PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
disease in Asia. Circulation [Internet]. 2008 [cited 2013 November 20];118:2748-
53. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.108.774307. 3. Bhava M, Panwar S,
Beniwal R, Panwar RB. High prevalence of rheumatic heart disease detected by
echocardiography in school children. Echocardiography [Internet]. 2010 [cited
2013 November 19];27(4):448-53. doi: 10.1111/j.1540-8175.2009.01055.x.) Di
negara berkembang lain seperti Zambia, prevalensi penyakit demam reumatik
dilaporkan 12,6 kasus per 1000 anak usia sekolah.( Periwal KL, Gupta PK, Khatri
PC, Raja S, Gupta R. Prevalence of rheumatic heart disease in school children in
Bikaner: an echocardiographic study. J Assoc Physicians India [Internet]. 2006
[cited 2013 November 20];54:279-82. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16944609)
Demam Rematik (DR) dan Penyakit Jantung Rematik (PJR) masih menjadi
penyebab penyakit kardiovaskular yang signifikan di dunia. Kejadian DR akut dan
PJR di negara industri menurun selama lima dekade terakhir, namun PJR ini
masih tetap menjadi masalah di negara industri dan negara berkembang hingga
permulaan abad ke-21 dengan efek yang buruk mengenai anak-anak dan dewasa
muda pada usia produktif. Dalam laporan World Health Organization (WHO)
Expert Consultation Geneva pada tahun 2001, pada tahun 1994 diperkirakan 12
juta penduduk dunia menderita DR dan PJR, dan paling tidak 3 juta diantaranya
menderita penyakit jantung kongestif. Pada tahun 2000, dilaporkan angka
kematian akibat PJR bervariasi di setiap negara, mulai dari 1,8 per 100.000
penduduk di Amerika hingga 7,6 per 100.000 penduduk di Asia Tenggara (WHO,
2004). Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia
lebih tinggi dari angka tersebut, mengingat PJR merupakan akibat dari DR.
Berdasarkan laporan Leman, menurut pola etiologi penyakit jantung yang dirawat
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.M. Djamil Padang tahun 1973-1977
didapatkan 31,4% pasien DR/PJR pada usia 10-40 tahun, dengan mortalitas
12,4% (Leman. S, 2009).
Penyebab demam reumatik adalah infeksi streptokokus grup A pada faring,
sedangkan infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau pioderma) tidak terbukti
menyebabkan demam reumatik akut. Streptokokus grup C dan G juga dapat
menyebabkan faringitis namun tidak menyebabkan demam reumatik akut.
Streptokokus grup A adalah patogen gram positif ekstraseluler yang merupakan
penyebab tersering faringitis dan terutama mengenai anak usia sekolah 5-15
tahun. Beberapa serotipe protein M seperti M tipe 1,3,5,6,14,18,19, dan 24 dari
Streptococcus pyogenes dihubungkan dengan infeksi tenggorokan dan demam
reumatik. Streptokokus grup A menyebabkan 15-30% kasus faringitis akut pada
pasien anak tetapi hanya 5-10% pada dewasa. (6. Cunningham MW. Pathogenesis
of group A streptococcal infections. Clin Microbiol Rev [Internet]. 2000 July
[cited December 6, 2013];13(3):470-511. Available from: http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC88944/ 7. Bisno Al, Gerber MA, Gwaltney JM, Kaplan
EL, Schwartz RH. Practice guidelines for the diagnosis and management of group
a streptococcal pharyngitis. Clin Infect Dis [Internet]. 2002 [cited December 6,
2013];35(2): 113-125. doi: 10.1086/340949) Kejadian PJR di negara maju sangat
kontras dibandingkan dengan kejadian di negara berkembang. Hal ini
dihubungkan dengan beberapa faktor, termasuk faktor sosioekonomi dan
2
lingkungan yang secara tidak langsung berperan dalam kejadian DR dan
PJR.Faktor-faktor yang terkait adalah keterbatasan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, kurangnya tenaga ahli yang menangani, status ekonomi, kepadatan
penduduk, status nutrisi, keadaan rumah, keadaan lingkungan dan rendahnya
kesadaran terhadap penyakit, yang dapat berdampak pada munculnya penyakit
DR/PJR di masyarakat di negara berkembang (WHO, 2004)
Dalam mengatasi permasalahan terkait dengan demam reumatik, ada
penatalaksanaan yang harus dilakukan
PENATALAKSANAAN
B. Rumusan Masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
tersebut dikenal dengan penyakit jantung reumatik/ rheumatic heart disease
(RHD).5 (Beggs. S., et al, 2008)
5
Microbiol Rev [Internet]. 2000 July [cited December 6, 2013];13(3):470-
511. Available from: http://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pmc/articles/PMC88944/ 7. Bisno Al, Gerber MA, Gwaltney JM,
Kaplan EL, Schwartz RH. Practice guidelines for the diagnosis and
management of group a streptococcal pharyngitis. Clin Infect Dis
[Internet]. 2002 [cited December 6, 2013];35(2): 113-125. doi:
10.1086/340949)
Streptococcus β-hemolyticus grup A merupakan agen pencetus
yang menyebabkan terjadinya demam reumatik akut. Selain faktpr
organisme, berikut ini ada beberapa faktor predesposisi penyebab demam
rematik, antara lain :
2. Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2
tahun.
