Anda di halaman 1dari 61

CASE SCIENCE SESSION

Pembimbing: dr. Dadan Susandi, Sp.OG


Penulis: Azka Faridah (12100114055)
PERDARAHAN POST PARTUM

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RSUD DR SLAMET GARUT
2015
DEFINISI

Perdarahan post partum


adalah perdarahan yang lebih
dari 500 ml yang terjadi
setelah janin lahir.
Berdasarkan waktu terjadinya, perdarahan
post partum dibagi menjadi:

 Perdarahan post partum dini atau primer


 yaituperdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah
persalinan.
 Perdarahan post partum lambat atau sekunder
 yaituperdarahan yang terjadi setelah 24 jam
persalinan.
Berdasarkan jumlah darah yang keluar
berdasarkan perkiraan perdarahan yang
terjadi dibagi :
 Perdarahan sedang
 yaitu
bila jumlah darah yang dikeluarkan >
500 ml.
 Perdarahan berat
 yaitu
bila jumlah darah yang dikeluarkan >
1000 ml.
Etiologi

Perdarahan pascasalin dini ( 4T’s )


 Tonus ( Atonia Uteri )
 Trauma ( Laserasi Jalan Lahir )
 Tissue ( Jaringan Plasenta Tertinggal )
 Thrombin ( Kelainan Koagulasi )

Perdarahan pascasalin lambat


 Sisa plasenta
MANIFESTASI KLINIS

1. Perdarahan Pervaginam
2. Konsistensi Rahim Lunak
3. Fundus Uteri Naik
4. Tanda-tanda syok
ATONIA UTERI

 Atonia uteri adalah suatu kegagalan


uterus untuk berkontraksi lima belas
detik setelah dilakukan rangsangan taktil
terhadap fundus uteri.
 Atonia uteri dapat pula diartikan sebagai
kelelahan pada otot uterus sehingga
tidak mampu lagi berkontraksi.
Atonia Uteri

 Penyebab terbanyak dari perdarahan


pospartum (50 % kasus)
Faktor Predisposisi
Berasal dari kehamilan sebelumnya Berasal dari kehamilan sekarang
 Paritas tinggi  Uterus terlalu teregang
 Perdarahan post partum (overdistention)
sebelumnya yang (atonia  Kelainan persalinan
uteri)  Tindakan anestetik
 Uterine fibroid  Kelainan plasenta
 Luka parut pada uterus  Infeksi uterus
 Anomali pada uterus  Pembedahan Caesar
 Diskrasia darah  Laserasi traktus genitalia
Persalinan Kala III

• Pada kehamilan aterm aliran darah ke


uterus 500-800 ml/menit
• Jika uterus tidak segera berkontraksi,
pada bekas tempat implantasi plasenta
terjadi perdarahan 350-560 ml/menit
• Pada atonia uteri dapat terjadi
kehilangan seluruh volume darah
dalam 10-30 menit
• Ibu dengan perdarahan karena atonia
dapat meninggal < 1 jam
Gejala dan tanda atonia uteri
 Perdarahan pervaginam
 Konsistensi uterus lembek
 Fundus uteri naik ( pengaliran darah keluar
terhalang bekuan darah atau selaput janin)
 Tanda-tanda syok
Kriteria Diagnosis

 Kontraksirahim buruk
 Perdarahan banyak
 Tidak ada perlukaan jalan lahir
 Tidak ada sisa plasenta
 Tidak ada Gangguan pembekuan darah
Penatalaksanaan
 Masase uterus, pemberian oksitosin 20 IU
dalam 500 cc dextrose 5% dan ergometrin
IV atau misoprostol.
 Berikut ini adalah beberapa cara
pemberian obat uterotonika :
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV: infus 20 unit dalam 1 L IM atau IV (secara Oral 700 mcg atau
pemberian awal larutan garam fisiologis 60 perlahan) 0,2 mg rektal 400 mcg
gtt/menit
IM : 10 unit

Dosis lanjutan IV: Infus 20 unit dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mcg 2-4 jam
larutan garam fisiologis 40 setelah 15 menit. setelah dosis awal
gtt/menit Jika masih diper-
lukan beri IM atau
IV setiap 2-4 jam

Dosis Maksimal Tidak lebih dari 3 L larutan Total 1 mg atau 5 Total 1200 mcg
per hari dengan oksitosin dosis atau 3 dosis

