Pendahuluan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, isu lingkungan hidup semakin menjadi isu
yang sangat penting untuk ditindaklanjuti bersama, baik oleh negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang di dunia. Sebenarnya upaya untuk perawatan dan pencagahan dari
kerusakan dan pencemaran telah banyak dilakukan, namun kondisi lingkungan dan bumi tidak
semakin baik dan diperparah dengan terjadinya fenomena perubahan iklim (climate change). Hal
ini lah yang mendasari diselenggarakannya berbagai konferensi tingkat tinggi oleh masyarakat
dunia, untuk membuat suatu pedoman dan arahan pelaksanaan pembangunan baik di tingak
global, regional dan nasional. Adapun salah satu konferensi tingkat tinggi yang pernal
diselenggarakan oleh masyarakat dunia adalah World Summit on Sustainable Development
(WSSD) yang dilasanakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada 26 agustus sampai 4 September
2002.
Konferensi WSSD ini dilaksanakan 10 tahun setelah KTT Bumi pertama yang
diselenggarakan pada Rio de Janeiro pada Juni 1992. Latar belakang diadakannya WSSD yaitu
masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi prinsip-prinsip Rio dan agenda 21 masih jauh
dari harapan. Masih banyak kendala dalam pelaksanaan agenda 21. Sekalipun demikian
masyarakat global masih mengganggap bahwa pinsip-prinsip agenda 21 masih relevan.
Kelemahan terletak pada aspek implementasinya. Oleh karena itu Majelis Umum PBB
memutuskan adanya World Summit on Suistanable Development (WSSD). Ada 3 tujuan utama
diselenggarakannya WSSD yaitu sebagai berikut ini.
1. Mengevaluasi 10 tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen poltik dalam
pelaksanaan agenda 21 di masa datang.
2. Menyusun program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan.
3. Mengembangkan kerjasma bilateral dan multilateral.
Dokumen yang dihasilkan dalam WSSD adalah sebagai berikut ini.
1. Program aksi tentang pelaksanaan agenda 21 sepuluh tahun mendatang yang dituangkan
dalam Rencana Implementasi (Johannesburg Plan of Implementation). Secara umum
berisikan kesepakatan internasional tentang upaya yang harus dilakukan berdasar prinsip
common but differentianted responsibility yang terdiri dari 11 bab.
2. Deklarasi politik. Deklarasi ini disebut Deklarasi Johannesburg untuk Pembangunan
Berkelanjutan (Johannesburg Declaration for Sustainable Development), merupakan
deklarasi bersama antara pemimpin negara dan pemerintah-pemerintah yang berisikan
tantangan dan komitmen dunia internasional dalam menjalankan pembangunan
berkelanjutan.
3. Komitmen berupa inisatif kemitraan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang
dituangkan dalam Dokumen Kerjasama (Partnership Document). Berisikan kerjasama yang
bermaksud mempercepat proses pembangunan berkelanjutan yang merata secara
internasional dengan dukungan dana dari negara-negara maju serta Lembaga Internasional.
Fokus utama KTT ini berada pada 5 sektor yang dikenal dengan istilah “WEHAB”
(Water, Energy, Health, Agriculture and Biodiversity). Adapun pokok-pokok rencana
pelaksanaan dari konferensi ini meliputi beberapa hal berikut ini.
1. Pemberantasan kemiskinan.
2. Perubahan pola konsumsi dan produksi.
3. Proteksi dan mengelola sumber daya alam sebagai landasan pembangunan ekonomi dan
sosial.
4. Pembangunan berkelanjutan dalam pengembangan globalisasi.
5. Kesehatan dan pembangunan berkelanjutan.
6. Pembangunan berkelanjutan untuk kawasan regional: Amerika Latin dan Karibia, Asia dan
Pasifik, Kawasan Afrika Barat dan Eropa.
