Anda di halaman 1dari 15

[Perencanaan Lingkungan] World Summit on Sustainable Development,

Johannesburg Declaration on Sustainable Development


Rizki Woro Indrastuti
Magister Program of Environmental Engineering, Institut Teknologi Bandung

Pendahuluan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, isu lingkungan hidup semakin menjadi isu
yang sangat penting untuk ditindaklanjuti bersama, baik oleh negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang di dunia. Sebenarnya upaya untuk perawatan dan pencagahan dari
kerusakan dan pencemaran telah banyak dilakukan, namun kondisi lingkungan dan bumi tidak
semakin baik dan diperparah dengan terjadinya fenomena perubahan iklim (climate change). Hal
ini lah yang mendasari diselenggarakannya berbagai konferensi tingkat tinggi oleh masyarakat
dunia, untuk membuat suatu pedoman dan arahan pelaksanaan pembangunan baik di tingak
global, regional dan nasional. Adapun salah satu konferensi tingkat tinggi yang pernal
diselenggarakan oleh masyarakat dunia adalah World Summit on Sustainable Development
(WSSD) yang dilasanakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada 26 agustus sampai 4 September
2002.
Konferensi WSSD ini dilaksanakan 10 tahun setelah KTT Bumi pertama yang
diselenggarakan pada Rio de Janeiro pada Juni 1992. Latar belakang diadakannya WSSD yaitu
masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi prinsip-prinsip Rio dan agenda 21 masih jauh
dari harapan. Masih banyak kendala dalam pelaksanaan agenda 21. Sekalipun demikian
masyarakat global masih mengganggap bahwa pinsip-prinsip agenda 21 masih relevan.
Kelemahan terletak pada aspek implementasinya. Oleh karena itu Majelis Umum PBB
memutuskan adanya World Summit on Suistanable Development (WSSD). Ada 3 tujuan utama
diselenggarakannya WSSD yaitu sebagai berikut ini.
1. Mengevaluasi 10 tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen poltik dalam
pelaksanaan agenda 21 di masa datang.
2. Menyusun program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan.
3. Mengembangkan kerjasma bilateral dan multilateral.
Dokumen yang dihasilkan dalam WSSD adalah sebagai berikut ini.
1. Program aksi tentang pelaksanaan agenda 21 sepuluh tahun mendatang yang dituangkan
dalam Rencana Implementasi (Johannesburg Plan of Implementation). Secara umum
berisikan kesepakatan internasional tentang upaya yang harus dilakukan berdasar prinsip
common but differentianted responsibility yang terdiri dari 11 bab.
2. Deklarasi politik. Deklarasi ini disebut Deklarasi Johannesburg untuk Pembangunan
Berkelanjutan (Johannesburg Declaration for Sustainable Development), merupakan
deklarasi bersama antara pemimpin negara dan pemerintah-pemerintah yang berisikan
tantangan dan komitmen dunia internasional dalam menjalankan pembangunan
berkelanjutan.
3. Komitmen berupa inisatif kemitraan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang
dituangkan dalam Dokumen Kerjasama (Partnership Document). Berisikan kerjasama yang
bermaksud mempercepat proses pembangunan berkelanjutan yang merata secara
internasional dengan dukungan dana dari negara-negara maju serta Lembaga Internasional.
Fokus utama KTT ini berada pada 5 sektor yang dikenal dengan istilah “WEHAB”
(Water, Energy, Health, Agriculture and Biodiversity). Adapun pokok-pokok rencana
pelaksanaan dari konferensi ini meliputi beberapa hal berikut ini.
1. Pemberantasan kemiskinan.
2. Perubahan pola konsumsi dan produksi.
3. Proteksi dan mengelola sumber daya alam sebagai landasan pembangunan ekonomi dan
sosial.
4. Pembangunan berkelanjutan dalam pengembangan globalisasi.
5. Kesehatan dan pembangunan berkelanjutan.
6. Pembangunan berkelanjutan untuk kawasan regional: Amerika Latin dan Karibia, Asia dan
Pasifik, Kawasan Afrika Barat dan Eropa.
7. Sarana untuk pelaksanaan perdagangan, keuangan, ahli teknologi, iptek dan lainnya.
8. Kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan (good governance).
Pertemuan puncak antar kepala pemerintahan sedunia di Johannesburg, Afrika Selatan,
pada 1-4 September 2002 ini juga dihadiri oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan berbagai
delegasi dari 191 negara termasuk 109 kepala negara. Jumlah peserta mencapai 21.000, bahkan
lebih banyak lagi karena banyak yang tidak tercatat. Diperkirakan peserta mencapai 60.000.
Sumber-sumber kompeten di WSSD mengklaim bahwa konferensi ini adalah yang terbanyak
pesertanya sepanjang sejarah PBB.