Kontraindikasi Tidak boleh memberi IV Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi,


secara cepat atau bolus kordis, hiper-tensi asma
 Jika perdarahan tetap berlangsung maka :
1. Pastikan plasenta lahir lengkap
2. Jika terdapat tanda sisa plasenta → keluarkan sisa
plasenta
3. Lakukan uji pembekuan sederhana : kegagalan
terbentuknya pembekuan stlh 7 mnt/ bekuan lunak yg
dpt pecah → koagulopati
• Jika perdarahan terus berlangsung → kompresi
bimanual internal
• Jika perdarahan terus brlangsung stlh tindakan diatas
→ 1. ligasi a.uterina dan ovarika
2. histerektomi
SEGERA MASASE FUNDUS UTERI
SESUDAH PLASENTA LAHIR
(MAKSIMAL 15 DETIK) Manajemen
Atonia Uteri
UTERUS KONTRAKSI ? YA EVALUASI RUTIN

TIDAK

 EVALUASI / BERSIHKAN BEKUAN


DARAH / SELAPUT KETUBAN
 KOMPRESI BIMANUAL INTERNA
(KBI)  MAKS. 5 MENIT

 PERTAHANKAN KBI SELAMA 1-2 MENIT


UTERUS KONTRAKSI ? YA  KELUARKAN TANGAN SECARA HATI-HATI
 LAKUKAN PENGAWASAN KALA IV

TIDAK

 AJAR KELUARGA MELAKUKAN KOMPRESI BIMANUAL


EKSTERNA (KBE)
 KELUARKAN TANGAN (KBI) SECARA HATI2
 SUNTIK METHYL ERGOMETRIN 0,2 MG I.M
 PASANG INFUS RL 1 liter + 20 IU OKSITOSIN,
GUYUR
 LAKUKAN LAGI KBI
UTERUS KONTRAKSI ? YA PENGAWASAN
KALA IV

TIDAK

 RUJUK SIAPKAN LAPAROTOMI


 LANJUTKAN PEMBERIAN INFUS + 20 IU
OKSITOSIN MINIMAL 500 CC/JAM
HINGGA MENCAPAI TEMPAT RUJUKAN
 SELAMA PERJALANAN DAPAT
DILAKUKAN KOMPRESI AORTA
ABDOMINALIS/KBE

LIGASI ARTERI UTERINA DAN / ATAU PERDARAHA PERTAHANKA


HIPOGASTRIKA N BERHENTI N UTERUS
B-LYNCH METHOD

PERDARAHAN BERLANJUT

HISTEREKTOM
I
Kompresi Bimanual
Kompresi bimanual interna Kompresi bimanual eksterna
KOMPRESI AORTA
ABDOMINALIS
B-Lynch Method
Kondom Kateter
PERLUKAAN JALAN LAHIR

• Vagina
• Perineum
• Serviks uteri
• Korpus uteri (Ruptur Uteri)
Laserasi Jalan Lahir

 Dapat disebabkan oleh perdarahan yang


banyak dari luka episiotomi, laserasi jalan lahir.
 Dapat terjadi pada uterus, servik, vagina atau
vulva. Terjadi karena persalinan buatan atau
yang tidak terkontrol dari janin yang besar.
Gejala trauma traktus genitalis:
 Perdarahan segera
 Darah segar yang mengalir segera
setelah bayi lahir
 Kontraksi uterus baik
 Plasenta lengkap
 Tanda-tanda syok
Vagina
 Robekan vagina umumnya terjadi akibat
regangan jalan lahir yang berlebihan dan tiba-
tiba ketika janin dilahirkan.
 Secara klinis : terdapat darah dari jalan lahir
setelah melahirkan dan diagnosis ditegakkan
dengan pemeriksaan menggunakan spekulum.
 Penjahitan secara simpul dilakukan dengan
benang katgut kromik No.0 atau 00, dimulai
dari ujung luka terus sampai luka terjahit rapi.
Perineum
 Merupakan tempat perlukaan tersering.
Tingkat perlukaan pada perineum dapat dibagi dalam :
 Tk I:

Mukosa vagina atau kulit perineum.


 Tk II :

Mukosa vagina, perineum, serta otot-otot diafragma


urogenital.
 Tk III : Perlukaan yang lebih luas dan dalam hingga
muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan.
Penanganannya
tergantung tingkat perlukaan:

 Tk I : Tidak diperlukan penjahitan.


 Tk II : Lapisan otot dijahit simpul dengan
catgut kronik no.0 atau 00.
Jahitan sebaiknya tidak terlalu ketat,
sebab beberapa jam kemudian ditempat
perlukaan akan timbul edema.
 Tk III :Pertemukan kedua ujung
muskulus sfingter ani eksternus, ujung
otot dijepit dengan cunam Allis, kemudian
dijahit dengan benang catgut kromik no.0
atau 00.
 Simpul jahitan pada ujung-ujung otot
sfingter hendaknya dibenamkan ke
arah mukosa rektum.
 Selanjutnya, penjahitan jaringan dilakukan
seperti pada penjahitan luka Tk. II.
Serviks Uteri