7. Sarana untuk pelaksanaan perdagangan, keuangan, ahli teknologi, iptek dan lainnya.
8. Kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan (good governance).
Pertemuan puncak antar kepala pemerintahan sedunia di Johannesburg, Afrika Selatan,
pada 1-4 September 2002 ini juga dihadiri oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan berbagai
delegasi dari 191 negara termasuk 109 kepala negara. Jumlah peserta mencapai 21.000, bahkan
lebih banyak lagi karena banyak yang tidak tercatat. Diperkirakan peserta mencapai 60.000.
Sumber-sumber kompeten di WSSD mengklaim bahwa konferensi ini adalah yang terbanyak
pesertanya sepanjang sejarah PBB.
1. Berantas kemiskinan
2. Berantas kelaparan
3. Kesehatan dan kesejahteraan yang baik
4. Kualitas pendidikan yang baik
5. Kesetaraan gender
6. Ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik
7. Ketersediaan energi bersih
8. Pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang baik
9. Industri, inovasi dan infrastruktur yang baik dan ramah lingkungan
10. Pengurangan ketidaksamarataan
11. Kota dan komunitas berkelanjutan
12. Produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab
13. Penekanan pada aksi iklim
14. Memperhatikan kehidupan di air
15. Memperhatikan kehidupan di darat
16. Institusi yang aman, adil dan kuat
17. Kerjasama untuk pencapaian tujuan
Dasar prinsip yang diterapkan pada SDGs masih mengacu pada prinsip-prinsip yang diterapkan
pada perjanjian Johannesburg, yaitu tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan
Lingkungan, Ekonomi dan Sosial. 17 tujuan yang ditetapkan pada SDGs ini juga mencakupi
poin-poin tujuan yang dicanangkan pada perjanjian Johannesburg. Adapun relasi antara 17 SDGs
yang ditargetkan dengan poin isi dari perjanjian Johannesburg adalah sebagai berikut ini. Hal ini
juga dinyatakan pada deklarasi SDGs, dimana SDGs berkomitmen dalam melakukan
pembangunan berkelanjutan dalam 3 dimensi, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan secara
seimbang dan terpadu (poin 2, Deklarasi SDGs, pada lampiran).
Bagian 1 Deklarasi Johannesburg: Dari saat ini untuk kedepannya
Bagian ini terdiri dari 4 poin yang menjelaskan tujuan umum diselenggarakannya perjanjian
Johannesburg. Dimana perjanjian ini didasarkan pada komitmen yang dibuat oleh seluruh
masyarakat dunia, diberbagai tingkatan yang melibatkan berbagai komunitas, untuk melakukan
pembangunan berkelanjutan yang didasarkan pada 3 pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu
lingkungan, ekonomi dan sosial. Pada dasarnya bagian ini akan dapat mencakup ke 17 poin dari
SDGs. Hal ini dikarenakan 17 poin dari SDGs dibentuk untuk membangun dunia dengan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Pada poin 2 dari deklarasi Johannesburg ini secara khusus menyebutkan mengenai cita-cita akan
masyarakat yang manusiawi, adil dan menjunjung akan martabat manusia untuk semua orang.
Hal ini akan berkesesuaian dengan SDGs poin 5 (kesetaraan gender) dan poin 10 (pengurangan
ketidaksamarataan). Poin 3 dalam deklarasi Johannesburg berkomitmen untuk memberantas
kemiskinan, degradasi lingkungan dan pola pembangunan yang tidak berkelanjutan. Hal ini akan
berkesesuaian dengan SDGs poin 1 (pengapusan kemiskinan) yang nantinya akan berpengaruh
kepada poin 2 (pengentasan kelaparan) dan poin 3 (kesehatan dan kesejahteraan yang baik), pada
poin 4 (kualitas pendidikan yang baik), maupun poin 6 (ketersediaan air bersih dan sanitasi yang
baik). Sementara itu, untuk degradasi lingkungan dan pola pembangunan yang tidak
berkelanjutan akan berkenaan dengan SDGs poin 11 (kota dan komunitas yang berkelajutan), 13
(perubahan iklim), 14 (kehidupan air), dan 15 (kehidupan darat).
Dan untuk membangun itu semua, dijelaskan dalam deklarasi Johannesburg dibutuhkan
kerjasama dari seluruh pihak baik tingkat nasional, regional dan global. Sehingga hal ini akan
berkesesuaian dengan poin SDGs poin 16 (kemanan, keadilan dan institusi yang kuat) dan 17
(kerjasama untuk mencapai tujuan). Adapun secara rinci poin-poin ini akan dijelaskan pada
bagian-bagian selanjutnya dari deklarasi Johannesburg.
Bagian 2 Deklarasi Johannesburg: Dari Stockholm ke Rio de Janeiro ke Johannesburg
Bagian ini menjelaskan bahwa sebelum dilaksanakannya deklarasi Johannesburg, telah dilakukan
konferensi-konferensi tangkat tinggi dan berbagai kerjasama-kerjasama sebelumnya yang
bertujuan dalam penerapan visi pembangunan berkelanjutan secara global yang kembali
didasarkan kepada tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Hal ini akan mencerminkan kemitraan
yang sudah dibentuk untuk mencapai pembangunan berkelanjutan seperti yang diharapkan. Hal
ini juga diutarakan pada poin 17 dari SDGs, yaitu kemitraan dalam mencapai tujuan, dimana
dalam mengagendakan pembangunan berkelanjutan yang sukses memerlukan kemitraan antara
pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil. Kemitraan inklusif yang dibangun di atas prinsip
dan nilai, visi bersama, dan tujuan bersama yang menempatkan orang dan planet di pusat,
dibutuhkan di tingkat global, regional, nasional dan lokal.
Bagian 3 Deklarasi Johannesburg: Tantangan yang dihadapi
Dalam deklarasi Johannesburg, keanekaragaman masyarakat digunakan sebagai salah satu alat
dalam pencapaian tujuan. Sehingga dalam deklarasi ini, komitmen kuat dibangun untuk
menghargai keberaneka ragaman dari ras, cacat, agama, bahasa, budaya dan tradisi untuk
mendorong promosi dan kerjasama antar masyarakat dunia. Hal ini juga berkesesuaian dengan
poin 10 dari SDGs, dimana penghilangan ketidaksamarataan antar masyarakat harus dilakukan.
Menurut SDGs masyarakat internasional telah membuat langkah signifikan untuk mengangkat
orang keluar dari kemiskinan. Negara-negara yang paling rentan - negara-negara terbelakang,
negara-negara berkembang yang terkurung daratan dan negara-negara berkembang pulau kecil -
terus melakukan terobosan menuju pengurangan kemiskinan. Namun, ketidaksetaraan masih ada
dan perbedaan besar tetap ada dalam akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan dan aset
lainnya. Selain itu, sementara ketidaksetaraan pendapatan antar negara mungkin telah berkurang,
ketidaksetaraan di dalam negara telah meningkat. Ada konsensus yang berkembang bahwa
pertumbuhan ekonomi tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan jika tidak inklusif dan jika
tidak melibatkan tiga dimensi pembangunan berkelanjutan - ekonomi, sosial dan lingkungan.
Untuk mengurangi ketidaksetaraan, kebijakan harus universal pada prinsipnya memperhatikan
kebutuhan masyarakat yang kurang beruntung dan terpinggirkan.
Pada bagian 4 deklarasi Johannesburg juga disinggung lagi mengenai komitmen bersama
terhadap pembangunan martabat kemanusiaan melalui kemitraan untuk menyelesaikan masalah
dasar seperti kebutuhan air bersih, sanitasi, energi, kesehatan, keamanan pangan, biodiversitas,
dan ancaman-ancaman kenegaraan meliputi konflik, narkoba, atau kejahatan-kejahatan dan
penyakit-penyakit endemik, menular dan kronis yang lain (poin 2, 3, 6, 7, 13, 14, 15, 16, 17 dari
SDGs). Adapun pemberdayaan dan emansipasi perempuan di deklarasi Johannesburg akan
dilaksanakan sebagaimana kesepakatan yang dibuat dalam Agenda 21, MDGs dan Rencana
Pelaksanaan Johannesburg. Berkesesuaian dengan poin 5 dari SDGs, dimana pemberdayaan
wanita juga merupakan salah satu fondasi penting bagi dunia yang damai, sejahtera dan
berkelanjutan. Program ini sudah berhasil diterapkan dibeberapa belahan dunia saat MDGs.
Namun tetap dilanjutkan karena, kemajuan menuju kesetaraan jender dan pemberdayaan
perempuan dan anak perempuan terus mengalami diskriminasi dan kekerasan di beberapa bagian
dunia. Menyediakan akses perempuan dan anak perempuan dengan akses yang setara terhadap
pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan yang layak, dan keterwakilan dalam proses
pengambilan keputusan politik dan ekonomi akan mendorong ekonomi berkelanjutan dan
masyarakat manfaat dan kemanusiaan pada umumnya.
Kemudian pada bagian 4 di deklarasi Johannesburg juga diingatkan betapa pentingnya kerjasama
dari berbagai masyarakat dunia pada masing-masing region, baik swasta maupun pemerintah.
Mereka berkomitmen agar berkejasama pembangunan dilaksanakan secara merata diberbagai
daerah termasuk daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau. Pada SDGs poin 17 pada kerjasama
dalam menuju pembangunan berkelanjutan, mereka juga bersedia untuk memberikan bantuan
pada sektor swasta yang menaati peraturan lingkungan secara transparan dan stabil. Pemberian
bantuan ini juga sangat diperlukan, tindakan mendesak diperlukan untuk memobilisasi,
mengalihkan dan membuka kekuatan transformatif triliunan dolar sumber daya swasta untuk
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Investasi jangka panjang, termasuk investasi
langsung asing, sangat dibutuhkan di sektor-sektor penting, terutama di negara-negara
berkembang. Ini termasuk energi berkelanjutan, infrastruktur dan transportasi, serta teknologi
informasi dan komunikasi. Sektor publik perlu menetapkan arah yang jelas. Kerangka kerja
review dan pemantauan, peraturan dan struktur insentif yang memungkinkan investasi semacam
itu harus dilakukan untuk menarik investasi dan memperkuat pembangunan berkelanjutan.
Mekanisme pengawasan nasional seperti lembaga audit tertinggi dan fungsi pengawasan oleh
legislatif harus diperkuat.
Pada bagian ini, deklarasi Johannesburg berkomitmen untuk bekerjasama menyelesaikan semua
tantangan yang ada untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan yang berdasar 3 pilar
pembangunan berkelanjutan. Hal ini tentunya akan berkesesuaian dengan poin 17 dari SDGs.
Referensi
Efendi. 2012. Penerapan Prinsip Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Peraturan Perundang-
Undangan Bidang Sumberdaya Alam (Kajian Dari Perspektif Politik Pembangunan
Hukum). Kajian Jurnal Ilmu Hukum. No. 58. Pp. 345-359. ISSN: 0854-5499
Irwan, Zoe’arini Djamal. 2009. Besarnya eksploitasi perempuan dan lingkungan hidup di
Indonesia: siapa bias mengendalikan penyulutnya. Elex Media Komputindo. Jakarta
Prakoso, Andria Luhur. 2010. Implementasi Kebijakan Nasional Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo. UNS. Solo
Silalahi, M. Daud. 2005. Peranan dan Kedudukan Hukum Lingkungan Internasional Dewasa Ini.
J. Hukum Internasional. No.2. Vol.2. DOI: http://dx.doi.org/10.17304/ijil.vol2.2.84
Utama, I Made Arya. 2007. Hukum lingkungan: sistem hukum perizinan berwawasan
lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan. Pustaka sutra. Bandung
Sustainable Development Goals: 17 Goals to Transform Out World. (online)
http://www.un.org/sustainabledevelopment/sustainable-development-goals/ diakses pada
27 Februari 2018 pukul 4:01 WIB