Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

BENDA ASING PADA SALURAN NAPAS

PEMBIMBING
dr. Yosita Rahman, Sp.THT-KL

Penyusun:
Dewa Ayu Bulan Nabila (1102012059)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RUMAH SAKIT TK.1 BHAYANGKARA RADEN SAID SUKANTO
PERIODE 3 JULI 2017 – 5 AGUSTUS 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Adapun maksud dan tujuan
penulis dalam menyusun referat ini adalah untuk memperluas ilmu kedokteran
bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok dan juga memenuhi salah satu persyaratan
dalam program kepaniteraan klinik Telinga, Hidung dan Tenggorok di Rumah Sakit
Bhayangkara Tk. 1 Raden Said Sukanto. Referat ini berjudul “Benda Asing pada
Saluran Napas”. Dalam menyelesaikan referat ini penulis mendapat berbagai
bantuan, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Yosita Rahman, Sp. THT-KL, selaku pembimbing makalah referat ini.
2. Seluruh konsulen, dokter, dan perawat di poli THT RS. Bhayangkara Tk. I
Raden Said.
3. Teman-teman ko-assisten Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung dan Tenggorok RS Bhayangkara Tk.I R. Said Sukanto atas
kerjasama dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun referat ini masih memiliki


banyak kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan.

Jakarta, Juli 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2


Daftar Isi ................................................................................................................. 3
BAB I Pendahuluan .................................................................................................4
BAB II Tinjauan Pustaka .........................................................................................5
BAB III Kesimpulan ……………………………………………………………. 19
Daftar Pustaka ........................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

Aspirasi benda asing paling sering terjadi pada anak umur kurang dari 3
tahun. Aspirasi bahan makanan merupakan kasus tersering. Aspirasi benda asing
memberikan gambaran klinis yang bervariasi, dari gejala yang minimal sampai
keadaan gawat nafas bahkan kematian. Gejala klinis yang timbul tergantung pada
ukuran, lokasi, jenis, bentuk, sifat iritasinya terhadap mukosa, lama benda asing di
jalan nafas, derajat sumbatan serta ada tidaknya komplikasi.

Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai macam


penyakit paru, baik akut maupun kronis. Sumbatan total saluran nafas atas yang
berlangsung lebih dari lima menit pada dewasa akan mengakibatkan kerusakan
jaringan otak dan henti jantung.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan radiologik dan pemeriksaan bronkoskopi. Bronkoskopi merupakan
cara yang aman untuk mengeluarkan benda asing di trakeobronkial, meskipun
dalam beberapa kasus harus dilakukan torakotomi.

4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Pernapasan


Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida di dalam tubuh. Sistem pernapasan terdiri dari
alat-alat pernapasan yang berfungsi memasukkan udara yang mengandung
oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap
air.

Gambar 1. Sistem Pernapasan Manusia.

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)


Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran
pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.

5
b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada
bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya
pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan
pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang
keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan,
faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara
percakapan.

c. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.
Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.
Di dalam rongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang
bronkus. Di dalam paru-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa
gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).

d. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea. Salah satu tulang rawan pada
laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis
pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara
pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga
sebagai tempat keluar masuknya udara.

6
e. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya
tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang
lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga
bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri
bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk
ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus.

f. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian
samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh
diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru
kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo
sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput
yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi
paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut
pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus,
jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang
rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus
terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian
menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mangandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

2.2 Benda Asing di Jalan Napas

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
(benda asing eksogen) atau dari dalam tubuh (benda asing endogen), yang dalam
keadaan normal tidak ada. Benda asing eksogen dapat berupa padat, cair, atau gas.

7
Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-kacangan, tulang, dan
zat anorganik seperti peniti, jarum, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair
dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda cair non-
iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda asing endogen contohnya sekret kental,
darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membrane difteri, bronkolit,
cairan amnion, dan mekonium.