 Perlukaan ini dapat terjadi pada


persalinan normal, tetapi tersering pada
tindakan persalinan buatan dengan
pembukaan yang belum lengkap serta
pada partus presipitatus dimana
pembukaan juga belum lengkap tetapi
kontraksi rahim telah kuat dan sering.
 Diagnosis dengan pemeriksaan in spekulo.
 Bila sifat robekan memanjang, maka luka
dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke
bawah.
 Pada robekan serviks bentuk melingkar, periksa
jika sebagian besar serviks telah lepas maka
bagian tersebut dipotong.
 Jika hanya sebagian kecil yang terlepas maka
cukup dijahit.
Korpus Uteri (Ruptur
Uteri)
 Merupakan robekan yang paling berat
dan biasa terjadi saat persalinan.
 Mekanismenya dapat spontan atau
karena ruda paksa(persalinan buatan).
 Lokasi dapat di korpus uteri atau
segmen bawah uterus.
 Robekan dapat terjadi pula di luka parut
yang lemah bekas seksio sesarea.
Gejala-gejala Ruptur Uteri :

 Sewaktu kontraksi yang kuat, pasien


tiba-tiba merasa nyeri yang menyayat di
perut bagain bawah
 Segmen bawah rahim nyeri sekali pada
saat dilakukan palpasi
 His berhenti/hilang
 Ada perdarahan pervaginam
Robekan Rahim (Ruptura Uteri)
1. Spontan
 Dinding rahim lemah kuretase, pelepasan
plasenta secara manual, dan sepsis
pascasalin/pasca abortus.
 Robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju panggul sempit atau kelainan letak.
 Campuran

2. Violent (Rudapaksa)
Karena trauma (kecelakaan) dan pertolongan
versi dan ekstraksi (ekspresi Kristeller)
Ruptur uteri ada 2 macam :
 Ruptura uteri completa  semua lapisan dinding
rahim sobek sehingga cairan dari kavum uteri
tidak dapat masuk ke dalam rongga perut
 Ruptura uteri incompleta  perineum masih
utuh
Gejala-gejala ancaman robekan rahim:

 Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl tinggi,


mendekati pusat dan naik terus
 Kontraksi rahim kuat, terus-menerus
 Penderita gelisah,nyeri di perut bagian bawah
 Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri
 Ligamen rotundum tegang, juga di luar his
 DJJ biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak
mengalami asfiksi  kontraksi dan retraksi rahim yang
berlebihan
 Hematuria  karena kandung kencing teregang atau
tertekan
 Gejala-gejala ancaman robekan jalan lahir
merupakan indikasi untuk segera
menyelesaikan persalinan  perforasi atau
dekapitasi bila anak mati, dan dengan SC bila
anak masih hidup.
 Sambil menunggu persiapan pertolongan, dapat
diberi 20 mg morfin untuk mengurangi kekuatan
his.
Gejala-gejala ruptura uteri
 Sewaktu kontraksi kuat tiba-tiba merasa nyeri
yang menyayat di perut bagian bawah
 Segmen bawah rahim nyeri sekali pada saat
dilakukan palpasi
 His berhenti/hilang
 Ada perdarahan per vaginam
 Bagian-bagian anak mudah diraba jika anak
masuk ke dalam rongga perut
 Disamping anak dapat teraba tumor, yaitu rahim
yang telah mengecil
 PD : bagian depan mudah ditolak ke atas
bahkan terkadang tidak teraba lagi karena
masuk ke dalam rongga perut
 DJJ tidak ada/tidak terdengar
 Biasanya pasien syok
 Adanya hematuria dapat membantu kita
menentukan diagnosis
Ruptura uteri Violent

 Dapat terjadi karena versi dan ekstraksi


(sering), kecelakaan
 Kadang-kadang disebabkan oleh dekapitasi,
versi secara Braxton Hicks, ekstraksi bokong,
atau forceps yang sulit
Ruptura uteri bekas luka SC

 Sering terjadi pada luka bekas SC yang klasik


dibandingkan dengan luka SC profunda
 Ruptur luka bekas SC klasik sudah dapat
terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan luka
bekas SC profunda biasanya baru terjadi
dalam persalinan
Gejala-gejala :
 Sering sukar didiagnosis  tidak ada gejala-
gejala yang khas
 Mungkin hanya ada perdarahan yang lebih dari
perdarahan pembukaan atau ada perasaan
nyeri pada daerah bekas luka  “silent rupture”
 Ruptura pada luka bekas SC terjadi sedikit demi
sedikit, lagipula perdarahan pada ruptur bekas
luka SC profunda terjadi secara retroperitoneal
hingga tidak menyebabkan gejala rangsangan
peritoneum
Penanganan

Penanganannya ialah dengan


pemberian transfusi darah segera, lalu
laparotomi.
Jenis operasi yang dilakukan ialah
penjahitan luka pada dinding uterus atau
HT.
Inversio Uteri

 Inversio uteri komplit  uterus terputar


balik sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah
luar
 Inversio uteri inkomplit  fundus menekuk
ke dalam dan tidak ke luar ostium uteri
 Inversio prolapse  uterus yang berputar
balik itu keluar dari vulva
Penyebab Inversio Uteri

Tiga faktor terjadinya inversio uteri:


 Tonus otot rahim yang lemah.
 Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan
intraabdominal, tekanan dengan tangan, dan
tarikan pada tali pusat).
 Kanalis servikalis yang longgar.
Gejala-gejala inversi uteri :

 Syok
 Fundus uteri sama sekali tidak teraba atau
teraba tekukan pada fundus.
 Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang
merah di luar vulva ialah fundus uteri yang
terbalik atau teraba tumor dalam vagina
 Pendarahan
Prognosis
 Makin lambat diketahui dan diobati 
makin buruk prognosisnya
 Jika pasien dapat mengatasi 48 jam 
prognosis berangsur baik
RETENSI PLASENTA
 Retensio plasenta adalah tertahannya
atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah
bayi lahir.
 Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus.
Jenis – Jenis Retensio Plasenta
 Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari
jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan
mekanisme separasi fisiologis.
 Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
hingga memasuki sebagian lapisan myometrium.
 Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta hingga mencapai atau memasuki myometrium.
 Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion
plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
 Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di
dalam kavum uteri yang disebabkan oleh konstriksi
ostium uteri.
Placenta Accreta, Increta dan Percreta
Manifestasi Klinis
Gejala Separasi/akreta Plasenta inkarserata Plasenta akreta
parsial
Konsistensi uterus Kenyal keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari di bwh pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid agak globuler Diskoid
Perdarahan sedang-banyak Sedang sedikit/ tidak ada
Tali pusat terjulur sebagian Terjulur tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi plasenta lepas sebagian sudah lepas melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang jarang sekali, kecuali
akibat inversion oleh
tarikan kuat pd tali
Pusat
Penanganan
 Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10
unit IM (jika belum dilakukan pada penanganan
aktif kala 3).
 Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit
pemberian oksitosin dan bila uterus terasa
kontraksi lakukan penarikan tali pusat terkendali.
 Jika traksi tali pusat belum berhasil, coba untuk
melakukan pengeluaran plasenta secara
manual.
 Untuk plasenta akreta, sehingga usaha
pelepasan plasenta dapat menyebabkan
perdarahan berat atau perforasi uterus yang
biasanya membutuhkan tindakan histerektomi.
 Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
pembekuan darah sederhana, bila terjadi
kegagalan pembentukkan pembekuan darah
setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang
dapat pecah dengan mudah menunjukkan
adanya koagulopati.
SISA PLASENTA
 Di tempat implantasi plasenta, yang paling
penting untuk hemostasis adalah kontraksi
dan retraksi miometrium untuk menekan
pembuluh dan menutup lumennya.
 Potongan plasenta atau bekuan darah
besar yang melekat akan menghambat
kontraksi dan retraksi miometrium yang
efektif sehingga hemostasis di tempat
implantasi terganggu.
Manifestasi Klinik & Tatalaksana

 Pendarahan
 Kontraksibaik
 Pada pemeriksaan dalam teraba sisa
plasenta

 Penatalaksanaansisa plasenta adalah


dengan pengeluaran secara digital atau
kuretase.
MANUAL PLASENTA
GANGGUAN PEMBEKUAN
DARAH
• Gangguan pembekuan darah dapat diderita
oleh wanita hamil dan kadang-kadang
menyebabkan perdarahan postpartum.

Manifestasi Klinis
• Kontraksi baik
• Tidak ada perlukaan jalan lahir
• Tidak ada sisa jaringan
• Terdapat gangguan faktor perdarahan
Pemeriksaan Penunjang

 Hemoglobin, hematokrit
 Faktor pembekuan darah
 Waktu perdarahan
 Masa pembekuan
 Trombosit
 Fibrinogen
Penatalaksanaan
Heparin
• Pemberian infus heparin dengan syarat keadaan
vaskularisasi tidak terganggu

Epsilon-Aminocaproic Acid
• Pemberian asam epsilon-aminocaproic telah digunakan
untuk mengontrol fibrinolisis melalui penghambatan
konversi plasminogen menjadi plasmin dan aktifitas
proteolitik dari plasmin terhadap fibrinogen, monomer fibrin,
dan polimer fibrin (bekuan darah).
• Pemberian terapi ini tidak direkomendasikan pada hampir
semua tipe koagulopati obstetris.

Anda mungkin juga menyukai