Anda di halaman 1dari 17

ATEROSKLEROSIS

A. Patogenesis
Aterosklerosis cenderung menyerang beberapa regio umum atau sistemik yang
menjadi predisposisi perkembangannya,aterosklerosis cenderung menyerang
beberapa regio sirkulasi dan menghasilkan manifestasi klinis berbeda tergantung
dengan circulation bed yang terkena. Aterosklerosis arteri koroner menyebabkan
infark miokardium dan angina pectoris. Aterosklerosis pada arteri yang menyuplai
sistem saraf pusat sering kali mencetuskan stroke dan transient cerebral ischemia.
Pada pembuluh darah perifer,aterosklerosis menyebabkan klaudikasio intermiten
dan gangren serta dapat mengancam viabilitas tungkai. Bila terjadi pada
pembuluh dara viseral,dapat timbul iskemia mesenterium. Ateroskerosis juga
dapat mempengaruhi ginjal baik secara langsung atau sebgai tempat yang kerap
terjadi penyakit ateroembolik (loscalzo,joseph, 2015).
Meskipun di dalam arterial bed tertentu,stenosis karena aterosklerosis cenderung
muncul secara fokal,khususnya pada daerah predisposisi. Di pembuluh darah
koroner,misalnya,arteri koroner desenden kiri kiri proksimalis merupakan
predileksi utama berkembanya aterosklerosis. Sama halnya, aterosklerosis juga
cenderung terbentuk di bagian proksimal dari arteri renalis, dan, di pembuluh
darah ekstrakranial yang berjalan menuju otak, bifurkasio karotis. Pada dasarnya,
lesi aterosklerosis sering terbentuk di titik percabangan arteri yang merupakan
daerah aliran darah yang terganggu. (loscalzo,joseph, 2015)
Aterosklerosis pada manusia biasanya terbentuk selama bertahun-tahun, bahkan
beberapa dekade. Pertumbuhan plak aterosklerosis mungkin tidak terjadi secara
linear dan mulus, tetapi terputus-putus, dengan periode pasif relatif yang diikuti
dengan periode evolusi cepat. Setelah masa “tenang” yang panjang, aterosklerosis
dapat bermanifestasi klinis. Manifestasi klinis aterosklerosis dapat kronis, seperti
pada angina pektoris stabil yang muncul dengan aktivitas atau pada klaudikasio
intermiten yang dapat diprediksi dan direproduksi. (loscalzo,joseph, 2015)

1
B. Inisiasi Aterosklerosis
Studi aterosklerosis pada manusia menunjukkan bahwa “fatty streak” atau garis
lemak merupakan lesi awal aterosklerosis. Lesi-lesi awal ini seringkali muncul
dari peningkatan fokal kandungan lipoprotein di dalam bagian intima. Akumulasi
pratikel lipoprotein ini mungkin tidak begitu saja terjadi akibat peningkatan
permeabilitas atau “kebocoran” endoteliumdi atasnya. Sebaliknya,lipoprotein
mungkin berkumpul di intima arteri karena berikatan dengan konstituen matriks
ekstrasel sehingga memperpanjang waktu singga partikel kaya-lemak di dalam
dinding arteri. Lipoprotein yang terakumulasi di ruang intrasel intima arteri
biasanya bergabung dengan glikosaminoglikan dari matriks ekstrasel arteri, suatu
interaksi yang dapat memperlambat pengeluaran partikel-partikel lemak ini dari
khususnya yang tertahan karena berikatan dengan makromolekul matriks,dapat
mengalami modifikasi oksidatif. Lipoprotein yang terpisah dari antioksida plasma
di ruang ekstrasel intima menjadi sangat rentan terhapat modifikasi oksidatif
sehingga dapat meningkatkan hidroperoksida, lisofosfolipid, oksisterol, dan
produk-produk pemecahan aldehida dari asam lemak dan fosfolipid. Modifikasi
moietas apoprotein dapat meliputi pemecahan rangka peptida serta pembentukan
derivat residu asam amino tertentu. Produksi lokal asam hipoklorit oleh
mieloperoksidase yang terkait dengan sel-sel inflamasi di dalam plak
menghasilkan zat berklorin seperti moietas klorotirosil. Partikel lipoprotein
densitas-tinggi yang dimodifikasi oleh klorinasi yang diperantarai-HOCL
berfungsi buruk sebagai akseptor kolestrol, sebuah temuan yang mengaitkan sters
oksidatif dengan gangguan dari transpor kolestrol balik, yang mungkin menjadi
mekanisme kerja anti-aterogenik dari HDL (loscalzo,joseph, 2015).