2.2.1 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya benda asing ke dalam
saluran pernapasan, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor personal, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial,
tempat tinggal.
b. Faktor kegagalan mekanisme proteksi yang normal, misal keadaan tidur,
kesadaran menurun, alkoholisme, dan epilepsi.
c. Faktor fisik, yaitu kelainan dan penyakit neurologik.
d. Faktor dental, medical dan surgical, misal pada tindakan bedah, ekstraksi
gigi, dan gigi molar yang belum tumbuh pada anak umur < 4 tahun.
e. Faktor kejiwaan, misal emosi dan gangguan psikis.
f. Faktor ukuran dan bentuk serta sifat benda asing.
g. Faktor kecerobohan, seperti meletakkan benda asing di mulut, persiapan
makan yang kurang baik, makan dan minum yang tergesa-gesa, makan
sambil bermain pada anak-anak, dan memberikan kacang atau permen pada
anak yang gigi molarnya belum lengkap.

2.2.2 Epidemiologi
Aspirasi benda asing dapat terjadi pada semua umur, terbanyak pada anak,
khususnya anak usia 1-3 tahun, hal ini terjadi karena : a) anak-anak umur tersebut
sedang mengekplorasi lingkungan sekitarnya dengan kecenderungan meletakkan
sesuatu di mulut sambil bermain dan berlari b) pertumbuhan gigi molar yang belum
lengkap sehingga proses mengunyah belum sempurna, c) belum dapat membedakan

8
yang dapat dimakan dengan yang tidak dan d) koordinasi menelan dan penutupan
glotis yang belum sempurna.
Benda asing di laring dan trakea lebih sering terdapat pada bayi kurang dari
1 tahun. Benda asing hidung lebih sering terjadi pada anak-anak, karena anak yang
berumur 2-4 tahun cenderung memasukkan benda-benda yang ditemukan dan dapat
dijangkaunya ke dalam lubang hidung, mulut atau dimasukkan oleh anak lain.
Aspirasi benda asing pada dewasa biasanya berhubungan dengan retardasi
mental, penggunaan alkohol dan sedatif, tindakan medik di daerah mulut dan faring,
gangguan kesadaran, trauma maksilofasial, gangguan neurologis dan demensia
senilis.

Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan, karena bronkus
utama kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan membentuk sudut
lebih kecil terhadap trakea dibandingkan dengan bronkus kiri.

2.2.3 Patogenesis

Setelah terjadi aspirasi benda asing, benda asing dapat tersangkut pada tiga
tempat, laring, trakea dan bronkus, 80-90 % akan tersangkut di bronkus. Pada
dewasa benda asing cenderung tersangkut pada bronkus utama kanan karena lebih
segaris lurus dengan trakea dan posisi karina yang lebih ke kiri serta ukuran bronkus
kanan yang lebih besar. Sampai umur 15 tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan
trakea antara kiri dan kanan hampir sama, sehingga pada anak, frekuensi lokasi
tersangkutnya benda asing hampir sama kejadian antara bronkus utama kiri dan
kanan. Lokasi tersangkutnya benda asing juga di pengaruhi posisi saat terjadi
aspirasi.
Tujuh puluh lima persen dari benda asing di bronkus sering ditemukan pada
anak di bawah usia 2 tahun, dengan riwayat yang khas yaitu pada saat benda atau
makanan ada di dalam mulut, anak sedang tertawa atau menjerit, sehingga saat
inspirasi, laring terbuka dan makanan atau benda asing masuk ke dalam laring.
Pada saat benda asing terjepit di sfingter laring, penderita batuk berulang-ulang
(paroksismal). Bila benda asing masuk ke dalam trakea atau bronkus, kadang terjadi

