PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit poliomyelitis pada anak?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pasien dengan poliomyelitis?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan konsep dasar penyakit poliomielitis pada anak.
2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pasien dengan poliomielitis.
1.4 Manfaat
1. Memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
2. Menambah wawasan kepada mahasiswa jurusan kesehatan khususnya
mahasiswa keperawatan.
3. Melatih mahasiswa dalam menyusun dan membuat makalah.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Poliomielitis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus polio
dan dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan. 50%-70% dari kasus polio
adalah umur 3-5 tahun (Ranuh, 2008). Poliomielitis adalah penyakit menular akut
yang disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior masa kelabu
sumsum tulang belakang dan inti motorik batang otak dan akibat kerusakan bagian
susunan saraf pusat tersebut akan terjadi kelumpuhan dan atrofi otot (Staf
Pengajar IKA FKUI, 2005). Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut yang pada
keadaan serius menyerang susunan saraf pusat. Kerusakan saraf motorik pada
medulla spinalis menyebabkan paralisis flaksid (Jawetz, et al., 2005). Poliomielitis
dahulu disebut penyakit lumpuh kanak-kanak, tetapi sekarang diketahui bahwa
penyakit ini dapat juga menyerang orang dewasa.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
poliomielitis adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh infeksi virus
polio yang menyerang susunan saraf pusat dan dapat menyebabkan kelumpuhan
serta atrofi otot pada anak-anak maupun pada orang dewasa.
3
Gambar 2.2 Dewasa penderita polio
2.2 Epidemiologi
Polio tersebar di seluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan
Afrika. Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pada tahun 1993, virus
polio 1 dan polio 3 di Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus Polio 1
di Thailand pada tahun 1997.
India salah satu Negara endemic polio, juga menularkan penyakit ini ke
Cina dan Syria pada tahun 1999, ke Bulgaria pada tahun 2001, serta ke Lebanon
pada 2003. Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di
Indonesia pada tahun 2005 berasal dari sudan atau Nigeria yang berada di Arab
Saudi. Virus tersebut ditularkan ke Negara lain melalui jamaah haji, jemaah
umroh, dan tenaga kerja lainnya.
Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita
polio sebanyak 70-80% di daerah endemik adalah anak berusia kurang dari 3
tahun, dan 80-90% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang
tidak diimunisasi, kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak-anak
yang tidak terdaftar.
4
Gambar 2.3 Sejarah adanya penyakit polio
Data terakhir sampai Juni 2007 terdapat 243 kasus polio liar pada tahun
2007. Negara penyumbang terbesar adalah Nigeria sebanyak 114 kasus, India
sebanyak 82 kasus, dan Korea Utara sebanyak 13 kasus. Indonesia yang pernah
mencatat 303 kasus pada tahun 2005 menurun hingga menjadi hanya 2 kasus pada
tahun 2006 dan tidak ada kasus pada tahun 2007.
Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu,
Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI,
5
Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan
secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22
kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al., 2013).
2.3 Etiologi
Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV)
dengan diameter 20-32 nm, berbentuk sferis, tahan pada pH 3-10 sehingga dapat
tahan terhadap asam lambung dan empedu. Virus tidak rusak beberapa hari dalam
temperatur 2-8 derajat celcius. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi
saluran usus, dan menyebar ke sistem saraf melalui aliran darah (Zulkifli, 2007).
Virus poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus Enterovirus dan
famili Picornaviridae, mempunyai 3 strain yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2
(Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat terjadi oleh satu atau lebih dari tipe
virus tersebut. Epidemi yang luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1,
tipe 2 kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik dan tipe 3 menyebabkan
epidemi ringan. Imunitas yang diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi
bersifat seumur hidup dan spesifik untuk satu tipe (Pasaribu, 2005).
6
virus polio. Transmisi oral biasanya mempunyai peranan yang dominan pada
penyebaran virus polio di negara berkembang, sedangkan penularan secara fekal-
oral paling banyak terjadi di daerah miskin. Makanan dan minuman dapat
terkontaminasi melalui lalat atau karena higienis yang rendah. Sumber penularan
lain yang mungkin berperan adalah tanah dan air yang terkontaminasi material
feses, persawahan yang diberi pupuk feses manusia, dan irigasi yang dengan air
yang telah terkontaminasi virus polio (Afie, 2009).
Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan
kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada seseorang yang tinggal
serumah dengan penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi,
maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis,
mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi (Afie,
2009).
Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk,
tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. Di area dengan
sanitasi yang bagus dan air minum yang tidak terkontaminasi, rute transmisi
lainnya mungkin penting. Bahan yang dianggap infeksius untuk virus polio adalah
feses dan sekresi pernafasan dari pasien yang terinfeksi virus polio atau yang
menerima OPV (Oral Poliovirus Vaccine) dan produk laboratorium yang
digunakan untuk percobaan dengan menggunakan virus polio. Bahan yang
dianggap berpotensi infeksius adalah feses dan sekresi faring yang dikumpulkan
untuk tujuan apapun dari daerah yang masih terdapat virus polio liar. Darah,
serum dan cairan serebrospinal tidak diklasifikasikan infeksius untuk virus polio
(Afie, 2009).
2.5 Klasifikasi
Zulkifli (2007) menjelaskan bahwa penyakit polio dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis. Jenis-jenis penyakit polio adalah sebagai berikut.
1. Polio abortif
Merupakan bentuk yang paling sering dari penyakit ini. Pasien hanya
menderita gejala minor, yang di tandai oleh demam, malaise, mengantuk
7
nyeri kepala, mual, muntah, konstipasi, dan nyeri tenggorokan dalam
beberapa kombinasi. Pasien dapat sembuh dalam beberapa hari.
2. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan
sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika
disentuh.
4. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami
sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung saraf
motorik yang
8
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai
saraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf
muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal
yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan;
pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus,
paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan
kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio
bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang
bertugas mengirim perintah bernapas ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
tenggelam dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau
diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan
sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit
dilakukan apabila penderita telah menggunakan paru-paru besi (iron lung).
Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan
mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Apabila tekanan udara
ditambah, paru-paru akan mengempis, sedangkan apabila tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa
keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat
menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung
usia penderita. Hingga saat ini, pasien yang bertahan hidup dari polio jenis
ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio
bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas
dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang
sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati normal.
Infeksi virus polio pada manusia sangat bervariasi, dari gejala yang ringan
sampai terjadi paralysis. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor
9
illnesses (gejala ringan) dan major illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun
non-paralitik).
a. Minor Illnesses
1. Asimtomatis (silent infection)
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak
terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemik diperkirakan
terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap
virus tersebut. Merupakan proporsi kasus terbanyak (72%).
2. Poliomielitis abortif
Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemik,
terutama yang diketahui kontak dengan penderita poliomyelitis yang
jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi.
Timbul mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari,
biasanya sekitar 2-10 hari. Gejala berupa infeksi virus, seperti
malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan,
10
konstipasi, dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya bisa dengan
menemukan virus di biakan jaringan.
b. Major Illnesses
1. Poliomielitis non-paralitik
Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala,
nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari,
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian
remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas
untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot belakang leher,
tubuh dan tungkai dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi
pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak
berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut
ke atas sedangkan kedua tangan menunjang kebelakang pada tempat
tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme,
kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky yang
positif. “Head drop” yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan
menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh ke
belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat
perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik.
2. Poliomielitis paralitik
Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat pada
poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada
bayi ditemukan paralisis vesika urinaria dan atonia usus.
11
Refleks tendon mengurang/menghilang serta tidak terdapat
gangguan sensibilitas.
b.) Bentuk bulbar
Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga
terjadi insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak,
kesulitan makan, kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara.
Saraf otak yang terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian
VII.
c.) Bentuk bulbospinal
Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk
bulbar
d.) Bentuk ensefalitik
Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor
dan kadang-kadang kejang.
(Estrada dalam Virlta, 2013)
2.7 Patofisiologi
12
menimbulkan gejala sindroma postpolio berupa kelemahan dan ketidak
seimbangan pada anggota gerak yang terinfeksi sebelumnya (Dinkes Siak, 2013).
13
2.8 Komplikasi dan Prognosis
2.8.1 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio adalah sebagai berikut.
1. Hiperkalsuria
2. Melena
3. Pelebaran lambung akut
4. Hipertensi ringan
5. Pneumonia
6. Ulkus dekubitus dan emboli paru
7. Psikosis
2.8.2 Prognosis
Hasil akhir dari penyakit ini tergantung bentuknya dan letak lesinya. Jika
tidak mencapai korda spinalis dan otak, maka kesembuhan total sangat mungkin.
Keterlibatan otak dan korda spinalis bisa berakibat pada paralisis atau kematian
(biasanya dari kesulitan bernafas). Secara umum polio lebih sering mengakibatkan
disabilitas daripada kematian (Estrada dalam Virlta, 2013).
Pasien dengan polio abortif bisa sembuh sepenuhnya. Pada pasien dengan
polio non-paralitik atau aseptik meningitis, gejala bisa menetap selama 2-10 hari,
lalu sembuh total. Pada bentuk paralitik bergantung pada bagian yang terkena.
Pada kasus polio spinal, sel saraf yang terinfeksi akan hancur sepenuhnya
sehingga mengakibatkan paralisis akan permanen. Sel yang tidak hancur tapi
kehilangan fungsi sementara akan kembali setelah 4-6 minggu setelah onset. 50%
dari penderita polio spinal sembuh total, 25% dengan disabilitas ringan, dan 25%
dengan disabilitas berat. Perbedaan residual paralisis ini tergantung pada derajat
viremia, dan imunitas pasien. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat
ditolong dengan bantuan pernafasan mekanik. Tanpa bantuan ventilasi, kasus yang
melibatkan sistem pernafasan akan menyebabkan kesulitan bernafas. 5-10%
pasien dengan polio paralisis meninggal akibat paralisis otot pernafasan (Estrada
dalam Virlta, 2013).
Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi
pusat pernafasan atau infeksi sekunder jalan nafas. Polio bulbar sering
mengakibatkan kematian bila alat bantu nafas tidak tersedia. Dengan alat bantu
14
nafas, angka kematian berkisar antara 25-50%. Bila ventilator tekanan positif
tersedia angka kematian bisa diturunkan hingga 15%. Otot-otot yang lumpuh dan
tidak pulih kembali menunjukkan paralisis tipe flasid dengan atonia, arefleksia,
dan degenerasi (Estrada dalam Virlta, 2013).
2.10 Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk polio, hanya bisa dicegah dengan imunisasi.
Imunisasi lengkap sangat mengurangi risiko terkena polio paralitik. Tidak ada
antivirus yang efektif melawan poliovirus.
Tujuan pengobatan polio adalah mengontrol gejala selama infeksi
berlangsung. Dalam kasus-kasus tertentu, beberapa pasien membutuhkan tindakan
lifesaving terutama bantuan nafas.
Berikut pengobatan non spesifik untuk setiap manifestasi klinis dari polio
menurut Virlta (2013).
15
1. Silent infection : istirahat
2. Poliomielitis abortif : istirahat 7 hari, bila tidak terdapat gejala apa-apa
aktifitas dapat dimulai lagi. Sesudah 2 bulan dilakukan pemeriksaan lebih
teliti terhadap kemungkinan kelainan muskuloskeletal.
3. Poliomielitis paralitik/non-paralitik : istirahat mutlak sedikitnya 2 minggu;
perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralisis
pernafasan.
Pengobatan sesuai dengan fase akut dan post akut adalah sebagi berikut.
a. Fase akut
1. Antibiotik untuk mencegah infeksi pada otot yang flaccid
2. Analgetik untuk mengurangi nyeri kepala, myalgia, dan spasme
3. Antipiretik untuk menurunkan suhu.
4. Foot board, papan penahan pada telapak kaki, agar kaki terletak
pada sudut yang tetap terhadap tungkai
5. Bila terjadi paralisis pernafasan seharusnya dirawat di unti
perawatan khusus karena penderita memerlukan bantuan
pernafasan mekanis.
6. Pada poliomyelitis tipe bulbar kadang-kadang refleks
menelannya terganggu sehingga beresiko terjadinya pneumonia
aspirasi. Dalam hal ini kepala anak diletakkan lebih rendah dan
dimiringkan ke salah satu sisi.
b. Fase post-akut
Kontraktur, atrofi dan atoni otot dikurangi dengan fisioterapi.
Tindakkan ini dilakukan setelah 2 minggu. Penatalaksanaan fisioterapi
yang dilakukan yaitu:
1. Heating dengan menggunakan IRR (infra red radiation)
2. Exercise (active/passive) terutama pada ekskremitas yang
mengalami kelemahan atau kelumpuhan
3. Breathing exercise jika diperlukan
4. Bila perlu pemakaian braces, bidai, hingga operasi ortopedik.
2.11 Pencegahan
16
Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain sebagai berikut (Staf
Pengajar IKA FKUI, 2005).
1. Jangan masuk daerah endemik.
2. Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti
tonsilektomi, suntikan dan sebagainya.
3. Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan.
4. Imunisasi aktif.
Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang
diberikan secara suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan
tetesan dibawah lidah. IPV merupakan vaksin yang pertama tersedia secara
menyeluruh pada tahun 1950an. Kelebihan dari IPV adalah berisi virus
yang lemah, sehingga tidak berhubungan dengan kejadian poliomielitis
akibat pemberian vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced
inactivated poliovirus vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2
bulan, 4 bulan, dan 6 – 12 bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun).
Pemberian OPV terutama sejak tahun 1960an. Imunisasi dengan cara ini
menyebabkan penurunan yang signifikan pada kasus-kasus poliomielitis di
dunia. Pemberian secara oral memberikan kelebihan dengan adanya
pertahana tubuh terhadap virus tersebut di mukosa saluran nafas dan
pencernaan. Kerugian OPV adalah dapat menyebabkan vaccine-associated
paralytic poliomyelitis (VAPP). Pemberian vaksin ini diberikan pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan dan pemberian booster setiap 4 tahun.
Varian OPV baru berupa monovalent oral poliovirus type 1 vaccine
(mOPV1) diperkenalkan pertama kali di India pada bulan April 2005. Dari
penelitan didapatkan bahwa varian baru ini 3 kali lebih efektif dan jauh
lebih sedikit angka efek samping dibandingkan pemberian OPV pertama,
sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk menghilangkan
poliovirus (Dinkes, 2013).
17
2.12 Pathways
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK
Tgl. / Jam MRS : Tanggal dan waktu pasien masuk rumah sakit
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : Nama lengkap pasien/Nama panggilan
yang disukai pasien
2. Tempat tgl lahir/usia : Biasanya anak yang sering terkena
penyakit polio adalah yang berusia kurang
dari 3 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-Laki
4. A g a m a : Agama pasien
5. Pendidikan : Pendidikan pasien, biasanya belum sekolah
6. Alamat : Alamat pasien
7. Tgl masuk : Tanggal dan waktu pasien masuk rumah
sakit
8. Tgl pengkajian : Tanggal perawat melakukan pengkajian
9. Diagnosa medik : Poliomielitis
10. Rencana terapi : Rencana terapi pasien
19
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
4.3 Perencanaan
6. Berikan makanan
tapi sering.
mandi/kompres.
3)
Mengura
ngi
penguapa
n
3. Hindari mengigil. 4) Dapat membantu
mengurangi demam.
4. Kompres mandi
hangat durasi 20-
30 menit.
3. Tujuan: 1. Lakukan strategi 1) Teknik-teknik seperti
Setelah dilakukan non farmakologis relaksasi, pernafasan
asuhan keperawatan untuk membantu anak berirama, dan distraksi
selama 3x24 jam, mengatasi nyeri. dapat membuat
diharapkan klien 2) nyeri dan dapat lebih di
mampu melakukan 2. Libatkan orang tua toleransi.
mengontrol nyeri, dalam memilih 3) Karena orang tua adalah
Kriteria hasil: strategi. yang lebih mengetahui
Menjelaskan factor 3. Ajarkan anak untuk anak.
penyebab nyeri menggunakan strategi
Mengikuti non farmakologis 4) Pendekatan ini tampak
pengobatan yang khusus sebelum paling efektif pada
diberikan nyeri. nyeri ringan.
Mengontrol nyeri 4. Minta orang tua 5) Latihan ini mungkin
secara mandiri membantu anak diperlukan untuk
dengan menggunakan membantu anak
srtategi selama nyeri. berfokus pada tindakan
5. Berikan analgesic yang diperlukan
sesuai indikasi. mengurangi nyeri.
4. Tujuan: 1. Tentukan aktivitas 1) Memberikan informasi
Setelah dilakukan atau keadaan fisik untuk mengembangkan
asuhan keperawatan anak. rencana perawatan bagi
selama 3x24 jam, program rehabilitasi.
diharapkan klien 2) Kelelahan yang dialami
27
pertanyaan seperti “
lancar”.
4.4 Pelaksanaan
Perawat melaksanakan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah
disebutkan diatas.
20-30 menit.
Senin, 16 10.00 3 1. Telah melakukan strategi non
November Wib farmakologis untuk membantu anak
2013 mengatasi nyeri.
2. Telah melibatkan orang tua dalam
memilih strategi.
3. Telah mengajarkan anak untuk
menggunakan strategi non farmakologis
khusus sebelum nyeri.
4. Telah meminta orang tua membantu anak
dengan menggunakan srtategi selama
nyeri.
5. Telah memberikan analgesic sesuai
indikasi.
Senin, 16 11.00 4 1. Telah menentukan aktivitas atau keadaan
November Wib fisik anak.
2013 2. Telah mencatat dan terima keadaan
kelemahan (kelelahan yang ada).
3. Telah mengidentifikasi factor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan untuk aktif
seperti pemasukan makanan yang tidak
adekuat.
4. Telah mengevaluasi kemampuan untuk
melakukan mobilisasi secara aman.
4.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengevaluasi apakah tindakan
keperawatan yang teah diberikan mencapai tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan. Berikut salah satu evaluasi dari diagnosa pertama.
30
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
a. Pada mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Budi, et al. 2013. Makalah Virologi Virus Polio Kelompok IV. Makalah.
Dipublikasikan. Surakarta: Akademi Analis Kesehatan Nasional.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Keokteran UI. 2005. Ilmu
Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Infomedika.
Virlta, Chkaa. 2013. Poliomyelitis. http://www.scribd.com/doc/165109179/
Poliomyelitis [05 November 2013]