Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dipelajari karena
diberikan di seluruh tingkat mulai dari pendidikan dasar, menengah sampai dengan
pendidikan tinggi dan memiliki andil yang cukup besar untuk mempersiapkan peserta
didik agar memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,
serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Tujuan dari pembelajaran matematika
tertuang didalam Depdiknas yaitu menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 yang isinya
adalah: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam
pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Dari tujuan pembelajaran matematika terlihat bahwa yang menjadi tujuan utama
dan terpenting adalah pemecahan masalah. Pentingnya pemecahan masalah sebagai
tujuan utama dalam pemebelajaran dikarenakan pemecahan masalah memiliki alur yang
jelas dalam memecahkan masalah, sehingga dapat melihat tingkat pemahaman yang
dimiliki oleh siswa dan juga pemecahan masalah mencakup masalah tertutup dengan
solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian.
Menurut Polya (dalam Dari, 2016:15) ada empat tahap penting yang harus
ditempuh oleh siswa dalam memecahkan masalah. Tahapan-tahapan proses pemecahan
masalah tersebut yaitu, memahami masalah (understanding the problem), menyusun
rencana penyelesaian masalah (devising a plan), melaksanakan rencana pemecahan
masalah (carrying out the plan) dan mengecek kembali penyelesaian masalah (looking
back).
Menurut Nurman (dalam Dari, 2016:15), dalam memecahkan masalah diperlukan
juga pengendalian emosi, dimana pengendalian emosi dapat membantu seseorang dalam
memecahkan suatu masalah. Pengendalian emosi yang dimaksud yaitu kemandirian,
ketekunan, dan mengendalikan amarah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sousa
(2012:293) bahwa emosi memainkan peran penting dalam proses berpikir. Jika kita
menyukai apa yang kita pelajari, kita cenderung lebih menjaga minat dan perhatian dan
maju ke tingkat lebih tinggi. Kita cendrung mencari tahu lebih lanjut dengan bertanya
“bagaimana jika?” jika kita tidak menyukai pembelajarannya, kita biasanya
menggunakan waktu lebih sedikit untuk emmpelajarinya dan tetap berada dalam
pemprosesannya. Salah satu yang mempengaruhi pemecahan masalah yaitu faktor dari
dalam individu dalam mengatur emosi yang dimilikinya. Ketidakberhasilan seseorang
dalam menyelesaikan masalah dan ketiadaan motivasi seseorang menjadi salah satu
penyebab gagalnya dalam mengatur emosi yang dimiliki dalam memecahkan masalah.
Sehingga pengendalian emosi dibutuhkan juga dalam pembelajaran matematika terutama
dalam hal pemecahan masalah matematika.
Selain kecerdasan emosioanal dalam pemecahan masalah matemtika juga
diperlukan juga proses berpikir. Dalam memperoleh jawaban untuk memecahkan
masalah matematika siswa harus berpikir agar mampu memahami konsep-konsep secara
tepat ketika siswa harus mencari jawaban dari berbagai soal matematika. Dengan
demikian siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan berpikir kritis.
Desti (dalam Mahardiningrum, 2018:77) menyatakan pada tahap memehami
masalah, siswa harus mempunyai kemampuan interpretasi agar siswa memahami secara
tepat masalah matematika yang diajukan kepadanya. Selain itu siswa juga harus
mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam memahami
masalah. Kemampuan dalam pemecahan masalah ada pada ide menyusun rencana
pemecahan, jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan berpikir kritis siswa. Pada
tahap melaksanakan rencana pemecahan siswa akan menggali semua konsep dan
prosedur yang telah dipelajari sehingga dapat memecahkan masalah dengan benar. Semua
kemampuan berpikir kritis diperlukan disini terutama kemampuan eksplanasi. Pada tahap
memahami masalah hingga tahap memeriksa kembali hasil pemecahan yang telah didapat
semua kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menguji apakah pemecahan
masalah yang telah dilakukan sudah benar. Jadi dapat terlihat bahwa pembelajaran
matematika dengan pemecahan masalah akan melatih siswa berpikir kritis.
Berdasarkan permasalahan yang telah di paparkan diatas, penulis tertarik menulis
makalah yang berjudul ”Mendeskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Ditinjau dari Tingkat Kecerdasan Emosional dan Berpikir Kritis Siswa SMP”.

1.2 Masalah atau Topik Bahasan


Terdapat tiga jurnal yang menjadi dasar dalam pembuatan makalah ini. Pada
jurnal pertama, sebuah penelitian deskriptif kualitatif untuk mendeskripsi pemecahan
matematika ditinjau dari tingkat kecerdasan emosional dan kemampuan matematis pada
kelas VIII SMP
Jurnal kedua, menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk mendeskripsi
strategi pemecahan masalah matematika siswa ditinjau dari berpikir kritis kelas IX
SMP. Sedangkan jurnal ketiga, merupakan penelitian Deskriptif Kualitatif untuk
mendeskripsikan strategi berpikir siswa dalam pemecahan masalah matematika siswa
ditinjau dari kecerdasan emosional pada siswa kelas VIII.
Dengan demikian, masalah atau topik yang akan dibahas penulis dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemecahan masalah matematika didinjau dari kecerdasan emosional di
SMP?
2. Bagaimana pemecahan masalah matematika didinjau dari Berpikir Kritis di SMP?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan pemecahan masalah matematika didinjau dari kecerdasan
emosional di SMP
2. Untuk menjelaskan pemecahan masalah matematika didinjau dari Berpikir Kritis di
SMP
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah


Syaiful (2012: 37-38), pentingnya pemilikan kemampuan pemecahan masalah
oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca (1980) sebagai berikut: (1)
kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika,
bahkan sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan masalah meliputi metode,
prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika;
dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan pemecahan masalah
hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi. Polya(1985) dalam bukunya “How To
Solve It” menguraikan secara rinci empat langkah pemecahan masalah disertai dengan
ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, soal latihan,
dan menyelesaikannya dalam matematika. Keempat langkah itu adalah; (1) memahami
masalah; (2) merencanakan pemecahan atau mencari alternatif pemecan; (3)
melaksanakan rencana atau perhitungan; dan (4) memeriksa atau menguji kebenaran
perhitungan atau penyelesaian. Sejalan dengan Polya (1985), Novak (1979)
mengemukakan lima urutan kegiatan dalam pemecahan masalah sebagai berikut; (1)
memahami masalah; (2) memilih atau mencari pengetahuan yang relevan; (3)
menyeleksi kemungkinan penyelesaian; (4) mengolah data; dan (5) menilai kembali
permasalahan.
NCTM (dalam Amalia Fitri, 2013: 26), menyatakan bahwa tujuan pembelajaran
matematika adalah agar para siswa dapat mempelajari nilai-nilai matematika, menjadi
percaya diri dengan kemampuan mereka dalam mengerjakan matematika, menjadi
seorang pemecah masalah matematika, serta dapat belajar bernalar dan berkomunikasi
secara matematika. Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu kemampuan
yang dapat diperoleh melalui pembelajaran matematika hendaknya dapat diajarkan
sejak dini mengingat dalam dunia kerja, kemampuan pecahan masalah merupakan salah
satu aspek yang diperhitungkan. Namun demikian sampai saat ini masih banyak guru
yang masih merasa kesulitan dalam mengajarkan pemecahan masalah dalam
matematika. Hal ini terlihat pada hasil belajar yang diperoleh siswa masih kurang
memuaskan.
Untuk menyelesaikan masalah matematika diperlukan langkah-langkah serta
kegiatan mental atau penalaran yang tinggi. Proses penyelesaian masalah menurut Polya
(1957) dalam Wulan dari (2016: 15), yaitu, memahami masalah (understanding the
problem), menyusun rencana penyelesaian masalah (devising a plan), melaksanakan
rencana pemecahan masalah (carrying out the plan) dan mengecek kembali
penyelesaian masalah (looking back).
Poyla (dalam Samsul Maarif, 2014: 140-141), secara garis besar mengemukakan
empat langkah utama dalam pemecahan masalah matematis yaitu sebagai berikut.
1. Memahami Permasalahan
Pada tahapan ini seorang siswa yang akan menyelesaikan masalah matematika
harus memahami masalah dan mengetahui hal apa yang ditanyakan pada masalah
tersebut. Pahami masalah berdasarkan istilah, simbol, kalimat per kalimat sehingga
tidak terjadi kesalahan memahami masalah. Buatlah pemodelan dari masalah yang
dihadapi dengan menggambarkan bentuk geometri. Pada tahap ini siswa juga harus
menuliskan informasi-informasi yang diketahui dengan mengacu pada pemodelan yang
sudah dibuat. Dengan menggunakan cabri II plus seorang siswa dapat mengkonstruksi
masalah dengan menggambarkannya dalam bentuk geometri secara tepat.
2. Menyusun Rencana
Pada tahap ini siswa menyusun rencana solusi dari masalah. Siswa dapat
memiliki rencana dengan baik apabila mengetahui secara garis besar, yang mana
kalkulasi, komputasi, atau konstruksi yang mereka punya untuk menunjukkan dalam
rangka mendapatkan yang diketahui. Siswa juga dapat mencobakan idenya untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Ide ini akan muncul setelah siswa
mengeksplorasi permasalahan dengan menggunakan cabri II plus sehingga memberikan
pertanyaan yang mengarahkan siswa kepada solusinya.
3. Melaksanakan Rencana
Setelah siswa mendapatkan rencana penyelesaian dalam bentuk dugaan-dugaan,
siswa dapat mengaitkan dengan perhitungan-perhitungan aljabar atau secara axsiomatis
sehingga ditemukan sebuah solusi. Pemahaman terhadap teorema-teorema sangat
dibutuhkan untuk mengaitkan dugaan-dugaan yang sudah dikonstruksi. Sehingga,
pemahaman terhadap teorema-teorema sangat dibutuhkan untuk melaksanakan rencana-
rencana menemukan sebuah solusi.
4. Memeriksa Kembali Hasil Solusi Yang Diperoleh
Kebanyakan siswa mendapatkan solusi atau jawaban permasalahan matematis
merasa puas dengan jawabannya tanpa memperhatikan apakah solusi yang sudah dibuat
benar atau tidak. Oleh karena itu, tahap memeriksa kembali hasil solusi yang diperoleh
sangat diperlukan. Dengan memeriksa kembali hasil yang telah didapat,
mempertimbangkan kembali dan menguji kembali hasilnya dan jalan yang mengarah
kesana, mereka dapat memperkuat pengetahuan mereka dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah.

