Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus


grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan
penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit
jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup
jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam reumatik akut dapat
menjadi persisten setelah episode akut telah mereda. Keterlibatan katup jantung
tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/ rheumatic heart disease
(RHD).5 (Beggs. S., et al, 2008).
Selain menyebabkan penyakit demam reumatik, Streptococcus beta
hemolyticus grup A juga dapat menyebabkan penyakit supuratif misalnya
faringitis, impetigo, selulitis, miositis, pneumonia, sepsis nifas dan penyakit non
supuratif yaitu glomerulonefritis akut. Setelah inkubasi 2-4 hari, invasi
Streptococcus beta hemolyticus grup A pada faring menghasilkan respon
inflamasi akut yang berlangsung 3-5 hari ditandai dengan demam, nyeri
tenggorok, malaise, pusing dan leukositosis. (Rilanto. LI, 2013) Pasien masih
tetap terinfeksi selama berminggu-minggu setelah gejala faringitis menghilang,
sehingga menjadi reservoir infeksi bagi orang lain. Kontak langsung per oral atau
melalui sekret pernafasan dapat menjadi media trasnmisi penyakit. Hanya
faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A saja yang dapat mengakibatkan
atau mengaktifkan kembali demam rematik. Lebih dari 60% penyakit demam
reumatik akan berkembang menjadi rheumatic heart disease atau penyakit jantung
rematik (PJR) (Abdul Majid, 2005) Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini
ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses
’autoimunne’ yang menyebabkan kerusakan jaringan. (Chakko. S. et al, 2001)
Sementara, prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara
pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
prevalensi penyakit jantung rematik berkisar antara 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak
sekolah (Soeroso. S, 1986). Sedangkan menurut data WHO 15.6 juta orang
menderita penyakit jantung rematik (PJR) di seluruh dunia. PJR menyebabkan
kematian sekitar 200.000 kematian dengan kejadian tertinggi pada umur 5-14
tahun, dengan pria 162 per 100.000 kematian dan wanita 228 per 100.000
kematian.1 Sebagai perbandingan, prevalensi penyakit jantung reumatik di
negara-negara Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2
kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah,
dan di India 51 kasus per 1000 anak usia sekolah.( Carapetis JR. Rheumatic heart

