Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang terus berkembang didunia

dengan jumlah penderita lebih dari 20 juta jiwa. Prevalensi gagal jantung terus

meningkat dengan sejalannnya pertambahan usia dengan 610% pada usia diatas

65 tahun. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2016,

menyebutkan bahwa 17.5 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler

pada tahun 2008, yang mewakili dari 31% kematian didunia. Penyakit gagal

jantung di Amerika Serikat hampir terjadi 550.000 kasus pertahun. Sedangkan

dinegara-negara berkembang didapatkan kasus sejumlah 400.000 sampai 700.000

pertahun (WHO, 2016).

Di Indonesia, penyakit gagal jantung masih menjadi permasalahan karena

tingginya hospitalisasi dan kekambuhan. Angka mortalitas berada pada 6% - 12%

dan angka kekambuhan sebesar 29% (Siswanto et al., 2010).

Gagal Jantung Kongestif (GJK) adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan

oksigen dan nutrisi (Brunner & suddarth, 2013). Sedangkan menurut Price &

Wilson 2007, CHF adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa

tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

GJK merupakan sindrom klinis yang kompleks yang disebabkan oleh

ketidakmampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan


metabolisme tubuh akibat dari gangguan struktural atau fungsional jantung

yang dimulai dari gangguan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) sampai

kontraktilitas miokard (disfungsi sistolik) (Joshi & Tirgar, 2013). Manifestasi

klinis yang muncul pada pasien dengan GJK adalah dyspnea, takikardi, kelelahan,

intoleransi aktifitas, retensi cairan, penurunan kadar oksigen darah arteri, edema

paru, edema perifer, ketidaknyamanan, dan gangguan pola tidur (Yancy et al.,

2013).

Gagal jantung merupakan penyakit dengan angka kematian tertinggi. Pasien

gagal jantung yang menjalani terapi pengobatan yang lama dan sering keluar

masuk rumah sakit akan berdampak terhadap kecemasan yang dirasakan oleh

pasien terhadap penyakit yang dialaminya. Salah satu dampak yang dialami

merupakan reaksi psikologis terhadap dampak dari penyakit gagal jantung yang

dihadapi oleh pasien (Zaviera, 2007).

Hampir semua pasien yang memiliki penyakit jantung menyadari bahwa

jantung merupakan organ terpenting, dan ketika jantung mulai rusak maka

kesehatan akan terancam. Hal ini yang menyebabkan pasien gagal jantung akan

merasakan kecemasan, depresi, dan putus asa akan penyakit yang dideritanya

(Black, 2009).

Pasien gagal jantung banyak mengalami kecemasan yang bervariasi, dari

kecemasan ringan sampai dengan kecemasan berat. Menurut Smeltzer (2001)

pasien gagal jantung kongestif akan mengalami kecemasan dikarenakan mereka

mengalami kesulitan mempertahankan oksigenasi yang adekuat, maka mereka

cenderung cemas dan gelisah karena sulit bernafas. Sedangkan menurut Sani,

(2007) kecemasan yang dialami pasien mempunyai beberapa alasan diantaranya


cemas akibat sesak nafas, cemas akan kondisi penyakitnya, cemas jika

penyakitnya tidak bisa sembuh, cemas dan takut akan kematian Pemberian

rawatan berulang dan pengobatan yang lama dapat menyebabkan gangguan pada

aspek psikologis atau stressor psikososial yang memicu adanya emosi negatif

seperti kecemasan, depresi, rasa putus asa, rasa kawatir, dan rasa takut akan

kematian (Sarafino & Smith, 2011). Pasien dengan penyakit jantung yang

mengalami masalah psikososial akan lebih lambat proses penyembuhannya, lebih

berat gejala fisik yang dialaminya dan lebih lama proses penyembuhan

penyakitnya (Brunner & Suddarth, 2009).

Menurut Potter dan Perry (2005), perawat mengembangkan berbagai intervensi

untuk membantu klien membentuk koping terhadap stres. Perilaku koping yang

benar dari pasien dapat mengatasi atau mengurangi kecemasan pasien itu sendiri.

Teori psikoalaitis klasik menyatakan bahwa pada saat individu menghadapi situasi

yang dianggapnya mengancam, maka secara umum ia akan memiliki reaksi yang

biasanya berupa kecemasan. Kecemasan sebagai syarat bagi ego untuk melakukan

tindakan-tindakan yang tepat (Zaviera, 2007).

Kecemasan merupakan masalah psikologis yang kejadiannya dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

kecemasan diantaranya tingkat usia, jenis kelamin, pengalaman, konsep diri,

tingkat pendidikan, tingkat ekonomi serta dukungan keluarga (Stuart & Sunden,

2006). Dari hasil penelitian Haworth et al (2005) menyebutkan bahwa faktor-

faktor yang bisa mempengaruhi kecemasan pada pasien GJK adalah status

demografi (usia dan jenis kelamin), tingkat keperahan penyakit, adanya

komplikasi penyakit lain seperti diabetes, dan kurangnya dukungan sosial.


Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka

Raya di ruang Sakura yang merupakan ruangan perawatan untuk penyakit jantung

dan pembuluh darah. Dalam wawancara yang dilakukan terhadap enam orang, tiga

diantaranya merasa cemas saat menunggu hasil pemeriksaan penunjang dan

pemeriksaan lebih lanjut dari dokter, sedangkan tiga orang yang lain menyatakan

merasa cemas karena merasa sesak, kelelahan dan keterbatasan aktivitas yang

dialami.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang gambaran tingkat kecemasan pada pasien gangguan jantung kongestif di

ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana gambaran tingkat kecemasan

pada pasien gangguan jantung kongestif di ruang Sakura RSUD dr. Doris

Sylvanus Palangka Raya?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan pada pasien gangguan

jantung kongestif di ruang Sakura RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kecemasan pada pasien gangguan jantung

kongestif, dengan kategori tingkat kecemasan ringan.


b. Untuk mengetahui gambaran kecemasan pada pasien gangguan jantung

kongestif, dengan kategori tingkat kecemasan sedang.

c. Untuk mengetahui gambaran kecemasan pada pasien gangguan jantung

kongestif, dengan kategori tingkat kecemasan berat.

d. Untuk mengetahui gambaran kecemasan pada pasien gangguan jantung

kongestif, dengan kategori tingkat kecemasan panic.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan terhadap ilmu

keperawatan tentang gambaran tingkat kecemasan pasien gangguan jantung

kongestif.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitaan ini diharapkan dapat memberi masukan bagi tenaga

kesehatan, khususnya pada perawat di ruang jantung dan ruangan yang

lain. Dalam meningkatkan mutu pelayanan di bidang kesehatan.

b. Bagi perawat

Membantu perawat agar mengetahui gambaran tingkat kecemasan

pasien gangguan jantung kongestif, agar mendapatkan pelayanan yang

lebih maksimal.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

pengalaman bagi penulis dibidang penelitian, serta penelitian ini dapat


menjadi referensi untuk pengembangan penelitian tentang kecemasan

pasien gangguan jantung.

Anda mungkin juga menyukai