2.2 Kemampuan Berpikir Kritis


Menurut Tung (2015: 222), berpikir adalah “memanipulasi” dan
mentransformasikan informasi di dalam memori yang sering dilakukan dalam bentuk
menyusun konsep, menimbang alasan, berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir
kreatif, dan menyelesaikan masalah.
Fauzi (dalam Supardi, 2012: 254) mengatakan bahwa “berpikir adalah tingkah
laku yang menggunakan ide, yaitu suatu proses simbolis”. Misalnya kalau kita makan,
kita bukan berpikir. Tetapi kalau kita membayangkan suatu makanan yang tidak ada,
maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut
berpikir. Lebih lanjut ia juga menjelaskan tentang macam-macam kegiatan berpikir
yang digolongkan menjadi dua, yaitu: berpikir asosiatif dan berpikir terarah.
Menurut Syaiful Sagala (dalam Kusmanto, 2014:93) berpikir merupakan suatu
kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah
atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu
aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah,
membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan (fulfill a desire to
understand). Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang merumuskan suatu
masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia melakukan
suatu aktivitas berpikir.
Hassoubah (dalam Mahardiningrum, 2018: 76) mengatakan bahwa berpikir
kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan
keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan.
Noer (dalam Jumaysaroh, 2015:88) bahwa berpikir kritis matematis merupakan
sebuah proses yang mengarah pada penarikan kesimpulan tentang apa yang harus kita
percayai dan tindakan yang akan dilakukan. Menurut (dalam Jumaysaroh, 2015:88)
berpikir kritis matematis adalah suatu kegiatan berpikir tentang idea atau gagasan yang
berhubungan dengan konsep atau masalah yang diberikan.
Sedangkan menurut Ennis (dalam Jumaysaroh, 2015:88) berpikir kritis
matematis adalah suatu proses berpikir dengan tujuan mengambil keputusan yang
masuk akal tentang apa yang diyakini berupa kebenaran dapat dilakukan dengan benar.
Ennis (dalam Mahardiningrum, 2018: 77) dalam berpikir kritis terdapat 6
kriteria (yang disingkat FRISCO) meliputi: (1) fokus, (2) reason, (3) inference, (4)
situasion, (5) clarity, and (6) overview. Enam elemen dasar dalam berpikir kritis ini
merupakan elemen yang saling berkaitan dan bukan merupakan serangkaian langkah-
langkah, tetapi lebih kepada daftaran yang digunakan untuk memastikan bahwa kita
telah melakukan hal-hal yang sama.
Cahyono (2018:52) menayatakan bahwa fokus berkaitan dengan Identifikasi
fokus atau perhatian utama, Reason yang berkaitan dengan Identifikasi dan menilai
akseptabilitas alasannya, Inference yang berkaitan dengan menilai kualitas kesimpulan,
dengan asumsi alasan untuk dapat diterima, Situation yang berkaitan dengan situasi
dengan seksama Clarity yang berkaitan dengan kejelasan, Periksa untuk memastikan
bahasanya jelas dan Overview yang berkaitan dengan mengecek kembali atau Langkah
mundur dan lihat semuanya secara keseluruhan.
Tabel 1 kriteria berpikir kritis FRISCO pada setiap langkah pemecahan masalah Polya
Kriteria Memahami masalah Membuat Rencana Melaksanakan Rencana Memeriksa Kembali
Berpikir
F (Focus) membangun makna tentang memutuskan strategi apa langkah-langkah penerapan keputusan untuk
masalah apa yang akan yang akan dipakai untuk strategi yang telah dipilih memeriksa jawaban yang
dipecahkan, dapat dilakukan memecahkan masalah telah diperoleh
dengan merumuskan
kembali masalah dengan
kalimat, gambar, grafik,
atau lainnya
R (Reason) memberikan alasan terhadap memberikan alasan mengapa mengetahui alasan langkah memberikan alasan
hasil rumusan masalah yang menggunakan strategi penerapannya mengapa memeriksa
telah dibangun tersebut jawaban tersebut
I (Inference) proses penarikan proses penarikan kesimpulan proses penarikan kesimpulan proses penarikan
kesimpulan yang masuk yang masuk akal (menurut yang masuk akal (menurut kesimpulan yang masuk
akal menurut peneliti (tidak peneliti) dari rangkaian peneliti) dari rangkaian alasan akal (menurut peneliti)
bertentangan dengan data alasan menggunakan strategi sampai keputusan langkah- dari alasan sampai
yang ada) dari rangkaian tertentu sampai pada langkah penerapannya keputusan untuk
alasan yang dikemukakan keputusan untuk memeriksa kembali
sampai pada penarikan menggunakan strategi jawaban yang telah
kesimpulan tersebut dihasilkan
S (Situation) mengetahui apa yang mengetahui hal-hal penting mengetahui hal-hal penting mengetahui hal-hal
diketahui dan apa yang yang perlu diperhatikan yang perlu diperhatikan dalam penting yang perlu
ditanyakan dalam soal dalam membuat rencana, langkah-langkah penerapan diperhatikan dalam
misalnya mengetahui apa strategi, misalnya urutan memeriksa jawaban yang
yang harus dilakukan ketika langkah penyelesaian telah diperoleh
diterapkan strategi tersebut (algoritmik)
pada masalah yang dihadapi
C (Clarity) menjelaskan istilah-istilah menjelaskan istilah- istilah menjelaskan istilah- istilah yang menjelaskan istilah- istilah