1
disease in Asia. Circulation [Internet]. 2008 [cited 2013 November 20];118:2748-
53. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.108.774307. 3. Bhava M, Panwar S,
Beniwal R, Panwar RB. High prevalence of rheumatic heart disease detected by
echocardiography in school children. Echocardiography [Internet]. 2010 [cited
2013 November 19];27(4):448-53. doi: 10.1111/j.1540-8175.2009.01055.x.) Di
negara berkembang lain seperti Zambia, prevalensi penyakit demam reumatik
dilaporkan 12,6 kasus per 1000 anak usia sekolah.( Periwal KL, Gupta PK, Khatri
PC, Raja S, Gupta R. Prevalence of rheumatic heart disease in school children in
Bikaner: an echocardiographic study. J Assoc Physicians India [Internet]. 2006
[cited 2013 November 20];54:279-82. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16944609)
Demam Rematik (DR) dan Penyakit Jantung Rematik (PJR) masih menjadi
penyebab penyakit kardiovaskular yang signifikan di dunia. Kejadian DR akut dan
PJR di negara industri menurun selama lima dekade terakhir, namun PJR ini
masih tetap menjadi masalah di negara industri dan negara berkembang hingga
permulaan abad ke-21 dengan efek yang buruk mengenai anak-anak dan dewasa
muda pada usia produktif. Dalam laporan World Health Organization (WHO)
Expert Consultation Geneva pada tahun 2001, pada tahun 1994 diperkirakan 12
juta penduduk dunia menderita DR dan PJR, dan paling tidak 3 juta diantaranya
menderita penyakit jantung kongestif. Pada tahun 2000, dilaporkan angka
kematian akibat PJR bervariasi di setiap negara, mulai dari 1,8 per 100.000
penduduk di Amerika hingga 7,6 per 100.000 penduduk di Asia Tenggara (WHO,
2004). Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia
lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat PJR merupakan akibat dari DR.
Berdasarkan laporan Leman, menurut pola etiologi penyakit jantung yang dirawat
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 1973-1977
didapatkan 31,4% pasien DR/PJR pada usia 10-40 tahun, dengan mortalitas
12,4% (Leman. S, 2009).
Penyebab demam reumatik adalah infeksi streptokokus grup A pada faring,
sedangkan infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau pioderma) tidak terbukti
menyebabkan demam reumatik akut. Streptokokus grup C dan G juga dapat
menyebabkan faringitis namun tidak menyebabkan demam reumatik akut.
Streptokokus grup A adalah patogen gram positif ekstraseluler yang merupakan
penyebab tersering faringitis dan terutama mengenai anak usia sekolah 5-15
tahun. Beberapa serotipe protein M seperti M tipe 1,3,5,6,14,18,19, dan 24 dari
Streptococcus pyogenes dihubungkan dengan infeksi tenggorokan dan demam
reumatik. Streptokokus grup A menyebabkan 15-30% kasus faringitis akut pada
pasien anak tetapi hanya 5-10% pada dewasa. (6. Cunningham MW. Pathogenesis
of group A streptococcal infections. Clin Microbiol Rev [Internet]. 2000 July
[cited December 6, 2013];13(3):470-511. Available from: http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC88944/ 7. Bisno Al, Gerber MA, Gwaltney JM, Kaplan
EL, Schwartz RH. Practice guidelines for the diagnosis and management of group
a streptococcal pharyngitis. Clin Infect Dis [Internet]. 2002 [cited December 6,
2013];35(2): 113-125. doi: 10.1086/340949) Kejadian PJR di negara maju sangat
kontras dibandingkan dengan kejadian di negara berkembang. Hal ini
dihubungkan dengan beberapa faktor, termasuk faktor sosioekonomi dan

2
lingkungan yang secara tidak langsung berperan dalam kejadian DR dan
PJR.Faktor-faktor yang terkait adalah keterbatasan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, kurangnya tenaga ahli yang menangani, status ekonomi, kepadatan
penduduk, status nutrisi, keadaan rumah, keadaan lingkungan dan rendahnya
kesadaran terhadap penyakit, yang dapat berdampak pada munculnya penyakit
DR/PJR di masyarakat di negara berkembang (WHO, 2004)
Dalam mengatasi permasalahan terkait dengan demam reumatik, ada
penatalaksanaan yang harus dilakukan
PENATALAKSANAAN

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan demam rematik (DR)?


2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan demam rematik (DR) ?
3. Bagaimana tanda dan gejala demam rematik (DR) ?
4. Bagaimana patofisiologi demam rematik (DR) ?
C. Manfaat Makalah
Makalah ini memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Untuk megetahui maksud dari demam rematik (DR)
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan demam rematik (DR)
3. Untuk mengetahui tnda dan gejala demam rematik (DR)
4. Untung mengetahui pathofisiologi demam rematik (DR)

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Demam Rematik

Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang


terjadi setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai faktor
predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi
endokardium dan miokardium melalui suatu proses ’autoimunne’ yang
menyebabkan kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan
perikardium. Valvulitis merupakan tanda utama reumatik karditis yang paling
banyak mengenai katup mitral (76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan
katup aorta (97%). Insidens tertinggi ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.
(World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO
Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29
October–1 November 2001.)

Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus


grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan
penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit
jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup
jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam reumatik akut dapat
menjadi persisten setelah episode akut telah mereda. Keterlibatan katup jantung

4
tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/ rheumatic heart disease
(RHD).5 (Beggs. S., et al, 2008)

Demam Rematik akut adalah penyakit inflamasi yang mengenai


jantung,sendi,sistem syarafpusat,dan jaringan subkutan. Akibat paling signifikan
dari Demam rematik adalah penyakit Jantung rematik (PJR) (Wong, dkk, 2008)

