Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis akut merupakan keadaan yang memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1 Di Amerika serikat

apendisitis merupakan kedaruratan bedah abdomen paling sering dilakukan, dengan

jumlah penderita pada tahun 2008 sebanyak 734.138 orang dan meningkat tiap

tahunnya.2 Sementara untuk Indonesia sendiri apendisitis merupakan penyakit

dengan urutan keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh

Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita apendisitis di indonesia

mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang.

Insidens apendisitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus

kegawatan abdomen lainya.3 Kelompok usia yang umumnya mengalami apendisitis

yaitu pada usia antara 10-30 tahun. Dimana insiden laki-laki lebih tinggi daripada

perempuan.4

Penyebab apendisitis adalah proses infeksi dari sumbatan lumen appendiks

vermiformis.5 Gejala yang biasa muncul pada apendisitis adalah nyeri perut kuadran

kanan bawah, mual, muntah dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri

tekan pada titik Mc.Burney, psoas’s sign, rebound tenderness, rovsing’s sign,

obturator’s sign dan hyperestesia cutaneus test. Diagnosis harus ditegakkan sejak

1
dini dan tindakan harus segera dilakukan. Keterlambatan diagnosis menyebabkan

penyulit perforasi dengan beberapa komplikasi.6

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini, antara lain :

1. Memahami dan mampu mendiagnosis apendisitis secara tepat berdasarkan

gejala klinis dan pemeriksaan fisik.

2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya di

Bagian Ilmu Bedah.

3. Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

1.3 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka yang mengacu pada

beberapa literatur.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Nn. GO
Umur : 22 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. RM : 03 36 8x
Tanggal masuk RS : 17 Desember 2018

A. Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
nyeri perut kanan bawah semakin memeberat sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Satu hari sebelum masuk IGD RSUD Mandau, pasien mengeluhkan nyeri perut
kanan bawah yang semakin sering dan memberat, nyeri dirasakan hilang timbul
dengan durasi 1-2 jam, nyeri dirasakan tajam, menjalar ke punggung kanan, nyeri
tidak di pengaruhi oleh waktu makan atau perubahan posisi, nyeri berkurang dengan
istirahat.
Keluhan sudah berlangsung selama 1 minggu terakhir, Keluhan diawali dengan
nyeri di ulu hati, kemudian 3 hari ini nyeri berpindah kebagian kanan bawah, keluhan
disertai mual (+), muntah (+) berisi cairan dan makanan. Demam (-), nyeri saat BAK
(-), riwayat BAK berpasir (-),riwayat BAK berdarah (-), penurunan berat badan (-).
Riwayat menstruasi : menarche usia 16 tahun, haid terakhir tanggal 15 november
2018, ganti pembalut 2 kali/hari, teratur setiap bulan, nyeri saat haid (-)

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien tidak memiliki riwayat keluhan serupa sebelumnya
 Riwayat trauma abdomen (-)

3
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa

Riwayat pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat maag syrup yang dibeli sendiri di apotik untuk
mengurangi nyeri perutnya.

Riwayat kebiasaan
Pasien suka mengkonsumsi makanan pedas

B. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan di IRNA Bedah RSUD Mandau pada 17/12/2018
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital sign
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 89 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 37 0C
Status generalis
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP tidak meningkat (5+1 cm H2O)

Thorak
Paru-paru
Inspeksi : statis : simetris kiri dan kanan, retraksi iga (-), deformitas (-)
dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak
pergerakan yang tertinggal

4
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari sejajar LMC sinistra, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kanan 2 jari lateral linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri 3 jari lateral LMC sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) regular, mumur (-), gallop (-

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, distensi (-), venektasi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 12 x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+) pada titik Mc.burney, tidak
teraba massa
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-).

Pemeriksaan tambahan
 Psoas sign (-)
 Obturator sign (+)
 Rovsing sign (+)

C. Diagnosis Kerja
Abdominal pain ec. Appendisitis akut

5
D. Usulan Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan USG abdomen

E. Hasil Pemeriksaan
Darah rutin dan kimia darah (17/12/2018)
- HGB : 12,5 g/dl
- HCT : 35,4 %
- WBC : 14.670 /uL (↑)
- PLT : 380.000 /uL
USG abdomen (17/12/2018)
Kesan :
Kuadran inferior dextra tampak swelling, curiga appendicitis dengan infiltrate.

