Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Anak adalah masa depan bangsa dan untuk menjadi bangsa yang besar diperlukan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas SDM adalah faktor nutrisi. Status gizi anak Indonesia masih menjadi salah satu
masalah kesehatan, khususnya status gizi pada balita. Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia 2017, didapatkan 6,7% balita dengan status gizi buruk (BB/TB < -3 SD, WHO
2006) dan 2,8% balita dengan status gizi kurang (BB/TB < -2 SD, WHO 2006) di
Indonesia. Data tersebut menunjukkan adanya perbaikan status gizi dibanding tahun 2016
dimana didapatkan 7,99% balita dengan status gizi kurang dan 3,11% balita dengan status
gizi buruk. Wilayah NTT sendiri menempati urutan kedua wilayah dengan jumlah anak
gizi buruk terbanyak, mencapai 6% dan jumlah anak gizi kurang sebanyak 9,8%. Untuk
wilayah kota Kupang, menempati urutan 6 dengan satus gizi buruk terbanyak dari 22
kabupaten/kota sebanyak 240 balita. Untuk Kecamatan Alak sendiri, berdasarkan laporan
gizi pada bulan Desember 2018 didapatkan sebanyak 36 anak dengan gizi kurang dan 1
anak dengan gizi buruk. 1,2,3,4
Asupan nutrisi yang baik berperan dalam meningkatkan sistem imun, menurunkan
tingkat keparahan suatu penyakit, serta mempercepat penyembuhan terhadap suatu
penyakit. Selain itu, nutrisi juga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam
perkembangan otak dan perilaku balita. Perkembangan otak misalnya memerlukan asupan
nutrisi tertentu seperti zat besi, asam folat, zinc, choline, vitamin A dan lemak tertentu.
Makanan yang kurang baik secara kualitas dan kuantitas dapat mempengaruhi tumbuh-
kembang balita. 1
Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
khusususnya dapat mempengaruhi perubahan struktur dan fungsi otak. Dalam sebuah
studi, dijelaskan bahwa usia 1-5 tahun (balita pra sekolah) merupakan usia dengan
perubahan perkembangan otak yang cepat. Sehingga diperlukan nutrisi yang cukup untuk
perkembangan otak yang baik. 5
Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi genetik-heredo
konstitusional (intrinsik) dan peran lingkungan (ekstrinsik). Gangguan tumbuh kembang
dapat terjadi bila ada faktor genetik dan atau karena faktor lingkungan yang tidak mampu

1
mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak. Peran lingkungan seperti, kebutuhan
nutrisi, imunisasi, pengobatan, dan lain-lain serta kebutuhan psikososial (kasih sayang,
komunikasi, stimulasi bicara, intelegensi, dan lain-lain).4
Pertumbuhan dapat dinilai dengan mengukur tinggi badan. Sedangkan mengetahui
gangguan perkembangan balita dapat dinilai dengan skrining menggunakan Denver II
yang melihat aspek gerak kasar, gerak halus, berbahasa serta personal sosial. Namun,
skrining menggunakan Denver II dilakukan bila anak dicurigai ada gangguan
perkembangan setelah menjalani skrining menggunakan Kuesioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP) yang telah diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver
Prescreening Developmental Questionnaire (PDQ).4

1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu
bagaimana pengaruh status gizi kurang dan buruk terhadap tumbuh kembang balita di
wilayah kerja Puskesmas Alak

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan antara status gizi kurang dan
buruk terhadap tumbuh kembang balita
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui seberapa besar pengaruh status gizi terhadap tumbuh-kembang
balita
b. Mendiagnosis adanya status gizi kurang dan buruk serta gangguan tumbuh
kembang balita

1.4 Manfaat Penelitian


a. Membuat masyarakat lebih peduli terhadap status gizi balita disekitarnya yang dapat
menjadi salah satu faktor gangguan tumbuh kembang balita.
b. Mendiagnosis status gizi kurang dan buruk serta gangguan tumbuh kembang balita
secara tepat agar tercapai penanganan yang optimal.
c. Referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian mengenai
gangguan tumbuh kembang balita.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Konsumsi nutrisi yang baik dibutuhkan untuk mempertahankan berat badan dan
mendukung tumbuh kembang yang optimal. Periode pertumbuhan pada balita terjadi
secara cepat, dan memiliki peran dalam perkembangan neuro-kognitif yang membutuhkan
nutrisi dan energi tinggi dibandingkan periode pertumbuhan lainnya. Kebutuhan nutrisi
dan pertumbuhan pada 3 tahun pertama dapat memprediksi tinggi saat dewasa dan

memiliki dampak kesehatan jangka panjang. 6

Asupan makanan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk
memenuhi makronutrien dan mikronutrien yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi-fungsi vital tubuh. Defisiensi makanan dapat menghambat pertumbuhan,
mengganggu fungsi imun, dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas. Beban global
signifikan yang dapat terjadi akibat gizi kurang dan malnutrisi yaitu imunodefisiensi yang

didapat serta penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas pada anak berusia < 5 tahun. 7

Nutrisi terdiri atas makronutrien (karbohidrat, protein dan lemak), mikronutrien


(vitamin dan mineral) dan air. Makronutrien merupakan zat utama yang terdapat dalam
diet dan berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh yang digunakan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan dan aktifitas. Kualitas dan kuantitas makronutrien serta mikronutrien juga
wajib diperhitungkan.
Status gizi ditentukan oleh keseimbangan asupan gizi serta penggunaannya dalam

bentuk energi. Keseimbangan ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor: 8

 Faktor yang mempengaruhi asupan makanan


Status ekonomi serta besarnya atau banyaknya jumlah anggota keluarga dapat
mempengaruhi ketersediaan makanan maupun jumlah makanan yang dikonsumsi
seseorang. Perilaku sadar gizi ditambah pengetahuan gizi yang dapat
mempengaruhi perilaku tersebut dapat mempengaruhi preferensi maupun pilihan
makanan seseorang. Emosi, cuaca serta beberapa penyakit juga dapat
mempengaruhi nafsu makan seseorang.

3
 Faktor yang mempengaruhi penggunaan energi
Aktivitas fisik serta adanya penyakit, akut maupun kronik, dapat mempengaruhi
kemampuan seseorang menyerap nutrisi secara adekuat, juga penggunaan energi
yang diperoleh dari nutrisi tersebut.
Status gizi seorang anak dinilai melalui tinggi badan, berat badan, indeks massa
tubuh, lingkar lengan serta lingkar kepalanya. Data-data diatas didapatkan melalui
pengukuran tubuh yang disebut antropometri. Hasil antropometri berupa tinggi badan,
berat badan disajikan dalam bentuk ploting ke dalam kurva pertumbuhan yang
terstandardidasi yang telah dihubungkan dengan usia.
Pengukuran pada anak dilakukan berulang secara berkala untuk mengkaji
pertumbuhan jangka pendek, jangka panjang dan status nutrisi. Pemeriksaan yang lebih
canggih seperti, dual-energy X-ray absorptiometry (DXA) dapat digunakan untuk
mengkaji komposisi tubuh (persen lemak tubuh, massa tubuh tanpa lemak dan massa
lemak) dan densitas mineral tulang secara lebih menyeluruh. Pengukuran antropometri dan
komposisi tubuh yang akurat, sahih dan dapat dipercaya memerlukan peralatan dan teknik

yang sesuai. 6

Penilaian status gizi meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan
dengan proses pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Anamnesis meliputi
asupan makan, pola makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan
motorik kasar, perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis
yang mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi
badan dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang telah
dikalibrasi secara berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik

khususnya defisiensi mikronutrien harus dilakukan. 6

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang
digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan
grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun. Penentuan status gizi menggunakan cut
off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5 tahun. Namun bila ditemukan anak dengan status
gizi lebih/ obesitas, maka untuk usia < 2 tahun dapat menggunakan grafik IMT WHO 2006
dengan kriteria overweight Z score > +2, obesitas > +3, sedangkan untuk anak usia 2-18
tahun menggunakan grafik IMT CDC 2000. Ambang batas yang digunakan untuk

4
overweight ialah diatas P85 hingga P95 sedangkan untuk obesitas ialah lebih dari P95 grafik

CDC 2000. 1

Standar pertumbuhan baku WHO menjelaskan pertumbuhan normal anak dari lahir
hingga usia 5 tahun dengan kondisi lingkungan yang optimal. Standar ini dapat digunakan
untuk semua anak di seluruh dunia tanpa melihat etnis, status sosioekonomi dan pola
pemberian makan. Cut off Z score WHO merupakan unit standar deviasi dari median.
Sebagai contoh seorang anak yang nilai z-score hasil pengukuran tingginya bernilai <-2
SD (standar deviasi) dikatakan bertubuh pendek, sementara seorang anak dengan z-score

< -2 SD untuk berat badan dikatakan underweight. 9

Tabel 1. Plotting Status Gizi WHO


No. Indikator Z-Score Status Gizi
1. BB/U < -3 SD Gizi buruk
-3 s/d < -2 SD Gizi kurang
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gizi lebih
2. TB/U < -3 SD Sangat Pendek
-3 s/d < -2 SD Pendek
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Tinggi
3. BB/TB < -3 SD Sangat kurus
-3 s/d < -2 SD Kurus
-2 SD s/d +2 SD Normal
> +2 SD Gemuk

Kebanyakan dokter tidak menggunakan z-score secara rutin karena abnormalitas


pertumbuhan dapat langsung terlihat dengan ploting kurva pertumbuhan (BB/TB). Z-score
berguna untuk membandingkan status gizi seorang anak yang ploting kurva
pertumbuhannya jauh dibawah persentil 5 atau diatas persentil 95 atau dibandingkan

dengan populasinya menggunakan standar yang berbeda. 8

5
2.1.1. Gizi Kurang6
Risiko terbesar gizi kurang (kurus, stunting, wasting, dan defisiensi
mikronutrien) dapat terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh-kembang di kemudian hari, kemampuan
intelektual, prestasi sekolah, serta produktivitas kerja.
Status nutrisi dinilai berdasarkan antropometri, dengan menggunakan ploting
dari WHO untuk anak berusia <5 tahun. Dilakukan ploting terhadap TB/U untuk
melihat kejadian stunting, umumnya akibat malnutrisi kronik. Rendahnya TB/U
umumnya didapatkan pada keluarga dengan sosial ekonomi rendah. Ploting lainnya
yaitu BB/TB yaitu antara -3 s/d < -2 SD, yang menunjukkan wasting. Ploting lainnya
yang juga digunakan yaitu BB/U, lebih umum digunakan untuk menilai status gizi,
namun memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah, karena tidak membedakan
wasting dan stunting.
Risiko kematian pada anak akibat penyakit infeksi meningkat bahkan dengan
mild undernutrition. Gizi kurang mengakibatkan gangguan fungsi imun, pertahanan
host sehingga menyebabkan infeksi pada anak menjadi lebih berat dan lama serta
berakibat fatal dibanding pada anak dengan gizi tercukupi. Selain itu, infeksi dapat
menjadi timbal balik gizi kurang, dimana memperburuk keadaan gizi kurang
menjadi gizi buruk.
Stunting yang terjadi pada anak usia < 3 tahun berhubungan dengan buruknya
fungsi motorik, perkembangan kognitif dan gangguan perilaku di kemudian hari.
Selain itu, defisiensi mikronutrien seperti iodin dan zat besi dapat menurunkan IQ
hingga 12-13,5 poin.

2.1.2. Gizi Buruk (Malnutrisi)1,6


Malnutrisi masih merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang
berkembang dan melatar belakangi lebih dari 50% kematian balita. Hal ini
diakibatkan kurangnya asupan protein dan juga kalori, bersama dengan kurangnya
asupan mikronutrien lainnya. Anak-anak dengan kekurangan gizi biasanya memiliki
tinggi dan berat badan yang kurang dibanding usianya bahkan failure-to-thrive, serta
kekurangan massa serta jaringan adiposa pada tubuhnya.
Malnutrisi akut berat (MAB) atau disebut juga gizi buruk akut adalah keadaan
dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/TB < -3 SD dari

6
median WHO child growth standard atau didapatkan edema nutrisional, dan pada
anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) < 11,5 cm. Marasmus dan
kwashiorkor adalah hasil akhir dari tingkat keparahan penderita gizi buruk.
Marasmus ditandai dengan tubuh yang sangat kurus dengan berbagai tanda
ikutannya, sedangkan kwashiorkor ditandai dengan edema, diawali edema pada
punggung kaki yang dapat menyebar ke seluruh tubuh. Jika skrining yang digunakan
hanya dengan LILA dan atau BB/TB maka yang terjaring hanyalah penderita dengan
marasmus, sementara penderita kwashiorkor hanya sedikit terjaring. Oleh karena itu
skrining penderita gizi buruk juga harus menggunakan tanda klinis seperti sangat
kurus (marasmus) dan edema (kwashiorkor) serta pemeriksaan LILA dan atau
BB/TB.
Anak dengan malnutrisi aku berat memiliki defisiensi energi dan nutrisi
terhadap kebutuhannya. Defisit berbeda-beda berdasarkan kuantitas dan
keberagaman makanan yang dikonsumsi, variasi kebutuhan individu, sejumlah co-
infeksi yang diderita dan durasi defisit. Infeksi dapat mendukung defisit nutrisi dan
imbalans.

Tabel 2. Manifestasi klinis malnutrisi akut berat:


Area Tanda
Wajah Moon face (kwashiorkor), simian facies (marasmus)
Mata Mata kering, konjungtiva pucat, spot bitot (defisiensi vitamin A),
edema periorbital
Mulut Stomatitis angular, cheilitis, glositis, perdarahan gusi, pembesaran
parotis
Gigi Erupsi terlambat, enamel mottling
Rambut Hipopigmentasi, rambut jagung, alopecia, rambut menjadi tipis
dan jarang
Kulit Shiny dan edema (kwashiorkor), kendur dan berkerut (marasmus),
kering, hiperkeratosis folikular, hiper- dan hipopigmentasi, erosi
dan luka yang susah sembuh
kuku Koilonikia, tipis, terdapat fisura atau ridges
Muskulus Wasting, terutama regio gluteus dan paha, Chvostek atau
Trousseau sign (hipokalsemia)

7
Tulang Deformitas akibat defisiensi kalsium, vitamin D atau vitamin C
Abdomen Distensi, hepatomegali, ataupun asites
Cardiovascular Bradikardi, hipotensi, penurunan curah jantung, vaskulopati
pembuluh darah kecil
Neurologi Keterlambatan tumbuh kembang, hilangnya refleks patela-
achiles, gangguan memori
Hematologi Pucat, ptechiae
Perilaku Letargi, apatis, iritabel

2.2. Tumbuh Kembang Balita


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran-ukuran fisik anak, terutama tinggi
(panjang) badan. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan fungsi-fungsi individu
antara lain: kemampuan gerak kasar dan halus, pendengaran, penglihatan, komunikasi,
bicara, emosi-sosial, kemandirian, intelegensia bahkan perkembangan moral. Faktor
penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah potensi intrinsik dan faktor ekstrinsik
(lingkungan). Gangguan tumbuh kembang terjadi bila ada faktor genetik dan atau faktor

lingkungan yang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar tumbuh kembang anak. 4

Peran lingkungan sangat penting untuk mencukupi kebutuhan dasar tumbuh


kembang anak yaitu kebutuhan bio-psikosial terdiri dari kebutuhan biomedis/ asuh
(nutrisi, imunisasi, higiene, pengobatan, pakaian, tempat tinggal, sanitasi lingkungan dan
lain-lain) dan kebutuhan psikososial/asih dan asah (kasih sayang, penghargaan,
komunikasi, stimulasi bicara, gerak sosial, moral, intelegensi dan lain-lain) sejak masa

konsepsi hingga akhir remaja. 4

Ibu merupakan lingkungan pertama dan paling erat sejak janin di dalam kandungan
oleh karena itu disebut lingkungan mikro. Ayah, kakak, adik, saudara, status sosial
ekonomi berupa sarana di dalam rumah, sanitasi, sarana bermain, nilai-nilai, aturan-aturan
dan lain-lain merupakan lingkungan berikutnya dan dinamakan lingkungan mini. Hal-hal
di luar rumah, sanitasi lingkungan, polusi, tetangga, teman bermain, sarana pelayanan
kesehatan, sarana pendidikan formal dan non-formal, sarana bermain, adat-budaya dan
lain-lain merupakan lingkungan meso yang secara langsung atau tak langsung dapat
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Sedangkan program pemerintah, organisasi

8
profesi, perguruan tinggi, LSM, WHO, merupakan lingkungan makro yang secara tidak

langsung dapat berperan pada tumbuh kembang anak. 4,10

Gangguan tumbuh kembang sering terjadi pada balita, bila tidak diterapi, maka dapat
mempengaruhi prestasi sekolah serta dapat menimbulkan kesehatan mental. Dari semua
tipe gangguan tumbuh kembang, gangguan berbahasa adalah yang paling sering.
Gangguan lainnya yaitu gangguan sosial-emosional, defisit atensi atau kelainan
hiperaktivitas, gangguan pembelajaran dan intelektual, serta autis.
Menurut batasan WHO, skrining adalah prosedur yang relatif cepat, sederhana dan
murah untuk meilai tumbuh kembang balita. Skrining perkembangan yang banyak
digunakan adalah Denver II, yang mencakup semua aspek perkembangan dengan
realibility cukup tinggi. Uji Denver ini menilai aspek gerak kasar, gerak halus (didalamnya
terdapat aspek koordinasi mata dan tangan, manipulasi benda-benda kecil, pemecahan
masalah), berbahasa (didalamnya terdapat juga aspek pendengaran, penglihatan dan
pemahaman, komunikasi verbal), personal sosial (didalamnya terdapat juga aspek
penglihatan, pendengaran, komunikasi, gerak halus dan kemandirian). Namun uji Denver
ini membutuhkan waktu cukup lama sekitar 30-45 menit.
Kuesioner lain yang dapat digunakan yaitu Kuesioner Pra Skrining Perkembangan
(KPSP) yang diterjemahkan dan dimodifikasi dari Denver Prescreening Developmental
Questionnaire (PDQ) oleh tim Depkes RI. Kuesioner ini merupakan skrining pendahuluan
yang terdiri atas 10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan anak dan hanya
membutuhkan waktu 10-15 menit. Jika jawaban ya sebanyak 6 atau kurang maka anak
dicurigai ada gangguan perkembangan dan perlu dirujuk atau dilakukan skrining dengan
Denver II. Jika jawaban ya sebanyak 7-8, perlu diperiksa ulang 2 minggu kemudian setelah
dilakukan stimulasi intensif oleh ibu. Jika jawaban ya 9-10, anak tidak ada gangguan.
Kuesioner ini sering dipakai untuk skrining awal gangguan tumbuh kembang di tingkat

pelayanan kesehatan primer. 4,11

2.3. Hubungan Gizi Kurang dan Gizi Buruk dengan Tumbuh Kembang 4,12, 13

Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak memerlukan zat gizi agar proses
pertumbuhan dan perkembangan berjalan dengan baik. Zat-zat gizi yang dikonsumsi akan
berpengaruh pada status gizi seorang anak. Apabila gizi seimbang yang dikonsumsi tidak
terpenuhi, pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak terutama perkembangan
motorik yang baik akan terhambat.

9
Pada anak-anak diatas usia 6 bulan, ASI eksklusif tidak dapat lagi memenuhi
kebutuhan mikronutrien, sehingga makanan tambahan penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan optimal bagi seorang anak. Bila anak tidak mendapat kebutuhan gizi yang
sesuai, tidak hanya berpengaruh pada status gizi, namun juga mempengaruhi tumbuh
kembang anak tersebut. Mikronutrien seperti asam folat, zat besi dan zink berperan
penting dalam perkembangan otak, serta umumnya ditemukan pada makanan-makanan
hewani.
Sebuah studi mengatakan bahwa kebutuhan nutrisi pada 1000 hari pertama
kehidupan memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan otak. Gangguan proses
perkembangan otak terhadap defisit nutrisi pada awal kehidupan berdasarkan atas 2 faktor,
yaitu waktu defisit nutrisi dan kebutuhan nutrisi pada area otak tersebut pada waktu
tertentu. Sebagai contoh risiko defisiensi zat besi berbeda-beda pada rentang umur.
Studi juga mengatakan bahwa, semua nutrisi penting untuk perkembangan otak dan
fungsinya, namun nutrisi tertentu berdampak signifikan terhadap perkembangan otak
awal. Efek dari defisit nutrisi tertentu pada saat perkembangan otak dipengaruhi oleh
metabolik dari nutrisi tersebut dimana akan mempengaruhi proses perkembangan otak
tertentu saat terjadinya defisit.
Studi menemukan bahwa pertumbuhan awal yang terhambat akan menyebabkan
menurunnya skor kognitif. Pada kondisi stunting dan hubungannya dengan perkembangan
terdapat 2 hal yang harus diperhatikan, yaitu gangguan biologis yang menyebabkan
gangguan perkembangan otak pada awal kehidupan, serta keterlambatan motorik yang
dapat menganggu eksplorasi anak sehingga berhubungan dengan perkembangan kognitif.
Dampak jangka panjang dari kondisi stunting yaitu perawakan pendek saat dewasa,
prestasi sekolah yang buruk dan menurunnya produktifitas ekonomi.
Adanya hubungan antara status gizi dan perkembangan anak juga didukung oleh
studi yang dilakukan pada 106 balita di Puskesmas Lapai Padang tahun 2014, dimana
ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan perkembangan
psikomotorik balita. Studi lainnya yang dilakukan di Bantul, Yogyakarta pada tahun 2007,
untuk mengetahui faktor risiko gangguan tumbuh kembang pada anak, mendapatkan

malnutrisi sebagai salah satu faktor risiko yang berperan. 14, 15

Studi lain mengenai dampak nutrisi dan inflamasi terhadap neurodevelopmental


menjelaskan bahwa makanan mengandung makro- dan mikronutrien. Namun, akibat
kemiskinan dan keadaan yang menyebabkan ketersediaan makanan terbatas akan

10
berdampak terhadap defisiensi makro dan mikronutrien. Makronutrien termasuk energi,
karbohidrat, lemak sedangkan mikronutrien yaitu vitamin dan mineral seperti zat besi,
zink, dan vitamin B12. 4 mikronutrien penting untuk neurodevelopmental yaitu iodin,
zink, vitamin B12 dan zat besi.
Iodin berperan dalam produksi hormon tiroid, tiroksin (T4) dan triiodothyronine
(T3) yang berperan dalam neurogenesis, migrasi neuronal, synaptogenesis dan mielinisasi.
Defisiensi berat dapat menyebabkan goiter dan gangguan intelektual, sehingga berdampak
pada akademis. Zink berperan penting dalam perkembangan sistem saraf pusat terutama
pembentukan neuron, migrasi dan sinaps. Konsentrasi tinggi zink dapat ditemukan pada
hipokampus, cerebellum, korteks pre-frontal, dan sistem limbik. Sebuah penelitian yang
dilakukan pada anak usia sekolah di China ditemukan efek yang baik untuk fungsi
neuropsychological pada pemberian suplementasi zink bila dikombinasi dengan
mikronutrien lainnya.
Vitamin B12 berperan dalam neurodevelopmental melalui sintesis epinefrin,
methionin serta metilasi DNA. Defisiensi vitamin B12 berhubungan dengan demielinisasi
sehinnga dapat mengakibatkan keterlambatan kognitif. Studi lain juga menyebutkan
bahwa ada hubungan antara vitamin B12 dengan fungsi lobus frontal dan lobus temporal.
Zat besi berperan dalam sintesis hemoglobin, yang berperan dalam transfer oksigen ke
seluruh jaringan tubuh terutama otak. Selain itu, juga berperan dalam mielinisasi, korteks
frontal dan perkembangan ganglia basalis. Pada balita, defisiensi zat besi dapat
memberikan dampak pada gangguan perilaku sosial-emosional, yaitu perasaan malu,
responsivitas yang rendah dan kewaspadaan. Anemia defisiensi besi pada masa awal bayi
dapat menjadi faktor risiko gangguan mental dan perkembangan motorik yang berdampak
panjang pada fungsi kehidupannya.
Selain kecukupan nutrisi, neurodevelopmental juga dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, seperti pengasuhan dan pembelajaran awal. Sehingga gangguan atau
keterlambatan tumbuh kembang seorang anak, tidak hanya bergantung pada status nutrisi
dari anak tersebut melainkan multifaktorial.

BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

11
3.1 Kerangka Teori

Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik

Genetik Nutrisi Pola Asuh Imunisasi Penyakit

Tumbuh Kembang
Balita

3.2 Kerangka Konsep

Gizi Kurang dan


Gizi Buruk

Gangguan Tumbuh
Kembang Balita

3.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara status gizi kurang dan gizi buruk dengan gangguan
tumbuh kembang pada balita.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

12
4.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, subbagian
gizi dan tumbuh-kembang.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di beberapa posyandu yang berada di wilayah kerja
Kecamatan Alak. Waktu penelitian berlangsung pada bulan Januari 2018.

4.3. Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain
cross sectional.

4.4. Populasi dan Sampel


4.4.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah Balita berusia 24-60 bulan di Kecamatan
Alak.
4.4.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah balita dengan gizi kurang dan
gizi buruk yang berada di wilayah kerja Kecamatan Alak.
4.4.3. Sampel:
4.4.3.1. Kriteria Inklusi:
a. Berada di wilayah kerja Kecamatan Alak
b. Berusia 24-60 bulan
c. Status gizi kurang dan buruk menurut plotting BB/TB WHO, 2006
d. Bersedia mengikuti penelitian
4.4.3.2. Kriteria Eksklusi
a. Status gizi baik, overweight, obesitas menurut plotting BB/TB WHO
b. Berdomisili di luar Kecamatan Alak
c. Tidak datang saat posyandu

4.4.4. Cara Sampling


Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan consecutive sampling, di mana
setiap subyek yang memenuhi kriteria inklusi langsung diikutkan ke dalam
penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi.

13
4.4.5. Besar Sampel
Besar sampel minimal dihitung dengan rumus besar sampel menggunakan uji
hipotesis untuk penelitian analitik kategorik berpasangan:31
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽) 2 𝜋
𝑛=
(P 1 – P 2 ) 2
Keterangan:
n = besar sampel
Zɑ = kesalahan tipe I
Zβ = kesalahan tipe II
π = besarnya ketidaksesuaian
P1-P2 = perbedaan proporsi yang dianggap bermakna

Perhitungan:
Peneliti menetapkan sesuai kepustakaan bahwa proporsi diskordan yang dianggap
bermakna = 0,30 dengan perbedaan proporsi yang dianggap bermakna adalah 40%.
Peneliti menetapkan kesalahan tipe I sebesar 5 % (Zɑ=1,960) dan kesalahan tipe II
sebesar 5% (Zβ=1,645) dengan hipotesis positif dua arah. Sehingga dapat dilakukan
perhitungan sebagai berikut:
(𝑍𝛼 + 𝑍𝛽) 2 𝜋
𝑛=
(P 1 – P 2 ) 2
(1, ,96 + 1,645) 2 0,3
𝑛=
(0,4) 2
3,899
𝑛=
0,16
𝑛 = 24,368
𝑛 ≈ 25
Apabila dibulatkan ke atas maka besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk
penelitian adalah 25 orang. Dengan perkiraan drop out 10 % (3 orang), maka jumlah
sampel minimal yang dibutuhkan adalah sejumlah 28 orang.

4.5. Variabel Penelitian


4.5.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini meliputi: usia, berat badan balita, tinggi
badan balita dan status gizi balita, yaitu gizi kurang dan gizi buruk

14
4.5.2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tumbuh kembang balita yang dilihat
dengan menggunakan skor KPSP

4.6. Definisi Operasional


Tabel 3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Skala


1 Status Gizi Penilaian terhadap berat badan dan tinggi badan Nominal
pada balita yang diplotting menggunakan kurva
WHO, 2006:
 0= Gizi kurang (BB/TB -3 s/d < -2 SD)
 1=Gizi buruk (BB/TB < -3 SD)
2 Jenis kelamin Penampilan fisik anak balita yang membedakan Nominal
anak antara laki-laki dan perempuan.
3 Berat badan Berat badan balita yang diukur dengan Nominal
timbangan
4 Tinggi badan Tinggi badan balita yang diukur dengan meteran Nominal

6 Tumbuh Pertambahan kemampuan struktur dan fungsi Ordinal


Kembang tubuh yang lebih kompleks, yang dapat dinilai Sesuai: 9-10
menggunakan skrining awal KPSP Meragukan: 7-8
Menyimpang: <6

4.7. Cara Pengumpulan Data


4.7.1. Sumber Data
Penelitian in menggunakan data primer. Data primer diperoleh dari pengukuran
antropometri dan wawancara menggunakan kuisioner pada responden yang menjadi
sampel dalam penelitian. Data primer yang diperlukan antara lain:
1. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dengan melakukan pengukuran
antropometri menggunakan timbangan dan meteran yang tersedia di posyandu.
2. Data usia anak, jenis kelamin, dan tumbuh kembang didapatkan melalui
wawancara dan mengisi kuisioner.

15
4.7.2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Alat ukur
Alat ukur berat badan dan tinggi badan menggunakan timbangan dan meteran
yang tersedia di posyandu
2. Kuisioner
Kuisioner yang digunakan merupakan kuisioner skrining KPSP untuk menilai
tumbuh kembang balita. Kuisioner terdiri atas 9-10 pertanyaan mengenai
kemampuan perkembangan yang telah dicapai balita, dengan jawaban ya (bila
pernah, kadang, sering melakukan) dan tidak (belum pernah, belum bisa
melakukan). Lama waktu pengisian kuisioner ± 10 menit. Dengan penilaian
skor:
 Sesuai = 9-10
 Ragu-ragu: 7-8
 Penyimpagan: <6
4.7.3. Cara Kerja
Pengambilan data dilakukan pada beberapa posyandu di Puskesmas Alak.
Peneliti terlebih dulu melakukan pengukuran antropometri pada setiap balita yang
datang ke posyandu. Kemudian dilakukan plotting dengan menggunakan plotting
WHO, 2006, untuk menilai status gizi balita. Bila didapatkan balita dengan status
gizi kurang dan buruk, maka peneliti melakukan wawancara dan pengisian kuisioner
KPSP. Pencarian data dihentikan setelah jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi.

4.8. Alur Penelitian

Persiapan penelitian: pengukuran antropometri,


plotting menggunakan kurva WHO 2006,
kuisioner KPSP dan permohonan izin penelitian

16
Identifikasi subjek penelitian yang memenuhi
kriteria (inklusi dan eksklusi) penelitian: balita
dengan gizi kurang dan gizi buruk

Informed consent

Tidak bersedia Bersedia

Wawancara dan pengisian


kuisioner KPSP

Pengolahan data

4.9. Analisis Data


Pengolahan data meliputi tahap editing atas data yang tersedia, tahap pengkodean
dan penilaian (coding dan scoring), serta tahap pemasukan data ke dalam tabel
pengukuran. Data kemudian dimasukkan dan dianalisis menggunakan program SPSS.
Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Chi square (χ2). Uji ini dipilih karena
variabel bebas dan variabel terikat berskala kategorik. Apabila p ≤ 0,05 maka dianggap
bermakna.

17
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Sampel


Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian observasional analitik dengan
metode cross sectional design. Populasi penelitian adalah balita dengan gizi kurang dan
gizi buruk yang berada di wilayah kerja Kecamatan Alak. Sampel diperoleh dengan cara
consecutive sampling sehingga sampel yang memenuhi kriteria inklusi langsung
dimasukkan ke dalam subyek penelitian hingga jumlah terpenuhi, yaitu sebanyak 30
responden.

5.2. Analisis Univariat


Karakteristik subyek penelitian ditampilkan pada tabel berikut di bawah ini:
Tabel 4. Karakteristik Subyek
Karakteristik Jumlah (n=30)
Jenis Kelamin
Laki-laki 11 (36,67%)
Perempuan 19 (63,33%)
Usia responden (bulan ± SD) 31,67 ± 13,33
Berat Badan (kg ± SD) 9,54 ± 1,73
Tinggi Badan (cm ± SD) 85,38 ± 9,15

Sampel yang diambil sebanyak 30 subyek penelitian. Subyek penelitian merupakan


anak-anak dengan gizi kurang/buruk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan
Alak yang datang saat posyandu. Subyek rata-rata berusia 31,67 bulan dengan standar
deviasi ± 13,33. Didapatkan lebih banyak subyek perempuan dibandingkan laki-laki
dengan sebaran 19 subyek perempuan (63,33%) dan 11 subyek laki-laki (36,67%).
Dari 30 sampel yang diteliti, ditemukan rata-rata berat badan 9,54 kg dengan standar
deviasi 1,73 sedangkan rata-rata tinggi badan 85,38 cm dengan standar deviasi 9,15. Bila
dilakukan plot sesuai dengan rerata usia (plotting menggunakan kurva BB/TB menurut
WHO 2006), status gizi berada pada -3 s/d -2 SD, yang berarti gizi kurang.

18
5.2.1. Gambaran Status Gizi
Status gizi pada anak usia 12-60 bulan di Kecamatan Alak ditentukan dengan
plotting WHO menggunakan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
yang disesuaikan dengan usia pasien. Dikatakan status gizi kurang bila didapatkan
BB/TB berada pada -3 s/d -2 SD, sedangkan gizi buruk bila BB/TB < -3 SD.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Status Gizi Kurang dan Buruk
Status Gizi (BB/TB) Frekuensi Persentase (%)
Gizi Kurang 25 83,3%
Gizi Buruk 5 16,7%
Total 30 100%
Dari tabel 5, didapatkan sebaran data balita dengan status gizi kurang sebanyak
25 orang (83,3%) dan balita dengan status gizi buruk sebanyak 5 orang (16,7%).

Tabel 6. Distribusi Status Gizi Kurang dan Buruk terhadap Jenis Kelamin
Status Gizi (BB/TB)
Jenis Kelamin
Gizi Kurang Gizi Buruk
Laki-laki 10 1
Perempuan 15 4
Total 25 5
Dari sebaran data penelitian yang didapat, ditemukan kasus gizi kurang dan gizi
buruk lebih banyak ditemukan pada balita perempuan dibanding laki-laki, dengan
frekuensi 15 balita perempuan dengan gizi kurang, 10 balita laki-laki dengan gizi
kurang, 4 balita perempuan dengan gizi buruk serta 1 balita laki-laki dengan gizi
buruk.

5.2.2. Gambaran Tumbuh Kembang Balita


Pada penelitian ini, digunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
sebagai skrining awal untuk mengetahui ada tidaknya masalah tumbuh kembang
pada anak. KPSP ini memiliki 9-10 pertanyaan mengenai perkembangan anak
menurut usia. Skor 9-10: sesuai perkembangan, skor 7-8: meragukan, sedangkan
skor ≤ 6: penyimpangan.

19
Tabel 7. Distribusi Hasil KPSP
KPSP Frekuensi Persentase (%)
Sesuai 18 60%
Meragukan 9 30%
Penyimpangan 3 10%
Total 30 100%
Dari data di tabel 7, didapatkan 18 balita (60%) dengan perkembangan sesuai
usia, 9 balita (30%) dengan perkembangan meragukan dan 3 balita (10%) dengan
perkembangan yang meyimpang dari usia. Pada perkembangan yang meragukan,
maka evaluasi KPSP dapat diulang 2 minggu setelah ibu diajarkan stimulasi
perkembangan anak setiap saat. Sedangkan pada perkembangan yang menyimpang,
balita dievaluasi lebih lanjut dengan menggunakan uji Denver.

Tabel 8. Distribusi Hasil KPSP terhadap Jenis Kelamin


Hasil KPSP
Jenis Kelamin
Sesuai Meragukan Menyimpang
Laki-laki 4 5 2
Perempuan 14 4 1
Total 18 9 3
Dari data deskriptif pada tabel, didapatkan 14 balita perempuan dan 4 balita
laki-laki dengan perkembangan sesuai usia, 4 balita perempuan dan 5 balta laki-laki
dengan perkembangan meragukan, serta 1 balita perempuan dan 2 balita laki-laki
dengan perkembangan yang menyimpang dari usia.

5.3. Analisis Bivariat


Untuk mengetahui pengaruh status gizi kurang dan buruk terhadap tumbuh kembang
balita digunakan uji chi square. Namun, dalam hasil analisis syarat uji chi square tidak
terpenuhi, maka dilakukan uji alternatif lainnya, yaitu Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil
analisis tersebut didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan
tumbuh kembang balita (p=0,97).

20
Tabel 9. Analisis Hubungan Status Gizi Kurang dan Buruk dengan Tumbuh Kembang
Balita
Skor KPSP
Status
Nilai p
Gizi Sesuai % Ragu-ragu % Menyimpang %
Kurang 14 46,7% 9 30% 2 6,7%
Buruk 4 13,3% 0 0% 1 3,3% 0,97
Total 18 60% 9 30% 3 10%
Berdasarkan data deskriptif pada tabel, didapatkan 14 balita (46,7%) gizi kurang dan
4 balita (13,3%) gizi buruk dengan perkembangan sesuai KPSP, 9 balita (30%) gizi kurang
dengan perkembangan yang meragukan, serta 2 balita (6,7%) gizi kurang dan 1 balita gizi
buruk (3,3%) dengan perkembangan yang menyimpang dari KPSP.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2017, dimana dilakukan
penelitian pada 212 balita berusia 12 – 60 bulan di daerah Magelang, didapatkan tidak
terdapat hubungan antara status gizi dengan tumbuh kembang anak (p= 0,633). Penelitian
lain yang dilakukan pada tahun 2011, dimana diteliti hubungan perkembangan dengan

status gizi balita usia 1-2 tahun, juga didapatkan tidak terdapat hubungan (p= 0,394). 5,16

5.4. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian ini adalah tidak menilai aspek lain yang berhubungan
dengan tumbuh kembang balita, seperti pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga.
Pendidikan ibu penting, karena ibu menjadi pengasuh pertama seorang anak, sehingga
stimulasi yang diberikan ibu berhubungan dengan tumbuh kembang anak. Status ekonomi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, karena
berhubungan dengan fasilitas yang bisa disediakan untuk stimulasi perkembangan anak.
Kelemahan lain, yaitu pertemuan pertama kali antara peneliti dengan balita,
sehingga balita cenderung diam saat dilakukan proses wawancara yang berpengaruh pada
beberapa aspek perkembangan KPSP.

21
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Tidak terdapat hubungan antara status gizi kurang/buruk dengan tumbuh kembang
pada balita berusia 12 – 60 bulan yang berada di wilayah kerja Kecamatan Alak.

6.2. Saran
 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko lainnya yang dapat
mengganggu tumbuh kembang balita seperti pendidikan ibu dan status ekonomi
 Perlu dilakukan stimulasi pada balita dengan hasil KPSP meragukan serta
pemeriksaan lebih lanjut pada balita dengan hasil KPSP menyimpang
 Perlu dilakukan promosi kesehatan mengenai stimulasi tumbuh kembang anak, yang
dapat diadakan saat kelas ibu atau melalui para kader posyandu.
 Perlu penjaringan lebih luas pada balita-balita yang tidak datang saat posyandu
sehingga dapat mengetahui status gizi dan tumbuh kembang serta dapat dilakukan
intervensi dini
 Perlu penelitian lanjutan pada balita dengan hasil KPSP meragukan setelah
diberikan stimulasi oleh ibu.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjarif D, Nasar S, Devaera Y, Tanjung C. Asuhan nutrisi pediatrik (pediatric nutrition


care). Ikat Dr Anak Indones. 2011;4–5.
2. Ministry of Health. Data dan Informasi - Profil Kesehatan Indonesia (Data and
Information - Indonesia Health Profil). 2018;1–184. Available from:
http://www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2017.pdf
3. Laporan Bulanan Balita Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Alak.
4. Nusa P, Timur T. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2017.
5. Soedjatmiko S. Deteksi Dini Gangguan Tumbuh Kembang Balita. Sari Pediatr. 2016;
6. Tahun U, Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K, Penelitian B. Hubungan Status Gizi dan
Perkembangan Anak Usia 1-2 Tahun. 2011;13(2):142–6.
7. Kliegman RM. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016.
8. Kedokteran F, Studi P, Umum K. Status Gizi dan Hubungannya dengan Tingkat
Pengetahuan mengenai Kekurangan Kalori Protein JAKARTA Status Gizi dan
Hubungannya dengan Tingkat Pengetahuan mengenai Kekurangan Kalori Protein.
2011;
9. Sarah M Phillips, MS, RD L, Robert J Shulman M. Measurement of growth in children.
uptodate. 2013.
10. Melva Diana F. STUDI LITERATUR | PEMANTAUANPERKEMBANGANANAK
BALITA.
11. Kemenkes RI. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan ( KPSP ). 2016;21-22; 35-39.
12. John CC, Black MM, Nelson CA. Neurodevelopment: The Impact of Nutrition and
Inflammation During Early to Middle Childhood in Low-Resource Settings. Pediatrics.
2017;
13. Ali S. A brief review of risk-factors for growth and developmental delay among
preschool children in developing countries. Adv Biomed Res. 2013;
14. Humaira H, Jurnalis YD, Edison E. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan
Psikomotorik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lapai Padang Tahun 2014. J Kesehat
Andalas [Internet]. 2016;5(2):402–8. Available from:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/530
15. Widajanti E, Garna H, Chairulfatah A, Hudaya D. Risk factors of developmental delay:
a community-based study. Paediatr Indones. 2003;49(6):158–61.

23
16. Entie R. Hubungan Status Gizi dengan Perkembangan Anak Usia 1 sampai 5 Tahun di
Kelurahan Tidar Utara, Kota Magelang. J Keperawatan Soedirman. 2017;12(1):31.

Lampiran 1. Tabel SPSS

24
25
26
27
28
Lampiran 2: Kuesioner Penelitian

KUISIONER

Hubungan Status Gizi Kurang dan Gizi Buruk Dengan


Tumbuh Kembang Anak Usia 1-5 Tahun

Nama Ibu :

Usia Ibu :

Nama Anak :

Usia Anak :

Anak ke- :

BB :

PB/TB :

Status Gizi :

Tgl:

------------------------------

29

Anda mungkin juga menyukai