yang digunakan (dipantau yang digunakan (dipantau digunakan (dipantau melalui yang digunakan (dipantau
melalui wawancara) melalui wawancara) wawancara) melalui wawancara)
O mengecek semua hal yang mengecek semua hal yang mengecek semua hal yang telah mengecek semua hal yang
(Overview) telah dilakukan, dari alasan, telah dilakukan, dari alasan, dilakukan, dari alasan, telah dilakukan, dari
rangkaian alasan sampai rangkaian alasan sampai pada rangkaian alasan sampai pada alasan, rangkaian alasan
pada kesimpulan, apakah keputusan tentang strategi keputusan tentang langah- sampai pada kesimpulan
semuanya masuk akal yang akan dipakai, apakah langkah penerapan strategi yang untuk memeriksa jawaban,
masuk akal untuk telah dilakukan, apakah masuk apakah semuanya masuk
memecahkan masalah yang akal untuk memecahkan akal untuk masalah yang
dihadapi masalah yang dihadapi sedang dipecahkan
2.3 Kecerdasan Emosional
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman (dalam Sukriadi, 2016:66) emosi
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak.
Menurut Lanawati (dalam Sukriadi, 2016:67) Emosi berkaitan dengan
perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek
penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator
perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku
intensional manusia.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering
disebut EQ sebagai “himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan
kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang
lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan.” (Sukriadi 2016:66)
Menurut Goleman (dalam Sukriadi, 2016:66) kecerdasan emosional
adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi
(to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui
keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan
keterampilan sosial.
Kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) bukan didasarkan
pada kepintaran seorang anak, melainkan pada sesuatu yang dahulu disebut
karakteristik pribadi. Keterampilan sosial dan emosional ini cenderung lebih
diperlukan bagi keberhasilan hidup ketimbang kemampuan intelektual. Dengan
kata lain memiliki EQ tinggi cenderung lebih dominan berpengaruh dalam
pencapaian keberhasilan ketimbang IQ tinggi yang diukur berdasarkan uji standar
terhadap kecerdasan kognitif verbal dan nonverbal. Menurut Shipley (2010)
“emotional intelligence abilities lead to superior performance even in the most
intellectual careers”, yang berarti kemampuan kecerdasan emosi menyebabkan
kinerja yang unggul bahkan dalam karir intelektual. Menurut Gardner dalam
Aunurrahman (2012 : 88) kecerdasan emosional (EQ) memiliki peran yang jauh
lebih signifikan dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Sedangkan menurut
Goleman (Festus : 2012) “IQ alone is no more the only measure for success;
emotional intelligence, social intelligence, and luck also play a big role in a
person’s success”, yang berarti IQ saja tidak lebih satu-satunya ukuran untuk
sukses, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan keberuntungan juga
memainkan peran besar dalam kesuksesan seseorang. Menurut Goleman (dalam
Supriadi, 2015: 207) kecerdasan emosional terdiri atas lima wilayah utama yaitu
(1) kesadaran diri, (2) pengaturan diri, (3) motivasi, (4) empati, dan (5)
keterampilan sosial.
Dari (2016:16) menyatakan instrumen pengukuran kecerdasan emosional
dikembangkan oleh Goleman disebut Emotional Intelligence Inventorty (EII).
Menurut Goleman Emotional Intelligence Inventorty (EII) terbagi ke dalam lima
dimensi model kecerdasan emosional. Alat ukur terdiri atas 50 item pernyataan
yang terbagi ke dalam lima dimensi. Lima dimensi kecerdasan emosional pada
alat ukur EII yaotu meliputi: (1) mengenali emosi diri (self-awarness) terdiri dari
enam pernyataan favorable dan lima pernyataan nonfavorable, (2) mengelola
emosi (self-control) terdiri dari enam pernyataan favorable dan empat pernyataan
nonfavorable, (3) memotivasi diri sendiri (self-motivation) terdiri dari tiga
pernyataan favorable dan empat pernyataan nonfavorable, (4) berempati (empathi)
terdiri dari tiga pernyataan favorable dan tiga pernyataan nonfavorable, dan (5)
membina hubungan (social skill) terdiri dari delapan pernyataan favorable dan
delapan pernyataan nonfavorable.
Goleman (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang, diantaranya yaitu faktor yang
bersifat bawaan genetik misalnya temperamen. Menurut Kagan (1972), ada empat
temperamen yaitu penakut, pemberani, periang, pemurung. Selanjutnya yaitu
faktor yang berasal dari lingkungan, kehidupan keluarga merupakan sekolah
pertama kita untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini kita
belajar begaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain
menanggapi perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan ini dan pilihan-
pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta bagaimana membaca dan
mengungkap harapan dan rasa takut.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Kecerdasan Emosional


