorong siswa menggunakan
ketrampilan meta kognitifnya dengan cara merefleksi apa yang mereka
pelajari.
 Strategi pembelajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar dengan
situasi riil, sehingga siswa dapat mengaitkan pengalaman mereka
sendiri.

Secara keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai


dari perbedaan aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi
maupun meta kognitif. Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk
mencapai tujuan belajar tingkat tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa
tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.

c) Konstruktivisme

Aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun


pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri. Kegiatan belajar lebih
dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari
fakta-fakta yang terlepas-lepas. (C. Asri Budiningsih. 2008: 58)
Dalam konstruktivistik, belajar dapat dilihat sebagai suatu proses
yang aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang
lain. Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan
bukan diberi pengetahuan melalui pembelajaran. Perancang instruksional
harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi e-learning:
 Siswa diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti menerapkan
informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap
materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
 Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka sendiri,
guru harus memberikan pembelajaran online yang interaktif.
 Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif.
 Siswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan materi ajar.
Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan
refleksi.
 Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan cara
memberikan contoh-contoh dan studi kasus.
 Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan,
ketrampilan, dan sikap yang baru, e-learning menghadapi masalah
yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi
sulit dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan memberikan
cara lain seperti aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain,
belajar berbasis konteks, penilain kinerja untuk mengatasi masalah
tersebut.

Dari pemaparan ketiga teori di atas, kelompok dapat di simpulkan bahwa


Teori belajar behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme melandasi
pengembangan desain pembelajaran jarak jauh. Teori behaviorisme menjadi
rujukan dalam mengembangkan desain pembelajaran khususnya dalam bentuk
pemberian umpan balik dalam latihan soal dan petunjuk praktis dalam tugas.
Teori kognitivisme menjadi acuan dalam mengembangkan dan mengorganisasi
materi serta aktivitas pembelajaran. Mengacu pada teori kognitivisme, maka
materi dan aktivitas pembelajaran didesain agar pembelajaran memiliki makna
bagi diri peserta didik, dan menumbuhkan partisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Teori konstruktivisme menjadi inspirasi dalam mengembangkan
bahan ajar, tugas dan diskusi agar mengandung muatan-muatan yang bersifat
kontekstual dan memberikan pengalaman belajar peserta didik.
Ada beberapa manfaat Distance Learning di antara lain
a) dimungkinkan terjadinya distribusi pendidikan ke semua penjuru Tanah Air
dengan kapasitas daya tampung yang tidak terbatas, karena tidak
memerlukan ruang kelas. Guru dan murid tidak perlu bertatap muka secara
langsung dalam ruang kelas, karena yang digunakan adalah fasilitas
komputer yang dihubungkan dengan internet atau intranet. Sehingga,
dengan belajar seperti ini akan mengurangi biaya operasional pendidikan,
seperti biaya pembangunan dan pemeliharaan gedung, transportasi,
pemondokan, kertas, alat tulis dan sebagainya.

b) tidak terbatas oleh waktu. Pembelajar dapat menentukan kapan saja waktu
untuk belajar, sesuai dengan ketersediaan waktu masing-masing. Proses
pembelajaran ini sangat cocok diterapkan bagi karyawan/pegawai.

c) pembelajar dapat memilih topik atau bahan ajar sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan masing-masing. Hal ini sangat baik karena dapat
mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

d) lama waktu belajar juga bergantung pada kemampuan masing-masing


pembelajar. Kalau si pembelajar telah mencapai tujuan pembelajaran, ia
dapat menghentikannya. Sebaliknya, apabila si pembelajar masih
memerlukan waktu untuk mengulangi kembali subjek pembelajarananya,
dia bisa langsung mengulanginya tanpa tergantung pada pembelajar lain
atau pengajar.

e) keakuratan dan kekinian materi pembelajaran. Mengingat, materi


pembelajaran disimpan dalam komputer, berarti materi itu mudah
diperbarui sesuai dengan perkembangan iptek.

f) pembelajar jarak jauh ini dapat dilaksanakan secara interaktif, sehingga


menarik perhatian pembelajar.

