PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat
1. Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil penelitian dari 112 responden terdapat lebih dari separoh (58,0%)
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan zat besi yang
dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Metro. Hasil penelitian yang dilakukan
di kelas XI MAN 1 Metro Lampung Timur diperoleh kejadian anemia sebanyak 40% dari
115 reponden yang mengalami anemia. Kejadian anemia dalam penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 Provinsi Lampung yang mengalami
Menurut asumsi peneliti hasil penelitian bahwa banyaknya remaja putri mengalami
anemia salah satu penyebabanya diantara responden mengkonsumsi asupan vitamin dan
mineral yang tidak adekuat. Remaja perempuan mengkonsumsi sejumlah zat besi, kalsium,
magnesium, fosfor dan zink yang tidak adekuat ini menunjukkan asupan vitamin A, vitamin
E, vitamin B6. Selain ketidak adekuatan asupan vitamin dan mineral, diet remaja juga
dikaresteristikan oleh konsumsi lemak total, asupan tinggi lemak jenuh, natrium, kolesterol,
dan gula halus serta rendahnya asupan buah dan sayur. Maka yang terutama adalah
69
70
kenyataan bahwa banyak remaja perempuan berhenti minum susu pada saat kebutuhan
2. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian dari 112 sampel responden terdapat lebih dari separoh
(66,7%) responden dengan pengetahuan tinggi di SMAN 3 Kota Bukittinggi Tahun 2018.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengar, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
Menurut penelitian Elsiana, dkk (2017) yang berjudul hubungan pengetahuan tentang
anemia pada remaja dengan pemenuhan kebutuhan zat besi pada siswi SMKN 4
Yogyakarta. Pada penelitian yang dilakukan pada siswi SMKN 4 didapatkan bahwa
sebagian besar siswi yaitu sebanyak 73,8% berada ditingkat pengetahuan yang baik.
Sedangkan siswi SMKN 4 yang memiliki pengetahuan cukup tentang anemia pada remaja
adalah sebanyak 22,6%, tetapi masih terdapat siswi yang berpengetahuan kurang.
Menurut asumsi peneliti bahwa sebagian besar remaja putri memiliki pengetahuan yang
tinggi tentang penyebab remaja putri lebih beresiko terkena anemia. Tapi masih terdapat
39,3% remaja putri yang memiliki pengetahuan kurang tentang penyebab utama seseorang
mengalami anemia, dampak anemia, dan yang dimaksud dengan anemia. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Tinggi rendahnya pengetahuan itu erat kaitannya dengan tingkat
71
pengetahuan remaja yang baik tentang anemia merupakan modal dasar dalam menjaga
pemenuhan kebutuhan zat besi walaupun kenyataannya masih terdapat siswi yang
berpengetahuan rendah. Pengetahuan siswi yang baik perlu di tingkatkan dan dipertahankan
2. Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian dari 112 sampel responden terdapat lebih dari separoh
(67,9%) responden dengan status gizi yang baik di SMAN 3 Kota Bukittinggi Tahun 2018.
Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab.
Pertama, remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan
fisik dan perkembangan yang dramatis itu. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga, remaja yang
mempunyai kebutuhan gizi khusus, yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga,
menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu alcohol
Menurut penelitian Martini (2015) yang bejudul faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian anemia pada remaja putri di MAN 1 Metro. Remaja dengan status gizi kurus
mempunyai resiko 3,1 kali mengalami anemia dibandingkan dengan remaja yang status
gizinya dalam kategori normal. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Abdul Basith,
dkk (2017) tidak terdapat hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri di
Banjar Baru.
Menurut asumsi peneliti remaja yang status gizi tinggi maka kejadian anemia rendah, bila
status gizi kurang maka kejadian anemia tinggi. Mereka dapat terkena anemia karena
kebiasaan makan mereka yang tidak seimbang seperti apabila responden jarang
72
mengkonsumsi sayur-sayuran dan bisa juga disebsbkan apabila sering memakan makanan
yang mengandung karbohidrat dan lemak saja tidak diimbangi dengan mengkonsumsi
makanan yang mengadung mineral, protein, vitamin. Remaja saat ini sering sekali kurang
kurang sehat seperti gorengan, bakso tusuk, mie dan lain-lain, serta tak jarang remaja yang
tidak mau mengkonsumsi sayuran. Padahal kecukupan gizi sangatlah penting, karena
kekurangan gizi dapat menyebabkan penurunan pembentukan sel darah merah yang mana
dapat menyebabkan anemia. Gizi baik akan dapat dicapai dengan memberi makanan yang
seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan dan gizi kurang menggambarkan ketidak
seimbangan makanan yang dimakan dengan kebutuan manusia, status gizi remaja putri di
SMAN 3 Kota Bukittinggi separuh dari total populasi memilik status gizi buruk. Karna itu
diperlukan peran petugas kesehatan untuk mengatasi masalah status gizi pada para siswi
3. Pola Makan
Berdasarkan hasil penelitian dari 112 sampel responden terdapat lebih dari separoh
(50,9%) responden dengan pola makan yang teratur di SMAN 3 Kota Bukittinggi Tahun
2018.
Pola makan atau pola konsumsi pangan segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan
Menurut penelitian Baiq, dkk (2015) yang berjudul hubungan pola makan dan pola
menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri. Berdasarkan hasil penelitian kejadian
anemia pada remaja putri menunjukkan bahwa sebagian besar pola makan remaja putri
73
dalam kategori tidak baik yaitu 37 dari 70 responden (52,9%). Pola makan remaja putri yang
tidak baik dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya pengetahuan tentang gizi.
Menurut asumsi peneliti bahwa pola dan gaya hidup modern membuat remaja
cenderung lebih menyukai makan diluar rumah bersama kelompoknya menyebabkan pola
makan mereka tidak teratur. Pola makan remaja yang tidak teratur sebesar 49,1%. Menurut
mereka pola makan tidak mempengaruhi kesehatan, sehingga remaja putri sering
mempraktikan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan pantangan-pantangan,
membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Pada umumnya
remaja putri sering mengkonsmsi makanan yang kurang baik. Beberapa remaja khususnya
remaja putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang
dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan. Kebiasaan makan remaja rata-
rata tidak lebih dari tiga kali sehari dan disebut makan bukan hanya dalam konteks
mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dikategorikan makanan
kesukaan remaja. Remaja lebih menyukai makan-makanan ringan seperti gorengan, coklat,
permen dan es. Hal ini menyebabakan makanan yang beraneka ragam tidak dikonsumsi oleh
para remaja. Sehingga diet yang mereka lakukan rendah akan zat besi, kalsium, vitamin, dan
lain-lain
4. Pola Menstruasi
Berdasarkan hasil penelitian dari 112 sampel responden terdapat lebih dari separoh
(64,3%) responden dengan pola menstruasi yang normal di SMAN 3 Kota Bukittinggi
Tahun 2018.
perempuan dapat berasal dari gangguan ketidak seimbangan hormonal, permasalahan pada
struktur organ reproduksi, adanya infeksi, dan faktor lain yang tidak diketahui secara pasti.
Jenis gangguan menstruasi yang banyak dialami perempuan antara lain: disfungsi
dibagi berdasarkan ketidak nyamanan, jumlah darah yang keluar, dan masalah keteraturan
dengan kejadian anemia pada remaja putri di MAN Ciawi Kabupaten Tasikmalaya tahun
2012. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mengalami tidak menstruasi pada saat pemeriksaan Hb (71,4%). dan yang mengalami
menstruasi sebesar (28,6%). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang mengalami
menstruasi mempunyai resiko 1,842 kali lebih besar untuk mengalami kejadian anemia.
Peneitian ini tidak sebanding dengan penelitian Sinta Dewi,dkk (2016) hasil penelitian
diketahui bahwa responden dengan pola menstruasi tidak teratur mengalami anemia
berjumlah 95,8% yang terdapat hubungan antara pola menstruasi dengan anemia pada
remaja putri.
Menurut asumsi peneliti penelitian ini diperkuat dengan teori yang menyatakan bahwa
menstruasi adalah proses peluruhan lapisan dalam dinding rahim yang banyak mengandung
pembuluh darah. Pola menstruasi serangkaian proses menstruasi terdiri dari siklus
menstruasi lama pendarahan menstruasi dan disminore. Remaja siswi yang mengalami pola
menstruasi tidak normal sebesar 35,7 % dikarenakan siklus menstruasi mereka yang tidak
normal dan lamanya menstruasi. Jika remaja putri yang mengalami anemia itu disebabkan
oleh pola menstruasi tidak baik karena jumlah darah dan frekuensi menstruasi yang
75
berlebihan. Remaja putri beresiko lebih tinggi mengalami anemia dibandingkan remaja
putra karena mengalami menstruasi. Siklus menstruasi dikatakan normal jika jarak antara
hari pertama keluarnya darah menstruasi dan hari pertama menstruasi berikutnya selang
B. Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 44 orang responden dengan
pengetahuan rendah terdapat 25 orang responden (56,8%) tidak anemia, sedangkan dari
68 orang reponden dengan pengetahuan tinggi terdapat 40 orang responden (58,8%) tidak
anemia.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku
yang didasari oleh ilmu pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinta, dkk (2016) yang berjudul faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri Wilayah Lampung
Timur. Bahwa berdasarkan hasil penelitian diketahui hasil uji Chi Square diperoleh p
value 1,000 artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
kejadian anemia pada remaja putri kelas XI. Dan diperkuat dengan penelitian
seseorang untuk mengerti dan memahami kondisi atau keadaan yang berkaitan dengan
anemia, misalnya pemahaman bahwa anemia adalah kondisi kekurangan sel darah merah,
76
mengerti tentang tanda dan gejalanya serta faktor apa saja yang dapat menyebabkan
anemia. Hal ini mungkin bahwa sebagian responden mempunyai pengetahuan baik
tentang anemia, namun pengetahuan yang tidak baik tidak memberikan jaminan seorang
remaja mempunyai kadar haemoglobin yang tinggi (tidak anemia) dilihat dari hasil
remaja. Zat gizi yang sangat penting bagi remaja putri adalah zat besi jika asupan remaja
putri kurang maka akan menyebabkan perkembangan remaja putri terhambat. Untuk itu
pengetahuan remaja putri tentang anemia sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya
anemia
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 36 orang responden dengan
status gizi yang buruk terdapat 26 orang responden (72,2%) mengalami anemia,
sedangkan dari 76 orang reponden dengan status gizi yang baik terdapat 55 orang
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Almatsier dkk ( ). Usia remaja (10-18
tahun) merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab. Pertama, remaja
memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan fisik dan
perkembangan yang dramatis itu. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan
remaja mempengaruhi baik asupan maupun kebutuhan gizinya. Ketiga, remaja yang
mempunyai kebutuhan gizi khusus, yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga,
77
menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Martini (2015) dengan judul faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMAN 1 Metro
bahwa adanya hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia di kelas XI MAN 1
Metro Lampung Timur (p=0,009< α = 0,05). Remaja dengan status gizi dalam kategori
kurus mempunyai resiko 3,1 kali mengalami anemia dibanding dengan remaja yang
Penelitian ini juga didukung oleh Mahmut Jaelani, dkk (2017) dalam judul factor
resiko yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Menunjukan ada
hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.
langsung oleh konsumsi makanan sehari-hari yang kurang mengandung zat besi, secara
umum konsumsi makanan berkaitan erat dengan status gizi. Remaja dengan status gizi
yang baik maka kejadian anemia rendah, bila status gizi buruk maka kejadian anemia
tinggi, walaupun pengetahuan remaja putri tinggi tentang anemia jika status gizi buruk,
remaja tersebut akan tetap berkemungkinan terkena anemia. Anemia dipengaruhi oleh
faktor pengetahuan, status kesehatan, aktivitas, pola makan, kehilangan darah yang
disebabkan oleh menstruasi. Gizi baik akan dapat dicapai dengan memberi makanan yang
seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan dan gizi kurang menggambarkan ketidak
seimbangan makanan yang dimakan dengan kebutuhan tubuh manusia dengan kejadian
anemia. Remaja yang berstatus gizi buruk memungkinkan untuk terjadinya anemia,
karena gizi merupakan suatu proses organisme yang dikonsumsi secara normal melalui
78
remaja mempunyai keadaan gizi yang berbeda-beda yaitu berat badan dan tinggi badan
serta riwayat gizi yang berbeda pula. Seorang yang memiliki status kesehatan baik maka
pertumbuhan dan perkembangan juga akan normal. Sebagian besar remaja putri
mempunyai pengetahuan yang tinnggi penyebab remaja putri lebih beresiko terkena
anemia. adalah umum yang terjadi pada remaja dalam kasus gizi adalah anemia
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 55 orang responden dengan pola
makan tidak teratur terdapat 30 orang responden (54,5%) mengalami anemia, sedangkan
dari 57 orang reponden dengan pola makan yang teratur terdapat 40 orang responden
Saat seseorang memasuki masa remaja. Hal-hal yang berpengaruh terhadap kebiasaan
aktivitas pada umumnya berdampak terhadap apa yang dimakan remaja. Mereka mulai
membeli dan menyiapkan lebih banyak makanan untuk dirinya, serta sering makan cepat-
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Baiq Nurlaily,dkk (2015) yang berjudul
hubungan pola makan dan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri.
Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya hubungan pola makan dengan kejadian
anemia pada remaja putri di MTS Ma’rif Nyatnyono Kabupaten semarang dan didukung
penelitian Nabila Zuhdi, dkk (2015) yang berjudul aktivitas fisik, polamakan dan status
79
gizi pelajar putri SMA didenpasar utara yang menunjukan adanya aspek pola makan yaitu
pengontrolan berat badan berhubungan secara signifikan dengan status gizi pelajar putri
SMA.
Menurut asumsi peneliti bahwa pola makan yang tidak teratur dapat menyebabkan
kekurangan berbagai zat gizi yang dapat menyebabkan anemia, kekurangan protein
ataupun karbohidrat, seperti yang terjadi pada keadaan kekurangan kalori dan protein
yang merupakan perwujudan kekurangan makanan dalam jangka waktu yang cukup
lama, niscaya akan menyebabkan kekurangan berbagai bahan yang diperlukan untuk
pembentukan tubuh. Pola dan gaya hidup modern mebuat remaja cenderung lebih
menyukai makan di luar rumah bersama temannya. Remaja putri sering melakukan diet
dengan cara yang kurang benar seperti melakukan pantangan-pantangan, membatasi atau
remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja putrri sering
kebutuhannya karena takut kegemukan dan menyebut makanan bukan hanya konteks
mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dikategorikan sebagai
makan. Akibatnya, asupan gizi yang masuk ketubuh tidak sesuai dengan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan sehingga berakibat pada penurunan status gizi dan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 40 orang responden dengan
pola menstruasi yang tidak normal terdapat 28 orang responden (70,0%) tidak
80
mengalami anemia, sedangkan dari 72 orang reponden dengan pola menstruasi yang
menstruasi pada perempuan dapat berasal dari gangguan ketidak seimbangan hormonal,
permasalahan pada struktur organ reproduksi, adanya infeksi, dan faktor lain yang tidak
diketahui secara pasti. Jenis gangguan menstruasi yang banyak dialami perempuan
antara lain: disfungsi perdarahan uterus, disminore, sindrom premenstrual, dan amenore.
Gangguan menstruasi dibagi berdasarkan ketidak nyamanan, jumlah darah yang keluar,
dan masalah keteraturan siklus menstruasi (Afiyanti dkk, 2016). Kehilangan darah
Menerut penelitian Baiq,dkk (2015) yang berjudul hubungan pola makan dan pola
menstruasi dengan kejadian anemia remaja putri. Berdasarkan hasil analisis hubugan
pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri diperoleh hasil bahwa 33
siswi (47,1%) mempunyai pola menstruasi tidak baik, di mana 25 siswa (35,7%)
mengalami anemia. Responden yang mengalami pola menstruasi baik sebanyak 37 siswi
(52,9%) dimana jumlah siswi yang tidak mengalami anemia sebanyak 24 responden
(34,4%). Kejadian anemia pada remaja putri yang disebabkan mempunyai pola
menstruasi tidak baik karena jumlah darah dan frekuensi menstruasi yang berlebuhan.
Remaja putri beresiko lebih tinggi mengalami anemia dibandingkan remaja putra karena
mengalami menstruasi
sebanyak 72 siswi (64,3%) hal tersebut karena volume pengeluaran darah ketika
81
menstruasi dalam kondisi normal. Para remaja yang mengalami anemia saat menstruasi
dikarenakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal
(lebih dari 8 hari), perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa,
Siklus haid lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari), Siklus haid lebih panjang,
lebih dari 35 hari. Jika darah yang keluar selama haid normal dan lama mensruasi dalam
batas tujuh hari maka pola menstruasi tidak menjadi faktor para remaja terkena anemia.
Khusus remaja wanita, masalah anemia akan terus berlanjut setelah remaja, karena
e. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur ilmiah,