C. Evolusi ateroma dan komplikasi


Selama plak aterosklerosis, keseimbangan yang rumit antara masuk dan keluarnya
lipoprotein dan leukosit, proliferasi dan kematian sel, produksi matriks ekstrasel
dan remodeling,serta kalsifikasi dan neovaskularisasi, ikut berkontribusi pada
pembentukan lesi. Banyak sinyal, yang seringkali saling berkompetisi, mengatur
berbagai peristiwa selular ini. Banyak mediator yang berkaitan dengan faktor

2
risiko aterogenik, termasuk yang berasal dari lipoprotein, merokok, dan
angiotensin II, memancing produksi sitokin proinflamasi dan mengubah perilaku
sel dinding pembuluh darah intrinsik dan leukosit yang berinfiltrasi yang
mendasari patogenesis kompleks dari lesi tersebut. Oleh sebab itu, kemajuan di
bidang biologi vaskular telah menambah pemahaman tentang mekanisme yang
menghubungkan faktor-faktor risiko dengan patogenesis aterosklerosis dan
komplikasiya (loscalzo,joseph, 2015).

D. Evolusi plak, ruptur plak


Erosi superfisial pada endotel atau ruptur/retak pada plak biasanya menghasilkan
trombus yang menyebabkan episode angina pektoris tak stabil atau trombus
oklusif dan relatif persisten yang menyebabkan MI akut. Pada kasus ateroma
karotis, ulserasi yang lebih dalam yang menjadi tempat untuk pembentukan
trombus trombosit dapat menyebabkan serangan iskemik sementara pada otak
(loscalzo,joseph, 2015).
Ruptur selubung fibrosa dari plak memungkinkan kontak antara faktor-faktor
koagulasi dalam darah dan faktor jaringan yang sangat trombogenik yang
diekspresikan oleh sel busa makrofag dalam inti kaya lemak pada plak. Bila
trombus yang terbentuk tidak oklusif atau hanya sementara, episode kerusakan
plak tidak menyebabkan gejala atau mungkin menyebabkan gejala iskemik seperti
angina saat istirahat. Trumbus oklusif yang bertahan sering menyebabkan MI
akut, khususnya bila tidak ada pembuluh kolateral yang berkembang baik untuk
menyuplai daerah yang terkena. Berulangnya peristiwa kerusakan plak dan
penyembuhan mungkin merupakan suatu mekanisme transisi fatty streak menjadi
lesi fibrosa yang lebih kompleks. Proses penyembuhan dinateri, sama seperti pada
luka di kulit, meliputi pembentukan matriks ekstrasel baru dan fibrosis
(loscalzo,joseph, 2015).
Tidak semua ateroma menunjukkan kecenderungan ruptur yang sama.
Pemeriksaan patologik pada lesi yang menyebabkan MI akut memperlihatkan
beberapa

3
gambaran khas. Plak yang menyebabkan trombosis fatal biasanya memiliki
fibrous cap yang tipis, inti lemak yang relatif besar, serta makrofag yang banyak.
Pemeriksaan morfometrik lesi tersebut menunjukkan bahwa di tempat ruptur
plak, makrofag dan limfosit T mendominasi sedangkan sel otot polos relatif
sedikit. Sel-sel yang terkonstrasi di tempat ruptur plak ini memiliki penanda
aktivasi inflamasi (loscalzo,joseph, 2015).