Berikut kelebihan pembelajaran jarak jauh (Rusman. 2011:351) :


a) Tersedianya fasilitas e-moderating di mana pendidik dan peserta didik
dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet tanpa dibatasi
oleh jarak, tempat, waktu.
b) Peserta didik dapat belajar atau me-review bahan pelajaran setiap saat dan
di mana saja kalau diperlukan.
c) Bila peserta didik memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan
bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara
mudah.
d) Baik pendidik maupun peserta didik dapat melakukan diskusi melalui
internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
e) Peserta didik dapat benar-benar menjadi titik pusat kegiatan belajar-
mengajar karena ia senantiasa mengacu kepada pembelajaran mandiri untuk
pengembangan diri pribadi. (Oemar Hamalik, 1994:52)

2) Masalah distancce learning

Walaupun demikian, pembelajaran jarak jauh juga tidak terlepas dari


berbagai kekurangan, antara lain (Rusman. 2011:352) :
a) Kurangnya interaksi antara pendidik dan peserta didik atau bahkan
antarsesama peserta didik itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa
memperlambat terbentuknyavalues dalam proses pembelajaran.
b) Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan
sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial.
c) Masalah ketepatan dan kecepatan pengiriman modul dari puast pengelolaan
pembelajaran jarak jauh kepada para peserta di daerah sering tidak tepat
waktu, dank arenanya dapat menghambat kegiatan pembelajaran. (Oemar
Hamalik, 1994:53)
d) Peserta didik yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi
cenderung gagal.
e) Dukungan administratif untuk proses pembelajaran jarak jauh dibutuhkan
untuk melayani jumlah peserta didik yang mungkin sangat banyak.
3) Analisis dan solusi

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas maka diperlukan


langkah-langkah strategis untuk mengatasinya, diantaranya:
a) Peningkatan penyebaran jaringan dan fasilitas internet yang memadai oleh
server-server dan penyedia layanan internet;
b) Memberikan semacam sosialisasi bahwa penggunaan internet itu tidak
mahal, tergantung kepentingan kita. Bandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan pemerintah untuk pengembangan fisik pendidikan (buku-buku,
alat-alat, dan gedung sekolah);
c) Pemberian pengetahuan dan bimbingan kepada tenaga pendidik agar bisa
mengoperasikan internet dan meningkatkan kualitas pembelajaran;
d) Perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah.
Penggunaan Internet devices lain seperti Internet TV diharapkan dapat
menolong;
e) Tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di
kampus, sekolah, dan bahkan melalui warung Internet;
f) Isi atau content yang berbahasa Indonesia masih langka. Untuk itu perlu
kita upayakan kegiatan-kegiatan atau inisiatif untuk memperkaya materi
yang ditujukan kepada masyarakat Indonesia. Proses ini harus dilakukan
secara sadar dan proaktif;
g) Memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa suatu hal tidak akan
menjadi berkualitas apabila kita tidak melakukan pembaharuan/inovasi
terlebih dahulu. Juga perlu diberi kesadaran tentang pentingnya belajar di
mana saja walaupun tidak berada di kelas;
h) Pemerintah perlu segera mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang
Distance Learning.

d. Blended learning
1) Pengertian blended learning
Blended Learning berasal dari dua kata yaitu Blended dan Learning.
Blended artinya campuran/gabungan/kombinasi, sedangkan laring artinya
belajar/pembelajaran. Garrison dan Vaughan (2008) mendefinisikan yang
dikutip oleh Francine S.Glazer, “Blended learning adalah proses pembelajaran
campuran tatap muka dengan online, sehingga menjadi pengalaman belajar yang
unik”1 Menurut Josh Bersin, “Blended learning merupakan pembelajaran secara
tradisional yang dilengkapi media elektronik/media teknologi”. 2 Sedangkan
menurut Catlin R.Tucker, “Blended learning merupakan satu kesatuan yang
kohesif (berpadu/melekat), maksudnya adalah memadukan atau
menggabungkan pembelajaran tradisional tatap muka dengan komponen
online”.3
Selanjutnya menurut Kaye Thorne dan David Mackey, Blended learning
merupakan pembelajaran campuran yang memanfaatkan teknologi multimedia,
cd-rom, kelas virtual, voice-mail, e-mail, video streaming, dan sebagainya.4
Dari definisi tersebut maka Blended Learning dapat diartikan sebagai suatu
pembelajaran yang menggabungkan atau mengombinasikan pembelajaran tatap
muka (face to face) dengan media TIK, seperti komputer (online maupun
ofline), multimedia, kelas virtual, internet dan sebagainya.