Demam reumatik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi streptokokus


grup A. Demam reumatik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan
penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Penyakit
jantung reumatik adalah lanjutan dari demam reumatik akut. Kerusakan katup
jantung, khususnya katup mitral dan aorta setelah demam reumatik akut dapat
menjadi persisten setelah episode akut telah mereda. Keterlibatan katup jantung
tersebut dikenal cepat kembali normal, pasien tidak mengalami demam diisertai
menggigil ataupun demam dengan keringat malam5( Alyssa Fairudz Shiba dan
Roro Rukmi, 2017) (Almazini P. Antibiotik untuk pencegahan
demam reumatik akut dan penyakit jantungreumatik. CDK.
2014; 41(7):497501. )
Jadi, dari ketiga pendapat diatas kami menyimpylkan jika Demam Rematik
adalah penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi
Streptococcus grup A yang menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit
yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Kelanjutan Demam
Rematik yang terjadi menyebabkan penyakit jantung rematik.
B. ETIOLOGI
Penyebab demam reumatik adalah infeksi streptokokus grup A
pada faring, sedangkan infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau
pioderma) tidak terbukti menyebabkan demam reumatik akut.
Streptokokus grup C dan G juga dapat menyebabkan faringitis namun
tidak menyebabkan demam reumatik akut. Streptokokus grup A adalah
patogen gram positif ekstraseluler yang merupakan penyebab tersering
faringitis dan terutama mengenai anak usia sekolah 5-15 tahun. Beberapa
serotipe protein M seperti M tipe 1,3,5,6,14,18,19, dan 24 dari
Streptococcus pyogenes dihubungkan dengan infeksi tenggorokan dan
demam reumatik. Streptokokus grup A menyebabkan 15-30% kasus
faringitis akut pada pasien anak tetapi hanya 5-10% pada dewasa. (6.
Cunningham MW. Pathogenesis of group A streptococcal infections. Clin

5
Microbiol Rev [Internet]. 2000 July [cited December 6, 2013];13(3):470-
511. Available from: http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC88944/ 7. Bisno Al, Gerber MA, Gwaltney JM,
Kaplan EL, Schwartz RH. Practice guidelines for the diagnosis and
management of group a streptococcal pharyngitis. Clin Infect Dis
[Internet]. 2002 [cited December 6, 2013];35(2): 113-125. doi:
10.1086/340949)
Streptococcus β-hemolyticus grup A merupakan agen pencetus
yang menyebabkan terjadinya demam reumatik akut. Selain faktpr
organisme, berikut ini ada beberapa faktor predesposisi penyebab demam
rematik, antara lain :

1. Terdapat riwayat demam reumatik dalam keluarga

2. Umur

DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2
tahun.

3. Keadaan sosial

Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan
buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta
kesehatan yang kurang baik.

4. Serangan demam rematik sebelumnya.

Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus


grup A sering terjadi pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.

C. MANIFESTASI KLINIS

Rheumatic fever merupakan penyakit sistemik, pasien rheumatic fever


menunjukan keluhan yang bervariasi. Gambaran klinis pada rheumatic fever
bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi yang muncul
dapat tunggal atau merupakan gabungan beberapa sistem organ yang terlibat.
Sebanyak 70% remaja dan dewasa muda pernah mengalami sakit tenggorok 1-
5 minggu sebelum muncul rheumatic fever dan sekitar 20% anak-anak

6
menyatakan pernah mengalami sakit tenggorokan. Untuk diagnosis rheumatic
fever digunakan kriteria Jones yang pertama kali diperkenalkan pada tahun
1965, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali. Kriteria ini membagi
gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestas
i mayor dan minor. (Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Philadelpia: Elsevier Inc. 2010.)

Kriteria Jones (1965) digunakan untuk membuat diagnosis demam


reumatik.

Kriteria Mayor* Kriteria Minor

KarditisPoliartritis
migrans DemamArtralgia

Eritema marginatum Kenaikan reaktan fase


akut (LED, PCR)
Khorea
Interval P-R
Nodulus Subkutan memanjang pada EKG

Plus

Bukti adanya infeksi streptococcus grup A


sebelumnya

* Dua kriteria mayor atau satu criteria mayor dan dua kriteria minor plus bukti
adanya infeksi streptococcus sebelumnya, dan sangat mungkin menunjukkan
demam reumatik.

