Pemberian cairan melalui infuse adalah pemberian cairan yang diberikan pada
pasien yang mengalami pengeluran cairan atau nutrisi yang berat. Tindakan ini
membutuhkan kesteril-an mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh
darah. Pemberian cairan melalui infus dengan memasukkan kedalam vena
(pembuluh darah pasien) diantaranya vena lengan (vena sefalika basal ikadan
median akubiti), pada tungkai (vena safena) atau vena yang ada dikepala, seperti
vena temporalis frontalis (khusus untuk anak-anak).
5. Cairan Infus
Berdasarkan osmolalitasnya, menurut Perry dan Potter (2005), cairan
intravena (infus) dibagi menjadi 3, yaitu:
a.Cairan ersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairan mendekati
serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Meiliki
resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongresif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-
Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
b.Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum
(kosentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam
serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada
pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi deuretik, juga pada pasien
hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetic.
Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam
pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intrakarnial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah
NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
c.Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum,
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam
pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi
urine, dan mengurangi edema bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% +
Ranger- Lactate.
f. Trombisis
Trombisis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran
infus berhenti. Trombisis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena,
pelekatan platelet.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol
dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area
pemasangan/insersi. Occlusiondisebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran
balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
h. Spasme Vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar
vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme Vena bisa
disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh
obat atau cairan yang mudah mgiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
i. Reaksi Vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin,
berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah. Reaksi
vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri kecemasan.
j. Kerusakan Syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditadai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi
otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan
deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat
sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
Langkah yang tentutanya harus diketahui untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien adalah
melakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk
menilaitingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan
motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6
tergantung responnya.
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…
Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah
adalah 3 yaitu E1V1M1.
Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :
Berdasarkan Beratnya :
Berdasarkan Morfologi :
1. Fraktur tengkorak
2. Kalvaria Linear, Stelat, Depresi, NonDepresi,
3. Terbuka, Tertutup
PENATALAKSANAAN
Definisi : Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 – 15 ) CKR 80% UGD, Sadar, Amnesia,
Pingsan
sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan.
Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu cedera.
Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad / Retrograd, Sakit
kepala.
Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit dibangunkan tiap
2 jam, mual dan muntah >>, SK >>, Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung /
Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.
Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan kepala,
Rawat untuk observasi.
Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan kepala
ulang bila ada pemburukan.
Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu
Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.
KESIMPULAN :
Pengelolaan pasen dgn cedera kepala secara tepat, cepat dan sistematis akan membawa hasil
akhir yang baik.
Skin test adalah melakukan test antibiotik melalui sub cutan untuk mengetahui ketahanan
terhadap salah satu jenis antibiotik
A. PERSIAPAN
a. Persiapan Alat
i. Spuit 1 cc dan jarum seteril dalam tempatnya
ii. Obat-obatan yang diperlukan
iii. Kapas alkohol dalam tempatnya
iv. Gergaji ampul
v. NaCl 0,9 % /aquadest
vi. Bengkok, ball point/ spidol
b. Persiapan Klien
i. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
B. PELAKSANAAN
1. Perawat cuci tangan
2. Menggulung lengan baju pasien bila perlu
3. Mengisi spuit dengan obat yang akan ditest sejumlah 0,1 cc dilarutkan dengan NaCl 0,9 atau
aquadest menjadi 1 cc
4. Mendesinfeksi kulit yang akan di suntik dengan menggunakan kapas alkohol kemudian
diregangkan dengan tangan kiri perawat
5. Menyuntikan obat sampai permukaan kulit menjadi gembung dengan cara lubang jarum
menghadap ke atas dan membuat sudut antara 15 – 30 derajat dengan permukaan kulit
6. Beri tanda pada area suntikan
7. Menilai reaksi obat setelah 10-15 menit dari waktu penyuntikan, hasil (+) bila terdapat tanda
kemerahan pada daerah penusukan dengan diameter minimal 1 cm, hasil (-) bila tidak
terdapat tanda tersebut diatas
8. Perawat cuci tangan