Model Blended Learning Dalam Blended Learning secara umum terdapat


6 model, yaitu:5
a) Face-to-Face Driver Melibatkan siswa tidak hanya sekedar tatap muka di
ruang kelas atau laboratorium, melainkan melibatkan siswa dalam kegiatan
di luar kelas dengan mengintegrasikan teknologi web secara online.
b) Rotation Mengintegrasikan pembelajaran online sambil bertatap muka di
dalam kelas dengan pengawasan guru atau pendidik.
c) Flex Memanfaatkan media internet dalam penyampai pembelajaran kepada
peserta. Dalam hal ini peserta dapat membentuk kelompok diskusi.
d) Online Lap Pembelajaran yang berlangsung di dalam ruang laboratorium
komputer dengan semua materi pembelajaran di sediakan secara softcopy,
di mana para peserta berinteraksi dengan guru secara online. Dalam hal ini
guru dibantu oleh pengawas agar disiplin dalam belajar tetap terjaga.
e) Self Blend Dalam hal ini peserta mengikuti kursus online, hal ini sebagai
pelengkap kelas tradisional yang dilakukan tidak mesti di dalam ruang kelas
akan tetapi bisa di luar kelas.
f) Online Driver Merupakan pembelajaran secara online, di mana dalam hal
ini seorang guru bisa menguplud materi pembelajaran di internet, sehingga
peserta dapat mendownload/mengunduhnya dari jarak jauh agar peserta
bisa belajar mandiri di luar kelas dan dilanjutkan dengan tatap muka
berdasarkan waktu yang telah disepakati.

Karakteristik Blended Learning Pembelajaran berbasis blended


learning dimulai sejak ditemukan komputer, walaupun sebelum itu juga
sudah terjadi adanya kombinasi (blended). Terjadinya pembelajaran,
awalnya karena adanya tatap muka dan interaksi antara pengajar dan
pelajar, setelah ditemukan mesin cetak maka guru memanfaatkan media
cetak. Pada saat ditemukan media audio visual, sumber belajar dalam
pembelajaran mengombinasi antara pengajar, media cetak, dan audio visual.
Namun blended learning muncul setelah berkembangnya teknologi
informasi sehingga sumber dapat diakses oleh pembelajar secara offline
maupun online. Saat ini, pembelajaran berbasis blended learning dilakukan
dengan menggabungkan pembelajaran tatap muka, teknologi cetak,
teknologi audio, teknologi audio visual, teknologi komputer, dan teknologi
m-learning (mobile learning).
Dalam blended learning terdapat enam unsur yang harus ada, yaitu:
a) Tatap Muka Pembelajaran tatap muka sudah dilakukan sebelum
ditemukannya teknologi cetak, audio visual, dan komputer, pengajar
sebagai sumber belajar utama.
b) Belajar Mandiri Dalam pembelajaran berbasis Blended Learning, akan
banyak sumber belajar yang harus diakses oleh peserta didik, karena
sumbersumber tersebut tidak hanya terbatas pada sumber belajar yang
dimiliki pengajar atau perpustakaan lembaga pendidikannya saja,
melainkan sumber-sumber belajar yang ada di perpustakaan seluruh
dunia.
c) Aplikasi Aplikasi dalam pembelajaran berbasis blended learning dapat
dilakukan melalui pembelajaran berbasis masalah, pelajar akan secara
aktif mendefinisikan masalah, mencari berbagai alternatif pemecahan,
dan melacak konsep, prinsip, dan prosedur yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah tersebut.
d) Tutorial Pada tutorial, peserta didik yang aktif untuk menyampaikan
masalah yang dihadapi, seorang pengajar akan berperan sebagai tutor
yang membimbing. Meskipun aplikasi teknologi dapat meningkatkan
keterlibatan pelajar dalam belajar, peran pengajar masih diperlukan
sebagai tutor.
e) Kerjasama Keterampilan kolaborasi harus menjadi bagian penting
dalam pembelajaran berbasis Blended Learning. Hal ini tentu berbeda
dengan pembelajaran tatap muka konvensional yang semua peserta
didik belajar di dalam kelas yang sama di bawah kontrol pengajar.
Sedangkan dalam pembelajaran berbasis blended, maka peserta didik
bekerja secara mandiri dan berkolaborasi
f) Evaluasi Evaluasi pembelajaran berbasis blended learning tentunya
akan sangat berbeda dibanding dengan evaluasi pembelajaran tatap
muka. Evaluasi harus didasarkan pada proses dan hasil yang dapat
dilakukan melalui penilaian evaluasi kinerja belajar pelajar berdasarkan
portofolio. Demikian pula penilaian perlu melibatkan bukan hanya
otoritas pengajar, namun perlu ada penilaian diri oleh pelajar, maupun
penilai pelajar lain.

