Caecilia Ayu Putri Wulandari - 112017149 - Case Typoid
Caecilia Ayu Putri Wulandari - 112017149 - Case Typoid
Demam Typhoid
Pembimbing :
Dibuat oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
NIM : 112017149
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
2
A. ANAMNESIS
Keluhan utama:
Di IGD pasien muntah sebanyak 3 kali, yang keluar hanya cairan, berwarna
coklat, dan tidak ada darah. Pasien juga mengatakan belum BAK sejak sore
kemarin. Pasien masih mengeluh sesak.
Pada hari pemeriksaan di ruang rawat Garuda, pasien merasakan BAB cair
sudah mulai membaik, sudah mulai ada ampas, tetapi perut masih terasa melilit.
Mual masih dirasakan tetapi muntah sudah berkurang. Hari ini pasien muntah 1
kali saja, ulu hati terasa perih. Pasien masih mengeluh badan terasa pegal -pegal,
kepala sakit, pasien sudah tidak demam lagi karena sudah minum obat penurun
panas. Sesak napas sudah berkurang, Pasien ngatakan tidak ada batuk, pilek,
hidung tersumbat, dan nyeri tenggorokan, tidak ada mimisan, dan ruam dikulit.
Lalu tidak ada keluhan nyeri BAK, dan sekarang pasien terpasang urin kateter.
Pasien juga tidak ada berpergian keluar kota, dirumah dan lingkuan pasien tidak
ada keluhan yang sama. Pasien mengatakan akhir-akhir ini terlalu sibuk dan
kelelahan, makan tidak teratur.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Keluarga
4
Adakah kerabat yang menderita :
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
5
Mulut
Tenggorokan
Leher
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) muntah darah (-) tinja warna dempul (-) sukar menelan
(-) tinja berwarna ter (-) nyeri perut / kolik (-) benjolan
6
Katamenia
(-) Leukore (-) Perdarahan (-) Lain – lain
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas (-) Nyeri (-) Sianosis (-) kaku
BERAT BADAN
7
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) Di rumah ( ) Rumah Bersalin
( ) R.S Bersalin
Riwayat Imunisasi
Riwayat Makanan
Pendidikan
Kesulitan
8
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Berat Badan : 80 kg
Nadi : 72 kali/menit
Suhu : 36.4 oC
Habitus : piknikus
Aspek Kejiwaan
9
Kulit
Kepala
Rambut : Hitam
Mata
Lensa : Jernih
10
Konjungtiva : Tidak anemik
Visus : Normal
Telinga
Tuli :-
Lubang :-
Cairan :-
Pendarahan :-
Mulut
11
Trismus : Tidak ada
Lidah : Kotor
Leher
Dada
Bentuk : Normal
Paru – Paru
12
Kanan Benjolan (-), nyeri Benjolan (-) , nyeri
tekan (-) Fremitus tekan(-) Fremitus
taktil sebelah taktil sebelah
kanan kanan
hantarannya hantarannya lebih
lebih keras dari keras dari yang
yang kiri kiri
Jantung
Palpasi Iktus cordis teraba pada linea midklavikula kiri sela iga V,
Pembuluh Darah
13
Arteri radialis : teraba pulsasi
Arteri femoralis : teraba pulsasi
Arteri popliteal : teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : teraba pulsasi
Perut
tanda obturator ( - )
Perkusi Timpani
Tidak dilakukan
14
Anggota Gerak
Lengan
Kekuatan +5 +5
Luka - -
Varises - -
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Refleks
15
Refleks tendon Bisep normal normal
Refleks patologis - -
Tidak dilakukan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
16
2. Laboratorium RSAU Tanggal 28/12/2018 Jam : 10:09 WIB
IMUNOSEROLOGI
Widal
Serologi
ANALISA CAIRAN
TUBUH
Elektrolit
mmEq/L 137-147
Natrium 142
mmEq/L 3,5 - 5,0
Kalium 5.4*
mmEq/L 95 - 105
Clorida 105
17
PEMBAHASAN
Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau typid fever. Demam tifoid ialah
infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala
de,mam 1 minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau
tanpa gangguan kesadaran.1
18
dicurigai menderita demam tifoid sudah memasuki minggu ke 2, karena walaupun
menurut keterangan pasien baru merasakan demam dan gejala lainya sejak 4 hari yang
lalu, mungkin saja dikarenakan gejala pada minggu pertama cenderung ringan dan
bisa tanpa gejala. Sehingga pasien tidak begitu merasakan adanya gejala yang
mengganggu dan gejala klinis mulai berkembang jelas saat minggu ke 2 seperti
demam dan didapatkan adanya lidah kotor.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah tepi dengan hasil limfositosis dengan nilai
leukosit 17700 mm3. Sesuai dengan teori diatas pada tifoid dapat ditemukan
limfositosis.
19
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada
stadium berikutnya di dalam urine dan feses.7 Hasil biakan yang positif memastikan
demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena
hasilnya tergantung pada beberapa faktor, seperti : (1) Telah mendapat terapi antibiotik.
Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; (2) Jumlah darah yang
diambil terlalu sedikit (diperlukan kurang lebih 10 cc darah). Bila darah yang dibiak
terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif; (3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah dapat negatif; dan (4) Waktu pengambilan darah yang dilakukan
setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat. 2,7
Volume 10-15 mL dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada anak kecil
dibutuhkan 2-4 mL.8 Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur
hanya sekitar 0.5-1 mL.9 Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi
oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini mendukung teori bahwa kultur
sumsum tulang lebih tinggi hasil positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun
dengan volume sampel yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika
sebelumnya.5 Media pembiakan yang direkomendasikan untuk Salmonella Typhi adalah
media empedu dari sapi. Media ini dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya
Salmonella Typhi dan Salmonella Paratyphi yang dapat tumbuh pada media tersebut.8
Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan pada
perjalanan penyakit. Beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif 70-90% dari
penderita pada minggu pertama sakit dan positif 10-50% pada akhir minggu ketiga.5,8
Sensitivitasnya akan menurun pada sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika
dan meningkat sesuai dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang
dipakai.10
Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%) hingga
minggu ketiga (75%) dan turun secara perlahan. Biakan urine positif setelah minggu
pertama. Biakan sumsum tulang merupakan metode yang mempunyai sensitivitas paling
tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan sering tetap positif selama
perjalanan penyakit dan menghilang pada fase penyembuhan. Metode ini terutama
bermanfaat untuk penderita yang sudah pernah mendapatkan terapi atau dengan kultur
darah negatif sebelumnya.8,10 Namun prosedur ini sangat invasif sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan kultur pada spesimen
20
empedu yang diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi
tidak digunakan secara luas karena adanya risiko aspirasi terutama pada anak. 6,8
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan ini karena prosedur ini sangat invasif
sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari.
3. Uji serologis
3.1. Uji Widal
Dasar reaksi uji Widal adalah reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella Typhi dengan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap
Salmonella Typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, orang yang
pernah tertular Salmonella Typhi, dan orang yang pernah mendapatkan vaksin
demam tifoid. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella
Typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan uji Widal adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita
demam tifoid.3,4
Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Secara umum, aglutinin O mulai muncul
pada hari ke 6-8 dan aglutinin H mulai muncul pada hari ke 10-12 dihitung sejak
hari timbulnya demam. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula
kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif,
titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan pada selang
waktu minimal 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai
3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.3,4
Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut :
a. Titer aglutinin O yang tinggi ( > 160) menunjukkan adanya infeksi akut.
b. Titer aglutinin H yang tinggi ( > 160) menunjukkan sudah pernah mendapat
imunisasi atau pernah menderita infeksi.
c. Titer aglutinin yang tinggi terhadap antigen Vi terdapat pada carrier.3,4
pada pasien dilakukan pemeriksaan widal dengan hasil titer aglutinin typi H
1/320. Sesuai teori diatas bahwa titer aglutinin H muncul pada hari ke 10-12,
atau bisa ada kemungkinan pasien pernah menderita tifoid sebelumnya.
21
Prinsip dasar uji ELISA adalah reaksi antigen-antibodi.13 Uji ini sering
dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen O9 LPS,
antibodi IgG terhadap antigen flagela d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi
Salmonella Typhi. Chaicumpa dkk mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95%
pada sampel darah, 73% pada sampel feses, dan 40% pada sampel sumsum
tulang.1,3,4
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan dikarenakan mahal.
22
Tes Tubex® merupakan tes yang subjektif dan semikuantitatif dengan cara
membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan Tubex® color scale
yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling merah)
hingga nilai 10 (warna paling biru).1,3
Cara membaca hasil tes Tubex adalah sebagai berikut menurut IDL
Biotech 2008: 11,27
1. Nilai < 2 menunjukan nilai negatif (tidak ada indikasi demam tifoid).
2. Nilai 3 menunjukkan inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang.
3. Nilai 4-5 menunjukan positif lemah.
4. Nilai > 6 menunjukan nilai positif (indikasi kuat demam tifoid).
Nilai Tubex yang menunjukan nilai positif disertai dengan tanda dan
gejala klinis yang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi demam
tifoid yang sangat kuat.4
Pada pasien tidak dilakukan karena mahal.
23
Gambar 2. Prinsip dari tes Typhidot®. Bagian atas, prosedur tes;
bagian bawah, interpretasi hasil tes.3
Pada pasien tidak dilakukan karena mahal.
Menurut kemenkes tahun 2006 ,Sesuai dengan kemampuan mendiagnosis dan tingkat
perjalanan tifoid saat diperiksa, maka diagnosis klinis diklasifikasikan atas 2:
24
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap serta didukung oleh
gambaran laboratorium yang menunjukan tifoid.4
Sesuai dengan teori di atas pasien ini termasuk dalam diagnosis tifoid klinis (probable
case)
1. Tirah baring
penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah
komplikasi perdarahan dan perforasi. Jika penyakit membaik maka dilakukan
mobilisasi secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan penderita.4
25
o Sesuai dengan teori pasien sudah mendapatkan perawatan tirah baring dengan
sempurna.
2. Nutrisi:
Cairan : penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi,
penurunan kesadaran, serta sulit makan. Dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan.
Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.4
o Pasien mendapatkan cairan Infus RL 1000 cc/24 jam sesuai dengan kebutuhan
pasien. Dan merupakan indikasi karena pasien sulit makan karena mual dan
muntah.
Diet : diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah
selusose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk
penderita tifoid biasanya diklasifikasikan ata: diet cair, bubur lunak, tim nasi biasa.
Bila keadaan penderita baik, diet dapat dimulai dengan padat atau tim (diet padat
dini). Tapi bila penderita dengan klinis berat sebaliknya dimulai dengan bubur atau
diet caie yang selanjutnya dirubah secara bertahap sampai padat sesuai dengan tingkat
kesembuhan penderita. Penderita dengan kesadaran menurun diberi diet secara enteral
melalui pipa lambung.4
o Pada pasien diberikan diet secara enteral berupa diet cair 6x200cc melalui
pipa lambung (NGT) meskipun pada pasien belum ditemukan tanda-tanda
penurunan kesadaran, mungkin karena dipertimbangkan resiko dehidrasi dan
syok karena hipokalemi akibat pasien sulit makan karena mual muntah.
Terapi simtomatik : terapi simptomatikdapat diberikan dengan pertimbangan untuk
perbaikan keadaan umum penderita: ( vitamin, antipiretik, anti emetik).4
o Pada pasien diberikan terapi simtomatik:
Pasien demam sehingga diberikan antipiretik Paracetamol 3x 500mg
Pasien mual muntah sehingga diberikan Ondansetron injeksi 4mg/12
jam
Pada pasien didapatkan nyeri ulu hati sehingga diberikan Ranitidin
sebagai proton pump inhibitor.
Pasien juga mengalami diare sehingga diberikan Attapulgite tablet 500
mg, 2 tablet setiap kali BAB.
26
Antimikroba:
Pada pasien diberikan antimikroba seftriakson 1 gram/ 12 jam. Sesuai dengan teori di
atas.
27
PROGNOSIS
28
DAFTAR PUSTAKA
1. [WHO] Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.
World Health Organization; 2003: 17-18.
2. Widodo D. Demam Tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :
Interna Publishing. 2009:2797-2800.
3. Parry M, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. A Review of Typhoid Fever. New
England Journal of Medicine. 2002; 347:1770-1782. http://www.nejm.org/doi/
full/10.1056/NEJMra020201. [2 januari 2019].
4. Pedoman pengendalian demam tifoid. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
nor 364/MENKES/SK/V/2006:5-18.
5. Tumbelaka AR. Tata laksana terkini demam tifoid pada anak. Simposium Infeksi –
Pediatri Tropik dan Gawat Darurat pada Anak. IDAI Cabang Jawa Timur. Malang :
IDAI Jawa Timur, 2005:37-50.
6. Hoffman SL. Typhoid Fever. Dalam : Strickland GT, Ed. Hunter’s Textbook of Pediatrics,
edisi 7. Philadelphia : WB Saunders, 1991:344-358.
7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed.
Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, Edisi 1. Jakarta : Salemba
Medika, 2002:1-43.
8. [WHO] Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.
9. Wain J, Bay PVB, Vinh H, Duong NM, Diep TS, Walsh AL, et al. Quantitation of bacteria
in bone marrow from patients with typhoid fever : relationship between counts and
clinical features. J Clin Microbiol 2001;39(4):1571-6.
10. Parry CM. Typhoid fever. N Engl J Med 2002; 347(22): 1770-82.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra020201. [ 2 januari 2019].
29