E. Sindroma klinis aterosklerosis


Kebanyakan ateroma tidak menimbulkan gejala dan banyak yang tidak
menimbulkan manofestasi klinis. Banyak pasien dengan aterosklerosis difus
meninggal karena penyakit lain yang tidak berhubungan tanpa pernah mengalami
manifestasi klinis aterosklerosis yang bermakna (loscalzo,joseph, 2015).
Remodeling arteri selama pembentukan ateroma menggambarkan gambaran
evolusi lesi yang bermakna klinis, tetapi sering dilewatkan. Selama fase awal
perkembangan ateroma, plak biasanya tumbuh ke luar, menjauhi lumen.
Pembuluh darah yang, mengalami anterogenesis cenderung bertambah
dameternya, sutau fenomena yang dikenal pelebaran kompensasi,salah satu jenis
remodeling pembuluh darah. Ateroma yang sedang tumbuh tidak mengganggu
lumen arteri sampai beban plak aterosklerosis melebihi sekitar 40% area yang
diliputi oleh lamina elastika nterna. Karena itu, sepanjang perjalanannya, suatu
ateroma tidak akan menyebabkan stenosis yang dapat mengurangi perfusi darah
(loscalzo,joseph, 2015).
Stenosis yang menghambat aliran darah terbentuk di akhir perjalanan plak.
Kebanyak plak seperti ini menyebabkan gejala angina pektoris karena
peningkatan kebutuhan oksigen atau klaudikasio intermiten di ekstremitas
(loscalzo,joseph, 2015).

F. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko yang muncul dari penelitihan-penelitihan tersebut dapat
dibagi menjadi dua kategori : faktor risiko yang dapat diubah melalui gaya hidup

4
dan farmakoterapi, dan faktor risiko yang dapat diubah, seperti usia dan jenis
kelamin (loscalzo,joseph, 2015).

ANGINA STABIL

A. Anamnesis
Pasien menggeluhkan :
1. Nyeri dada konstruktif retrosternal yang dipicu karena pengerahan tenaga
2. Nyeri beberapa menit (<20 menit),pencernaan atau emosional stress
3. Nyeri hilang ketika istirahat atau setelah penggunaan nitrogliserin. Angina adalah
khas ketiga kriteria terpenuhi, atipikal ketika hanya dua kriteria yang hadir (michael,
2018).

B. Pemeriksaan Fisik
Tak ada hal-hal yang khusus/spesifik pada pemeriksaan fisik. Sering pemeriksaan fisik
normal pada kebanyakan pasien. Mungkin pemeriksaan fisik yang dilakukan waktu nyeri
dada dapat menemukannya adanya aritmia, gallop, bahkan murmur. Split S2 paradoksal,
ronki basah dibagian basal paru, yang menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti.
Penemuan adanya tanda-tanda aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A.carotis
aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/tibialis, LVH, xatoma, kelainan fundus mata
dan lain-lain, tentu amat membantu (AW, 2009).

C. Pemeriksaan laboratorium
tujuan penyelidikan penyelidikan laboratorium adalah untuk:
1. menetapkan faktor risiko cardiovaskuler (cv) (misalnya: kadar glukosa puasa, profil
lipid puasa, homocysteine, LP (a), ApoA, ApoB)
2. memberikan informasi yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab iskemia (mis.
Kadar hemoglobin)
3. tentukan prognosis (misalnya hs-CRP, serum creatinine) (mohd, 2010).

D. EKG
Ekg pada waktu istirahat

5
Dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah non kardiak. Bila angina
tidak tipikal, maka EKG ini hanya positif pada 50% pasien. Kelainan EKG 12 leads yang
khas adalah perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia miokardium. Akan tetapi
perubahan-perubahan lain ke arah faktor risiko seperti LVH dan adanya Q abnormal amat
bearti untuk diagnosis. Gambaran EKG lainnya tidak khas seperti aritmia, trifasikular
blok, dan sebagainya. EKG pasa saat nyeri dada dapat menambah kemungkinan
detemukannya kelainan yang sesuai dengan iskemia sampai 50% lagi. Walaupun EKG
istirahat masih normal. Depresi ST-T 1mm atau lebih merupakan pertanda iskemia yang
spesifik, sedangkan perubahan0perubahan lainnya seperti takikardia, BBB, fasikular
blok, dan lain-lain, apalagi yang kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula
untuk iskemia.

Ekg waktu aktivitas/latihan


penting sekali dilakukan pada pasien-pasien yang amat dicurigai, termasuk kelainan EKG
seperti BBB dan ST depresi ringan. Begitu pula pada pasien-pasien dengan angina
vasospastik; sedangkan pada pasien-pasien dengan kemungkinan iskeminya rendah,
LVH, minum obat digoksin, dengan ST depresi kurang dari 1 mm boleh saja dikerjakan.
Meskipun sebenarnya tidak terlalu perlu. Kontra indikasinya misalnya AMI kurang dari 2
hari, aritmia berat dengan hemodinamik terganggu, gagal jantung diseksi aorta.
Kontraindikasi relatif misalnya stenosis LM, AS moderate atau obstruksi “outflow”
lainnya, elektrolit abnormal, hipertensi sistolis >200 dan diastolis >100 mmHg, bradi atau
takiaritmia, kardiomiopati hipertrofi, UAP (kecuali yang sudah bebas nyeri), dan
gangguan yang menyuitkan tes ini (AW, 2009).

E. Stress test
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah indikasi utama untuk suatu ET (exercise test)
dalam kardiologi. Indikasi untuk ET diagnostik didasarkan pada probabilitas pretest dari
CAD. Probabilitas pretest klinis CAD dievaluasi berdasarkan pada usia, jenis kelamin
dan jenis nyeri yang terlibat (michael, 2018).

6
Pre-test probability of coronary heart disease

low intermediate high

Consider other disease

Exercise imaging stress NO Interpretable ECG


test
YES
NO
V
Pharmacological stress Ability to exercise Coronary angiography
test
YES

NO Maximal exercise

YES

Post-test probability

Low intermediat high


e

Severity criteria YES


Good prognosis
Exercise
If > 85% Imaging stress NO Medical
Predicted capacityif test treatment

(gambar 2.1) (michael, 2018)

7
ET adalah tes diagnosis lini pertama untuk CAD. Tes diagnosis diindikasikan ketika
elektrokardiogram tidak dapat ditafsirkan. Selama sindrom koroner akut, ET dapat
dilakukan setelah 6 jam timbulnya gejala. Asalkan variabel klinis, biologis, dan
elektrokardiografi tetap normal. Dalam kasus seperti itu atau dalam keadaan stabil
angina, kapasitas fungsional merupakan variabel utama untuk menentukan prognosis.
Selain itu, ET memungkinkan sebagai rehabilitasi jantung, ET dapat juga digunakan
sebagai alat skrining untuk menilai evolusi CAD,serta mengoptimalkan perawatan medis
nya (michael, 2018).
F. Arteriografi Koroner
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada pasien-pasien yang tetap pada APS kelas III-IV
meskipun telah mendapatkan terapi yang cukup, atau pasien-pasien dengan risiko tinggi
tanpa mempertimbangkan beratnya angina, serta pasien-pasien yang pulih dari serangan
aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac arrest, yang telah berhasil diatasi. Begitu pula
perlunya pemeriksaan ini pada pasien-pasien yang karakteristik klinisnya tergolong risiko
tinggi. Keterbatasan angiografi koroner misalnya ia tak dapat menentukan perubahan
fungsi miokardium berdasarkan stenosis koroner yang ada dan insensitif dalam
menenukan adanya trombus. Dan juga ia tidak dapat menunjukakan plak sklerosis yang
akan menyebabkan berkembangnya menjadi UAP, yang tergantung pada isi dan kapsul
plak tersebut (AW, 2009).

G. Prognosis
perkiraan data Eropa tingkat kematian CAD (coronary artery disease) untuk pria 17,6 per
1000 pasien/tahun antara usia 70-an dan 90-an. dalam Framingham Heart study, tingkat
insiden kematian selama 2 tahun pada MI (infark miokard) dan CAD yang tidak fatal
adalah 14,3% dan 5,5% pada pria dan 6,2% dan 3,8% pada wanita, masing-masing.
angka kematian tahunan dari uji klinis pada terapi anti angina dan revaskularisasi berkisar
antara 0,9-1,4%. Namun, penilaian progmosis adalah bagian intergral dari manajemen
pasien dengan SAP (stable angina pectoris) (mohd, 2010).

8
UNSTABLE ANGINA DAN NSTEMI
A. Definisi
infark miokard akut yang disebabkan oleh ketidak seimbangan secara tiba-tiba
antara permintaan dan pasokan oksigen yang disebabkan dari pecahnya plak pada
arteri koroner (nazzella, 2017).

B. Patofisiologi
Ruptur plak
Ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak
stabil. Sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari
pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau
kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan
kurang dari 70%. Plak aterosklerosis terdiri dari inti yang mengandung banyak
lemak dan pelindung jaringan fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri
dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofage.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul
pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang
dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous
cap). Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil (AW, 2009).

C. Gambaran klinis
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat
dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas
yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan seringkali
tidak ada yang khas (AW, 2009).

D. Diagnosis

9
Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan ECG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko
pasien angina tak stabil. Adanya depresi ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satutanda iskemi atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti deprsi
segmen ST kurang dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm,tidak
spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak
stabil 4% mempunyai ECG normal, dan pada NSTEMI 1-6% ECG juga normal
(AW, 2009).

Exercise test
pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan tanda
risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya
negatif maka prognosisnya baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih bila
didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner,untuk menilai keadaan pembuluh koronernya
apakah perlu tindakan revaskularisasi karena risiko terjadinya komplikasi
kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar (AW, 2009).

Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya iskemi miokardium (AW, 2009).

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut European Society of
Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I
positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian
bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk
diagnosis karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis
infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam
48 jam. Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka
panjang. Marker lain seperti amaloid A, interleukin-6 belum secara rutin dipakai
dalam diaknosis SKA (AW, 2009).

E. Stratifikasi Resiko dan Prognosis


Stratifikasi Resiko
80% pasien dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48 jam setelah diberi
terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini kemudian membutuhkan
pemeriksaan lebih lanjut dengan treadmill test atau ekokardiografi untuk pasien

10
membutuhkan pemeriksaan angiografi dan selanjutnya tindakan revaskularisasi.
Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai
angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya tidak
memakai obat anti angina, dan ECG normal atau tidak ada perubahan dari
sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya usia
masih muda. Risiko sedang bila ada angina yang baru dan makin berat,
didapatkan angina pada waktu istirahat. Risiko tinggi bila pasien mempunyai
angina waktu istirahat, angina berlangsung lama atau angina pasca infark;
sebelumnya sudah mendapatkan terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan
perubahan segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan troponin, dan ada keadaan
hemodinamik tidak stabil. Bila manifestasi iskemi datang kembali secara spontan
atau pada waktu pemeriksaan,maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila
pasien tetap stabil dan termasuk risiko tinggi yang membutuhkan tindakan invasif
segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi (AW, 2009).
prognosis
Pasien dengan NSTEMI yang menjalani rawat inap kateterisasi jantung diagnostik
telah sebanding dengan tingkat menjalani revaskularisasi. Pasien dengan
NSTEMI rawat inap yang mengalami operasi jantung kateterisasi memiliki
tingkat kematian di rumah sakit sekitar 6% sementara pasien yang tidak
mengalami kateterisasi jantung maka angka mortalitasnya sebesar 25% (nazzella,
2017).

F. Tatalaksana
Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit, sebaiknya di unit intensif koroner, pasien
perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen; pemberian morfin
atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah
mendapatkan nitrogliserin (AW, 2009).

Terapi medikamentosa
1. Obat anti iskemia
a. Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah
oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki
aliran darah kolateral. Dalam keadaan aku nitrogliserin atau isosorbid
dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang
diindonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara IV
dengan dosis 1-4mg per jam (AW, 2009).
b. Penyekat beta
Beta-bloker dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Semua

11
pasien dengan angina tak stabl harus diberi beta-bloker kecuali ada
kontradikasi. Berbagai macam beta-bloker seperti propanolol, metoprolol,
atenolol. Kontra indikasi pemberian beta-bloker antara lain pasien dengan
asma bronkial, pasien dengan bradiaritmia (AW, 2009).
2. Antagonis kalsium
Antagonis kalsium dibagi menjadi 2 golongan besar : golongan dihidropiridin
seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin seperti diltiazem dan
verapamil. Kedua golongan menyebabkan vasodilatasi koroner dan
penurunan tekanan darah (AW, 2009).
3. Obat antiagregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan angina tak
setabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga golongan obat anti
platelet seperti aspirin, tienopiridin, dan GP Hb/IIIa inhibitor telah terbukti
bermanfaat (AW, 2009).
4. Obat antitrombin
a. Unfractionated heparin
Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai rantai
polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan yang
berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin, akan bekerja
menghambat trombin dan faktor Xa. Heparin juga mengikat protein
plasma lain , sel darah, dan sel endotel, yang akan mempengaruhi
bioavailibilitas (AW, 2009).
5. Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu pertimbangan pada pasien dengan iskemi
berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada pasien dengan
penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila
disertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass dapat
memperbaiki harapan hidup, kualitas hidup, dan mengurangi masuknya
kembali ke rumah sakit (AW, 2009).

12
STEMI
A. Patofisiologi (ruptur plak)
Proses aterosklerotik dimulai ketika adanya luka pada sel endotel yang bersentuhan
langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi
kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri.
Penumpukan plaque yang semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri
perlahan-lahan mulai menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama
jaringan penghubung yang menutupi daerah ini berubah menjadi jaringan sikatrik, yang
mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plaque yang terbentuk dan
membuat lumen arteri mengecil. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang
waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis mengalami
fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis
sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Pada lokasi ruptur plaque, berbagai
agonis (kolagen, ADP epinefrin, dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya
akan memproduksi dan melepas tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Aktifitas trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor
VII dan X sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi
fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh
trombus sehingga menyebabkan aliran darah berhenti secara mendadak dan
mengakibatkan STEMI (darliana, n.d.)

B. Gambaran klinis
Sebuah riwayat nyeri dada atau ketidaknyamanan yang berlangsung 10-20 menit di
retrosternal atau kiri dengan gejala khas yang berhubungan dengan dispnea yang
terisolasi, serangan sinkop, malaise dan sesak napas (Mansoor, 2011).

C. Pemeriksaan fisik

13
sebagian besar pasien merasa cemas dan gelisah, berusaha menghilangkan nyeri dengan
bergerak-gerak diatas tempat tidur, mengubah posisi, dan melemaskan otot-otot, tetapi
sia-sia. Pasien biasanya tampak pucat, disertai dengan berkeringat dan ekstrimitas terasa
dingin. Nyeri dada substernum yang berlangsung >30 menit disertai dengan diaforesis
sangat kuat menunjukkan STEMI. Sekitar seperempat pasien dengan infark anterior
memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatis, dan hampir setengah pasien
dengan infark inferior menunjukkan terjadinya hiperaktivitas parasimpatis. Prekordium
biasanya tenang, dan impuls apeks mungkin sulit dipalpasi. Pada pasien-pasien dengan
infark dinding anterior, dapat teraba pulsasi sistolik yang abnormal di daerah periapeks
akibat penonjolan diskinetik miokardium yang infark dalam beberapa hari pertama
serangan yang kemudian dapat menghilang. Tanda-tanda fisik disfungsi ventrikel lainnya
meliputi adanya bunyi jatung keempat dan ketiga, penurunan intensitas bunyi jantung
pertama, dan terjadinya split paradoksikal bunyi jantung kedua. Murmur midsistolik atau
murmur sistolik akhir di apeks dapat muncul sementara akibat disfungsi aparatus katup
mitral. Pada banyak pasien dengan STEMI transmural, friction rub perikardium dapat
terdengar pada suatu waktu dalam perjalanan penyakitnya, bila pasien sering diperiksa.
Volume denyut karotis seringkali berkurang, menunjukkan berkurangnya stroke volume.
Selama seminggu pertama setelah terjadi STEMI transmural, suhu tubuh akan meningkat
hingga 38 derajat celcius . tekanan ateri dapat bervariasi; pada sebagian besar pasien
dengan infark transmural, tekanan sistolik turun sekitar 10-15 mmHg dari tekanan
sebelum infark (loscalzo,joseph, 2015).

D. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram
Pada awal perjalanan penyakitnya, oklusi total arteri koroner akan menyebabkan elevasi
segmen-ST. sebagian pasien yang awalnya memiliki elevasi segmen-ST pada akhirnya
akan memiliki gelombang Q pada EKG-nya (loscalzo,joseph, 2015).
Biomarker jantung dalam serum
Protein-protein tertentu, yang disebut biomarker jantung, dilepaskan dari otot jantung
yang mengalami nekrosis akibat STEMI. Kecepatan pelepasan setiap protein berbeda-
beda, tergantung lokasi intraselnya, berat molekulnya, serta aliran darah dan aliran
limfatik lokal. Biomarker jantung akan terdeteksi dalam darah perifer bila kemampuan
sistem limfatik jantung untuk membersihkan intertitium area infark telah mencapai batas
sehingga tumpah ke sirkulasi vena (loscalzo,joseph, 2015).
Pencitraan jantung
Kelainan gerakan dinding jantung hampir slalu terlibat pada pemeriksaan ekokardiografi
dua demensi. Meskipun ekokardiografi tidak dapat membedakan STEMI akut dengan
parut miokard lama atau dengan iskemia berat akut, kemudahan dan keamanan prosedur
pemeriksaan ini membuatnya menarik untuk digunakan sebagai alat skrining di unit
gawat darurat (loscalzo,joseph, 2015).

E. Tatalaksana :

14
a. Pre hospital
Prognosis STEMI sangat berkaitan dengan terjadinya dua kelompok utama
komplikasi : (1) komplikasi aritmia dan (2) komplikasi kegagalan pompa.
Sebagian besar kematian diluar rumah sakit akibat STEMI terjadi karena fibrilasi
ventrikel mendadak. Sebagian besar kematian akibat fibrilasi ventrikel terjadi
dalam 24 jam pertama setelah geala muncul, dan lebih dari setengahnya terjadi
dalam satu jam pertama. Oelh sebab itu, elemen utama perawatan pra rumah sakit
bagi pasien-pasien dengan kecurigaan STEMI harus meliputi (1) pengenalan
gejala oleh pasien sendiri dan pencarian pertolongan medis dengan segera; (2)
adanya bantuan cepat dari tim medis gawat darurat yang mampu melakukan
tindakan-tindakan resusitasi, termasuk defibrilasi; (3) transportasi pasien secara
pasien secara cepat dan efisien ke fasilitas rumah sakit yang slalu dijaga oleh
dokter dan perawat yang terlatih dalam menangani aritmia dan memberikan
bantuan hidup jantung lanjut, serta (4) terapi reperfusi yang cepat dan efisien
(loscalzo,joseph, 2015).

b. Penatalaksanaan di IRD
Diunit gawat darurat, tujuan penatalaksanaan pasien dengan kecurigaan STEMI
adalah mengontrol nyeri dada, mengindetifikasi pasien-pasien yang memerlukan
terapi reperfusi secara mendesak, triase pasien dengan risiko lebih rendah ke
lokasi yang tepat di rumah sakit, dan mencegah kesalahan memulangkan pasien
yang sebenarnya mengalami STEMI. Aspirin sangatlah penting dalam
penatalaksanaan pasien dengan kecurigaan STEMI dan efektif pada seluruh
spektrum sindrom koroner akut (loscalzo,joseph, 2015).
Kontrol nyeri
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman pada sebagian besar pasien
STEMI. Dosis 0.4 mg harus diberikan sampai tiga kali dengan interval 5 menit.
Selain mengurangi atau menghilangkan nyeri,nitrogliserin juga dapat menurunkan
kebutuhan oksigen dan meningkatkan suplai oksigen (loscalzo,joseph, 2015).

c. Coronary care units


Unit ini biasanya memiliki sistem yang memungkinkan dilakukannya pemantauan
trauma jantung secara kontinu pada stiap pasien dan pemantauan hemodinamik
pada pasien-pasien tertentu. Defibrilator, respirator, pacu jantung transtorakal
noninvasif, dan berbagai fasilitas untuk memasang pacing catheter dan flow
directed balloon tipped catheter biasanya tersedia juga. Yang sama pentingnya
adalah teroganisasinya timperawat yang sangat terlatih, yang dapat mengenali
aritmia; menyesuaikan dosis obat antiaritmia, vasoaktif, dan antikoagulan.; serta
melakukan resusitasi jantung, termasuk syok elektris, bila diperlukan
(loscalzo,joseph, 2015).

F. Farmakoterapi
Obat anti trombotik

15
untuk mempertahankan patensi arteri penyebab infark, bersamaan dengan strategi
reperfusi (loscalzo,joseph, 2015).
Beta-adrenoceptor blocker
Beta blocker diberikan IV secara akut dapat memperbaiki keseimbangan suplai-
kebutuhan O2 miokardium, mengurangi nyeri, mengurangi ukuran infark, dan
menurunkan insidens aritmia ventrikel yang serius (loscalzo,joseph, 2015).
Inhibisi sistem-renin –angiotensin-aldosteron
ACE inhibitor, mekanisme nya meliputi pembatasan remodeling ventrikel pasca infark
yang pada akhirnya menurunkan risiko CHF (loscalzo,joseph, 2015).

G. Komplikasi dan tatalaksananya


Komplikasi
a. Disfungsi ventrikel
b. Hipovolemia
c. Syok kardiogenik
d. Infark ventrikel kiri
e. Aritmia
f. Denyut prematur ventrikel (pvc)
g. Takikardi dan fibrilasi ventrikel
h. Aritmia supraventrikel (loscalzo,joseph, 2015).

Penatalaksanaan
Pada pasien yang stabil, uji stres olahraga submaksimal dapat dilakukan sebelum pulang
dari rumah sakit untuk mendeteksi sisa iskemia dan ektopi ventrikel dan untuk
memberikan pasien petunjuk olahraga yang dilakukan pada periode awal pemulihan
(loscalzo,joseph, 2015).

H. Prevensi sekunder
Obat antitrombosit setelah ISTEMI dapat menurunkan risiko infark rekuren, stroke, atau
mortalitas kardiovaskuler sebesar 25%. Ace inhibitor atau ARB, dan antagonis aldosteron
harus digunakan secara terus-menerus oleh pasien dengan tanda klinis gagal jantung,
penurunan sedang fraksi ejeksi global, atau kelainan gerak dinding dada regiona yang
luas untuk mencegah remodeling ventrikel tahap lanjut dan terjadi iskemik rekuren.
Penggunaan rutin beta bloker oral secara kronis selama 2 tahun pasca ISTEMI didukung
dengan uji klnis dan kontrol plasebo yang telah terlaksana dengan baik (loscalzo,joseph,
2015).

16
Daftar pustaka
AW, sudoyo, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V, v. ed. Interna Publishing,
jakarta.
darliana, devi, n.d. manajemen pasien ST elevasi miokardial infark (stemi). Univ. Syiah Kuala
1.
loscalzo,joseph, 2015. KARDIOLOGI DAN PEMBULUH DARAH, 2nd ed. EGC, JAKARTA.
Mansoor, aijaz, 2011. approach to STEMI and NSTEMI 59.
michael, dany, 2018. indication for excercise tests in cardiac diseases. Elsevier Masson SAS.
mohd, azani, 2010. clinical practice guidelines management of stable angina pectoris. ministry
of heakth malaysia, putrajaya.
nazzella, anthony, 2017. mortality rates and length of stay in patients with NSTEMI hospitalized
for noncardiac condition on surgical versus non nonsurgical services. Univ. N. C.

17

Anda mungkin juga menyukai