9
fase asimptomatik selama 24 jam atau lebih, kemudian diikuti oleh fase pulmonum
dengan gejala tergantung pada derajat sumbatan bronkus
Benda asing yang teraspirasi tanpa menimbulkan obstruksi akut, akan
menimbulkan reaksi tergantung jenisnya, organik atau anorganik. Benda asing
organik menyebabkan reaksi inflamasi mukosa yang lebih berat, dan jaringan
granulasi dapat timbul dalam beberapa jam. Disamping itu beberapa benda organik
seperti kacang-kacangan dan biji-bijian bersifat menyerap air sehingga
mengembang, yang akan menambah sumbatan, obstruksi parsial dapat berubah
menjadi total. Benda organik yang lebih kecil akan bermigrasi ke arah distal dan
menyebabkan inflamasi kronik, sering memerlukan reseksi paru untuk
menanganinya. Aspirasi benda asing anorganik, jika tidak menyebabkan obstruksi,
akan bersifat asimptomatis.
Kerusakan yang terjadi akibat aspirasi benda asing di saluran napas
ditentukan oleh jenis benda yang terhisap. Benda asing mati (inanimate foreign
bodies) di hidung cenderung menyebabkan edema dan inflamasi mukosa hidung,
ulserasi, epistaksis, dan jaringan granulasi dan dapat berlanjut menjadi sinusitis.
Sedangkan benda asing hidup (animate foreign bodies) dapat menyebabkan reaksi
inflamasi dengan derajat bervariasi, dari infeksi lokal sampai destruksi masif tulang
rawan dan tulang hidung dengan membentuk daerah supurasi yang dalam dan
berbau, seperti pada kasus aspirasi cacing askaris atau serangga
Benda asing di bronkus dapat menyebabkan terjadinya tiga tipe obstruksi
yaitu a) obstruksi katup bebas (by pass valve obstruction), benda asing
menyebabkan sumbatan , namun udara pernafasan masih dapat keluar dan masuk,
sehingga tidak menimbulkan atelektasis atau emfisema paru. b) katup penghambat
ekspiratori atau katup satu arah (check valve obstruction), dan c) obstruksi katup
tertutup (stop valve obstruction).
Benda asing yang berada di bronkus dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan perubahan patologik jaringan, sehingga menimbulkan komplikasi
antara lain bronkiektasis, pnemonitis yang berulang, abses paru, jaringan granulasi
yang menutupi benda asing dan emfisema.

10
2.2.4 Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul akibat aspirasi benda asing di jalan nafas
tergantung pada ukuran, lokasi, jenis, bentuk, sifat iritasinya terhadap mukosa, lama
benda asing di jalan nafas, derajat sumbatan serta ada tidaknya komplikasi. Benda
asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung, nasofaring, laring,
trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring,
hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak
masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus.
Bila seorang pasien terutama anak, diketahui mengalami rasa tersumbat di
tenggorok, batuk-batuk saat makan, maka keadaan ini harus dianggap sebagai
gejala aspirasi benda asing.
Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebelum
diberikan pertolongan akibat sumbatan total.
Gejala aspirasi benda asing dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu :
a. Fase awal yaitu saat benda asing teraspirasi, batuk-batuk hebat secara tiba-
tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa tersumbat
di tenggorok (gagging), wheezing dan obstruksi nafas, dapat juga disertai
adanya sianosis terutama perioral, kematian pada fase ini sangat tinggi
b. Fase asimptomatik yaitu interval bebas gejala terjadi karena benda asing
tersangkut pada satu tempat, dapat terjadi dari beberapa menit sampai
berbulan-bulan setelah fase pertama. Lama fase ini tergantung lokasi benda
asing, derajat obstruksi yang ditimbulkannya dan jenis benda asing yang
teraspirasi serta kecenderungan benda asing untuk berubah posisi. Stadium
ini berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung
mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda
yang tidak jelas.
c. Fase komplikasi yaitu telah terjadi komplikasi akibat benda asing, dapat
berupa pneumonia, atelektasis paru, abses paru dan hemoptisis.

Benda asing di hidung, pada anak sering luput dari perhatian orang tua
karena tidak ada gejala dan bertahan untuk waktu yang lama. Dapat timbul rinolith
di sekitar benda asing.

11
Gejala yang paling sering berupa :

1. Hidung tersumbat
2. Rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau.
3. Kadang-kadang terdapat rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.

Pada pemeriksaan dapat ditemukan, sebagai berikut :

1. Edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi


ulserasi.
2. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga disangka sinusitis.
Dalam hal demikian bila akan menghisap mukopus haruslah berhati-hati
supaya benda asing itu tidak terdorong ke arah nasofaring yang kemudian
dapat masuk ke laring, trakea dan bronkus. Benda asing, seperti busa, sangat
cepat menimbulkan sekret yang berbau busuk.