1. Kriteria Mayor

1. Karditis

Karditis adalah satu-satunya sisa demam reumatik akut yang mengakibatkan


perubahan kronik. Karditis berupa peradangan aktif endokardium, miokardium,
dan perikardium. Bila mengenai ketiga-tiganya disebut pankarditis. Gejala dini
karditis adalah pucat, lesu, dan cepat lelah. Karditis merupakan gejala mayor
terpenting karena karditis akan meninggalkan gejala sisa berupa kerusakan katup
jantung (dapat sembuh sempurna tetapi meninggalkan kelainan katup yang
menetap). Karditis demam reumatik mungkin ringan atau amat berat,
menyebabkan gagal jantung yang berlarut-larut. Penderita ini biasanya mengalami

7
keterlibatan miokardium dan insufisiensi katup yang berarti. Karditis terjadi pada
40-80% penderita demam reumatik.

Gejala Karditis :

a) Bunyi jantung pertama yang melemah dan terdengar irama derap

b) Terdengarnya bising sistolik apikal, bising mid-diastolik (keduanya disebut


bising Carey Coombs)

c) Kardiomegali yang diketahui dari pemeriksaan fisik maupun foto polos


dada.

d) Perikarditis dengan keluhan nyeri dada, didapatkannyafriction rub. Ada efusi


perikardium dapat diketahui dari EKG, foto dada dan ekokardiogram.

e) Adanya gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.

f) Gambaran EKG pada DR/PJR dapat menunjukkan berbagai kelainan sesuai


dengan kelainan jantungnya. Tetapi tidak jarang mula-mula EKG normal, baru
terlihat kelainan setelah diulang, Pemeriksaan foto rontgen dada membantu dalam
menegakkan diagnosis.

2. Poliartritis migrans

Berupa peradangan sendi lebih dari satu, bersama-sama atau berganti-gantian dan
berpindah-pindah. Terutama menyerang sendi besar; siku, lutut, pergelangan kaki,
dan pergelangan tangan dengan tanda-tanda radang (bengkak, merah, panas
sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi). Rasa nyeri begitu hebat sampai
jika tersentuh sedikit, pasien tidak tahan. Poliartritis tidak menyebabkan penyakit
sendi kronis. Sesudah diberikan antiradang, artritis mungkin hilang dalam 12-24
jam. Jika tidak diobati, artritis dapat menetap selama seminggu atau lebih. Derajat
artritis tidak ada hubungan dengan beratnya karditis.

3. Khorea Sydenham

Khorea sydenham atau korea minor atau St Vitus` dancesuatu bagian unik sindrom
demam reumatik, terjadi jauh lebih lambat daripada manifestasi lain. Periode laten
pasca-faringitis streptococcus dapat selama beberapa bulan, dan gerakan sering
amat sukar utnuk dideteksi pada permulaannya. Khorea merupakan gerakan cepat,
bilateral, tidak terkendali, dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini
sering dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas. Korea dapat terjadi
pada stadium aktif maupun stadium inaktif dan 5% kasus DR merupakan gejala
tunggal. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa manifestasi lainnya.

Gambaran klinis khorea :

8
a) Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstrimitas, muka dan kerangka
tubuh. Gerakan hanya dapat diatasi sementara, dapat dibangkitkan atau diperhebat
oleh emosi dan menghilang pada waktu tidur. Indikasi pertama anak sering
menjatuhkan barang atau tulisan mendadak menjadi buruk. Gerakan terasa khas
jika berjabatan tangan. Dapat terjadi gangguan bicara atau gerakan-gerakan otot
muka yang disebut society smile. Jika lidah dijulurkan akan terlihat tremor.
Terdapat kelainan refleks patela, jika diketuk dan terjadi pada saat bersamaan
dengan gerakan khorea, tungkai perlahan-lahan kembali ke posisi semula.

b) Hipotonia akibat kelemahan otot

Terlihat khas dengan tangan yang lurus sedangkan pergelangan tangan sedikit
fleksi dan sendi metakarpofalangeal dalam hiperekstensi. Jika hipotonia hebat
anak tidak dapat berdiri.

c) Inkoordinasi gerakan dapat terlihat jelas atau samar-samar, dapat dilihat


jika anak disuruh mengambil uang logam yang dijatuhkan, maka akan mengalami
kesulitan.

d) Gangguan emosi hampir selalu ada bahkan merupakan gejala dini. Anak
menjadi murung,mudah tersinggung, kelihatan bingung.