3. Keadaan sosial
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan
buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta
kesehatan yang kurang baik.
C. MANIFESTASI KLINIS
6
menyatakan pernah mengalami sakit tenggorokan. Untuk diagnosis rheumatic
fever digunakan kriteria Jones yang pertama kali diperkenalkan pada tahun
1965, dan kemudian dimodifikasi beberapa kali. Kriteria ini membagi
gambaran klinis menjadi dua, yaitu manifestas
i mayor dan minor. (Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran
Pathologic Basis of Disease. Philadelpia: Elsevier Inc. 2010.)
KarditisPoliartritis
migrans DemamArtralgia
Plus
* Dua kriteria mayor atau satu criteria mayor dan dua kriteria minor plus bukti
adanya infeksi streptococcus sebelumnya, dan sangat mungkin menunjukkan
demam reumatik.
1. Kriteria Mayor
1. Karditis
7
keterlibatan miokardium dan insufisiensi katup yang berarti. Karditis terjadi pada
40-80% penderita demam reumatik.
Gejala Karditis :
2. Poliartritis migrans
Berupa peradangan sendi lebih dari satu, bersama-sama atau berganti-gantian dan
berpindah-pindah. Terutama menyerang sendi besar; siku, lutut, pergelangan kaki,
dan pergelangan tangan dengan tanda-tanda radang (bengkak, merah, panas
sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi). Rasa nyeri begitu hebat sampai
jika tersentuh sedikit, pasien tidak tahan. Poliartritis tidak menyebabkan penyakit
sendi kronis. Sesudah diberikan antiradang, artritis mungkin hilang dalam 12-24
jam. Jika tidak diobati, artritis dapat menetap selama seminggu atau lebih. Derajat
artritis tidak ada hubungan dengan beratnya karditis.
3. Khorea Sydenham
Khorea sydenham atau korea minor atau St Vitus` dancesuatu bagian unik sindrom
demam reumatik, terjadi jauh lebih lambat daripada manifestasi lain. Periode laten
pasca-faringitis streptococcus dapat selama beberapa bulan, dan gerakan sering
amat sukar utnuk dideteksi pada permulaannya. Khorea merupakan gerakan cepat,
bilateral, tidak terkendali, dan tanpa tujuan. Sering disertai kelemahan otot. Hal ini
sering dijumpai pada anak wanita sebelum masa pubertas. Korea dapat terjadi
pada stadium aktif maupun stadium inaktif dan 5% kasus DR merupakan gejala
tunggal. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa manifestasi lainnya.
8
a) Gerakan-gerakan tidak terkendali pada ekstrimitas, muka dan kerangka
tubuh. Gerakan hanya dapat diatasi sementara, dapat dibangkitkan atau diperhebat
oleh emosi dan menghilang pada waktu tidur. Indikasi pertama anak sering
menjatuhkan barang atau tulisan mendadak menjadi buruk. Gerakan terasa khas
jika berjabatan tangan. Dapat terjadi gangguan bicara atau gerakan-gerakan otot
muka yang disebut society smile. Jika lidah dijulurkan akan terlihat tremor.
Terdapat kelainan refleks patela, jika diketuk dan terjadi pada saat bersamaan
dengan gerakan khorea, tungkai perlahan-lahan kembali ke posisi semula.
Terlihat khas dengan tangan yang lurus sedangkan pergelangan tangan sedikit
fleksi dan sendi metakarpofalangeal dalam hiperekstensi. Jika hipotonia hebat
anak tidak dapat berdiri.
d) Gangguan emosi hampir selalu ada bahkan merupakan gejala dini. Anak
menjadi murung,mudah tersinggung, kelihatan bingung.