2) Masalah blended learning

3) Analisis dan solusi


Pengembangan model blended learning dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan dosen dan mahasiswa agar cara belajar mahasiswa bervariasi,
menanggulangi kekurangan waktu untuk menyampaikan materi ajar dan
membantu mahasiswa memahami materi ajar dengan memanfaatkan fasilitas
yang tersedia. Berdasarkan pengembangan yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan pertama bahwa proses pengembangan
model blended learning yang valid menggunakan web pembelajaran untuk mata
kuliah DPBK Program Studi TP FIP UNP diawali dengan analisis kebutuhan
yang terdiri dari analisis kurikulum, analisis mahasiswa dan analisis kelayakan.
Dari analisis kebutuhan tersebut dilakukan pengembangan model yang
terdiri dari empat komponen yaitu sintaks, sistem sosial, sistem pendukung dan
prinsip reaksi. Dan kedua model blended learning yang dikembangkan untuk
mata kuliah DPBK Program Studi TP FIP UNP sudah praktis dan efektif.
Praktikalitas dilihat dari respon mahasiswa terhadap penggunaan model blended
learning mulai dari sintaks, sistem sosial, sistem pendukung dan prinsip reaksi.
Sedangkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah DPBK menunjukkan
bahwa model blended learning efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kemudian, implikasi dari pengembangan ini adalah bahwa model blended
learning dapat diaplikasikan pada mahasiswa atau peserta didik yang memiliki
kemampuan mengggunakan komputer dan mampu mengakses internet
karena blended learning yang dimaksud adalah pencampuran
pembelajaran online dengan pembelajaran tatap muka. Selain itu,
model blended learning dapat diterapkan pada situasi yang mendukung untuk
dilakukan pencampuran pembelajaran tatap muka dan online learning, seperti
media pembelajaran online berupa web atau link terkait ke beberapa halaman di
internet, adanya jaringan untuk bisa mengakses bahan yang disediakan
secara online dan memiliki perencanaan pembelajaran untuk melakukan blended
learning.
Model blended learning juga dapat diterapkan pada situasi yang
membutuhkan dilakukan model pembelajaran ini karena kekurangan waktu
untuk menuntaskan materi ajar pada pertemuan tatap muka. Dan jika ingin
menerapkan model blended learning pada mata pelajaran dan mata kuliah lain,
dapat diterapkan dengan mengikuti sintaks model pembelajaran yang telah valid
terutama sesuai dengan tipe yang sama dengan yang dilakukan dalam
pengembangan ini.

e. Telekonferen
1) Pengertian telekonferen
Sistem telekomunikasi dapat mendukung teleconference karena
menyediakan satu atau lebih dari berikut ini: audio, video, dan / atau layanan
data oleh satu atau lebih berarti, seperti telepon, komputer , telegraf, teletip,
radio, dan televisi. Salah satu manfaat dan keuntungan perkembangan teknologi
jaringan dan informasi adalah kemudahan dalam berkomunikasi. Orang dapat
melakukan aktivitas tanpa harus berpergian dan membuang-buang waktu untuk
menghabiskan waktu yang yang dilakukan dari perjalanan dan tentunya juga
menghemat biaya.
Pada saat ini orang dapat melakukan suatu pertemuan bisnis dengan
rekannya tanpa harus meninggalkan tempat orang tersebut bekerja. Sebut saja
teknologi teleconference. Teknologi ini sangat memungkinkan untuk melakukan
hal tersebut. Komunikasi tersebut meliputi gambar dan suara sehingga pihak
pertama dan kedua ataupun ketiga seolah-olah bertatapan langsung antara
beberapa pihak yang berlangsung secara interaktif dan realtime.
Telekonferensi, dalam telekomunikasi, merupakan pertemuan berbasis
elektronik secara langsung (live) di antara dua atau lebih partisipan manusia
atau mesin yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi yang
biasanya berupa saluran telepon. Penggunaan telekonferensi memiliki kelebihan
efektivitas biaya dan waktu. Telekonferensi dapat berbentuk konferensi audio
atau konferensi video.[1] Konferensi audio merupakan salah satu jenis
telekonferensi dimana seseorang dapat melakukan percakapan interaktif
didalamnya. Dengan audio-konferensi ini, seseorang dapat berbicara dengan
lebih dari satu orang melalui speaker. Dalam konferensi video, para
partisipannya dapat saling melihat gambar (video) dan saling mendengar,
melalui peralatan kamera, monitor, atau pengeras suara masing masing.
Secara harfiah diartikan konferensi atau rapat jarak jauh, artinya
pertemuan jarak jauh antara beberapa orang yang fisiknya berada
pada lokasi yang berbeda secara geografis. Diskusi bisa dilakukan
secara realtime dan interaktif dengan dukungan infrastruktur jaringan serta
perangkat multimedia.
Pengertian teleconference atau telekonferensi atau teleseminar adalah
komunikasi langsung di antara beberapa orang yang biasanya dalam jarak jauh
atau tidak dalam satu ruangan dan dihubungkan oleh suatu sistem
telekomunikasi.
Jadi teleconference adalah pertemuan yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih yang dilakukan melewati telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan
tersebut bisa menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan audio-
video (video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat
dan mendengar apa yang dibicarakan, sebagaimana pertemuan biasa. Dalam
telekonferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard yang sama dan
setiap peserta mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi aplikasi.