4. Eritema Marginatum

Ruam unik yang ditemukan pada penderita demam reumatik merupakan


manifestasi mayor lain yang susah didiagnosis. Eritema ini sangat jarang terjadi.
Walaupun pada awal penyakit eritema ini mungkin nampak sebagai makula merah
muda non-spesifik yang biasanya ditemukan pada badan, berbentuk cincin pucat
di tengahnya, pinggirnya berbatas tegas, tidak gatal tanpa indurasi, berpindah-
pindah terutama di dada dan ekstrimitas (tidak pernah dimuka). Sering terjadi
pada wanita dengan karditis kronis.

5. Nodulus Subkutan

Berupa benjolan kecil yang terletak di bawah kulit, tidak keras dan tidak terasa
sakit, mudah digerakkan, berukuran 3-10 mm. Umumnya terdapat pada daerah
ekstensor persendian terutam di siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah
oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakilis dan lumbalis. Nodul ini
timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik. Dengan steroid
nodul subkutan cepat menghilangkan. Nodul subkutan sering dianggap sebagai
tanda prognosis yang buruk karena sering disertai karditis berat.

2. Kriteria Minor

Manifestasi minor jauh kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat


diagnosis demam reumatik. Kriteria minor ini meliputi :

1. Demam

9
Demam mungkin ada, biasanya tidak lebih tinggi dari 101° F atau 102°F. Demam
yang tinggi memerlukan evaluasi ulang yang teliti dan pertimbangan lain.

2. Artralgia

Artralgia muncul jika penderita merasa tidak enak pada sendi ketika tidak ada
tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat) pada pemeriksaan fisik.

3. Reaktan fase akut seperti LED atau protein C-Reaktif

LED dan Protein C-Reaktif mungkin naik. Uji ini mungkin naik untuk masa
waktu yang lama (berbulan-bulan) dan digunakan sebagai pedoman untuk
mengubah dosis obat-obat antiinflamasi.

4. Pemajangan interval P-R pada EKG

Ini juga termasuk pada kriteria minor, dan merupakan tanda non spesifik.

D. PATOFISIOLOGI
Demam rematik berkembang pada beberapa anak dan remaja setelah
faringitis dengan streptokokus beta-hemolitik grup A (yaitu Streptococcus
pyogenes ). Organisme menempel pada sel-sel epitel dari saluran pernapasan
bagian atas dan menghasilkan baterai enzim yang memungkinkan mereka untuk
merusak dan menyerang jaringan manusia. Setelah masa inkubasi 2-4 hari,
organisme penyerang menimbulkan respons inflamasi akut dengan 3-5 hari sakit
tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala , dan peningkatan jumlah leukosit.
Dalam 0,3-3% kasus, infeksi menyebabkan demam rematik beberapa
minggu setelah sakit tenggorokan telah teratasi. Hanya infeksi pharynx yang telah
ditunjukkan untuk memulai atau mengaktifkan kembali demam rematik.
Organisme menyebar melalui kontak langsung dengan cairan mulut atau
pernafasan, dan penyebaran ditingkatkan oleh kondisi hidup yang padat. Pasien
tetap terinfeksi selama berminggu-minggu setelah resolusi gejala faringitis dan
dapat berfungsi sebagai reservoir untuk menginfeksi orang lain.
Pengobatan penicillin mempersingkat perjalanan klinis dari faringitis
streptokokus dan, yang lebih penting, efektif dalam mengurangi kejadian sekuele
mayor. Apabila Demam rematik yang terjadi pada anak tidak berlangsung secara