F. Alvarado score

G. Penatalaksanaan
Rencana appendectomy cito
IVFD RL 20 gtt
Inj. Ceftriaxone 2x1 gr/IV
Inj. Ketorolac 3x30mg/IV
Inj. Ranitidin 2x50 mg/IV

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Apendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis.1 Apendisitis akut

merupakan kasus operasi intra abdominal tersering yang memerlukan tindakan

bedah.7

2.2 Anatomi 1

Appendiks vermiformis adalah merupakan organ bentuk tabung yang

mempunyai otot dan mengandung banyak jaringan limfoid, panjangya sekitar 10 cm

atau kisaran 3-15 cm, dan lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Pada 65% kasus, apendiks terletak pada

intraperitonel. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak, dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,

apendiks terletak retroperitoneal yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon asendens,

atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak

apendiks.

Appendiks vermiformis terletak di regio iliaca dekstra dan pangkal

diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik sepertiga bawah garis yang

yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan umbilicus (titik Mc.Burney)

dapat dilihat pada gambar 2.1

7
Gambar 2.1 Anatomi Appendiks vermiformis

Ujung appendiks vermiformis mudah bergerak dan mungkin ditemukan pada

tempat-tempat berikut ini, Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum)

65,28%, pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan

usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Posisi appendiks

8
Perdarahan apendiks berasal dari arteri appendikularis merupakan cabang

arteri caecalis posterior. Arteri ini berjalan menuju ujung appendiks vermiformis di

dalam mesoappendiks. Perdarahan apendiks berasal dari arteri appendicularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis

pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren. Vena appendicularis mengalirkan

darahnya ke vena caecalis posterior. Pembuluh limf mengalirkan cairan limf ke satu

atau dua nodi yang terletak didalam mesoappendiks dan dari sini dialirkan ke nodi

mesenterici superiores.

Persarafan berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan parasimpatis (nervus

vagus) dari plexus mesentricus superior. Serabut saraf aferen yang mengantarkan rasa

nyeri visceral dari appendiks vermiformis berjalan bersama saraf simpatis dan masuk

ke medulla spinalis setinggi vertebra thoracica X. oleh karena itu, nyeri viseral pada

apendisitis bermula disekitar umbilikus.

2.3 Fisiologi 1,7

Fungsi apendiks belum diketahui. Kadang-kadang disebut “tonsil abdomen”

karena ditemukan banyak jaringan limfoid pada lamina propria yang seringkali

menyebar ke dalam submukosa sejak intrauterine akhir kehamilan dan mencapai

puncaknya kira-kira 15 tahun, kemudian menghilang pada usia 60 tahun. Hal ini

mengakibatkan lumennya relatif kecil, sempit dan tak teratur dan diperkirakan

apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologik.

9
Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Gambar 2.3 Histologi apendiks

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated

lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah

IgA. Imunoglubulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi namun

pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Apendiks

mengeluarkan cairan yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin.

Apendiks terdiri dari membran mukosa tanpa adanya lipatan. Vili usus tidak

dijumpai pada bagian ini. Apendiks mengandung sel epitel kolumnar dengan sel

goblet yang mensekresikan mukus. Muskularis terdiri atas berkas-berkas

longitudinal dan sirkular. Meskipun strukturnya sama dengan usus besar, apendiks

10
mengandung lebih sedikit kelenjar usus, yang lebih pendek dan tak memiliki taenia

coli.

2.4 Epidemiologi 1

Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang. Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari

satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,

setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,

kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.

Individu memiliki risiko sekitar 7% untuk apendisitis selama hidup

mereka. Faktor risiko yang potensial adalah diet rendah serat dan tinggi gula,

riwayat keluarga, serta infeksi.8 Apendisitis perforata sering terjadi pada umur

dibawah 18 tahun ataupun diatas 50 tahun. Insidensi apendisitis pada laki-laki

lebih besar 1,4 kali dari perempuan. Rasio laki-laki dan wanita sekitar 2:1.9

2.5 Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Apendisitis disebabkan oleh

beberapa faktor presdiposisi yaitu:1

a. Obstruksi lumen apendiks ialah faktor tersering. Pada umunya

disebabkan oleh fekalit, hiperplasia folikel limfoid, neoplasma, benda

11
asing seperti biji-bijian, parasit (cacing), striktur lumen karena fibrosa

akibat peradangan sebelumnya.

b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan

Streptococcus. Erosi mukosa apendiks akibat parasit E. Histolytica.

c. Bentuk apendiks seperti appendik yang terlalu panjang, massa

appendiks yang pendek, penonjolan jaringan limoid dalam lumen

appendiks, kelainan katup di pangkal appendiks.

Penelitian Epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora colon biasa.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1

2.6 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran

limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis dan ulserasi mukosa. Pada saat

inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri daerah epigastrium

disekitar umbilikus. Nyeri ini disebabkan oleh terangsangnya serat nyeri visceral

12
aferen pada apendiks yang masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thorakal X.
10,11

Tekanan akan terus meningkat apabila sekresi mukus terus berlanjut. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan

menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.

Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Jika aliran arteri terganggu akan

terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene disebut apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi. 10

Apabila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan

apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut

ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan

terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena

telah ada gangguan pembuluh darah.10

13
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.3

Gambar 5. Patogenesis apendisitis

14
2.7 Gejala dan tanda

2.7.1 Nyeri perut

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan

apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena

nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri- ciri dan perjalanan penyakit yang cukup

jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut

abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar - samar dan tumpul. Nyeri

merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau

periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi

nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik

McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior

superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas

sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa nyeri perut yang

berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat

untuk menegakkan diagnosis apendisitis.1,11

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks

berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks

retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena

terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada

apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi

musculus psoas mayor secara dorsal.11

15
2.7.2 Mual dan Muntah

Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan

atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis

2.7.3 Gejala Gastrointestinal

Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam

bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan

adanya diare akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan

dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum

terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi

terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga

seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah

mengalami nyeri somatik

2.7.4 Keadaan Umum

Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda tanda pasien dengan

radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan.

Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 –38,5°C. Demam yang terus

memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi

2.7.5 Keadaan Lokal

Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan

langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung.

Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada

perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan

palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari

16
nyeri somatik yang terjadi secara lokal. Perangsangan tidak langsung ditunjukkan

oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri

bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitu pula Blumberg sign

adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney.

Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul

akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign.

Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk

meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul

kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan

rangsangan langsung antara apendiks dengan 10 otot psoas sehingga timbul nyeri.

Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang

menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus.

Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula

diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan,bernafas, dan beraktivitas berat.

2.8 Diagnosis

2.8.1 Anamnesis

Karakteristik klinis dari apendisitis dapat bervariasi, namun umumnya

ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar dirasakan pertama kali di

ulu hati (epigastrium) atau sekitar daerah umbilikus. Nyeri diikuti mual, muntah dan

demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari umbilikus ke fossa iliaka kanan setelah

beberapa jam sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari

17
umbilikus ke fossa iliaka kanan (Mc.Burney). Nyeri biasanya tajam dan diperburuk

dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan).1

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,5oC. Bila suhu lebih

tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Pada inspeksi perut tidak ditemukan

gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi

perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

periapendikuler.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan bisa

disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

parietal. Nyeri perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis.1 Hal-hal yang perlu

diperhatikan saat palpasi sebagai penilaian kecurigaan pada apendisitis dan iritasi

peritoneum dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tanda-tanda apendisitis11

Jenis Pemeriksaan Keterangan


Tenderness Nyeri tekan pada titik Mc.Burney yaitu 1/3
McBurney’s point lateral garis antara umbilikus dengan SIAS
(nyeri tekan) (Spina Iliaca Anterior Superior) dekstra.
Rebound Tenderness Nyeri yang timbul ketika jari pemeriksa
(nyeri lepas) menekan lokasi nyeri secara perlahan lalu
melepaskan tekanan jari dengan tiba-tiba. Hal
ini disebabkan karena pergerakan mendadak
dan cepat dari peritoneum yang mengalami
inflamasi (peritonitis).
Rovsing’s sign Nyeri pada kuadran kanan bawah ketika
dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran
kiri bawah.
Referred rebound Nyeri yang juga dirasakan pada kuadran kanan
tenderness/Blumberg’s bawah, ketika pemeriksa melakukan rovsing’s
sign sign dan lalu melepas jari pemeriksa dengan

18
tiba-tiba.
Obturator’s sign Nyeri yang timbul pada daerah hipogastrium
ketika dilakukan rotasi internal dan eksternal
pada panggul dalam keadaan fleksi.
Psoas’s Nyeri yang timbul pada Mc.Burney’s point pada
sign/Obraztsova’s saat pasien mengangkat kaki kanan dalam
sign/Ileopsoas test keadaan ekstensi.

Hyperestesia cutaneus Nyeri yang timbul akibat cubitan lembut pada


test lipatan kulit perut kuadran kanan bawah.

Nyeri yang dirasakan pasien dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika

apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri

tidak terasa di titik Mc.Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang, jika

iliaka kiri ditekan tidak terasa nyeri. Ketika apendiks terletak retrosekal bisa

menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam

urinalisis. Nyeri sangat jelas pada apendiks yang terletak di depan ileum terminal

dekat dengan dinding abdominal. Namun apendiks yang terletak di belakang ileum

terminal sulit didiagnosa karena tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi

di abdomen. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit,

sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal. Hiperestesia kutaneus pada daerah

yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10, T11 dan T12 biasanya juga mengikuti

kejadian apendisitis akut.15,16

Pemeriksaan colok dubur (pemeriksaan rektal) menyebabkan nyeri bila daerah

infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.

Peristaltik usus sering normal tetapi dapat juga menghilang akibat adanya ileus

paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis perforata.3

19
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor

Alvarado. 15

Tabel 2.2 Alvarado score


Feature Points
Gejala Nyeri berpindah ke
1
kuadran kanan bawah
Anoreksia 1
Mual dan muntah 1
Tanda Nyeri tekan kuadran kanan
2
bawah
Nyeri tekan lepas 1
Peningkatan suhu tubuh 1
Laboratorium Leukocytosis 2
Hitung leukosit- pergeseran
1
kekiri( neutrofil >75%)
Total possible points 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut

2.8.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis

apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus

dengan komplikasi.3 Urinalisis bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding

batu ureter dan kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri

perut bagian bawah, selain itu dilakukan pemeriksaan hormon beta-HCG pada

wanita usia produktif untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu

.10

Foto polos abdomen jarang membantu menegakkan diagnosis

apendisitis. Banyak kasus apendisitis ditemukan gambaran foto polos abdomen

20
yang normal. Tanda-tanda yang dapat ditemukan seperti gambaran psoas line

kanan yang kabur, air-fluid level pada perut kuadran kanan bawah dan gambaran

udara pada apendiks.9

Pemeriksaan USG abdomen dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak

jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.

Beberapa tanda apendisitis yang dapat dijumpai pada USG abdomen adalah

sebagai berikut; 9

a. dilatasi apendiks

b. formasi abses pada perforasi

c. cairan di lumen apendiks dan diameter transversal apendiks > 6

mm.

Gambaran kemampuan diagnostik dari beberapa modalitas radiologi

terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Pemeriksaan radiologi


Pemeriksaan radiologi Makna klinis
Foto polos penemuan Tidak bermakna dalam diagnosis,
walaupun seringkali penemuan
fecalith dapat dilakukan
USG abdomen Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81%
CT- Scan Sensitivitas 94%, Spesifisitas 95%
Magnetic Resonance Imaging Belum ada penelitian yang mengkaji,
namun sangat jarang dilakukan

21
2.9 Diagnosis banding1

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai

diagnosis banding, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Gastroenteritis; pada gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului

rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

Sering dijumpai adanya hiperperistaltik. Panas dan leukositisis kurang

menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

b. Demam dengue; demam dengue dapat dimulai dengan nyeri perut mirip

peritonitis. Pada penyakit ini didapatkan tes positif untuk rample leed,

trombositopenia dan peningkatan hematokrit.

c. Limfadenitis mesentrika; limfadenitis mesentrika biasanya didahului

enteritis atau gastroenteritis, ditandai dengan nyeri perut, terutama perut

sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang sifatnya

samar terutama perut sebelah kanan.

d. Kelainan ovulasi; folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat

menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah di tengah siklus menstruasi.

Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada

tanda radang dan nyeri biasanya hilang dalam waktu 24 jam tetapi

mungkin dapat menganggu selama dua hari.

e. Infeksi panggul; salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan

apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri

perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya

22
disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina akan timbul nyeri

hebat di panggul jika uterus diayunkan.

f. Kehamilan diluar kandungan; hampir selalu ada riwayat terlambat haid

dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus

kehamilan ektopik dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak

difus didaerah pelvis yang dapat disertai syok hipovelemik. Pemeriksaan

vagina didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada

kuldosintesis didapatkan darah.

g. Kista ovarium terpuntir; timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi

dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok

vagina atau colok rektal. Tidak terdapat demam.

h. Endometriosis eksterna; endometrium diluar rahim akan menimbulkan

nyeri di tempat endometriosis dan darah menstruasi terkumpul pada

daerah tersebut karena tidak ada jalan keluar.

i. Uroliatisis pielum/ureter kanan; riwayat kolik pinggang ke perut yang

menjalar ke inguinal merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering

ditemukan.

j. Penyakit saluran cerna lain; penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah

peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak

duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis

kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid dan mukokel apendiks.

23
2.10 Penatalaksanaan1

Bila diagnosa klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan

satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi. Pada apendisitis tanpa

komplikasi, biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis

gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindak bedah sambil

memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.

Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi.

Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney paling banyak dipilih oleh ahli

bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan

observasi terlebih dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi dapat

dilakukan bila dalam observasi masih dalam keraguan. Bila tersedia

laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat

segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.

2.11 Komplikasi 3

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami

pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,

sekum dan lekuk usus halus.

a. Massa periapendikuler

Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada

massa periapendikuler dengan pembentukan dinding yang belum

sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum

24
jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh

karena itu massa apendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya

segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.

Riwayat klasik apendisitis akut yang diikuti dengan adanya massa

yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan

diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini

sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Crohn dan ameboma.

Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis

tuberkulosa dan kelainan genikologik sebelum memastikan diagnosi

massa apendiks.

b. Apendisitis perforata

Adanya fekalit didalam lumen, umur (orangtua atau anak kecil) dan

keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam

terjadinya perforasi apendiks. Insidens perforasi pada penderita diatas

usia 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Faktor yang mempengaruhi

tingginya insidens perforasi pada orangtua adalah gejalanya yang

samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks

berupa penyempitan lumen dan aterosklerosis. Insidens tinggi pada

anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang

komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses

pendinginan kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat

dan omentum anak belum berkembang.

25
c. Peritonitis

Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri

hebat seluruh perut, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut.

Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus

paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses

inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan

subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini

adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada.

Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan

laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah

2.12 Prognosis 11

Bila ditangani dengan baik prognosis apendisitis adalah baik. Secara umum

angka kematian pasien apendisitis akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih

berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi

tindakan. Angka morbiditas terjadi pada 1,2% penderita apendisitis akut dan

6,4% pada penderita apendisitis perforasi.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, K Warko, P Theddeus, R Reno, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu


Bedah. Edisi 3. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC; 2011. Hal 755-61.
2. Santacroce L, Craigh. Appendicitis. State University at Bari, Italy. [cited 19
Desember 2018]. Available from www.medscape.com
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun
2008. Jakarta: Depkes RI; 2009.
4. Eylin. 2009. Karakteristik pasien dan diagnosis histologi pada kasus
apendisitis berdasarkan data registasi di departemen patologi anatomi fakultas
kedokteran universitas indonesia rumah sakit umum pusat nasional cipto
mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Fakultas kedokteran: Universitas
Indonesia.
5. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease.
Apendicitis.U.S Departement of Health and Human Service; 2008;09:4547.
6. Staf Pengajar Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan kuliah bedah umum. Jakarta: Bagian ilmu bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal 115-18.
7. Guyton & Hall, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC; 1997. Hal 543-547.
8. Mazziotti, M. V., dkk., 2008. Appendicitis: Surgery Perspective. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/773896 overview [Cited 18 Des
2018].
9. Craig, S., 2010. AcuteAppendicitis. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview [Cited 8 Des 2018].
10. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007.
333:540-34.
11. Buku panduan skill lab jilid 1 edisi ke-3. Sistem digestif dan nutrisi. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2011

27

Anda mungkin juga menyukai