Bentuk Telekonferensi
a) Konferensi audio: seseorang hanya dapat melakukan percakapan interaktif
b) Konferensi video: dapat saling melihat gambar (video) dan saling
mendengar, melalui kamera, monitor, atau speaker.
Manfaat Telekonferensi
a) Efisiensi waktu
Dengan pemanfaatan teknologi ini kita bisa menghemat waktu yang
dibutuhkan untuk Meeting di suatu tempat hingga 50 %.
Contoh : Pak.Udin dari Jakarta hendak melakukan perjalanan meeting
ke Bandung, Berapa lama waktu yang dibutuhkan ?
 Metode konvensional
Jarak dari Jakarta - Bandung 150 km dan bisa ditempuh +/- 2,5 jam
dengan mobil. Waktu yang dibutuhkan untuk meeting 2,5jam. Setelah
selesai meeting, Pak.Udin harus berjalan lagi +/- 2,5 jam untuk
menempuh perjalanan pulang Bandung - Jakarta Jadi, total waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan meeting di Bandung adalah 7,5 jam.
 Metode Teleconference
Waktu yang dibutuhkan untuk meeting Pak.Udin Ceramah selama
2,5jam. Persiapan alat untuk melakukan telekonferensi 30 menit. Jadi,
total waktu keseluruhan yang dibutuhkan Pak.Udin hanya 3jam. Dari
contoh ini menunjukkan bahwa dengan teknologi teleconference ini,
Pak.Udin dapat menghemat waktunya untuk melakukan meeting di suatu
tempat yang jauh > 50 %.

b) Efisiensi Biaya
Dengan teknologi ini, Pak.Udin juga bisa menghemat biaya yang
dibutuhkan untuk meeting, terutama di tempat yang jauh. Hal ini karena
meeting bisa dilakukan dari mana saja tanpa harus datang ke tempat
meeting tersebut. Contoh : seperti contoh diatas Pak.Udin dari Jakarta
hendak melakukan perjalanan meeting ke Bandung, Berapa banyak biaya
yang dibutuhkan ?
 Metode konvensional
Jarak dari Jakarta - Bandung 150 km. anggap ratio pemakaian
bahan bakar mobil 1 : 10 km. jadi, bahan bakar yang dibutuhkan untuk
pergi dan pulang adalah 30 liter x @ Rp. 9.500 (pertamax) = Rp.
285.000,- Belum lagi beaya untuk jalan tol dan konsumsi.
 Metode Teleconference
Biaya koneksi melalu internet dengan menggunakan SPEEDY
per jam @ Rp. 4,000 x 2 tempat ( karena setiap tempat harus
tersambung dengan jalur internet ) = Rp. 8,000. Jadi total
penghematannya sebesar +/- 92 % dari metode konvensional. Coba
anda bayangkan berapa banyak lagi biaya yang bisa dihemat bila
Pak.Udin jika tidak harus berangkat kesana dan kemari untuk
melakukan meeting di l yang jauh.
c) Efisiensi Jarak
Dengan teknologi ini Pak.Udin dapat melakukan meeting yang paling
jauh sekalipun hanya dari depan sebuah Laptop dan webcam yang ada
dikantor tanpa harus datang ke tempat tersebut. Sangat sederhana
bukan! Contoh : Pak.Udin hendak menghadiri meeting di kantor cabang
yang berada di bandung. Berapa jauh jarak yang dibutuhkan ?
 Metode konvensional
Jarak dari Jakarta - Bandung: 150 km.
 Metode Teleconference
Jarak dari Rumah Pak.Udin – Kantor, Jakarta : 10 Km.
d) Mengurangi Risiko
Teknologi ini membantu kita untuk mengurangi risiko – risiko yang
mungkin terjadi dalam usahanya untuk melakukan perjalanan meeting.
Risiko itu antara lain :
 Risiko perjalanan jauh dengan pesawat, mobil.
 Risiko kesehatan : sakit, kelelahan,
 Risiko Kecelakaan : kecelakaan lalu lintas karena menempuh
perjalanan jauh, akses jalan yang tidak bagus, dll
 Risiko lain seperti terburu – buru sehingga lupa apa yang disampaikan
atau tertinggal materi yang hendak disampaikan karena waktu yang
mendesak, tegang, dll.
2) Masalah telekonferen