10
terus menerus (akut) maka tidak menyebabkan jantung rematik. Namun, Demam
rematik yang terjadi pada anak berlangsung secara terus menerus (kronis) dapat
menyebabkan resiko terjadinya jantung rematik atau kelainan katup jantung.
Pada Demam rematik kronis lama-kelamaan terbentuk jaringan parut yang
mengakibatkan adanya inflamasi pada jantung. Inflamasi yang terjadi pada
jantung mengakibatkan bengkoknya katup jantung,dengan bengkoknya katup
tersebut akan menimbulkan edema yang mengakibatkan obstruksi pembuluh
darah jantung. Adanya obstruksi tersebut tentunya akan menganggu aliran darah

E. PATHWAY

Bakteri Streptococcus Beta Hemolyticus group A

Menginfeksi tenggorokan

Sel B memproduksi antibody anti streptococcus

Reaksi antigen antibody

Demam Rematik

Sterptococcus menghasilkan enzim

Enzim merusak katup jantung

Penyakit katup jantung

11
Akut Kronis

Demam terbentuk jaringan parut


Menggigil reaksi inflamasi

Jantung
Peningkatan suhu
tubuh
Katup membengkok

Mk : Hipertermi
Edema pada jantung

Obstruksi pembuluh darah


jantung

Mk : penurunan curah jantung

Mk : penurunan curah jantung

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
(Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Philadelpia: Elsevier Inc. 2010.)

12
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah
:

a. Pemeriksaan Laboratorium

- Reaktan Fase Akut Merupakan uji yang menggambarkan radang jantung


ringan. Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan leukosistosis
terutama pada fase akut/aktif, namun sifatnya tidak spesifik. Marker inflamasi
akut berupa Creactive protein (CRP) dan laju endap darah (LED). Peningkatan
laju endap darah merupakan bukti non spesifik untuk penyakit yang aktif.
Pada rheumatic fever terjadi peningkatan LED, namun normal pada pasien
dengan congestive failure atau meningkat pada anemia. CRP merupakan
indikator dalam menetukan adanya jaringan radang dan tingkat aktivitas
penyakit. CRP yang abnormal digunakan dalam diagnosis rheumatic fever
aktif. 8

- Rapid Test Antigen Streptococcus Pemeriksaan ini dapat mendeteksi


antigen bakteri Streptococcus grup A secara tepat dengan spesifisitas 95 %
dan sensitivitas 60-90 %.4 - Pemeriksaan Antibodi Antistreptokokus Kadar
titer antibodi antistreptokokus mencapai puncak ketika gejala klinis rheumatic
fever muncul. Tes antibodi antistreptokokus yang biasa digunakan adalah
antistreptolisin O/ASTO dan antideoxyribonuklease B/anti DNase B.
Pemeriksaan ASTO dilakukan terlebih dahulu, jika tidak terjadi peningkatan
akan dilakukan pemeriksaan anti DNase B. Titer ASTO biasanya mulai
meningkat pada minggu 1, dan mencapai puncak minggu ke 3-6 setelah
infeksi. Titer ASO naik > 333 unit pada anak-anak, dan > 250 unit pada
dewasa. Sedangkan anti-DNase B mulai meningkat minggu 1-2 dan mencapai

10

puncak minggu ke 6-8. Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak
prasekolah dan 1 : 480 unit anak usia sekolah. 4

13
- Kultur tenggorok Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada
tidaknya streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila
gejala rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul.4

b. Pemeriksaan Radiologi dan Pemeriksaan Elektrokardiografi Pada


pemeriksaan radiologi dapat mendeteksi adanya kardiomegali dan kongesti
pulmonal sebagai tanda adanya gagal jantung kronik pada karditis. Sedangkan
pada pemeriksaan EKG ditunjukkan adanya pemanjangan interval PR yang
bersifat tidak spesifik. Nilai normal batas atas interval PR uuntuk usia 3-12
tahun = 0,16 detik, 12-14 tahun = 0,18 detik , dan > 17 tahun = 0,20 detik. 4

c. Pemeriksaan Ekokardiografi Pada pasien RHD, pemeriksaan ekokardiografi


bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai derajat insufisiensi/stenosis
katup, efusi perikardium, dan disfungsi ventrikel. Pada pasien rheumatic fever
dengan karditis ringan, regurgitasi mitral akan menghilang beberapa bulan.
Sedangkan pada rheumatic fever dengan karditis sedang dan berat memiliki
regurgitasi mitral/aorta yang menetap. Gambaran ekokardiografi terpenting
adalah dilatasi annulus, elongasi chordae mitral, dan semburan regurgitasi
mitral ke posterolateral. 4