Isi World Summit on Sustainable Development, Johannesburg, Afrika Selatan


Dari saat ini untuk kedepannya
1. Kami, perwakilan dari masyarakat dunia, berkumpul pada World Summit on Sustainable
Development di Johannesburg, Afrika selatan pada 2-4 September 2002, menegaskan
komitmen kami untuk pembangunan berkelanjutan.
2. Kami berkomitmen untuk membangun masyarakat global yang manusiawi, adil dan
kesadaran masyarakat global tentang martabat manusia untuk semua orang.
3. Pada awal KTT ini, anak-anak di dunia berbicara kepada kami dengan sederhana
dan jelas bahwa masa depan adalah milik mereka, dan karenanya menuntut kami semua
untuk memastikan bahwa melalui tindakan kami, mereka akan diwarisi dunia yang bebas dari
penghinaan dan ketidakpatutan yang disebabkan oleh kemiskinan, degradasi lingkungan dan
pola pembangunan yang tidak berkelanjutan.
4. Sebagai tanggapan kami terhadap anak-anak ini, yang mewakili masa depan kolektif kami,
kami semua yang datang dari setiap penjuru dunia, yang berwawaskan oleh berbagai
pengalaman hidup, bersatu dan tergerak oleh perasaan yang sangat dirasakan bahwa kami
sangat perlu menciptakan sebuah dunia harapan baru dan cerah.
5. Oleh karena itu, kami mengasumsikan tanggung jawab kolektif untuk memajukan dan
memperkuat pilar pembangunan berkelanjutan yang saling bergantung - pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan - di tingkat lokal, nasional,
regional dan global.
6. Dari Benua ini, kami nyatakan kelahiran dari kemanusiaan (Cradle of Humanity), melalui
Rencana Pelaksanaan dan Deklarasi ini, tanggung jawab kami satu sama lain, kepada
komunitas kehidupan yang lebih besar dan anak-anak kami.
7. Menyadari bahwa umat manusia berada di persimpangan jalan, kami telah bersatu dalam
tekad yang sama untuk melakukan upaya positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan untuk
menghasilkan rencana praktis dan nyata yang harus mewujudkan pengentasan kemiskinan
dan pembangunan manusia.
Dari Stockholm ke Rio de Janeiro ke Johannesburg
8. 30 tahun yang lalu, di Stockholm, kami sepakat mengenai kebutuhan mendesak untuk
menanggapi masalah kerusakan lingkungan. Sepuluh tahun yang lalu, di Konferensi
Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang diadakan di Rio de
Janeiro, kami sepakat bahwa perlindungan lingkungan, dan pembangunan sosial dan
ekonomi sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan, berdasarkan Prinsip Rio. Untuk
mencapai perkembangan tersebut, kami mengadopsi program global, Agenda 21, dan
Deklarasi Rio, dimana kami menegaskan kembali komitmen kami. KTT Rio merupakan
tonggak penting yang menjadi agenda baru pembangunan berkelanjutan.
9. Antara Rio dan Johannesburg, negara-negara dunia bertemu di beberapa konferensi besar di
bawah bimbingan Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk Konferensi Monterrey mengenai
keuangan berkelanjutan, serta Konferensi Tingkat Menteri Doha. Konferensi-konferensi ini
mendefinisikan dunia sebagai visi menyeluruh bagi masa depan umat manusia.
10. Pada KTT Johannesburg, kami mencapai banyak hal untuk menyatukan keberagaman dan
pandangan orang-orang dalam pencarian konstruktif pada visi yang sama, menuju dunia yang
menghormati dan menerapkan visi pembangunan berkelanjutan. Johannesburg juga
menegaskan bahwa kemajuan signifikan telah dicapai untuk mencapai konsensus global dan
kemitraan di antara semua orang di planet kami.
Tantangan yang dihadapi
11. Kami menyadari bahwa pemberantasan kemiskinan, perubahan pola konsumsi dan produksi,
dan perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan
sosial adalah tujuan menyeluruh, dan merupakan persyaratan penting untuk pembangunan
berkelanjutan.
12. Garis besar yang dalam yang membagi masyarakat manusia antara orang kaya dan orang
miskin dan kesenjangan yang terus meningkat antara dunia maju dan berkembang merupakan
ancaman besar bagi kemakmuran, keamanan dan stabilitas global.
13. Lingkungan global terus menurun. Hilangnya keanekaragaman hayati berlanjut, stok ikan
terus terkuras, klaim penggurunan lahan semakin subur, bencana alam lebih sering dan lebih
dahsyat dan negara berkembang lebih rentan, dan pencemaran air, air dan laut terus
merampok jutaan kehidupan yang layak.
14. Globalisasi telah menambahkan dimensi baru pada tantangan ini. Integrasi pasar yang cepat,
mobilitas modal dan kenaikan arus investasi yang signifikan di seluruh dunia telah membuka
tantangan dan peluang baru untuk mengejar pembangunan berkelanjutan. Namun, manfaat
dan biaya (cost and benefit) globalisasi tidak terdistribusi dengan merata, sehingga negara-
negara berkembang menghadapi kesulitan khusus dalam memenuhi tantangan ini.
15. Kami mempertaruhkan keberlangsungan perbedaan global ini dan kecuali kami bertindak
sedemikian rupa sehingga mereka mungkin tidak dapat melakukannya. Kuningan atau
cerobong asap berdenting.
Komitmen terhadap pembangunan yang berkelanjutan
16. Kami bertekad untuk memastikan bahwa keragaman kami yang kaya, yang merupakan
kekuatan kolektif kami, akan digunakan untuk kemitraan yang konstruktif untuk perubahan
dan untuk pencapaian tujuan bersama pembangunan berkelanjutan.
17. Menyadari pentingnya membangun solidaritas manusia, kami mendorong promosi dialog dan
kerjasama antara peradaban dan masyarakat dunia, terlepas dari ras, cacat, agama, bahasa,
budaya dan tradisi.
18. Kami menyambut fokus KTT Johannesburg pada kesatuan martabat manusia yang dan
diselesaikan melalui keputusan mengenai target, jadwal dan kemitraan untuk mempercepat