Ada dua masalah yang menonjol mencegah konferensi video menjadi


bentuk komunikasi standar meskipun dimana - mana sistem mempunyai
kemampuan konferensi video.
 Kontak mata.
Telah diketahui bahwa kontak mata memainkan peran besar dalam
percakapan, merasa perhatian dan niat serta aspek lain dari komunikasi
kelompok. Sementara percakapan telepon biasa tidak memberikan isyarat
kontak mata, konferensi video dapat dikatakan lebuh buruk dimana
memberi kesan yang salah bahwa berbicara jarak jauh adalah menghindari
kontak mata.
 Penampilan kesadaran.
Masalah kedua dengan konferensi video adalah saat sedang di depan
kamera, dengan aliran video secara mungkin dapat direkam. Beban
presentasi yang dapat diterima pada penampilan layar tidak hadir dalam
komunikasi audio saja. Penambahan video sebenarnya mengganggu
komunikasi, mungkin karena kesadaran saat di depan kamera. Masalah
kontak mata dapat diselesaikan dengan kemajuan teknologi, sedangkan
kemungkinan munculnya masalah kesadaran akan luntur ketika orang-orang
telah terbiasa dengan konferensi video.

3) Analisis dan solusi


Ada bebarapa hal yang perlu di analisis dalam telekonference
1. Masyarakat umum
Konektivitas internet berkecepatan tinggi telah tersedia lebih banyak
dengan biaya terjangkau serta biaya pengambilan video dan tampilan
teknologi telah menurun. Akibatnya sistem konferensi video pribadi
berdasarkan webcam, sistem komputer pribadi, kompresi perangkat lunak
dankonektivitas internet broadband telah menjadi terjangkau bagi masyarakat
umum. Selain itu, perangkat keras yang digunakan untuk teknologi ini terus
meningkatkan kualitas tetapi harga telah menurun drastis. Ketersediaan
freeware (sering sebagai bagian dari program chatting) telah membuat perangkat
lunak berbasis konferensi video dapat diakses oleh banyak orang.
Konferensi video menambahkan alternatif lain yang mungkin dapat
dipertimbangkan bila :
a. Percakapan langsung dibutuhkan
b. Informasi visual merupakan komponen penting dari percakapan
c. Pihak percakapan tidak bisa secara fisik datang ke lokasi yang sama
d. Biaya atau waktu perjalanan adalah suatu pertimbangan.
2. Pendidikan
Konferensi video memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
dengan berpartisipasi dalam bentuk komunikasi dua arah. Selain itu, guru dan
dosen dari seluruh dunia dapat dibawa ke kelas di daerah terpencil. Siswa dari
beragam komunitas dan latar belakang dapat datang bersama untuk belajar
tentang satu sama lain.
Siswa mampu mengeksplorasi, berkomunikasi, menganalisis, dan berbagi
informasi dan ide dengan satu sama lain. Melalui konferensi video siswa dapat
mengunjungi bagian lain dari dunia untuk berbicara dengan orang lain,
mengunjungi kebun binatang, museum dan sebagainya, untuk belajar. Sekolah
kecil dapat menggunakan teknologi konferensi video untuk menyatukan sumber
daya dan mengajar kursus (seperti bahasa asing) yang tidak dapat ditawarkan.
3. Bisnis
Konferensi video dapat memungkinkan individu di tempat-tempat jauh
untuk mengadakan rapat dalam waktu singkat. Waktu dan uang yang dulu
dikeluarkan dalam perjalanan dapat digunakan untuk pertemuan singkat.
Teknologi seperti VoIP dapat digunakan dalam hubungan dengan konferensi
video untuk mengaktifkan pertemuan bisnis tatap muka biaya rendah tanpa
meninggalkan meja, terutama untuk bisnis dengan kantor tersebar luas.
Teknologi ini juga digunakan untuk telecommuting, di mana karyawan bekerja
dari rumah.
4. Obat dan kesehatan
Konferensi video adalah teknologi yang sangat berguna untuk
telemedicine dan aplikasi telenursing, seperti diagnosis, konsultasi, pengiriman
gambar medis, dan lain-lain. Dengan menggunakan konferensi video, pasien
dapat menghubungi perawat dan dokter dalam keadaan darurat atau situasi rutin,
dokter dan paramedis profesional dapat mendiskusikan kasus di jarak yang jauh.
Daerah pedesaan dapat menggunakan teknologi konferensi video untuk
tujuan diagnostik sehingga menyelamatkan nyawa dan membuat penggunaan
uang perawatan kesehatan menjadi lebih efisien. Perangkat khusus seperti
mikroskop dilengkapi dengan kamera digital, videoendoscopes, perangkat USG,
otoscopes, dan lain-lain dapat digunakan bersama-sama dengan peralatan
konferensi video untuk mengirimkan data tentang pasien.