G. PENATALAKSANAAN

Medis

Dasar pengobatan demam reumatik terdiri dari :

1. Istirahat

Bergantung pada ada tidaknya dan berat serta ringannya karditis.

2. Eradikasi kuman streptokokus

Untuk negara berkembang WHO menganjurkan penggunaan benzatin penisilin. Bila alergi
terhadap penisilin digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2 kali sehari selama 10 hari.

3. Penggunaan obat anti inflamasi bergantung pada terdapatnya dan beratnya karditis.
Prednison hanya digunakanpada kaeditis dengan kardiomegali atau gagal jantung.

14
4. Pengobatan suportif, berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama vitamin
C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan dan medikamentosa gagal,
perlu dipertimbangkan tindakan operasi pembetulan katup jantung.

Demam reumatik mempunyai kecenderungan untuk terjadi serangan ulang, maka perlu
diberikan pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder), dengan memberikan benzatin
penisilin oral 2 x 200.000 U/hari. Jika alergi terhadap obat tersebut dapat diberikan
sulfadiazin 1000 mg/hari untuk anak 12 tahun ke atas, dan 500 mg/hari untuk anak 12
tahun ke bawah. Lama pemberian profilaksis sekunder bergantung pada ada tidaknya dan
beratnya karditis. Bagi yang berada di dalam lingkungan yang mudah terkena infeksi
streptococcus dianjurkan pemberian profilaksis seumur hidup. Keberhasilan pengobatan
sangat tergantung pasien dan orang tuanya. Oleh karena itu, penyuluhan terhadap pasien
dan orang tua merupakan bagian terpenting terutama penjelasan keadaan pasien dan
ketaatan melaksanakan profilaksis sekunder.

Penanganan demam reumatik adalah sebagai berikut :

1. Artritis tanpa kardiomegali

Istirahat baring 2 minggu, rehabilitasi 2 minggu, obat-obatan antiinflamasi, eradikasi dan


profilaksi. Anak dapat beraktivitas setelah 4 minggu perawatan.

2. Artritis + karditis tanpa kardiomegali

Tirah baring 4 minggu, mobilisasi bertahap selama 4 minggu, pengobatan. Anak dapat
beraktivitas setelah 8 minggu perawatan.

3. Karditis + kardiomegali
Tirah baring 6 minggu, mobilisasi 6 minggu, pengobatan. Anak dapat beraktivitas setelah 12
minggu perawatan, namun olahraga terbatas dan hindari olahraga berat dan kompetitif.

4. Karditis + kardiomegali + gagal jantung

Tirah baring selama ada gagal jantung, mobilisasi bertahap selama 12 minggu, pengobatan
Anak dapat beraktivitas setelah 12 minggu perawatan dan gagal jantung teratasi, olahraga
dilarang.

Keperawatan

a. Memeriksa adanya tanda-tanda gagal jantung pada pasien

1) Pasien mengeluh cepat lelah jika melakukan kegiatan fisik.

2) Terdapat sesak napas pada malam hari atau jika berbaring tanpa bantal, dan akan
menghilang jika duduk.