Benda asing di orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara lain di


tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang menimbulkan rasa nyeri pada
waktu menelan (odinofagia), baik makanan maupun ludah, terutama bila benda
asing tajam seperti tulang ikan, tulang ayam. Untuk memeriksa dan mencari benda
itu di dasar lidah, valekula dan sinus piriformis diperlukan kaca tenggorok yang
besar (no 8-10). Benda asing di sinus piriformis menunjukkan tanda Jackson yaitu
terdapat akumulasi ludah di sinus piriformis tempat benda asing tersangkut. Bila
benda asing menyumbat introitus esofagus, makan tampak ludah tergenang di
kedua sinus piriformis.

Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara
atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan
letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan
yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu
singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan gejala antara lain
disfonia sampai afonia, apneu dan sianosis. Sumbatan tidak total di laring dapat
menyebabkan disfonia sampai afonia, batuk yang disertai serak (croupy cough),
odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subjektif dari benda asing
(penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak benda asing tersebut

12
tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi. Gejala ini jelas bila benda asing
masih tersangkut di laring, dapat juga benda asing sudah turun ke trakea, tetapi
masih menyisakan reaksi laring oleh karena adanya edema.

Benda asing di trakea, di samping gejala batuk dengan tiba-tiba yang


berulang-ulang dengan rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorok, terdapat gejala
patognomonik yaitu audible slap, palpatory thud dan asthmatoid wheeze. Benda
asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai di karina,
dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring. Sentuhan benda
asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah tiroid, yang
disebut oleh, Jackson sebagai palatory thud, atau dapat didengar dengan stetoskop
di daerah tiroid, yang disebut audible slap. Selain itu terdapat juga gejala suara
serak, dispneu dan sianosis, tergantung pada besar benda asing serta lokasinya.
Gejala palaptory thud serta audible slap lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien
tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk, sedangkan gejala mengi
(asthmatoid wheeze) dapat didengar pada saat pasien membuka mulut dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit asma bronchial. Benda asing yang tersangkut di
karina, yaitu percabangan antara bronkus kanan dan kiri, dapat menyebabkan
atelektasis pada satu paru dan emfisema paru sisi lain tergantung pada derajat
sumbatan yang diakibatkan oleh benda asing tersebut.

Benda asing di bronkus, lebih banyak masuk ke dalam bronkus kanan,


karena bronkus kanan hampir merupakan garis lurus dengan trakea, sedangkan
bronkus kiri membuat sudut dengan trakea. Pasien dengan benda asing di bronkus
yang datang ke rumah sakit kebanyakan berada pada fase asimtomatik. Pada fase
ini keadaan umum pasien masih baik dan foto rontgen toraks belum
memperlihatkan kelainan. Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan
dapat bergerak ke perifer.Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu
secara progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang di sertai
mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya bervariasi,
tergantung pada bentuk, ukuran dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema,
atelektasis, serta abses paru.

13
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan


radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing
yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah kejadian, benda
asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24 jam kejadian, karena sebelum
24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya
setelah 24 jam baru tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema. Pada setiap
pasien yang diduga mengalami aspirasi benda asing harus buat foto thorak postero
anterior (PA) dan lateral untuk mengetahui lokasi serta ukuran benda asing. Benda
asing radioopak dapat dengan mudah diidentifikasi, sedangkan pada benda asing
radiolusen, kemungkinan yang akan tampak berupa efek samping yang timbul pada
paru seperti atelektasis, hiperinflasi unilateral, gambaran infiltrat, dan pergeseran
mediastinum. Foto thorak yang diambil dalam waktu 24 jam pertama setelah
aspirasi benda asing radiolusen biasanya menunjukkan gambaran normal.
Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan
adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologik pada
benda asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi.
Bronkogram beruna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer
pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda
asing yang lama berada di bronkus.

Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya


gangguan keseimbangan asam basa, serta tanda-tanda infeksi saluran napas.

2.2.6 Penatalaksanaan

Benda asing disaluran nafas harus dikeluarkan segera dalam kondisi optimal
dengan trauma yang minimal untuk mencegah komplikasi. Secara prinsip benda
asing saluran napas diatasi dengan pengangkatan segera secara endoskopik dalam
kondisi paling aman, trauma minimum. Bronkoskopi merupakan pilihan untuk
ekstraksi benda asing di saluran nafas, disamping juga digunakan untuk diagnosis
pada kasus kecurigaan benda asing. Jenis bronkoskop yang digunakan sampai saat

14
in masih merupakan perdebatan apakah rigid atau fiberoptic, pengambilan
keputusan tergantung pilihan operator, lokasi benda asing dan ukuran pasien
(umur), meskipun untuk anak dan sebagian besar dewasa penggunaan bronkoskop
rigid merupakan pilihan untuk ekstraksi benda asing karena ventilasi lebih terjamin
melalui tube bronkoskop selama tindakan disamping juga operator dapat
memasukkan peralatan seperti forsep dan optical telescope.
Benda asing di laring. Pasien dengan benda asing di laring harus diberi
pertolongan dengan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya
beberapa menit. Pada anak dengan sumbatan total pada laring, dapat dicoba
menolongnya dengan memegang anak dengan posisi terbalik, kepala ke bawah,
kemudian daerah tengkuk/punggung dipukul, sehingga diharapkan benda asing
dapat dibatukkan ke luar. Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang
menyumbat di laring secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich dapat
dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing
masuk ke dalam laring ialah pada waktu inspirasi. Dengan demikian paru penuh
oleh udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol
itu, maka sumbatannya akan terlempar ke luar.

Dengan perasat Heimlich, dilakukan penekanan pada paru. Caranya ialah,


bila pasien masih dapat berdiri, maka penolong berdiri di belakang pasien, kepalan
tangan kanan penolong diletakkan di atas prosesus xifoid, sedangkan tangan kirinya
diletakkan di atasnya. Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan ke atas paru
beberapa kali, sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke luar dari mulut
pasien. Bila pasien sudah terbaring karena pingsan, maka penolong bersetumpu
pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan tangan di letakkan di bawah prosesus
xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan ke arah paru beberapa kali,
sehingga diharapkan benda asing akan terlempar ke luar mulut pasien. Pada
tindakan ini posisi muka pasien harus lurus, leher jangan ditekuk ke samping,
supaya jalan napas merupakan garis lurus.

15
Gambar 2 Perasat Heimlich

Komplikasi perasat Heimlich ialah kemungkinan terjadi rupture lambung


atau hati dan fraktur iga. Oleh Karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya
tidak dengan menggunakan kepalan tangan, tetapi cukup dengan dua buah jari
kanan dan kiri.

Pada sumbatan benda asing tidak total di laring, perasat Heimlich tidak
dapat digunakkan. Dalam hal ini pasien masih dapat dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk diberi pertolongan dengan menggunakan laringoskop atau bronkoskop, atau
kalau alat-alat itu tidak ada, dilakukan trakeostomi. Pada waktu tindakan
trakeostomi, pasien tidur dengan posisi Trendelenburg, kepala lebih rendah dari
badannya, supaya benda asing tidak turun ke trakea.

Gambar 3 Perasat Heimlich

16
Benda asing di trakea. Benda asing di trakea dikeluarkan dengan
bronkoskopi.Tindakan ini merupakan tindakan yang harus segera dilakukan,
dengan pasien tidur terlentang posisi Trendelenburg, supaya benda asing tidak turun
ke dalam bronkus. Pada waktu bronkoskopi, benda asing dipegang dengan cunam
yang sesuai dengan benda asing itu, dan ketika dikeluarkan melalui laring
diusahakan sumbu panjang benda asing segaris dengan sumbu panjang trakea, jadi
pada sumbu vertikal, untuk memudahkan pengeluaran benda asing itu melalui rima
glotis. Bila fasilitas untuk melakukan bronkoskopi tidak ada, maka kasus benda
asing di trakea dapat dilakukan trakeostomi, dan bila mungkin benda asing itu
dikeluarkan dengan memakai cunam atau alat penghisap melalui trakeostomi. Bila
tidak berhasil pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas endoksopi, ahli dan
personal yang tersedia optimal.