4. Eritema Marginatum
5. Nodulus Subkutan
Berupa benjolan kecil yang terletak di bawah kulit, tidak keras dan tidak terasa
sakit, mudah digerakkan, berukuran 3-10 mm. Umumnya terdapat pada daerah
ekstensor persendian terutam di siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah
oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakilis dan lumbalis. Nodul ini
timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik. Dengan steroid
nodul subkutan cepat menghilangkan. Nodul subkutan sering dianggap sebagai
tanda prognosis yang buruk karena sering disertai karditis berat.
2. Kriteria Minor
1. Demam
9
Demam mungkin ada, biasanya tidak lebih tinggi dari 101° F atau 102°F. Demam
yang tinggi memerlukan evaluasi ulang yang teliti dan pertimbangan lain.
2. Artralgia
Artralgia muncul jika penderita merasa tidak enak pada sendi ketika tidak ada
tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat) pada pemeriksaan fisik.
LED dan Protein C-Reaktif mungkin naik. Uji ini mungkin naik untuk masa
waktu yang lama (berbulan-bulan) dan digunakan sebagai pedoman untuk
mengubah dosis obat-obat antiinflamasi.
Ini juga termasuk pada kriteria minor, dan merupakan tanda non spesifik.
D. PATOFISIOLOGI
Demam rematik berkembang pada beberapa anak dan remaja setelah
faringitis dengan streptokokus beta-hemolitik grup A (yaitu Streptococcus
pyogenes ). Organisme menempel pada sel-sel epitel dari saluran pernapasan
bagian atas dan menghasilkan baterai enzim yang memungkinkan mereka untuk
merusak dan menyerang jaringan manusia. Setelah masa inkubasi 2-4 hari,
organisme penyerang menimbulkan respons inflamasi akut dengan 3-5 hari sakit
tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala , dan peningkatan jumlah leukosit.
Dalam 0,3-3% kasus, infeksi menyebabkan demam rematik beberapa
minggu setelah sakit tenggorokan telah teratasi. Hanya infeksi pharynx yang telah
ditunjukkan untuk memulai atau mengaktifkan kembali demam rematik.
Organisme menyebar melalui kontak langsung dengan cairan mulut atau
pernafasan, dan penyebaran ditingkatkan oleh kondisi hidup yang padat. Pasien
tetap terinfeksi selama berminggu-minggu setelah resolusi gejala faringitis dan
dapat berfungsi sebagai reservoir untuk menginfeksi orang lain.
Pengobatan penicillin mempersingkat perjalanan klinis dari faringitis
streptokokus dan, yang lebih penting, efektif dalam mengurangi kejadian sekuele
mayor. Apabila Demam rematik yang terjadi pada anak tidak berlangsung secara
10
terus menerus (akut) maka tidak menyebabkan jantung rematik. Namun, Demam
rematik yang terjadi pada anak berlangsung secara terus menerus (kronis) dapat
menyebabkan resiko terjadinya jantung rematik atau kelainan katup jantung.
Pada Demam rematik kronis lama-kelamaan terbentuk jaringan parut yang
mengakibatkan adanya inflamasi pada jantung. Inflamasi yang terjadi pada
jantung mengakibatkan bengkoknya katup jantung,dengan bengkoknya katup
tersebut akan menimbulkan edema yang mengakibatkan obstruksi pembuluh
darah jantung. Adanya obstruksi tersebut tentunya akan menganggu aliran darah
E. PATHWAY
Menginfeksi tenggorokan
Demam Rematik
11
Akut Kronis
Jantung
Peningkatan suhu
tubuh
Katup membengkok
Mk : Hipertermi
Edema pada jantung
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
(Kumar, Vinay dkk. Valvular Heart. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Philadelpia: Elsevier Inc. 2010.)
12
Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk
mendukung diagnosis dari rheumatic fever dan rheumatic heart disease adalah
:
a. Pemeriksaan Laboratorium
10
puncak minggu ke 6-8. Nilai normal titer anti-DNase B= 1: 60 unit pada anak
prasekolah dan 1 : 480 unit anak usia sekolah. 4
13
- Kultur tenggorok Pemeriksaan kultur tenggorokan untuk mengetahui ada
tidaknya streptococcus beta hemolitikus grup A. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Kultur ini umumnya negatif bila
gejala rheumatic fever atau rheumatic heart disease mulai muncul.4
G. PENATALAKSANAAN
Medis
1. Istirahat
Untuk negara berkembang WHO menganjurkan penggunaan benzatin penisilin. Bila alergi
terhadap penisilin digunakan eritromisin 20 mg/kg BB 2 kali sehari selama 10 hari.
3. Penggunaan obat anti inflamasi bergantung pada terdapatnya dan beratnya karditis.
Prednison hanya digunakanpada kaeditis dengan kardiomegali atau gagal jantung.