5. Hubungan media
Konsep press videoconference dikembangkan pada Oktober 2007 oleh
African Press Organization atau APO untuk mengizinkan wartawan Afrika
internasional untuk berpartisipasi dalam konferensi pers tentang masalah
pembangunan dan pemerintahan yang baik. Press videoconference
memungkinkan untuk mengatur sebuah konferensi pers internasional
menggunakan konferensi video melalui Internet. Wartawan dapat berpartisipasi
untuk sebuah konferensi pers internasional dari mana saja tanpa meninggalkan
kantor. Wartawan hanya perlu duduk di depan komputer yang terhubung ke
internet dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pembicara.

3. Desain suatu pembelajaran berbasis teknologi informasi


Model pembelajaran yang ideal adalah model pembelajaran yang mampu membuat
tujuan pembelajaran itu tercapai. Oleh sebab itu dibutuhkan model model pembelajaran
yang mampu untuk mewujudkan ketercapaian pembelajaran itu sendiri.
Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing, ada
beberapa bagian yang menarik namun dibeberapa bagian ada yang mengalami
ketertinggalan.
Penulis mengambil contoh dalam pembelajaran berbasis teknologi ini, untuk
penyajian materi, penyampaian soal soal serta ujian, sangat bagus sekali, namun rata rata
dalam pembelajaran berbasis teknologi ini penulis menemukan kelemahan yang sama
yaitunya
a. Kurangnya interaksi sosial secara tatap muka antara siswa dengan siswa, serta siswa
dengan guru
b. Kurangnya penerapan nilai nilai moral pada siswa, siswa cenderung bersifat
individualisme, tidak peka terhadap lingkungan
c. Siswa menjadi kaku saaat bersosialisasi secara langsung sebab kurang terbiasa
dengan tatap muka secara langsung

Pada poin diatas penulis menekankan pada penerapan nilai nilai moral pada siswa,
sebab menurut penulis perkembangan mental siswa dapat dilihat oleh pendidik dengan
bertemu secara langsung, dengan memperhatikan cara bicara, mimik wajah, gerak tubuh
dan cara bersosilisasi secara langsung dengan lingkungan belajarnya.

Untuk mengatasi ketimpangan ini, penulis lebih menyukai model pembelajaran


blended learning, mencampurkan model model pembelajran berbasis teknologi informasi
dengan pembelajran konvensional dengan jumlah tatap muka sebanding dengan jumlah
tatap monitor, minimal jumlah tatap muka 30 % dari total pembelajaran.

Dalam pembelajaran tatap monitor, pendidik juga tidak lupa untuk menerapkan
nilai nilai moral dalam pembelajaran melalui pemberian contoh contoh soal yang harus
di selesaikan ataupun di diskusikan yang bertemakan moral dan agama sehingga nilai
nilai itu dapat diserap oleh siswa pembelajar.

Anda mungkin juga menyukai