3.1.1 Proses Berpikir siswa dalam pemecahan masalah matematika
berdasarkan kecerdasan emosional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danar supriadi tentang proses
berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika SMP berdasarkan
ktingkat kecerdasan emosional diperole hasil sebagai berikut.
1. Proses Berpikir Siswa Dengan Kecerdasan Emosional Tinggi.
a. Memahami Masalah
Subjek dengan tingkat kecerdasan emosional tinggi dalam memahami
masalah menggunakan proses berpikir pembentukan pengertian. Hal ini terlihat
dimana subjek mampu menentukan syarat cukup (hal-hal yang diketahui) dan
syarat perlu (hal-hal yang ditanyakan) serta mampu menentukan bahwa hal-hal
yang diketahui sudah cukup untuk menjawab hal-hal yang diatanyakan.
b. Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Dalam membuat rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan proses
berpikir pembentukan pendapat. Hal ini terlihat dimana subjek mampu
menentukan hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-hal yang
ditanyakan, konsep atau materi yang diperlukan, dan serta alternatif langkah-
langkah penyelesaian pemecahan masalah.
c. Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah
Dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan
proses berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan. Hal ini
terlihat dimana subjek mampu menggunakan langkah-langkah yang sudah
direncanakan dan menggunakan algoritma perhitungan yang tepat untuk
menjawab masalah.
d. Memeriksa Kembali
Dalam tahapan memeriksa kembali jawaban, subjek menggunkan proses
berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan. Hal ini terlihat
dimana subjek mampu mengecek kembali dan merasa yakin dengan langkah-
langkah pemecahan masalah yang telah disusun.
2. Proses Berpikir Siswa Dengan Kecerdasan Emosional Sedang.
a. Memahami Masalah
Subjek dengan tingkat kecerdasan emosional sedang dalam memahami
masalah menggunakan proses berpikir pembentukan pengertian. Hal ini terlihat
dimana subjek mampu menentukan syarat cukup (hal-hal yang diketahui) dan
syarat perlu (hal-hal yang ditanyakan) serta mampu menentukan bahwa hal-hal
yang diketahui sudah cukup untuk menjawab hal-hal yang diatanyakan.
b. Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Dalam membuat rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan proses
berpikir pembentukan pendapat. Hal ini terlihat dimana subjek mampu
menentukan hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-hal yang
ditanyakan, konsep atau materi yang diperlukan, dan serta alternatif langkah-
langkah penyelesaian pemecahan masalah.
c. Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah
Dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan
proses berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan. Hal ini
terlihat dimana subjek mampu menggunakan langkah-langkah yang sudah
direncanakan dan menggunakan algoritma perhitungan yang tepat untuk
menjawab masalah.
d. Memeriksa Kembali
Dalam tahapan memeriksa kembali jawaban, subjek menggunkan proses
berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan. Hal ini terlihat
dimana subjek mampu mengecek kembali dan merasa yakin dengan langkah-
langkah pemecahan masalah yang telah disusun.
3. Proses Berpikir Siswa Dengan Kecerdasan Emosional Rendah.
a. Memahami Masalah
Subjek dengan tingkat kecerdasan emosional rendah dalam memahami
masalah menggunakan proses berpikir pembentukan pengertian yang tidak
sempurna. Hal ini terlihat dimana subjek mampu menentukan syarat cukup (hal-
hal yang diketahui) dan syarat perlu (hal-hal yang ditanyakan) tetapi tidak kurang
yakin dalam menentukan bahwa hal-hal yang diketahui sudah cukup untuk
menjawab hal-hal yang ditanyakan.
b. Membuat Rencana Pemecahan Masalah
Dalam membuat rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan proses
berpikir pembentukan pendapat yang tidak sempurna. Hal ini terlihat dimana
subjek mampu menentukan hubungan antara hal-hal yang diketahui dengan hal-
hal yang ditanyakan, konsep atau materi yang diperlukan, tetapi tidak mampu
menentukan alternatif langkah- langkah penyelesaian pemecahan masalah.
c. Melaksanakan Rencana Pemecahan Masalah
Dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah, subjek menggunakan
proses berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan yang kurang
sempurna. Hal ini terlihat dimana subjek tidak mampu melaksanakan rencana
pemecahan masalah, dikarenakan kesalahan subjek pada saat menentukan
alternatif langkah-langkah kesalahan pada tahap sebelumnya.
d. Memeriksa Kembali
Dalam tahapan memeriksa kembali jawaban, subjek menggunkan proses
berpikir pembentukan kesimpulan atau penarikan kesimpulan yang tidak
sempurna. Hal ini terlihat dimana subjek mampu mengecek kembali tetapi tidak
merasa yakin dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang telah disusun.
Siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan sedang mampu melakukan
proses berpikir pemecahan masalah dengan baik. Fakta bahwa kecerdasan
emosional adalah salah satu faktor penentu prestasi akademik maka sangat
disarankan bagi penyusun kurikulum untuk menyertakan kecerdasan emosional
dalam kurikulum sekolah menengah. Siswa dengan kecerdasan emosional rendah
mengalami kesulitan dalam melakukan proses berpikir pemecahan masalah.
Seseorang dengan keterampilan emosional yang terbatas lebih mudah mengalami
stres dan kesulitan emosional dalam belajar mereka, dan akibatnya akan
mendapatkan keuntungan lebih dari penggunaan keterampilan emosional adaptif
yang memungkinkan mereka untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Kecerdasan
emosional dapat bertindak sebagai moderator dari pengaruh keterampilan kognitif
pada kinerja akademik.
3.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Berdasarkan Kecerdasan Emosional
Dan Kemampuan Matematis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Aprilia Wulan Dari dan
Mega Teguh Budiarto mengenai pemecahan masalah matematika siswa SMP
kelas VIII ditinjau dari tingkat kecerdasan emosional dan kemampuan
matematika. Penelitian ini dilakukan pada tiga puluh delapan siswa kelas VIII-H
yang telah menempuh materi persegipanjang. Tiga puluh delapan siswa tersebut
akan diberikan tes kecerdasan emosional dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok
dengan 1 kelompok kecerdasan emosional tinggi, 1 kelompok dengan kecerdasan
emosional sedang, dan 1 kelompok dengan kecerdasan emosional rendah.
Selanjutnya 3 kelompok tersebut diberikan tes kemampuan matematika yang
terdiri dari 5 soal tes berbentuk uraian yang diambil dari soal Ujian Nasional
tahun 2013/2014 guna mendapatkan siswa yang berkemampuan matematika
tinggi, rendah, dan sedang.
Dalam penelitian tersebut subjek yang terpilih yaitu tiga orang subjek
yang kemudian diberikan tes pemecahan masalah dengan materi persegipanjang
yang disajikan sebagai berikut.
“Pak bayu memiliki kebun berbentuk persegipanjang dengan panjang 24 meter
dan lebar 14 meter. Disetiap pojok bagian luar kebun kebun pak Bayu ditanami
bunga mawar dengan panjang dan lebar masing- masing 1 meter. Diantara pojok
bagian luar kebun pak Bayu ditanami bunga lily dengan lebar 1 meter. Jika biaya
yang dibutuhkan untuk membeli bunga mawar adalah Rp. 55.000,00/m2, dan
biaya untuk membeli bunga lily adalah Rp. 65.000,00/m2. Berapa biaya yang
dibutuhkan oleh pak Bayu untuk membeli bunga mawar dan bunga lily sehingga
dapat menutupi bagian luar kebun tersebut”?
Dari tes pemecahan masalah tersebut didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2: deskripsi hasil tes pemecahan masalah dan tingkat kecerdasan emosional
Inisial Nama Siswa Tingkat Kecerdasan Nilai Kemampuan Matematika
Emosional
IML Tinggi 90
IAW Sedang 85
AKW Rendah 75
Dari tabel di atas terlihat tiga siswa dengan tingkat kecerdasan emosi dan
kemampuan matematis yang berbeda dalam menyelesaikan permasalahan
matematika. Proses pemecahan masalah berdasarkan tahapan polya yaitu sebagai
berikut.
1. Siswa dengan Kecerdasan Emosional Tinggi dan Kemampuan Matematika
Tinggi
a. Memahami Masalah
Siswa STKT yaitu menceritakan kembali menggunakan bahasanya sendiri
secara lengkap dengan membaca soal dan memahami soal terlebih dahulu. Siswa
dapat menyebutkan dan menuliskan apa yang diketahui dari masalah dan yang
ditanyakan dalam soal dengan tepat dan jelas. Seluruh informasi yang ada di soal
siswa STKT telah menyebutkan secara lengkap informasi yang diberikan dalam
permasalahan dengan menggunakan kalimatnya sendiri, akan tetapi siswa STKT
menyebutkan beberapa keterangan yang berbeda pada saat dia menuliskan apa
yang diketahui pada lembar jawaban dengan tes wawancara. Siswa STKT dalam
memeriksa kecukupan data dengan cara membaca ulang soal yang diberikan dan
melihat kembali informasi yang diketahui serta membuat sketsa gambar.
b. Merencanakan Pemecahan masalah
Dalam menyelesaikan masalah siswa STKT menganggap dengan
menggunakan bantuan gambar akan lebih mempermudah dalam menjawab
pertanyaan yang ada di soal.
c. Melaksanakan Pemecahan Masalah
Siswa STKT sudah melaksanakan semua langkah dan strategi yang dijelaskan
pada tahap rencana penyelesaian masalah. Siswa STKT mampu menjelaskan
pemecahan masalah yang telah dilakukannya, mulai dari mencari biaya total yang
dibutuhkan untuk membeli bunga.
Gambar 1.langkah merencanakan

d. Mengecek Kembali Solusi


Dalam memeriksa kembali siswa STKT melakukan kesalahan dalam menuliskan
rumus untuk mencari luas tanah yang akan ditanami bunga mawar, akan tetapi
subjek STKT menyadari kesalahan yang telah dia lakukan dan segera
membenarkan jawabannya. Subjek STKT dapat memebrikan jawaban benar untuk
masalah yang diberikan walaupun dengan kesalahan yang dia buat.
2.Siswa dengan Kecerdasan Emosional Sedang dan Kemampuan Matematika
Sedang
a. Memahami Masalah
Dalam memahami masalah siswa melakukan identifikasi dari soal dengan
menceritakan kembali permasalahan yang diberikan dengan menggunakan
bahasanya sendiri. Selain itu, dalam langkah memahami masalah subjek SSKS
memeriksa kecukupan data yang telah direncanakan dengan membaca ulang soal
yang telah diberikan.
b. Merencanakan Pemecahan masalah
Dalam membuat rencana penyelesaian siswa menyebutkan dan
menuliskan langkah-langkah penyelesaian yang dia gunakan berdasarkan dari
informasi yang telah didapatkan. Selain itu, dalam menyelesaikan masalah
langkah yang dipilih subjek SSKS adalah dengan menggunakan strategi membuat
ilustrasi gambar yang dianggap mampu mempermudah proses penyelesaian
masalah.
Gambar 2.langkah merencanakan