Benda asing di bronkus. Untuk mengeluarkan benda asing dari bronkus


dilakukan bronkoskopi, menggunakan bronkoskop kaku atau serat optic dengan
memakai cunam yang sesuai dengan benda asing itu.Tindakan bronkoskopi harus
segera dilakukan, apalagi bila benda asing bersifat organic. Benda asing yang tidak
dapat dikeluarkan dengan cara bronkoskopi, seperti benda asing tajam, tidak rata
dan tersangkut pada jaringan, dapat dilakukan servikotomi atau torakotomi.

Antibiotik dan kortikosteroid tidak rutin diberikan setelah tindakan


endoskopi pada ekstraksi benda asing. Fisioterapi dada dilakukan pada anak kasus
pneumonia, bronchitis purulenta dan atelektasis. Pasien dipulangkan 24 jam setelah
tindakan, jika paru bersih dan tidak demam.

Foto toraks pasca bronkoskopi dibuat hanya bila gejala pulmonum tidak
menghilang. Gejala-gejala persisten seperti batuk, demam, kongesti paru, obstruksi
jalan napas atau odinofagia memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan pengobatan
yang tepat dan adekuat.

Benda asing di hidung. Cara mengeluarkan benda asing di hidung ialah


memakai pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam kavum nasi sampai menyentuh
nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik ke depan. Dengan cara
ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan cunam Nortman
atau wire loop. Tidak disarankan mendorong benda asing hidung dengan maksud

17
agar masuk ke dalam mulut. Dengan cara itu benda asing dapat terus masuk ke
laring dan saluran napas bagian bawah, yang menyebabkan sesak napas, sehingga
menimbulkan keadaan gawat.

Pemberian antibiotika sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus
benda asing hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi akibat aspirasi benda asing di jalan napas dapat
bersifat akut dan kronik. Komplikasi akut yang dapat terjadi antara lain: sesak napas
dan hipoksia sampai henti jalan napas. Sedangkan komplikasi kronik yang dapat
terjadi antara lain: pneumonia yang berlanjut dengan pembentukan abses paru dan
kavitas, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau
polip akibat inflamasi pada mukosa, pneumomediastinum dan pneumotoraks.
Sedangkan bila terjadi keterlambatan diagnosis lebih dari tiga hari dapat
mengakibatkan timbulnya emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum,
pneumonia, dan atelektasis.

18
BAB III

KESIMPULAN

Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari luar tubuh
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Gejala Sumbatan
benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat
sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran dari benda asing. Diagnosis benda asing saluran
napas dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (radiologik). Penatalaksanaan aspirasi benda asing harus dilakukan
segera dan tepat dengan mengetahui jenis sumbatan dan gejala setiap lokasi benda
asing tersebut. Ekstraksi benda asing jalan napas bukanlah merupakan suatu
prosedur yang mudah dan tetap memerlukan keterampilan serta pengalaman dari
dokter yang melakukannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Falsafah: Saanin, Syaiful. 2011. Falsafah Dasar Kegawatdaruratan. RS Dr.


M. Djamil. Padang.
2. Iskandar N. Ingested and inhaled foreign bodies in Dr. Cipto
Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Med J ORLI, 1994; 25: 311-
8.
3. Rakhma, Kurnia Hendra. 2010. Corpus Alienum. Fakultas Kesehatan
Universitas Gresik.
4. Rosbe, Cristina W. Foreign Body Trachea and Esophagus. 2008. In: Current
Diagnosis and Treatment in Otorinholaringology – Head & Neck Surgery,
Second edition. New York: Mc- GrawHill.
5. Scanlon VC, Sanders T, Davis FA. Essential of Anatomy and Physiology.
5thed. 2007
6. Soepardi, Efianty Arsyad, dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai