Rabies
Rabies
BAB I
PENDAHULUAN
Rabies adalah suatu penyakit infeksi virus akut pada SSP yang
disebabkan oleh virus rabies suatu virus RN. Virus rabies termasuk genu
Lysssa-virus, family Rhabdovirida. Nama lain rabies adalah hydrophobia,
la rage (prancis), la rabbia (italia), rabia (spanyol), die tollwut (jerman) atau
di Indonesia dikenal sebagai penyakit anjing gila.1,2
Virus rabies terdapat dalam air liur binatang yang telah infeksi melalui
gigitan, goresan dan garukan yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Dengan demikian semua kasus rabies terjadi sebagai akibat dari inokulasi
viral melalui kulit yang telah terbuka. Hewan-hewan yang sering
mengalami adalah anjing, rubah, serigala, kucing, kalong, dan kera.
Dalam kepustakaan kasus rabies tanpa gigitan binatang tetapi hanya
dengan menghirup udara yang mengandung rabies. Hal ini terjadi didalam
gua-gua, dimana terdapat banyak sekali kalong yang telah menderita
rabies. Selain itu dapat pula terjadi di labolatorium karena kurang hati-
hati.2,3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
Pada survey tahun 1999, 45 negara dari 145 negara yang disurvei
dilaporkan tidak jumpai kasus rabies di tahun tersebut. Jumlah kematian di
dunia karena penyakit rabies pada manusia diperkirakan lebih 50.000
orang tiap tahunnya dan terbanyak pada Negara-negara Asia dan Afrika
yang merupakan daerah endemis rabies. Sampai kini hanya 5 Propinsi di
Indonesia bebas historis rabies, yaitu Kalimantan Barat, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Maluku dan Irian Jaya. Sejak tahun 1994 propinsi yang
tadinya endemis rabies, telah dibebaskan dari rabies pada manusia pada
hewan yaitu di Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta sampai saat
ini ada 18 propinsi yang belum bebas kasus rabies. Pada tahun 1998
terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT. Jumlah rata-rata
pertahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies tiga
tahun terakhir (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %)
divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR
dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun ( 1995- 1997). Ditemukan
rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia, seakan 22,44 spesimen
dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan positif rabies. Di
Indonesia binatang penggigit yang paling banyak adalah anjing (90%),
6
kucing (6%), kera dan lain-lain (4%). Di Asia rabies banyak dijumpai di
India, sri langka, Pakistan, Bangladesh, china, filipina dan Thailand.
Negara lain yang juga banyak dijumpai kasus rabies adalah Meksiko,
Amrika tengah dan selatan, Amerika serikat.2,3
Sehubungan dengan adanya penyakit ini pemerintah Indonesia
mengeluarkan suatu peraturan khusus pada tahun 1926 yang disebut
ordonansi rabies (Hondsholheid Ordonantie, Staatsblad No. 451, 1926)
dan peraiuran pelaksananya yaitu (staatsblad No. 452, 1926) yang
bertujuan mencegah perluasan rabies.2,7,8
Selanjutnya ordonansi tersebut mengalami perubahan-perubahan atau
penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan pada waktu itu.
Namun demikian rabies terus berjangkit sampai sekarang malah ada
tendensi semakin meningkat dan meluas. Dilakukan juga program
pembebasan rabies lainnya. Program pembebasan rabies merupakan
kesepakatan Nasional dan merupakan kerjasama kegiatan 3 (tiga)
Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Ditjen Peternakan),
Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUOD) dan Departemen Kesehatan
(Ditjen PPM & PLP), sejak awal Pelita V 1989 hingga diperpanjang
sampai dengan tahun 2005.2
C. Etiologi
Rabies terjadi akibat adanya infeksi virus rabies, virus Neurotropik dari
genus Lyssavirus, dan family Rabdoviridae. Hal ini diklasifikasikan
sebagai genotipe 1, serotipe 1 dalam genusnya. Ada banyak jenis dari
virus rabies, strain masing-masing dipetahankan dalam host reservoir
tertentu. Meskipun virus ini mudah dapat menyebabkan rabies pada
spesies lain, mereka biasanya mati selama perjalanan serial dalam
spesies yang tidak sesuai. Host reservoir kadang-kadang digunakan
sebagai kata sifat untuk menggambarkan asal strain itu.4,6
7
D. Patogenesis
E. Manifestasi klinis
Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa
berfariasi antara 7 hari-7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi kadang-
kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya gigitan. Pada
anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek daripada orang dewasa.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka
gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke saraf pusat), derajat
patogenitas virus dan persyarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala
inkubasi 25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari. Pada manusia
secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang dalam keadaan
sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu : 1) gejala
prodromal nonspesifik; 2) ensefalitis akut; 3) disfungsi batang otak; 4)
koma dan kematian.2,4
12
1. Stadium prodromal
dapat berlangsung sampai gejala neurologis akut dapat berupa furios atau
paralitik. Miodema dijumpai pada stadium prodromal pada stadium
prodromal dan menetap selama perjalan penyakit.2,4,7,8
2. Stadium neurologis akut
3. Stadium koma
F. Diagnosis
palsu. Di AS tes standar adalah rapid fluorescent focus test (RFFIT) untuk
mendeteksi antibody spesifik, dimana hasil diperoleh dapal 48 jam. 2,4,8
Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk
penyakit rabies, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat, dan pada yang
klasik terdapat butir-butir basofilik didalamnya. Negri bodies dapat dilihat
melalui histopatologi biopsy jaringan otak penderita post-mortem dan
jaringan otak hewan terinfeksi atau hewan yang diinokulasi dengan virus
rabies. Deteksi RNA virus rabies seperti juga pada infeksi virus lainnya,
dapat dilakukan melalui pemeriksaan reverse-transcriptase polymerase
chain reaction (RT-PCR).2,4,8
G. Diagnosis Banding
H. Tatalaksana
I. Komplikasi
J. Preventif
1. Penanganan luka
2. Vaksinasi15
Apabila kontak dengan air luir pada kulit luka yang tidak berbahaya,
maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR apabila
20
kontak dengan air liur pada luka berbahaya. Dosis dengan cara
pemberian Vaksin dan Serum Anti Rabies adalah sebagai berikut :
a). Dosisi dan Cara Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR)
Purified Vero Rabies Vaccine (PVRV)
Kemasan :
Vaksin terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
b). Dosis dan cara pemberian sesudah digigit (Post Exposure Treatment)
- Cara pemberian :
disuntikan secara intra muskuler (im) di daerah deltoideus (anak–anak di
daerah paha).
- Dosis
Serum Momolog
- Kemasan : vial 2 ml ( 1 ml = 150 IU )
- Cara pemberian :
23
- Kemasan :
Dus berisi 7 vial @ 1 dosis dan 7 ampul pelarut @ 2 mlDus berisi 5
ampul @ 1 dosis intra cutan dan 5 ampul pelarut @ 0,4 ml.
- Cara pemberian :
Disuntikkan secara intra cutan (ic) di bagian flektor lengan bawah.
- Dosis :
25
K. Prognosis
Kematian akibat infeksi virus rabies boleh dibilang 100% bila virus
sudah mencapai system saraf. Dari tahun 1857 sampai tahun 1972 dari
kepustakaan dilaporkan 10 pasien sudah sembuh dari rabies namun sejak
1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup.
Prognosis rabies selalu fatal karena sekali gejala rabies telah tampak
hampir semua selalu kematia 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal
napas/henti jantung ataupun paralisis generalisata. Berbagai penelitian
dari tahun 1986-2000 melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing
pengidap rabies di Negara endemis segera mendapat perawatan luka,
pemberian VAR dan SAR mendapatkan angkasurvival 100%.2
26
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. J
Umur : 44 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas 3 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan demam sejak 3
hari yang lalu bersifat hilang timbul, pasien mengeluh sakit kepala yang
berdenyut dan terasa pusing. pasien terlihat sangat gelisah, susah makan
dan minum, disertai mual (+) muntah (+) nyeri pada perut sebelah kiri,
BAB encer, lendir (+) dan takut melihat orang banyak.
Pasien tinggal di Napu yang kawasannya banyak anjing liar, 2 minngu
yang lalu pasien pernah digigit anjing peliharaannya dibagian sela jari
telunjuk tangan kanan yang sudah sembuh setelah digigit anjing pasien
mengaku tidak pernah berobat dipuskesmas hanya berobat dengan obat
kampung alasan pasien karena akses ke puskesmas jauh dari tempat
tinggal pasien. Setelah beberapa hari pasien digigit anjing, anjing tersebut
meninggal dikarenakan dipukul warga setempat.
27
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Kondisi : Sakit berat
Gizi : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/90 mmhg
Nadi : 92x/menit
Suhu : 38,5
Pernapasan : 40x/menit
Pemeriksaan Leher :
Kelenjar getah bening : tidak dilakukan pemeriksaan
Kelenjar tiroid : tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Thorax :
Paru-paru :
- Inspeksi : simetris bilateral
- Palpasi : vocal fremitus kiri=kanan
- Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
- Auskultasi : vesiular (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : dalam batas normal
- Palpasi : dalam batas normal
28
D. Pemeriksaan neurologis
GCS : E4 M6 V5
1. Kepala:
o Penonjolan: (-)
2. N. Cranialis:
o N. Olfactorius (I): Normosmia
o N.Optikus (II):
Ketajaman penglihatan : 6/6 D/S
Lapangan penglihatan : Normal D/S
o N. Occulomotoris (N.III), N. Trochlearis (N.IV), N. Abducens (N.VI)
Celah kelopak mata:
Ptosis: (-)
Exopthalmus: (-)
Pupil: ukuran : 2,55mm/ bulat D/S
Isokor/anisokor : Isokor D/S
Reflex cahaya langsung : (+/+) D/S
Ref. cahaya tdk langsung : (+/+) D/S
Reflex akomodasi : (+/+) D/S
Gerakan bola mata:
Parese kearah : (-/-) D/S -
Nistagmus : (-/-) D/S
o N. V (trigeminus):
Sensibilitas: N.V1: Normal
N.V2: Normal
N.V3: Normal
29
Motorik:
Inspeksi: Normal
Mengigit : Normal
Membuka mulut : Normal
o N. VII:
Motorik: M. Frontalis M. orbik.okuli M. orbik. Oris
Normal Normal Normal
Istirahat: Normal Normal Normal
Gerakan mimik: Normal Normal Normal
Pengecap 2/3 lidah bagian depan: tidak dilakukan pemeriksaan
o N. VIII:
Pendengaran: normal D/S
Tes rinne/weber:
Fungsi vestibularis:
o N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
Posisi arkus pharinks:
Reflex telan/muntah:
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang:
Fonasi:
Takikardi/bradikardi:
o N. XI:
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: Normal
Angkat bahu: Normal
o N.XII:
Deviasi lidah: (-)
Fasciculasi: (-)
Atrofi: (-)
Tremor: (-)
Ataxia: (-)
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
30
Schaefer: (-)
Oppenheim: (-)
Sensibilitas:
Ekstroseptif
Nyeri:
Suhu:
Rasa raba halus:
Propioseptif
Rasa sikap:
Rasa nyeri dalam:
Fungsi Kortikal Luhur: Normal
7. Pergerakan abnormal yang spontan:
8. Gangguan koordinasi:
9. Gangguan keseimbangan:
10. Pemeriksaan fungsi luhur:
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
Fungsi kognisi : baik
E. Diagnosis
Diagnosis klinis : Vulnus morsum
Diagnosis Topis : Susunan saraf pusat
Diagnosis Etiologi : Rabies
32
F. Terapi
O2 4 liter/menit
Dextro 5% : RL : 1:1 28 tts/menit
Inj ranitidin 1 amp/12 jam (iv)
Inj ordensentron 1 amp/ 8 jam
PCT 3x500mg
Drips sanmol 1gr/8jam
Inj ceftiaxon 1gr/12 jam
Drips diazepam 1 ampl/kolf
G. Prognosis
Qua ad vitam : malam
Qua ad sanationem : malam
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari pemeriksaan fisik didapatkan luka gigitan anjing yang sudah sembuh
menurut teori gejala yang spesifik yaitu gatal dan parastesia pada luka bekas
gigitan anjing. kesadaran pasien dalam keadaan baik yaitu compos mentis
dengan GCS 15 E4M6V5. Pemeriksaan nervus kranialis dalam batas
normal
Namun prognosis rabies selalu fatal karena sekali gejala rabies telah
tampak hampir semua selalu kematian 2-3 hari sesudahnya sebagai
akibat gagal napas/henti jantung ataupun paralisis generalisata.
35
BAB V
KESIMPULAN
Pada manusia secara teoritis gejala klinis terdiri dari 4 stadium yang
dalam keadaan sebenarnya sulit dipisahkan satu dari yang lainnya, yaitu :
1) gejala prodromal nonspesifik, 2) ensefalitis akut, 3) disfungsi batang
otak, 4) koma dan kematian.
Sampai saat ini tidak ada terapi untuk penderita yang telah menunjukan
gejala rabies, penanganan hanya berupa tindakan suportif dalam
penanganan gagal jantung dan gagal napas. Kematian akibat infeksi virus
rabies boleh dibilang 100% bila virus sudah mencapai system saraf.
36
DAFTAR PUSTAKA
8. Gompf SG. Rabies. [Online]. 2011 Des 12 [cited 2018 mei 08]; [14
screens]. Available from :
URL : http://emedicine.medscape.com/article/220967-overview
9. Brunch JT, Thalji MK, Pellika PA, Aksamit TR. Respiratory failure in
tetanus. Journal of American College of Chest Physicians. 2002; 122;
1488-1492.
12. Hinfey PB . Tetanus. [Online]. 2011 Sept 28 [cited 2018 mei 08]; [12
screens]. Available from :
URL : http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview
13. Farrar JJ, Yen LM, Cook T, et al. Tetanus. Journal of J Neourol
Neurosurg Psychiatry. 2000; 69; 292-301.
14. Ritarwan K. Tetanus. [Online]. No show/pdf [cited 2018 Apr 10]; [10
screens]. Available from :
URL : http://library.usu.ac.id/download/fk/penysaraf-kiking2.pdf
URL : www.depkes.go.id/downloads/Petunjuk%20Rabies.pdf