c. Melaksanakan Pemecahan Masalah


Dalam melaksanakan rencana penyelesaian dengan melaksanakan semua
langkah dan strategi yang yang dijelaskan pada tahap penyelesaian masalah sesuai
dengan rencana yang sudah dibuat.
d. Mengecek Kembali Solusi
Dalam memeriksa kembali, siswa SSKS menyadari bahwa ada sedikit
kesalahan yang dianggap bahwa itu merupakan kesalahan dalam menyelesaikan
masalah yang telah diberikan.
3. Siswa dengan Kecerdasan Emosional Rendah dan Kemampuan Matematika Rendah
a. Memahami Masalah
Dalam memahami masalah, siswa SRKR dapat memahami maksud dari
masalah yang telah diberikan dengan membaca ulang masalah dan menceritakan
kembali masalah yang diberikan menggunakan kalimatnya sendiri. Akan tetapi,
Subjek SRKR tidak menyebutkan secara lengkap mengenai informasi yang
diberikan dalam masalah pada saat mengerjakan dilembar jawaban, akan tetapi
pada saat dilakukan wawancara subjek SRKR menyebutkan informasi yang
diketahui secara lengkap.
b. Merencanakan Pemecahan masalah
Dalam membuat rencana penyelesaian siswa SRKR merencanakan akan
memecahkan masalah dengan cara mencari keliling kebun menggunakan rumus
keliling persegi panjang dan tidak menggunakan bantuan gambar apapun, karena
siswa SRKR mengganggap dengan menggunakan sketsa gambar tidak
sepenuhnya membantu dan bisa digunakan secara logika.
Gambar 3.langkah merencanakan

c. Melaksanakan Pemecahan Masalah


Dalam melaksanakan rencana penyelesaian yaitu mengerjakan masalah
yang diberikan terlebih dahulu mencari keliling kebun karena ia menganggap
bahwa yang pertama kali ditanyakan adalah keliling.

d. Mengecek Kembali Solusi


Dalam memeriksa kembali yaitu siswa SRKR tidak mengubah perencanaan
atau pelaksanaan perencanaan yang dibuat. Selain itu, siswa SRKR telah yakin
dengan jawaban yang sudah ia kerjakan tanpa kesalahan sedikitpun.

4. Persamaan dan Perbedaan siswa STKT, SSKS dan SRKR dalam


Melaksanakan Rencana
Persamaan antara siswa STKT, siswa SSKS, dan siswa SRKR dalam
melaksanakan rencana penyelesaian pengerjaan yang dilakukan oleh ketiga subjek
tersebut telah sesuai dengan rencana yang disusun.
Sedangkan perbedaan terletak pada penulisan jawaban secara rapi dan
matematis dengan keterangan perhitungan yang lengkap dan hanya dilakukan oleh
siswa STKT dan siswa SSKS. Kemudian hanya siswa SRKR yang menuliskan
jawabannya dengan keterangan yang tidak lengkap dan kurang jelas.
5. Persamaan dan Perbedaan siswa STKT, SSKS dan SRKR dalam Memeriksa
Kembali Hasil Penyelesaian
Persamaan antara siswa STKT, siswa SSKS, dan ssiwa SRKR dalam
memeriksa kembali hasil penyelesaian yaitu pada keyakinan yang dimiliki oleh
ketiga subjek tersebut bahwasanya hasil pengerjaan mereka telah benar.
Sedangkan perbedaan yang mencolok tampak pada hasil akhir tiap
penyelesaian masalah yang dilakukan oleh ketiga subjek. Untuk siswa STKT dan
siswa SSKS telah memberikan jawaban yang benar walaupun terdapat kesalahan
yang telah dilakukan dengan perbedaan tiap langkah penyelesaian yang mereka
pilih. Sedangkan untuk ssiwa SRKR terdapat kesalahan dalam perhitungan hasil
akhir.
Perbedaan selanjutnya terdapat pada cara mengoreksi yang dilakukan oleh
ketiga subjek tersebut. Subjek STKT memilih untuk mengoreksi bagian awal saja
dengan melakukan oerhitungan ulang, sedangkan subjek SSKS hanya mengoreksi
dibagian awal tanpa melakukan perhitungan ulang. Adapun subjek SRKR
mengoreksi jawaban dengan membaca ulang masalah yang diberikan dan tidak
mengoreksi cara penyelesaian yang dipilih dari awal hingga hasil akhirnya, hal ini
mengakibatkan subjek SRKR tidak memberikan jawaban yang benar untuk hasil
akhir perhitungan bunga mawar.
3.2 Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau dari Berpikir Kritis
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh data tentang kemampuan
pemecahan masalah siswa SMP berdasarkan tahapan polya ditinjau dari
kemampuan berpikir kritis dari menyelesaikan tiga soal berikut.
1) Alif 8 tahun lebih tua dari Dini. Jumlah umur Ali dan Dini 50 tahun.
Berapa umur Ali dan Dini masing- masing?
2) Raka dan Bela berencana untuk membeli sebuah bola basket seharga Dua
Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah. Uang Bela, lima ribu kurangnya dari uang
Raka. Dan mereka juga mengetahui bahwa satu setengah kali uang Raka
sama dengan seratus lima puluh ribu rupiah lebihnya dari setengah uang
Bela. Tentukan uang Bela sekarang! Apakah uang Raka dan Bela sudah
cukup untuk membeli sebuah bola basket? Jelaskan.
3) Kenji memikirkan 2 bilangan. Jika bilangan pertama ditambah dengan dua
kali bilangan kedua maka hasilnya 26. Jika bilangan kedua ditambah
dengan 2 kali bilangan pertama maka hasilnya 10. Tentukanlah kedua
bilangan tersebut.
1. Siswa dengan Kemampuan Matematika Tinggi
a. Memahami Masalah
Pada soal nomor 1, 2, dan 3, S1 telah memahami masalah yang diberikan
dengan baik. S1 mampu menentukan dan menuliskan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dari soal dengan benar dan lengkap. Dalam memahami masalah
ini S1 menjelaskan kriteria berpikir kritis focus, reason, situation, clarity, dan
overview. Namun belum mampu memenuhi kriteria inference karena subjek
belum mampu menarik kesimpulan yang logis dalam melakukan pemecahan
masalah.dimana S1 dapat membangun makna tentang masalah apa yang akan
dipecahkan (focus), memberikan alasan terhadap hasil rumusan masalah yang
telah dibangun (reason), mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
dari soal (situation), menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (clarity), dan
mengecek kembali (overview). Namun belum mampu memenuhi kriteria
inference karena subjek belum mampu menarik kesimpulan yang logis dalam
melakukan pemecahan masalah.
b. Merencanakan dan melaksanakan Pemecahan masalah
Pada tahap membuat rencana dan melaksanakan rencana untuk soal nomor
1 dan 3, S1 mampu membuat rencana dan melakukan rencana dengan baik. Untuk
soal nomor satu S1 merencanakan untuk mencari umur Dini dulu dengan
menggunakan penjumlahan umur Ali dan Dini yaitu 50 tahun. Kemudian
melakukan rencana dengan baik dan benar pula hingga menemukan jawaban
bahwa umur Dini 21 tahun dan umur Ali 29 tahun. Dan untuk soal nomor tiga S1
juga telah melalui tahap membuat rencana dan melakukan rencana dengan baik
dan benar. Untuk soal nomor tiga, S1 membuat rencana pemecahan masalah
dengan cara eliminasi yaitu dengan mengeliminasi salah satu variabelnya. Untuk
soal nomor 2, pada tahap merencanakan pemecahan masalah dan melaksanakan
rencana pemecahan masalah S1 mengalami sedikit kesalahan.
Pada tahap melakukan rencana S1 melalui dengan baik, meskipun sempat
mengalami kebingungan namun S1 dapat melakukan dengan benar. S1 juga
menjelaskan kriteria berpikir kritis focus, situation, clarity, dan overview, dimana
S1 dapat memutuskan strategi dan menerapkan strategi terpilih (focus),
mengetahui hal- hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat rencana dan
hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam langkah- langkah penerapan
strategi (situation), dapat menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (clarity),
serta mengecek apakah strategi masuk akal untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dan mengecek langkah-langkah penerapan strategi yang telah dilakukan
apakah masuk akal untuk memecahkan masalah (overview).
Serta pada soal nomor dua, S1 mengetahui kriteria berpikir kritis focus,
situation, clarity, dan overview, dimana S1 dapat memutuskan strategi dan
menerapkan strategi terpilih (focus), mengetahui hal-hal penting yang perlu
diperhatiakan dalam membuat rencana dan hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam langkah-langkah penerapan strategi (situation), dapat
menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (clarity), serta mengecek apakah
strategi masuk akal untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan mengecek
langkah- langkah penerapan strategi yang telah dilakukan apakah masuk akal
untuk memecahkan masalah (overview).
c. Mengecek Kembali Solusi
Tahap terakhir yaitu tahap memeriksa kembali S1 telah memalui tahap ini
dengan baik dan benar, S1 mengetahui keputusan untuk memeriksa jawaban yang
telah diperoleh (focus), mengetahui hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam
memeriksa jawaban yang diperoleh (situation), menjelaskan istilah-istilah yang
digunakan (clarity), dan mengecek semua hal yang telah dilakukan (overview),
sehingga S1 dapat mengetahui bahwa jawaban pada nomor 2 ada yang salah.
Namun dalam setiap tahap pemecahan masalah S1 belum mampu memenuhi
kriteria inference karena subjek belum mampu menarik kesimpulan yang logis
dalam melakukan pemecahan masalah.