14
4. Pengobatan suportif, berupa diet tinggi kalori dan protein serta vitamin (terutama vitamin
C) dan pengobatan terhadap komplikasi. Bila dengan pengobatan dan medikamentosa gagal,
perlu dipertimbangkan tindakan operasi pembetulan katup jantung.
Demam reumatik mempunyai kecenderungan untuk terjadi serangan ulang, maka perlu
diberikan pengobatan pencegahan (profilaksis sekunder), dengan memberikan benzatin
penisilin oral 2 x 200.000 U/hari. Jika alergi terhadap obat tersebut dapat diberikan
sulfadiazin 1000 mg/hari untuk anak 12 tahun ke atas, dan 500 mg/hari untuk anak 12
tahun ke bawah. Lama pemberian profilaksis sekunder bergantung pada ada tidaknya dan
beratnya karditis. Bagi yang berada di dalam lingkungan yang mudah terkena infeksi
streptococcus dianjurkan pemberian profilaksis seumur hidup. Keberhasilan pengobatan
sangat tergantung pasien dan orang tuanya. Oleh karena itu, penyuluhan terhadap pasien
dan orang tua merupakan bagian terpenting terutama penjelasan keadaan pasien dan
ketaatan melaksanakan profilaksis sekunder.
Tirah baring 4 minggu, mobilisasi bertahap selama 4 minggu, pengobatan. Anak dapat
beraktivitas setelah 8 minggu perawatan.
3. Karditis + kardiomegali
Tirah baring 6 minggu, mobilisasi 6 minggu, pengobatan. Anak dapat beraktivitas setelah 12
minggu perawatan, namun olahraga terbatas dan hindari olahraga berat dan kompetitif.
Tirah baring selama ada gagal jantung, mobilisasi bertahap selama 12 minggu, pengobatan
Anak dapat beraktivitas setelah 12 minggu perawatan dan gagal jantung teratasi, olahraga
dilarang.
Keperawatan
2) Terdapat sesak napas pada malam hari atau jika berbaring tanpa bantal, dan akan
menghilang jika duduk.
5) Gelisah
6) Banyak keringat
15
7) Ekstrimitas dingin, sianosis perifer maupun sentral
1) Kebersihan lingkungsn
H. KOMPLIKASI
Menurut Suryadi dan Yuliani (2006), komplikasi dari Demam Rematik
antara lain Karditis,Penyakit Jantung Rematik,Gagal Jantung.
I. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer8
Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup
A, penderita dengan faringitis bakterial dan hasil test positif untuk
streptokokus grup A harus diterapi sedini mungkin pada fase
supuratif. Obat yang diberikan adalah penicillin oral diberikan
selama 10 hari, atau benzathine penicilin untk intravena.
16
Antibiotik Dosis Frekuensi Durasi Keterangan
Benzathine
Penisilin G
(anak) 600.000 U IM
bila bb < 27 kg
1 kali Hanya saat akut Mengurangi
masalah
kepatuhan
13
(dws) 1.2 Juta unit IM
atau anak bb>27 kg
1 kali
Penisilin V (anak) 250 mg po
(dws) 500mg po
2-3
kali/hari
2-3
kali/hari
10 hari
Amoxicillin 500 mg po 3 kali/hari 10 hari
Cephalosporin
atau
Erythromisin
Bervariasi sesuai obat Bervariasi
sesuai obat
10 hari Eritromisin bila alergi penisilin
2. Pencegahan sekunder8
Pencegahan sekunder diberikan segera setelah pencegahan primer. Metode
terbaik
untuk mencegah infeksi berulang adalah benzatin penicilin (iv) yang diberikan
terus
menerus setiap 4 minggu, dan pada daerah endemik disarankan setiap 3 minggu.
Pemberian parenteral lebih disukai karena kepatuhan lebih baik dibandingkan
pemberian
oral 2x/hari, dan pemberian oral dianjurkan untuk pasien resiko rendah untuk
infeksi
berulang.
17
Penisilin V 250 mg po 2x/hari
Eritromisin 250 mg po 2x/hari Alternatif pasien yang
alergi penisilin
Silfonamides 1 gram po Setiap hari Alternatif pasien yang
J. PENGKAJIAN
Menurut Donna L. Wong (2003) :
1. Lakukan pengkajian fisik rutin
2. Dapatkan riwayat kesehatan khususnya mengenai bukti-bukti infeksi
streptokokus antesenden
3. Observasi adanya manifestasi demam rematik
4. Demam ringan , biasanya memuncak di sore hari
5. Epitaksis tidak dapat dijelaskan
6. Nyeri abdomen
7. Kelemahan
8. Keletihan
9. Pucat
10. Kehilangan nafsu makan
11. