Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

Demam Typhoid

Pembimbing :

dr. Agus, Sp.PD

dr. Flora Eka Sari, Sp.P

Dibuat oleh :

Caecilia Ayu Putri Wulandari (112017149)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

PERIODE 5 NOVEMBER 2018 - 12 JANUARI 2019

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Sabtu 5 januari 2019

RUMAH SAKIT : RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama : Caecilia Ayu Putri Wulandari

NIM : 112017149

Tanda Tangan

Pembimbing / Penguji : dr. Agus, Sp.PD .......................

dr. Flora Eka Sari, Sp.P .......................

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. M.S Jenis kelamin : Laki-laki


Tempat/tanggal lahir: 30/09/1964 Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SMA
Alamat : Kp. Bojong Rawa Lele RT 03/RW 09 Tanggal masuk RS : 28/12/2018

2
A. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal: 29/12/2018 Jam : 13.30 WIB

Keluhan utama:

BAB cair sejak 14 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:

4 hari SMRS Pasien mengatakan sering demam hilang timbul, diwaktu-


waktu tertentu, kadang malam hari kadang pagi hari, demamnya tidak terlalu
panas, tetapi terasa menggigil, dan tidak pernah di cek suhu serta belum nimum
obat penurun panas. Seluruh badan pasien terasa pegal-pegal, kepala terasa sakit.
Pasien mengeluh napas terasa sedikit sesak, keluhan ini dirasakan sudah 3 bulan
terakhir tetapi hilang timbul.

Sejak 1 hari SMRS pasien pasien memasih mengatakan belum BAK . 14


jam SMRSpasien mengeluh BAB cair sebanyak 5 kali, tidak ada lender, darah, dan
tiak berbau busuk. Perut pasien terasa melilit, dan lemas. Pasien juga mengeluh
Mual, dan muntuh sudah lebih dari 5 kali.

Di IGD pasien muntah sebanyak 3 kali, yang keluar hanya cairan, berwarna
coklat, dan tidak ada darah. Pasien juga mengatakan belum BAK sejak sore
kemarin. Pasien masih mengeluh sesak.

Pada hari pemeriksaan di ruang rawat Garuda, pasien merasakan BAB cair
sudah mulai membaik, sudah mulai ada ampas, tetapi perut masih terasa melilit.
Mual masih dirasakan tetapi muntah sudah berkurang. Hari ini pasien muntah 1
kali saja, ulu hati terasa perih. Pasien masih mengeluh badan terasa pegal -pegal,
kepala sakit, pasien sudah tidak demam lagi karena sudah minum obat penurun
panas. Sesak napas sudah berkurang, Pasien ngatakan tidak ada batuk, pilek,
hidung tersumbat, dan nyeri tenggorokan, tidak ada mimisan, dan ruam dikulit.
Lalu tidak ada keluhan nyeri BAK, dan sekarang pasien terpasang urin kateter.
Pasien juga tidak ada berpergian keluar kota, dirumah dan lingkuan pasien tidak
ada keluhan yang sama. Pasien mengatakan akhir-akhir ini terlalu sibuk dan
kelelahan, makan tidak teratur.

3
Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak memiliki riwayat DM maupun Hipertensi. Os juga menyangkal


memiliki riwayat operasi. Riwayat asma dan alergi disangkal.

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Saluran kemih


(+) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (-) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-)
Pedarahan otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (+) Dyspepsia (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu empedu Lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubunga Umur Jenis Keadaan Penyebab


n (Tahun) Kelamin Kesehatan Meningg
Kakek 92 Laki-laki Meninggal Tua
al
Nenek 88 Perempuan Meninggal Tua
Ayah 78 Laki-laki Meninggal Penyakit
Ibu 76 Perempuan Sehat -
jantung
Saudara 50 Laki-laki Sehat -
Saudara 48 Perempuan Sehat -
Anak 28 Laki-laki Sehat -
Anak 25 Perempuan Sehat -

4
Adakah kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi +
Asma +
Tuberkulosis +
Artritis +
Rematisme +
Hipertensi +
Jantung +
Ginjal +
Lambung +

ANAMNESIS SISTEM

Kulit

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam

(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis

Kepala

(-) Trauma (+) Sakit Kepala (-) Nyeri pada sinus

Mata

(-) Merah (-) Trauma (-)Kuning/ikterus

(-) Sekret (-)Nyeri (-) Ketajaman penglihatan

Telinga

(-) Nyeri (-) Gangguan pendengaran

(-) Sekret (-) Tinitus

Hidung

(-) Rhinnorhea (-) Trauma (-) Epistaksis

(-) Nyeri (-) Tersumbat (-) Benda asing/foreign body

(-) Sekret (-) Gangguan penciuman

5
Mulut

(-) Bibir (-) Lidah (kotor) (-) Gigi

(-) Gusi (-) Mukosa

Tenggorokan

(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher

(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Thorax (Cord dan Pulmo)

(+) Sesak napas (-) Nyeri dada (-) Batuk darah

(-) Batuk (-) Mengi (-) Berdebar-debar

Abdomen (Lambung/Usus)

(-) rasa kembung (-) wasir (+) Mual

(+) mencret (+) muntah (-) tinja darah

(-) muntah darah (-) tinja warna dempul (-) sukar menelan

(-) tinja berwarna ter (-) nyeri perut / kolik (-) benjolan

(-) perut membesar

Saluran kemih/Alat kelamin

(-) disuria (-) kencing nanah (-) stranguria

(-) kolik (-) poliuri (-) oliguria

(-) polaksuria (+) anuria (-) hematuria

(-) retensi rin (-) kencing batu (-) kencing menetes

(-) ngompol (tidak disadari) (-) penyakit prostat

6
Katamenia
(-) Leukore (-) Perdarahan (-) Lain – lain

Saraf dan otot

(-) Riwayat Trauma (-) Nyeri (-) Bengkak

(-) disuria (-) kencing nanah (-) stranguria

(-) kolik (-) polliuri (-) oliguria

(-) polaksuria (-) anuria (-) hematuria

(-) retensi rin (-) kencing batu (-) kencing menetes

(-) ngompol (tidak disadari) (-) penyakit prostat

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri (-) Sianosis (-) kaku

BERAT BADAN

Berat badan rata-rata (Kg) : 82 kg

Berat badan tertinggi (Kg) : 84 kg

Berat badan sekarang (Kg) : 80 kg

(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)

(+ ) Tetap ( )Turun ( ) Naik

7
RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) Di rumah ( ) Rumah Bersalin
( ) R.S Bersalin

Ditolong oleh : ( ) Dokter ( + ) Bidan ( )


Dukun ( ) Lain - lain

Riwayat Imunisasi

( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( )


Tetanus

Riwayat Makanan

Frekuensi / Hari : 3-4 kali

Jumlah / kali : Satu piring

Variasi / hari : Bervariasi

Nafsu makan : Baik

Pendidikan

( ) SD ( ) SLTP (+ ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan

( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan

Keuangan : Tidak ada

Pekerjaan : Tidak ada

Keluarga : Tidak ada

8
B. PEMERIKSAAN JASMANI

Tanggal: 29/12/2018 Jam : 13.45 WIB

Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 170 cm

Berat Badan : 80 kg

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 106/70 mmHg

Nadi : 72 kali/menit

Suhu : 36.4 oC

Pernafasaan (Frekuensi dan tipe) : 20 kali/menit, abdominotorakal

Keadaan gizi : IMT 27,68 ( overweight obesitas tipe I)

Sianosis : Tidak ada

Udema umum : tidak ada

Habitus : piknikus

Cara berjalan : Normal

Mobilitas (Aktif / Pasif) : Aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur pasien

Aspek Kejiwaan

Tingkah Laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif

Alam Perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah

Proses Pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi

9
Kulit

Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada

Jaringan Parut : ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral

Suhu raba : Hangat Lembab/Kering : Lembab

Keringat : Umum :+ Turgor : Normal

Setempat : - Ikterus : Tidak ada

Lapisan lemak :- Edema : Tidak ada

Lain-lain : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening

Submandibula : Tidak teraba Leher : Tidak teraba

Supraklavikula : Tidak teraba Ketiak : Tidak teraba

Lipat paha : Tidak teraba

Kepala

Ekspresi wajah : Biasa

Simetri muka : Simetris

Rambut : Hitam

Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi

Mata

Exophthalamus : Tidak ada

Enopthalamus : Tidak ada

Kelopak : Tidak ptosis, tidak ada bekas luka

Lensa : Jernih

10
Konjungtiva : Tidak anemik

Visus : Normal

Sklera : Tidak ikterik

Gerakan Mata : Tidak terhambat

Lapangan penglihatan : Normal ke segala arah

Tekanan bola mata : Normal

Deviatio Konjugate : Tidak ada

Nistagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli :-

Lubang :-

Serumen : tidak diperiksa

Cairan :-

Selaput pendengaran : tidak diperiksa

Penyumbatan : tidak diperiksa

Pendarahan :-

Mulut

Bibir : Tidak sianosis, simetris

Tonsil : Tidak hiperemis, T1-T1, tenang

Langit-langit : Tidak hiperemis

Bau pernapasan : bau tidak sedap

Gigi geligi : Teratur

11
Trismus : Tidak ada

Faring : Tidak hiperemis

Selaput lendir : basah, tidak hiperemis

Lidah : Kotor

Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : Tidak meningkat

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar

Dada

Bentuk : Normal

Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral

Buah dada : Normal, tidak membesar

Paru – Paru

Pemeriksaan Depan Belakang

Inspeksi Kiri Simetris saat statis Simetris saat statis


dan dinamis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis Simetris saat statis


dan dinamis dan dinamis

Palpasi Kiri Benjolan (-), nyeri Benjolan (-), nyeri


tekan (-) Fremitus tekan(-) Fremitus
taktil sebelah kiri taktil sebelah kiri
hantarannya hantarannya
berkurang dari berkurang dari
yang kanan yang kanan

12
Kanan Benjolan (-), nyeri Benjolan (-) , nyeri
tekan (-) Fremitus tekan(-) Fremitus
taktil sebelah taktil sebelah
kanan kanan
hantarannya hantarannya lebih
lebih keras dari keras dari yang
yang kiri kiri

Perkusi Kiri Sonor Sonor

Kanan Sonor Sonor

Auskultasi Kiri Vesikuler, Rh (-), Vesikuler, Rh (-),


Wh (-) Wh (-)

Kanan Vesikuler Vesikuler

Jantung

Inspeksi Iktus cordis tidak tampak

Palpasi Iktus cordis teraba pada linea midklavikula kiri sela iga V,

Perkusi Batas atas : Linea parasternal kiri, sela iga II.

Batas pinggang : Linea sternalis kiri, sela iga III

Batas kiri : Linea axillaris anterior kiri, sela iga V

Batas kanan :Linea sternal kanan, sela iga IV.

Auskultasi BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Pembuluh Darah

Arteri temporalis : teraba pulsasi


Arteri karotis : teraba pulsasi
Arteri brakialis : teraba pulsasi

13
Arteri radialis : teraba pulsasi
Arteri femoralis : teraba pulsasi
Arteri popliteal : teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : teraba pulsasi

Perut

Inspeksi Warna kulit sawo matang, terdapat striae, tidak


terdapat sikatriks

Palpasi Dinding Supel, defans muskular ( - ) nyeri tekan


perut epigastrium ( + ), massa ( - ), nyeri ketok CVA
kanan ( - ), kiri ( - ), tanda Murphy ( - )

Hati Tidak teraba pembesaran

Limpa Tidak teraba pembesaran

Ginjal Tidak teraba, Ballotement -/-

Apendiks Tidak terdapat nyeri tekan pada titik Mc. Burney

Tanda Rovsing ( - ), tanda Blumberg (-),

tanda obturator ( - )

Kandung Murphy sign (-)


empedu

Perkusi Timpani

Auskultasi Bising usus (+) hiperperistaltik

Refleks dinding perut Dalam batas normal

Alat Kelamin (atas indikasi)

Tidak dilakukan

14
Anggota Gerak

Lengan

Sebelah Kanan Kiri

Otot Tonus Normotonus Normotonus

Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Aktif Aktif

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Lain – lain Akral hangat Akral hangat

Tungkai dan kaki

Luka - -

Varises - -

Otot Tonus Normotonus Normotonus

Massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Aktif, normal Aktif, normal

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Edema - -

Lain – lain Akral hangat Akral hangat

Refleks

15
Refleks tendon Bisep normal normal

Trisep normal normal

Patella normal normal

Achilles normal normal

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks patologis - -

Colok Dubur (atas indikasi)

Tidak dilakukan

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


1. Laboratorium RSAU Tanggal 28/12/2018 Jam : 10:09 WIB

Hasil Unit Nilai rujukan

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin (Hb) 20.5* g/dL 13.2 – 17.3

Hematokrit (Ht) 62* % 40-52

Jumlah Trombosit 425000 mm3 150000 –


440000
Jumlah Leukosit 17700* mm3
3800 – 10600

16
2. Laboratorium RSAU Tanggal 28/12/2018 Jam : 10:09 WIB

Hasil Unit Nilai


rujukan

IMUNOSEROLOGI

Widal

Serologi

Thypi O Negatif Negatif

Para Thypi AO Negatif Negatif

Para Thypi BO Negatif Negatif

Thypi H Positif Negatif


1/320*
Para Thypi AH Negatif
Negatif
Para Thypi BH Negatif

ANALISA CAIRAN
TUBUH

Elektrolit
mmEq/L 137-147
Natrium 142
mmEq/L 3,5 - 5,0
Kalium 5.4*
mmEq/L 95 - 105
Clorida 105

17
PEMBAHASAN

Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau typid fever. Demam tifoid ialah
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala
de,mam 1 minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.1

Manifestasi klinis demam tifoid


Pengetahuan tentang gambaran klinis demam tifoid sangatlah penting untuk
membantu mendeteksi secara dini. Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari.
Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari asimptomatik
hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.2
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Pada minggu
pertama, ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut umumnya yaitu
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis.2 Karakteristik demamnya adalah demam
yang meningkat secara perlahan-lahan berpola seperti anak tangga dengan suhu makin tinggi
dari hari ke hari, lebih rendah pada pagi hari dan tinggi terutama pada sore hingga malam
hari. Pada akhir minggu pertama, demam akan bertahan pada suhu 39-40°C. Pasien akan
menunjukkan gejala rose spots, yang warnanya seperti salmon, pucat, makulopapul 1-4 cm
lebar dan jumlahnya kurang dari 5; dan akan menghilang dalam 2-5 hari. Hal ini disebabkan
karena terjadi emboli oleh bakteri di dermis.3,4
Pada minggu kedua, gejala klinis menjadi semakin berkembang jelas, berupa demam,
bradikardia relatif dimana setiap peningkatan 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali per menit, kemudian didapatkan pula lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan
ujung lidah merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental
berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis.11 Beberapa penderita dapat menjadi
karier asimptomatik dan memiliki potensi untuk menyebarkan kuman untuk jangka waktu
yang tidak terbatas.3,4
 Menurut keterangan pasien, pasien demam sudah 4 hari, demam hilang timbul dan
cenderung meningkat saat sore hingga malam hari, terdapat diare, mual, dan muntah,
nyeri ulu hati, perut terasa melilit, Dari pemeriksaan fisik nyeri epigastrium positif,
bising usus (+) hiperperistaltik, lidah kotor. Sesuai dengan teori di atas pasien

18
dicurigai menderita demam tifoid sudah memasuki minggu ke 2, karena walaupun
menurut keterangan pasien baru merasakan demam dan gejala lainya sejak 4 hari yang
lalu, mungkin saja dikarenakan gejala pada minggu pertama cenderung ringan dan
bisa tanpa gejala. Sehingga pasien tidak begitu merasakan adanya gejala yang
mengganggu dan gejala klinis mulai berkembang jelas saat minggu ke 2 seperti
demam dan didapatkan adanya lidah kotor.

Diagnosis Demam Tifoid


Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Sampai saat ini masih dilakukan berbagai
penelitian yang menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode
terbaik dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh.
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi
dalam empat kelompok, yaitu : (1) pemeriksaan darah tepi; (2) pemeriksaan bakteriologis
dengan isolasi dan biakan kuman; (3) uji serologis; dan (4) pemeriksaan kuman secara
molekuler.5

1. Pemeriksaan darah tepi


Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis.6
Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit
serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal
yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau
bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid.7


Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah tepi dengan hasil limfositosis dengan nilai
leukosit 17700 mm3. Sesuai dengan teori diatas pada tifoid dapat ditemukan
limfositosis.

2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman


Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella
Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses dan sumsum tulang. Bakteri akan lebih

19
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada
stadium berikutnya di dalam urine dan feses.7 Hasil biakan yang positif memastikan
demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung pada beberapa faktor, seperti : (1) Telah mendapat terapi antibiotik.
Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; (2) Jumlah darah yang
diambil terlalu sedikit (diperlukan kurang lebih 10 cc darah). Bila darah yang dibiak
terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif; (3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah dapat negatif; dan (4) Waktu pengambilan darah yang dilakukan
setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat. 2,7
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil
dibutuhkan 2-4 mL.8 Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur
hanya sekitar 0.5-1 mL.9 Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi
oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini mendukung teori bahwa kultur
sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun
dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika
sebelumnya.5 Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella Typhi adalah
media empedu dari sapi. Media ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya
Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.8
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada
perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 70-90% dari
penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.5,8
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika
dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang
dipakai.10
Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga
minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu
pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode yang mempunyai sensitivitas paling
tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur
darah negatif sebelumnya.8,10 Namun prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen

20
empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi
tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. 6,8
 Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan ini karena prosedur ini sangat invasif
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari.

3. Uji serologis
3.1. Uji Widal
Dasar reaksi uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella Typhi dengan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
Salmonella Typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, orang yang
pernah tertular Salmonella Typhi, dan orang yang pernah mendapatkan vaksin
demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella
Typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan uji Widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid.3,4
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Secara umum, aglutinin O mulai muncul
pada hari ke 6-8 dan aglutinin H mulai muncul pada hari ke 10-12 dihitung sejak
hari timbulnya demam. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang
waktu minimal 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai
3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.3,4
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer aglutinin O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
b. Titer aglutinin H yang tinggi ( > 160) menunjukkan sudah pernah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi.
c. Titer aglutinin yang tinggi terhadap antigen Vi terdapat pada carrier.3,4

 pada pasien dilakukan pemeriksaan widal dengan hasil titer aglutinin typi H
1/320. Sesuai teori diatas bahwa titer aglutinin H muncul pada hari ke 10-12,
atau bisa ada kemungkinan pasien pernah menderita tifoid sebelumnya.

3.2. Uji Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

21
Prinsip dasar uji ELISA adalah reaksi antigen-antibodi.13 Uji ini sering
dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen O9 LPS,
antibodi IgG terhadap antigen flagela d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi
Salmonella Typhi. Chaicumpa dkk mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95%
pada sampel darah, 73% pada sampel feses, dan 40% pada sampel sumsum
tulang.1,3,4
 Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan dikarenakan mahal.

3.4. Uji Tubex®


Tubex® merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi oleh IDL
Biotech, Broma, Sweden.3,4 Tes ini sangat cepat, hanya membutuhkan waktu 5-10
menit, sederhana dan akurat. Tes ini mendeteksi serum antibodi IgM terhadap
antigen O9 LPS yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella Typhi. Pada
orang yang sehat normalnya tidak memiliki IgM anti-O9 LPS.3,4

Gambar 1. Prinsip dari tes Tubex®. Bagian atas, hasil negatif;


bagian bawah, hasil positif.1,3

22
Tes Tubex® merupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubex® color scale
yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah)
hingga nilai 10 (warna paling biru).1,3
Cara membaca hasil tes Tubex adalah sebagai berikut menurut IDL
Biotech 2008: 11,27
1. Nilai < 2 menunjukan nilai negatif (tidak ada indikasi demam tifoid).
2. Nilai 3 menunjukkan inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang.
3. Nilai 4-5 menunjukan positif lemah.
4. Nilai > 6 menunjukan nilai positif (indikasi kuat demam tifoid).
Nilai Tubex yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan
gejala klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi demam
tifoid yang sangat kuat.4
 Pada pasien tidak dilakukan karena mahal.

3.5. Uji Typhidot


Uji Typhidot merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diproduksi
oleh Biodiagnostic Research, Bangi, Malaysia. Hasil uji Typhidot dinilai positif
apabila didapatkan reaksi dengan intensitas yang sama dengan atau lebih besar
dari reaksi kontrol, terlihat pada kertas saring komersial yang telah disiapkan. Tes
ini memperingatkan, jika hasil yang diperoleh tak tentu, tes harus diulang setelah
48 jam.3,4

23
Gambar 2. Prinsip dari tes Typhidot®. Bagian atas, prosedur tes;
bagian bawah, interpretasi hasil tes.3
 Pada pasien tidak dilakukan karena mahal.

4. Identifikasi kuman secara molekuler


Metode lain untuk identifikasi bakteri Salmonella Typhi yang akurat adalah
mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri Salmonella Typhi dalam darah
dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA.1,3

 Pada pasien tidak dilakukan karena mahal.

Menurut kemenkes tahun 2006 ,Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat
perjalanan tifoid saat diperiksa, maka diagnosis klinis diklasifikasikan atas 2:

1. Suspek demam tifoid (suspect case)


Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran
cerna dan pertanda gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum
lengkap. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.4
2. Demam tifoid klinis (probable case)

24
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukan tifoid.4

 Sesuai dengan teori di atas pasien ini termasuk dalam diagnosis tifoid klinis (probable
case)

Diagnosis Banding dan Dasar Diagnosis Banding

1. Diagnosis Banding dan dasarnya


a. Diare Cair Akut dengan Dehidrasi
Pada pasien ini terdapat BAB cair lebih dari 5 kali, pasien merasa lemas, tidak
BAK sehari sebelum dibawa ke IGD, tetapi pada pasien ini tidak hanya
keluhan itu saja, tetapi ditambah mual muntah lebih dari 5 kali, terdapat
demam hilang timbul lebih dari 4 hari, bagan pegal-pegal, kepala sakit, lidah
kotor, nyeri tekan epigastrium, bising usus (+) hiperperistaltik. Keluhan
tersebut menunjukan bukan hanya diare cair akut biasa, sehingga harus
dipastikan dengan pemeriksaan darah rutin dan uji serologi WIDAL, karena
mengarah ke demam thypoid.
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada pasien ini terdapat demam lebih dari 3, hari, badan terasa lemas,
kepala sakit, pegal-pegal. Hal tersebut bisa saja terdapat pada DBD, tetapi
pada pasien ini untuk demamnya hilang timbul, kadang pada malam hari, atau
pagi hari, tidak terdapat mimisan, bintik-bintik merah di kulit, tidak terdapat
mimisan. Jadi tidak mengarah ke DBD. Untuk nilai trombositnya juga masih
didapatkan dalam batas normal 425000 mm3.

Tatalaksana Pengobatan dan Perawatan

Perawatan umum dan nutrisi:4

1. Tirah baring
 penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi perdarahan dan perforasi. Jika penyakit membaik maka dilakukan
mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita.4

25
o Sesuai dengan teori pasien sudah mendapatkan perawatan tirah baring dengan
sempurna.
2. Nutrisi:
 Cairan : penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi,
penurunan kesadaran, serta sulit makan. Dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan.
Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.4
o Pasien mendapatkan cairan Infus RL 1000 cc/24 jam sesuai dengan kebutuhan
pasien. Dan merupakan indikasi karena pasien sulit makan karena mual dan
muntah.
 Diet : diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selusose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya diklasifikasikan ata: diet cair, bubur lunak, tim nasi biasa.
Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan padat atau tim (diet padat
dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaliknya dimulai dengan bubur atau
diet caie yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat
kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara enteral
melalui pipa lambung.4
o Pada pasien diberikan diet secara enteral berupa diet cair 6x200cc melalui
pipa lambung (NGT) meskipun pada pasien belum ditemukan tanda-tanda
penurunan kesadaran, mungkin karena dipertimbangkan resiko dehidrasi dan
syok karena hipokalemi akibat pasien sulit makan karena mual muntah.
 Terapi simtomatik : terapi simptomatikdapat diberikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita: ( vitamin, antipiretik, anti emetik).4
o Pada pasien diberikan terapi simtomatik:
 Pasien demam sehingga diberikan antipiretik Paracetamol 3x 500mg
 Pasien mual muntah sehingga diberikan Ondansetron injeksi 4mg/12
jam
 Pada pasien didapatkan nyeri ulu hati sehingga diberikan Ranitidin
sebagai proton pump inhibitor.
 Pasien juga mengalami diare sehingga diberikan Attapulgite tablet 500
mg, 2 tablet setiap kali BAB.

26
Antimikroba:

Pilihan anti mikroba untuk demam tifoid: 4

 Pada pasien diberikan antimikroba seftriakson 1 gram/ 12 jam. Sesuai dengan teori di
atas.

27
PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad fungsionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

28
DAFTAR PUSTAKA

1. [WHO] Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.
World Health Organization; 2003: 17-18.
2. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing. 2009:2797-2800.
3. Parry M, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. A Review of Typhoid Fever. New
England Journal of Medicine. 2002; 347:1770-1782. http://www.nejm.org/doi/
full/10.1056/NEJMra020201. [2 januari 2019].
4. Pedoman pengendalian demam tifoid. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
nor 364/MENKES/SK/V/2006:5-18.
5. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi –
Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang :
IDAI Jawa Timur, 2005:37-50.
6. Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed. Hunter’s Textbook of Pediatrics,
edisi 7. Philadelphia : WB Saunders, 1991:344-358.
7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed.
Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika, 2002:1-43.
8. [WHO] Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.
9. Wain J, Bay PVB, Vinh H, Duong NM, Diep TS, Walsh AL, et al. Quantitation of bacteria
in bone marrow from patients with typhoid fever : relationship between counts and
clinical features. J Clin Microbiol 2001;39(4):1571-6.
10. Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002; 347(22): 1770-82.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra020201. [ 2 januari 2019].

29

Anda mungkin juga menyukai