akses terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih, sanitasi, tempat tinggal, energi, perawatan
kesehatan, keamanan pangan dan perlindungan biodiversitas. Pada saat yang sama, kami
akan bekerja sama untuk saling membantu untuk memiliki akses terhadap sumber keuangan,
mendapatkan keuntungan dari pembukaan pasar, memastikan peningkatan kapasitas,
menggunakan teknologi modern untuk mewujudkan pembangunan, dan memastikan bahwa
ada transfer teknologi, sumber daya manusia pengembangan, pendidikan dan pelatihan untuk
menghalau keterbelakangan selamanya.
19. Kami menegaskan kembali janji kami untuk memberikan fokus khusus, dan memberikan
perhatian prioritas kepada untuk berperang melawan kondisi di seluruh dunia yang
menimbulkan ancaman berat bagi pembangunan berkelanjutan rakyat kami. Di antara kondisi
ini meliputi: kelaparan kronis; malnutrisi; pendudukan asing; konflik bersenjata; masalah
narkoba; kejahatan terorganisir; korupsi; bencana alam; perdagangan senjata terlarang;
perdagangan manusia; terorisme; intoleransi dan hasutan terhadap kebencian rasial, etnis,
agama dan kebencian lainnya; xenofobia; dan penyakit endemik, menular dan kronis,
khususnya HIV / AIDS, malaria dan tuberkulosis.
20. Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa pemberdayaan dan emansipasi perempuan, dan
kesetaraan gender terintegrasi dalam semua kegiatan yang tercakup dalam Agenda 21,
Tujuan Pembangunan Milenium dan Rencana Pelaksanaan Johannesburg.
21. Kami menyadari bahwa masyarakat global memiliki sarana dan karunia sumber daya untuk
mengatasi tantangan pemberantasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan yang
dihadapi semua umat manusia. Bersama-sama, kami akan mengambil langkah ekstra untuk
memastikan bahwa sumber daya yang tersedia ini digunakan untuk kepentingan umat
manusia.
22. Dalam hal ini, untuk berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan dan target kami,
kami mendesak negara maju yang belum melakukannya untuk melakukan upaya konkret
mencapai tingkat bantuan pembangunan resmi yang disepakati secara internasional.
23. Kami menyambut baik dan mendukung munculnya kelompok dan aliansi regional yang lebih
kuat, seperti New Partnership for Africa's Development, untuk mempromosikan kerja sama
regional, meningkatkan kerjasama internasional dan pembangunan berkelanjutan.
24. Kami akan terus memberi perhatian khusus pada kebutuhan perkembangan dari pulau kecil
yang berkembang dan negara-negara terbelakang.
25. Kami menegaskan kembali peran vital masyarakat pribumi dalam pembangunan
berkelanjutan
26. Kami menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang
dan partisipasi berbasis luas dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan
implementasi di semua tingkat. Sebagai mitra sosial, kami akan terus bekerja untuk
kemitraan yang stabil dengan semua kelompok utama, menghormati peran mandiri dan
penting dari masing-masing kelompok.
27. Kami sepakat bahwa dalam mengejar kegiatan sektor swasta yang legal, baik perusahaan
besar maupun kecil, memiliki kewajiban untuk berkontribusi terhadap evolusi masyarakat
dan masyarakat yang adil dan berkesinambungan.
28. Kami juga setuju memberikan bantuan untuk meningkatkan peluang kerja menghasilkan
pendapatan, dengan mempertimbangkan Deklarasi Prinsip dan Hak Mendasar di tempat
Kerja pada Organisasi Perburuhan Internasional.
29. Kami setuju bahwa ada kebutuhan bagi perusahaan sektor swasta untuk menerapkan
akuntabilitas perusahaan, yang harus dilakukan dalam lingkungan peraturan yang transparan
dan stabil.
30. Kami berusaha untuk memperkuat dan memperbaiki tata kelola di semua tingkat untuk
pelaksanaan Agenda 21 yang efektif, tujuan pembangunan Milenium (MDGs) dan Rencana
Pelaksanaan KTT.
Multilateralisme adalah masa depan
31. Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, kami membutuhkan institusi
internasional dan multilateral yang lebih efektif, demokratis dan akuntabel.
32. Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, serta untuk memperkuat multilateralisme. Kami
mendukung peran kepemimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai organisasi yang
paling universal dan representatif di dunia, yang paling baik ditempatkan untuk
mempromosikan pembangunan berkelanjutan.
33. Kami selanjutnya berkomitmen untuk memantau kemajuan secara berkala terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan kami.
Buat itu terjadi!
34. Kami sepakat bahwa ini harus merupakan proses inklusif, yang melibatkan semua kelompok
besar dan Pemerintah yang berpartisipasi dalam KTT Johannesburg yang bersejarah.
35. Kami berkomitmen untuk bertindak bersama, dipersatukan oleh tekad yang sama untuk
menyelamatkan planet kami, mempromosikan pembangunan manusia dan mencapai
kemakmuran dan perdamaian yang mendunia.
36. Kami berkomitmen pada Rencana Pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi tentang
Pembangunan Berkelanjutan dan untuk mempercepat pencapaian target waktu, sosial
ekonomi dan lingkungan yang terkandung di dalamnya.
37. Dari benua Afrika, tempat lahirnya kemanusiaan, kami dengan sungguh-sungguh berjanji
kepada orang-orang di dunia dan generasi yang pasti akan mewarisi Bumi ini bahwa kami
bertekad untuk memastikan bahwa harapan kolektif kami untuk pembangunan berkelanjutan
dapat direalisasikan.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan
Pemerintah Afrika Selatan atas keramahan dan pengaturan yang sangat baik yang dibuat untuk
KTT Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan.

Johannesburg pada SDGs


SDGs (Sustainable Development Goals) sendiri merupakan sebuah kesepakatan yang dibuat oleh
PBB yang merupakan hasil kelanjutan pada Program MDGs (Millenium Development Goals)
yang berakhir pada tahun 2015 silam. SDGs sendiri merupakah serangkaian dari kegiatan untuk
masyarakat dunia yang bertujuan untuk melaksanakannya pembangunan yang berkelanjutan.
Pada SDGs ini menekankan penghapusan kemiskinan dalam segala bentuk dan dimensi serta
menekankan komitmen dunia untuk memperbaiki dan melindungi lingkungan hidup di Bumi.
Sehingga untuk mencapai tujuannya dibentuklah 59 poin perjanjian SDGs dan 17 Sustainable
Development Goals dengan 169 target untuk diimplementasikan dipenjuru dunia. Perjanjian
yang dilaksanakan pada 25 September 2015, dengan tema “Transforming our world: 2030
Agenda for Sustainable Development”, ini diikuti oleh 193 negara dibawah naungan PBB.
Adapun isi 17 SDGs yang dicanangkan adalah sebagai berikut ini.

1. Berantas kemiskinan
2. Berantas kelaparan
3. Kesehatan dan kesejahteraan yang baik
4. Kualitas pendidikan yang baik
5. Kesetaraan gender
6. Ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik
7. Ketersediaan energi bersih
8. Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang baik
9. Industri, inovasi dan infrastruktur yang baik dan ramah lingkungan
10. Pengurangan ketidaksamarataan
11. Kota dan komunitas berkelanjutan
12. Produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab
13. Penekanan pada aksi iklim
14. Memperhatikan kehidupan di air
15. Memperhatikan kehidupan di darat
16. Institusi yang aman, adil dan kuat
17. Kerjasama untuk pencapaian tujuan

Dasar prinsip yang diterapkan pada SDGs masih mengacu pada prinsip-prinsip yang diterapkan
pada perjanjian Johannesburg, yaitu tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan
Lingkungan, Ekonomi dan Sosial. 17 tujuan yang ditetapkan pada SDGs ini juga mencakupi
poin-poin tujuan yang dicanangkan pada perjanjian Johannesburg. Adapun relasi antara 17 SDGs
yang ditargetkan dengan poin isi dari perjanjian Johannesburg adalah sebagai berikut ini. Hal ini
juga dinyatakan pada deklarasi SDGs, dimana SDGs berkomitmen dalam melakukan
pembangunan berkelanjutan dalam 3 dimensi, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan secara
seimbang dan terpadu (poin 2, Deklarasi SDGs, pada lampiran).
Bagian 1 Deklarasi Johannesburg: Dari saat ini untuk kedepannya

Bagian ini terdiri dari 4 poin yang menjelaskan tujuan umum diselenggarakannya perjanjian
Johannesburg. Dimana perjanjian ini didasarkan pada komitmen yang dibuat oleh seluruh
masyarakat dunia, diberbagai tingkatan yang melibatkan berbagai komunitas, untuk melakukan
pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada 3 pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu
lingkungan, ekonomi dan sosial. Pada dasarnya bagian ini akan dapat mencakup ke 17 poin dari
SDGs. Hal ini dikarenakan 17 poin dari SDGs dibentuk untuk membangun dunia dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.

Pada poin 2 dari deklarasi Johannesburg ini secara khusus menyebutkan mengenai cita-cita akan
masyarakat yang manusiawi, adil dan menjunjung akan martabat manusia untuk semua orang.
Hal ini akan berkesesuaian dengan SDGs poin 5 (kesetaraan gender) dan poin 10 (pengurangan
ketidaksamarataan). Poin 3 dalam deklarasi Johannesburg berkomitmen untuk memberantas
kemiskinan, degradasi lingkungan dan pola pembangunan yang tidak berkelanjutan. Hal ini akan
berkesesuaian dengan SDGs poin 1 (pengapusan kemiskinan) yang nantinya akan berpengaruh
kepada poin 2 (pengentasan kelaparan) dan poin 3 (kesehatan dan kesejahteraan yang baik), pada
poin 4 (kualitas pendidikan yang baik), maupun poin 6 (ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
baik). Sementara itu, untuk degradasi lingkungan dan pola pembangunan yang tidak
berkelanjutan akan berkenaan dengan SDGs poin 11 (kota dan komunitas yang berkelajutan), 13
(perubahan iklim), 14 (kehidupan air), dan 15 (kehidupan darat).
Dan untuk membangun itu semua, dijelaskan dalam deklarasi Johannesburg dibutuhkan
kerjasama dari seluruh pihak baik tingkat nasional, regional dan global. Sehingga hal ini akan
berkesesuaian dengan poin SDGs poin 16 (kemanan, keadilan dan institusi yang kuat) dan 17
(kerjasama untuk mencapai tujuan). Adapun secara rinci poin-poin ini akan dijelaskan pada
bagian-bagian selanjutnya dari deklarasi Johannesburg.
Bagian 2 Deklarasi Johannesburg: Dari Stockholm ke Rio de Janeiro ke Johannesburg

Bagian ini menjelaskan bahwa sebelum dilaksanakannya deklarasi Johannesburg, telah dilakukan
konferensi-konferensi tangkat tinggi dan berbagai kerjasama-kerjasama sebelumnya yang
bertujuan dalam penerapan visi pembangunan berkelanjutan secara global yang kembali
didasarkan kepada tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Hal ini akan mencerminkan kemitraan
yang sudah dibentuk untuk mencapai pembangunan berkelanjutan seperti yang diharapkan. Hal
ini juga diutarakan pada poin 17 dari SDGs, yaitu kemitraan dalam mencapai tujuan, dimana
dalam mengagendakan pembangunan berkelanjutan yang sukses memerlukan kemitraan antara
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Kemitraan inklusif yang dibangun di atas prinsip
dan nilai, visi bersama, dan tujuan bersama yang menempatkan orang dan planet di pusat,
dibutuhkan di tingkat global, regional, nasional dan lokal.
Bagian 3 Deklarasi Johannesburg: Tantangan yang dihadapi

Disebutkan pada deklarasi Johannesburg bahwa pemberantasan kemiskinan, perubahan pola


konsumsi dan produksi, serta perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam untuk
pembangunan ekonomi dan sosial merupakan syarat penting dalam pembangunan berkelanjutan.
Kemiskinan menjadi fokus utama juga dalam pembangunan komunitas masyarakat dalam
nencapai kemakmuran, keamanan dan stabilitas global. Hal ini berkesesuaian dengan poin 1 dari
SDGs dimana pemberantasan kemiskinan merupakan perhatian utama dalam SDGs. Menurut
SDGs, kemiskinan lebih dari sekedar kekurangan pendapatan dan sumber daya untuk menjamin
penghidupan yang berkelanjutan. Manifestasinya meliputi kelaparan dan malnutrisi, terbatasnya
akses terhadap pendidikan dan layanan dasar lainnya, diskriminasi sosial dan pengecualian serta
kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan. Pertumbuhan ekonomi harus inklusif untuk
menyediakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan meningkatkan kesetaraan. Sehingga
nantinya apabila kemiskinan berhasil diberantas, maka masalah seperti kelaparan (poin 2 SDGs),
kesehatan dan kesejahteraan yang buruk (poin 3 SDGs), kualitas pendidikan yang buruk (poin 4
SDGs), kelangkaan air bersih dan sanitasi yang buruk (poin 6 SDGs), ketidaksamarataan
masyarakat (poin 10 SDGs) juga akan terselesaikan. Dengan terselesaikannya permasalahan
kemiskinan maka diharapkan masyarakat akan lebih sadar terhadap permasalahan lingkungan
yang nantinya akan merubah pola konsumsi dan produksi (poin 12 SDGs) yang nantinya
memperbaiki industri, inovasi dan infrastruktur (poin 9 SDGs) yang ada menjadi lebih ramah
lingkungan, dengan berbagai upaya. Salah satu upayanya yaitu dengan mensubtitusi kebutuhan
bahan produksi menjadi bahan ramah lingkungan, seperti penggunaan energi bersih (poin 7
SDGs). Dengan majunya industri, inovasi dan infrastruktur yang ada, diharapkan hal ini akan
menyediakan banyak lapangan pekerjaan yang baik bagi masyarakat sehingga dapat
meningkatkan perekonomian (poin 8 SDGs dan poin 14 deklarasi Johannesburg). Selain itu, hal
ini juga dapat menyebabkan kenaikan kualitas lingkungan, yang nantinya akan memenuhi poin
13, 14, 15 dari SDGs (perubahan iklim, kehidupan bawah air, kehidupan di darat), yang juga
menjadi salah satu tantangan yang disebutkan dalam poin 13 deklarasi Johannesburg.
Bagian 4 Deklarasi Johannesburg: Komitmen terhadap pembangunan yang berkelanjutan

Dalam deklarasi Johannesburg, keanekaragaman masyarakat digunakan sebagai salah satu alat
dalam pencapaian tujuan. Sehingga dalam deklarasi ini, komitmen kuat dibangun untuk
menghargai keberaneka ragaman dari ras, cacat, agama, bahasa, budaya dan tradisi untuk
mendorong promosi dan kerjasama antar masyarakat dunia. Hal ini juga berkesesuaian dengan
poin 10 dari SDGs, dimana penghilangan ketidaksamarataan antar masyarakat harus dilakukan.
Menurut SDGs masyarakat internasional telah membuat langkah signifikan untuk mengangkat
orang keluar dari kemiskinan. Negara-negara yang paling rentan - negara-negara terbelakang,
negara-negara berkembang yang terkurung daratan dan negara-negara berkembang pulau kecil -
terus melakukan terobosan menuju pengurangan kemiskinan. Namun, ketidaksetaraan masih ada
dan perbedaan besar tetap ada dalam akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan dan aset
lainnya. Selain itu, sementara ketidaksetaraan pendapatan antar negara mungkin telah berkurang,
ketidaksetaraan di dalam negara telah meningkat. Ada konsensus yang berkembang bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan jika tidak inklusif dan jika
tidak melibatkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan - ekonomi, sosial dan lingkungan.
Untuk mengurangi ketidaksetaraan, kebijakan harus universal pada prinsipnya memperhatikan
kebutuhan masyarakat yang kurang beruntung dan terpinggirkan.

Pada bagian 4 deklarasi Johannesburg juga disinggung lagi mengenai komitmen bersama
terhadap pembangunan martabat kemanusiaan melalui kemitraan untuk menyelesaikan masalah
dasar seperti kebutuhan air bersih, sanitasi, energi, kesehatan, keamanan pangan, biodiversitas,
dan ancaman-ancaman kenegaraan meliputi konflik, narkoba, atau kejahatan-kejahatan dan
penyakit-penyakit endemik, menular dan kronis yang lain (poin 2, 3, 6, 7, 13, 14, 15, 16, 17 dari
SDGs). Adapun pemberdayaan dan emansipasi perempuan di deklarasi Johannesburg akan
dilaksanakan sebagaimana kesepakatan yang dibuat dalam Agenda 21, MDGs dan Rencana
Pelaksanaan Johannesburg. Berkesesuaian dengan poin 5 dari SDGs, dimana pemberdayaan
wanita juga merupakan salah satu fondasi penting bagi dunia yang damai, sejahtera dan
berkelanjutan. Program ini sudah berhasil diterapkan dibeberapa belahan dunia saat MDGs.
Namun tetap dilanjutkan karena, kemajuan menuju kesetaraan jender dan pemberdayaan
perempuan dan anak perempuan terus mengalami diskriminasi dan kekerasan di beberapa bagian
dunia. Menyediakan akses perempuan dan anak perempuan dengan akses yang setara terhadap
pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan yang layak, dan keterwakilan dalam proses
pengambilan keputusan politik dan ekonomi akan mendorong ekonomi berkelanjutan dan
masyarakat manfaat dan kemanusiaan pada umumnya.

Kemudian pada bagian 4 di deklarasi Johannesburg juga diingatkan betapa pentingnya kerjasama
dari berbagai masyarakat dunia pada masing-masing region, baik swasta maupun pemerintah.
Mereka berkomitmen agar berkejasama pembangunan dilaksanakan secara merata diberbagai
daerah termasuk daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau. Pada SDGs poin 17 pada kerjasama
dalam menuju pembangunan berkelanjutan, mereka juga bersedia untuk memberikan bantuan
pada sektor swasta yang menaati peraturan lingkungan secara transparan dan stabil. Pemberian
bantuan ini juga sangat diperlukan, tindakan mendesak diperlukan untuk memobilisasi,
mengalihkan dan membuka kekuatan transformatif triliunan dolar sumber daya swasta untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Investasi jangka panjang, termasuk investasi
langsung asing, sangat dibutuhkan di sektor-sektor penting, terutama di negara-negara
berkembang. Ini termasuk energi berkelanjutan, infrastruktur dan transportasi, serta teknologi
informasi dan komunikasi. Sektor publik perlu menetapkan arah yang jelas. Kerangka kerja
review dan pemantauan, peraturan dan struktur insentif yang memungkinkan investasi semacam
itu harus dilakukan untuk menarik investasi dan memperkuat pembangunan berkelanjutan.
Mekanisme pengawasan nasional seperti lembaga audit tertinggi dan fungsi pengawasan oleh
legislatif harus diperkuat.

Bagian 5 Deklarasi Johannesburg: Multiralisme adalah masa depan


Selain dibutuhkan kerjasama untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pada deklarasi
Johannesburg juga dinyatakan bahwa dibutuhkan institusi internasional dan multeralateral yang
lebih efektif, demokratis dan akuntabel. Hal ini berkesesuaian dengan poin 16 dan 17 dari SDGs,
dimana selain perlunya kerjasama masyarakat dunia, mempromosikan masyarakat yang adil,
damai dan inklusif (poin 16) yang didedikasikan untuk mempromosikan masyarakat yang damai
dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, penyediaan akses terhadap keadilan bagi semua
orang, dan membangun institusi yang efektif dan akuntabel di semua tingkat.
Bagian 6 Deklarasi Johannesburg: Buatlah itu terjadi!

Pada bagian ini, deklarasi Johannesburg berkomitmen untuk bekerjasama menyelesaikan semua
tantangan yang ada untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan yang berdasar 3 pilar
pembangunan berkelanjutan. Hal ini tentunya akan berkesesuaian dengan poin 17 dari SDGs.

Indonesia dalam Deklarasi Johannesburg


Hukum lingkungan internasional sendiri diawali dengan deklarasi Stockholm 1972, yang
disempurnakan dan diperbarui dengan deklarasi Rio 1992, dan terakhir deklarasi Johannesburg
2002. Adapun pengaruh perkembangan hukum internasional ini mempengaruhi kebijakan dan
hokum lingkungan diberbagai negara termasuk Indonesia. Berdasar pengkajian terhadap ketiga
deklarasi tersebut maka dapat ditemukan berbagai prinsip dan konsep rangka pembangunan yang
berlaku secara universal yang direalisasikan secara implisit dalam substansi UU No. 23 tahun
1997 yaitu (Utama, 2007):
1. Hak atas lingkungan hidup yang sehat. Pasal 5 ayat 1 “Setiap orang mempunyai hak yang
sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
2. Keadilan antar dan inter generasi. Pasal 4 butir c “terjaminnya kepentingan generasi kini dan
generasi masa depan”.
3. Kedaulatan negara atas sumberdaya alam dan terlindunginya negara dari tanggung jawab atas
kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan diluar wilayah negara. Pasal 3 “Pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab negara”
4. Penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan. Pasal 4 butir d “tercapainya kelestarian fungsi
lingkungan hidup”.
5. Pencegahan pencemaran lingkungan hidup. Pasal 17 ayat 1 “Setiap penggung jawab usaha
dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun”.
6. Prinsip kehati-hatian. Pasal 6 ayat (1) “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian
fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup”.
7. Peran serta masyarakat. Pasal 5 ayat 3 “Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
8. Hak mendapat informasi. Pasal 5 ayat 2 “Setiap orang mempunyai ha katas informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup”.
9. Analisis mengenai dampak lingkungan dan pengumuman pengambilan keputusan. Pasal 1
ayat 1 “Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkunan dapat menimbulkan
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai
dampak lingkungan hidup”.
10. Penyelesaian sengketa secara damai. Pasal 30 ayat 1 “Penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara
sukarela para pihak yang bersengketa”.
11. Penegakan hukum melalui instrument hukum administrasi. Pasal 22 sampai 27.
Beberapa prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang telah dituangkan dalam ketentuan
UU No. 23 tahun 1997 diatas tentunya juga wajib dijadikan acuan dalam pembenrukan produk
hukum maupun tindakan hukum pemerintah pusat dan daerah. Setelahnya UU ini diperbaharui
menjadi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Efendi,
2012). Efendi (2012) juga mengatakan bahwa, pengelolaan yang dimuat pada UU No.32 Tahun
2009 ini juga harus dilaksanakan berdasar prinsip deklarasi Johannesburg 2002 yang meliputi:
1. Kewajiban yang dimuat dalam prinsip 21 deklarasi Stockholm dan prinsip deklarasi Rio yang
mengatur hak negara atas sumberdaya alam dan tanggung jawab negara untuk mencegah
dampak lingkungan yang bersifat lintas batas negara;
2. Prinsip melakukan tindakan pencegahan (the principle of prevention action);
3. Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban melakukan kerjasama internasional;
4. Prinsip pembangunan berkelanjutan (the principle of sustain development);
5. Prinsip kehati-hatian (the precautionary principle);
6. Prinsip pencemar membayar (the polluter – pays principle); dan
7. Prinsip kebersamaan dengan tanggung jawab yang berbeda (the principle of common but
differentiated responsibility).
Berkaitan dengan pokok-pokok pelaksanaan WSSD, di Johannesburg, Afrika Selatan,
Indonesia telah menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Indonesia untuk pembangunan
berkelanjutan yaitu Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan (KNPB) atau Indonesian
Summit on Sustainable Development (ISSD) pada 21 Januari 2004 yang diselenggarakan di
Yogyakarta. Tujuan dilaksanakan KNPB adalah untuk membangun komitmen dan tanggung
jawab bersama para pemangku kepentingan (pemerintah dan masyarakat) dalam pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan. Konferensi ini membahas permasalahan yang dihadapi Indonesia
dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Adapun sasaran dari KNPB yaitu (Prakoso,
2010):
1. Terumuskan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia.
2. Terserasikan komitmen yang dihasilkan dalam WSSD dengen prioritas pembangunan
berkelanjutan Indonesia.
3. Terbangunnya jejaring kerja dalam pelaksanaan dokumen yang dihasilkan.
4. Tertampung ide, peran dan kepentingan para pihak terkait (pemerintah dan masyarakat)
dalam merumuskan dokumen yang dihasilkan.
Konferensi KNPB menghasilkan dua dokumen yaitu Kesepakatan Nasional Berkelanjutan dan
Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan (Irwan, 2009). Sebagaimana yang telah dipaparkan
diatas bahwa hasil dari Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan (KNPB) sangat
dipengaruhi oleh deklarasi Johannesburg. Adapun kaitannya dalam masing-masing kesepakatan
maupun prinsip dari rencana konferensi KNPB dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

1. Kesepakatan Nasional Berkelanjutan, yang meliputi:


a. Penegakan komitmen bagi pembangunan yang berkelanjutan melalui penerapan 3 pilar
yaitu pembangunan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan.
Pada poin ini, KNBP sendiri berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan
berkelanjutan di Indonesia melalui penerapan 3 pilar pembangunan berkelanjutan
diseluruh area Indonesia. Hal ini merupakan adaptasi dari inti pokok dari deklarasi
Johannesburg yang dijelaskan pada poin 5, dimana pada deklarasi Johannesburg dilakkan
pembangunan berkelanjutan secara beranggung jawab dan kolektif berdasar pilar –
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan – baik tingkat
local, nasional, regional dan global.
b. Pengentasan kemiskinan, perubahan pola produksi dan konsumsi, serta pelestarian
lingkungan.
Hal ini juga dijelaskan pada deklarasi Johannesburg poin 11 pada bagian 2 dimana dalam
deklarasi Johannesburg tantangan yang dihadapi merupakan kemiskinan, pola produksi
dan konsumsi, dan perlindungan dan pengelolaan basis sumberdaya alam untuk
pembangunan ekonomi dan sosial. Untuk pelestarian lingkungan sendiri, pada deklarasi
Johannesburg dijelaskan bahwa sarana dan karunia sumber daya untuk mengatasi
kemiskinan dan melakukan pembangunan berkelanjutan dapat digunakan, namun
diperlukan adanya langkah ekstra. Oleh karenanya dalam poin ini, KNPB tetap
menekankan pada upaya pelestarian lingkungan. Meskipun adanya tujuan untuk
pengentasan kemiskinan, perubahan pola produksi dan konsumsi yang membutuhkan
sumberdaya harus dilakukan dengan pengawasan dan upaya konservasi lingkungan untuk
memastikan sumberdaya yang ada tetap berkelanjutan.
c. Peningkatan kemandirian nasional.
Untuk mengatasi persoalan-persoalan yang menghambat dalam pembangunan
berkelanjutan, Indonesia harus dapat mandiri sehingga tidak lagi bergantung kepada
negara lain dalam membentuk kebijakan-kebijakan khususnya masalah lingkungan.
Selain itu dengan mandirinya negara Indonesia akan menjawab komitmen dari deklarasi
Johannesburg poin 26, dimana pada deklarasi ini menyadari bahwa pembangunan
berkelanjutan membutuhkan prespektif jangka panjang dan partisiasi berbasis luas dalam
perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan implementasi disemua tingkat.
d. Penegasan jaminan keragaman sumber daya dan budaya sebagai modal pembangunan
dan perekat bangsa.
Hal ini juga dijelaskan pada deklarasi Johannesburg poin 10, bahwa untuk mencapai
banyak hal, menyatukan keberagaman dan pandangan orang-orang dalam pencapaian visi
yang sama, merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan. Pada poin 17 deklarasi Johannesburg juga dinyatakan bahwa merupakan
hal yang peting untuk membangun solidaritas manusia, didorongnya promosi dialog dan
kerjasama antara peradaban dan masyarakat dunia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
keanekaragaman masyarakat dan budaya dari Indonesia dapat dijadikan suatu alat untuk
melakukan pembangunan berkelanjutan. Semakin banyak keanekaragaman sumber daya
dan budaya, semakin banyak pengetahuan, informasi dan solusi-solusi yang tersedia
untuk menyelesaikan tantangan pembangunan berkelanjutan.
e. Penegasan komitmen untuk meneruskan proses reformasi.
Proses reformasi ini dilakukan untuk adaptasi dari poin 31 deklarasi Johannesburg,
dimana untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan institusi yang efektif,
demokratis dan akuntabel. Sehingga dengan melakukan reformasi dilembaga
kepemerintahan diharap dihasilkan Indonesia menjadi negara efektif, demokrasi dan
akuntabel yang memenuhi syarat untuk melakukan pembangunan berkelanjutan.
f. Penyelenggaraan Good Governance pengelolaan sumber daya alam, pola produksi dan
konsumsi serta pengembangan kelembagaan yang merupakan dimensi keberhasilan
pembangunan yang berkelanjutan.
Hal ini juga dijelaskan pada poin 11 deklarasi Johannesburg, dimana dibutuhkan
perlindungan dan pengelolaan basis sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan
sosial. Hal ini diperkuat pada poin 21 deklarasi Johannesburg, dimana penggunaan
sumber daya juga harus diperhatikan dengan langkah ekstra. Sehingga penerapan Good
Governance dalam penggunaan sumberdaya alam harus dilakukan dengan baik. Hal ini
dilakukan untuk memastikan sumber daya yang digunakan tetap berkelanjutan. Sehingga
penting didalam pelaksanaannya dilakukan konservasi sumberdaya yang dapat
diperbaharui.
g. Perwujudan sumber daya manusia yang terdidik dan cerdas serta memiliki integritas
moral.
Hal ini dijelaskan pada poin 18 deklarasi Johannesburg, dimana mereka berkomitmen
untuk bekerja sama dalam memastikan segala akses terhadap kebutuhan-kebutuhan, salah
satunya adalah pendidikan dan pelatihan untuk menghalau keterbelakangan selamanya.
Hal ini menjadi penting, karena dibutuhkan sumberdaya manusia yang terdidik dan
cerdas yang memiliki integritas moral untuk mengelola sumberdaya alam sehingga tetap
terjaga keberlangsungan. Salah satu yang menjadi masalah utama dalam penerapan Good
Governance juga karena kurangnya pengetahuan akan penyelenggaraan konsep tersebut
dalam pengolahan sumberdaya. Sehingga pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang
penting untuk melangsungkan pembangunan berkelanjutan.
h. Pengintegrasian pembangunan berkelanjutan dalam strategi dan program pembangunan
nasional.
Hal ini juga disebutkan pada poin 5 deklarasi Johannesburg, dimana penyelenggaraan
pembangunan berkelanjutan berdasar 3 pilar, dilakukan ditingkat local, nasional, regional
dan global.
i. Pencapaian rencana pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang harus bermanfaat bagi
seluruh masyarakat khususnya kelompok perempuan, pemuda, anak-anak dan kaum
rentan.
Salah satu hal yang melatar belakangi adanya deklarasi Johannesburg adalah keprihatinan
dunia untuk mewarisi lingkungan yang baik untuk generasi masa depan. Hal ini dapat
dilihat pada poin 3 dan poin 6, dimana masyarakat dunia ingin mewariskan bumi dengan
harapan baru dan cerah yang bebas dari kemiskinan, kerusakan lingkungan dan pola
pembangunan yang tidak berkelanjutan. Namun, dalam pelaksanaannya negara-negara
berkembang yang sulit beradaptasi dengan arus globalisasi (poin 14), masyarakat dunia
yang terisolasi dalam pulau kecil dan negara terbelakang harus tetap diperhatikan, dan
dilibatkan dalam pembangunan keberlanjutan. Selain itu pada poin 20 deklarasi
Johannesburg juga menyatakan bahwa pemberdayaan dan emansipasi perempuan dan
kesetaraan gender juga harus terperhatikan dengan memenuhi agenda 21, MGDs, dan
Rencana Pelaksanaan Johannesburg.
2. Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan yang terdiri dari 12 butir. Rencana-rencana ini
juga diadaptasi dari Kesepakatan yang dibuat dan tentunya dipengaruhi oleh deklarasi
Johannesburg, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Adapun 12 butir rencana-
rencana ini adalah sebagai berikut ini.
a. Penurunan tingkat kemiskinan
b. Kepemerintahan yang lebih baik dan masyarakat madani
c. Pendidikan
d. Sumber daya air
e. Tata ruang
f. Sumber daya manusia
g. Kesehatan
h. Pertanian
i. Keanekaragaman hayati
j. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
k. Pola produksi dan konsumsi
l. Pendanaan dan kelembagaan
Salah satu hasil KNPB yaitu Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan (terdiri atas 12 butir)
yang disepakati untuk dijadikan pedoman oleh semua pihak dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan. Agar rencana tindak tersebut dapat dilaksanakan dan diukur keberhasilannya juga
disusun indikator keberhasilan serta diturunkannya ke dalam program dan kegiatan. Dengan
adanya indikator keberhasilan, program dan kegiatan diharapkan pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan baik, terarah dan dapat diukur keberhasilannya.

Referensi
Efendi. 2012. Penerapan Prinsip Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Peraturan Perundang-
Undangan Bidang Sumberdaya Alam (Kajian Dari Perspektif Politik Pembangunan
Hukum). Kajian Jurnal Ilmu Hukum. No. 58. Pp. 345-359. ISSN: 0854-5499
Irwan, Zoe’arini Djamal. 2009. Besarnya eksploitasi perempuan dan lingkungan hidup di
Indonesia: siapa bias mengendalikan penyulutnya. Elex Media Komputindo. Jakarta
Prakoso, Andria Luhur. 2010. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo. UNS. Solo
Silalahi, M. Daud. 2005. Peranan dan Kedudukan Hukum Lingkungan Internasional Dewasa Ini.
J. Hukum Internasional. No.2. Vol.2. DOI: http://dx.doi.org/10.17304/ijil.vol2.2.84
Utama, I Made Arya. 2007. Hukum lingkungan: sistem hukum perizinan berwawasan
lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. Pustaka sutra. Bandung
Sustainable Development Goals: 17 Goals to Transform Out World. (online)
http://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-goals/ diakses pada
27 Februari 2018 pukul 4:01 WIB

Anda mungkin juga menyukai