2. Siswa dengan Kemampuan Matematika Sedang


a. Memahami Masalah
Pada soal nomor 1, 2, dan 3, S2 telah memahami masalah yang diberikan
dengan baik. S2 mampu menentukan dan menuliskan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dari soal dengan benar dan lengkap. Kemudian pada tahap
memahami masalah ini S2 menjelaskan kriteria berpikir kritis focus, reason,
situation, clarity, dan overview, dimana S2 dapat membangun makna tentang
masalah apa yang akan dipecahkan (focus), memberikan alasan terhadap hasil
rumusan masalah yang telah dibangun (reason), mengetahui apa yang diketahui
dan apa yang ditanyakan dari soal (situation), menjelaskan istilah-istilah yang
digunakan (clarity), dan mengecek kembali (overview).
b. Merencanakan Pemecahan dan melaksanakan masalah
Dalam membuat rencana dan melaksanakan rencana untuk soal nomor
satu, S2 mampu membuat rencana dan melakukan rencana dengan baik, yaitu
untuk soal nomor satu S2 merencanakan untuk memisalkan terlebih dahulu,
namun S2 tidak menuliskan didalam lembar kerja. Setelah memisalkan, S2
mensubstitusikan sampai menemukan jawaban. Kemudian melakukan rencana
dengan baik dan benar.
Untuk soal nomor dua, pada tahap merencanakan pemecahan masalah dan
melaksanakan rencana pemecahan masalah S2 merencanakan untuk mencari
uangnya Raka terlebih dahulu, setelah ketemu uangnya Raka S2 mencari uang
Bela, kemudian S2 menjumlahkan dan mengurangkan untuk mencari dengan
harga bola basket. Akan tetapi pada tahap melaksanakan rencana S2 mengalami
sedikit kesalahan, pada saat mencari uang Raka, namun pada langkah selanjutnya
S2 menuliskan dengan benar. S2 juga menjelaskan kriteria berpikir kritis focus,
situation, dan overview, dimana S2 dapat memutuskan strategi dan menerapkan
strategi terpilih (focus), mengetahui hal-hal penting yang perlu diperhatiakan
dalam membuat rencana dan hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam
langkah-langkah penerapan strategi (situation), menjelaskan istilah-istilah yang
digunakan (clarity), serta mengecek apakah strategi masuk akal untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dan mengecek langkah- langkah penerapan
strategi yang telah dilakukan apakah masuk akal untuk memecahkan masalah
(overview).
Untuk soal nomor tiga, dalam merencanakan pemecahan masalah dan
tahap melaksanakan masalah S2 mampu merencanakan pemecahan dengan baik,
yaitu dengan cara eliminasi. Namun pada saaat menyamakan konstanta agar dapat
dieliminasi S2 melakukan kesalahan tidak mengalikan 2 disalah satu persamaan.
Jadi dalam tahap melaksanakan masalah S2 menemukan jawaban yang salah.
Serta S2 mengetahui kriteria berpikir kritis dapat memutuskan strategi dan
menerapkan strategi terpilih (focus), mengetahui hal- hal penting yang perlu
diperhatiakan dalam membuat rencana dan hal-hal penting yang perlu
diperhatikan dalam langkah-langkah penerapan strategi (situation) yaitu dengan
melihat keterkaitan antara hal yang diketahui dengan hal yang ditanyakan, dapat
menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (clarity) yaitu x adalah bilangan
pertama dan y adalah bilangan kedua.
c. Mengecek Kembali Solusi
Pada soal nomor 1, 2, dan 3 tahap terakhir yaitu tahap memeriksa kembali
S2 telah melalui tahap ini dengan baik dan benar, S2 mengetahui keputusan untuk
memeriksa jawaban yang telah diperoleh (focus), mengetahui hal-hal penting
yang perlu diperhatikan dalam memeriksa jawaban yang diperoleh (situation),
menjelaskan istilah-istilah yang digunakan (clarity), dan mengecek semua hal
yang telah dilakukan (overview), sehingga S2 dapat mengetahui bahwa jawaban
pada nomor 3 ada yang salah karena kurang mengalikan 2. Namun S3 belum bisa
memenuhi kriteria reason dan inference pada setiap tahap pemecahan masalah
karena subjek belum mampu memberikan alasan yang logis serta menarik
kesimpulan yang masuk akal dalam melakukan pemecahan masalah.
3. Subjek dengan Kemampuan Matematika Rendah
a. Memahami Masalah
Pada soal nomor 1, 2, dan 3, S3 belum memahami masalah yang diberikan
dengan baik. S3 mampu menentukan dan menuliskan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dari soal, namun tidak lengkap.
Kemudian pada tahap memahami masalah, S3 menjelaskan kriteria
berpikir kritis focus, situation, clarity, dimana S3 dapat membangun makna
tentang masalah apa yang akan dipecahkan (focus), mengetahui apa yang
diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal (situation), menjelaskan istilah-istilah
yang digunakan (clarity).
b. Merencanakan dan melaksanakan Pemecahan masalah
Pada tahap membuat rencana dan melaksanakan rencana untuk soal nomor
1, S3 mampu membuat rencana yaitu dengan memisalkan dan kemudian
mensubstitusi, akan tetapi dalam melaksanakan rencana S3 belum mampu
melakukannya dengan baik, karena S3 telihat masih bingung. Sehingga pada
tahap merencanakan pemecahan dan melaksanakan rencana S3 hanya masuk
dalam kriteria berpikir kritis focus yaitu dapat memutuskan strategi dan
menerapkan strategi namun salah, dan kriteria clarity yaitu menjelaskan istilah-
istilah yang digunakan.
untuk soal nomor dua, pada tahap merencanakan pemecahan dan
melaksanakan rencana S3 belum mampu memahami apa yang ingin direncanakan
dan dilakukan untuk menyelesaikan masalah. Sehingga untuk nomor dua pada
tahap merencanakan masalah, melaksanakan masalah, dan S3 juga tidak
memeriksa kembali jawaban nomor dua, jadi S3 tidak masuk dalam kriteria
berpikir kritis FRISCO.
Untuk soal nomor tiga, pada tahap merencanakan pemecahan masalah dan
melaksanakan rencana S3 belum mampu merencanakan pemecahan dengan tepat,
sehingga dalam melakukan pemecahan masalah S3 tidak mampu menemukan
jawaban dengan benar. Dalam hal ini S3 belum memenuhi dalam kriteria berpikir
FRISCO.
c. Mengecek Kembali Solusi
Dalam memeriksa kembali jawaban S3 melakukan pengecekan kembali
dengan meneliti jawaban, namun S3 tidak memahami maksud soal jadi S3 merasa
bahwa jawaban sudah benar.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Budi. 2018. Analisis Ketrampilan Berfikir Kritis Dalam Memecahkan


Masalah Ditinjau Perbedaan Gender. Aksioma: e-ISSN 2579-7646. Vol.
8, No. 1.
Dari, Dwi Aprilia Wulan. 2016. Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa
SMP Kelas VIII Ditinjau Dari Tingkat Kecerdasan Emosional Dan
Kemampuan Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika: ISSN :
2301-908. Volume 1 No.5 Tahun 2016.
Fitri, Amalia. 2013. Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC Berbantuan
Alat Peraga terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi
Segiempat. Pekalongan: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Vol. 1,
No.1.

Goleman, Daniel. 2002. The New Leaders: Emotional Intellegence at Work .


Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Jumaysaroh, Tanti. 2015. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis


dan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. AdMathEdu: ISSN: 2088-687X. Vol.5 No.1.
Kusmanto, Hadi. 2014. Pengaruh Berpikir Kristis Terhadap Kemampuan Siswa
Dalam Memecahkan Masalah Matematika. EduMa: ISSN 2086 – 3918.
Vol.3 No.1.

Maarif, Samsul. 2014. Pembelajaran Geometri Berbantu Cabri II Plus. Bogor: In


Media

Mahardiningrum, Anita Sri dan Novisita Ratu. 2018. Profil Pemecahan Masalah
Matematika Siswa SMP Pangudi Luhur Salatiga Ditinjau Dari Berpikir
Kritis. Jurnal “Mosharafa”: p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827.
Volume 7, Nomor 1.
Sukriadi. 2016. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar
Matematika Siswa Pada Materi Sudut Dan Garis Di Kelas VII MTs
Normal Islam Samarinda. Jurnal Pendidikan Matematika Indonesia: p-
ISSN: 2477-5967 e-ISSN: 2477-8443. Volum 1 Nomor 2.
Supardi U.S. 2012. Peran Berpikir Kreatif dalam Proses Pembelajaran
Matematika. Formatif, 2(3): 248-262.
http://portal.kopertis3.or.id/handle/123456789/1598. Volume 3 Nomor 2.
Diakses pada tanggal 31 Agustus 2017.
Supriadi, Danar. 2015. Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan
Masalah Matematika Berdasarkan Langkah Polya Ditinjau Dari
Kecerdasan Emosional Siswa Kelas VIII SMP Al Azhar Syifa Budi
Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Elektronik Pembelajaran
Matematika: ISSN: 2339-1685. Vol.3, No.2, hal 204-214.
Syaiful. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui
Pendekatan PendidikanMatematika Realistik. Jambi: Edumatica Vol. 2
No. 1.

Tung, Yao, Khoe. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta Barat:
PT INDEKS.

Anda mungkin juga menyukai