3) Terdapat oliguria dan nocturia

4) Berat badan meningkat relatif dalam waktu singkat

5) Gelisah

6) Banyak keringat

15
7) Ekstrimitas dingin, sianosis perifer maupun sentral

8) Takikardia, takipnea (napas cepat dan dangkal)

b. Membantu pasien untuk melakukan mobilisasi bertahap

c. Membantu menimbulkan nafsu makan pada pasien

d. Mengurangi resiko terjadinya komplikasi

e. Menjaga lingkungan agar tetap nyaman untuk pasien

f. Memberikan dorongan kepada pasien untuk beraktivitas normal.

g. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien orang tua mengenai :

1) Kebersihan lingkungsn

2) Perlunya anak dibawa berobat ke Puskesmas/dokter

3) Perubahan psikososial yang terjadi pada anak

4) Perawatan anak selama di rumah

5) Memerlukan pengobatan yang lama

H. KOMPLIKASI
Menurut Suryadi dan Yuliani (2006), komplikasi dari Demam Rematik
antara lain Karditis,Penyakit Jantung Rematik,Gagal Jantung.

Penyakit jantung rematik adalah komplikasi terberat dari DRAdan merupakan


penyebab terbesar dari mitral stenosis dan insufisiensi di dunia. Beberapa
variabel yang mempengaruhi beratnya kerusakan katub antara lain jumlah
serangan DRAsebelumnya, lama antara onset dengan pemberian terapi, dan
jenis kelamin (penyakit ini lebih berat pada wanita dibandingkan pria).
Insufisensi katub akibat DRAakan sembuh pada 60-80% penderita yang
menggunakan profilaksis antibiotik.3-8

I. PENCEGAHAN

1. Pencegahan Primer8
Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup
A, penderita dengan faringitis bakterial dan hasil test positif untuk
streptokokus grup A harus diterapi sedini mungkin pada fase
supuratif. Obat yang diberikan adalah penicillin oral diberikan
selama 10 hari, atau benzathine penicilin untk intravena.

Terapi awal pada faringitis disebabkan streptokokus grup A8

16
Antibiotik Dosis Frekuensi Durasi Keterangan
Benzathine
Penisilin G
(anak) 600.000 U IM
bila bb < 27 kg
1 kali Hanya saat akut Mengurangi
masalah
kepatuhan
13
(dws) 1.2 Juta unit IM
atau anak bb>27 kg
1 kali
Penisilin V (anak) 250 mg po
(dws) 500mg po
2-3
kali/hari
2-3
kali/hari
10 hari
Amoxicillin 500 mg po 3 kali/hari 10 hari
Cephalosporin
atau
Erythromisin
Bervariasi sesuai obat Bervariasi
sesuai obat
10 hari Eritromisin bila alergi penisilin

2. Pencegahan sekunder8
Pencegahan sekunder diberikan segera setelah pencegahan primer. Metode
terbaik
untuk mencegah infeksi berulang adalah benzatin penicilin (iv) yang diberikan
terus
menerus setiap 4 minggu, dan pada daerah endemik disarankan setiap 3 minggu.
Pemberian parenteral lebih disukai karena kepatuhan lebih baik dibandingkan
pemberian
oral 2x/hari, dan pemberian oral dianjurkan untuk pasien resiko rendah untuk
infeksi
berulang.

Pencegahan sekunder pada penderita yang sudah diketahui demamrematik8


Antibiotik Dosis Frekuensi Keterangan
Benzathine penisilin
G
(anak) 600.000 U IM
bila bb < 27 kg
(dws) 1.2 Juta unit IM
atau anak bb >27 kg
Setiap 3-4minggu
Setiap 3-4minggu
Mengurangi masalah
kepatuham

17
Penisilin V 250 mg po 2x/hari
Eritromisin 250 mg po 2x/hari Alternatif pasien yang
alergi penisilin
Silfonamides 1 gram po Setiap hari Alternatif pasien yang
J. PENGKAJIAN
Menurut Donna L. Wong (2003) :
1. Lakukan pengkajian fisik rutin
2. Dapatkan riwayat kesehatan khususnya mengenai bukti-bukti infeksi
streptokokus antesenden
3. Observasi adanya manifestasi demam rematik
4. Demam ringan , biasanya memuncak di sore hari
5. Epitaksis tidak dapat dijelaskan
6. Nyeri abdomen
7. Kelemahan
8. Keletihan
9. Pucat
10. Kehilangan nafsu makan
11. Penurunan berat badan

K. DIAGNOSA
L. INTERVENSI
M. KRITERIA EVALUASI

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

\’

19

Anda mungkin juga menyukai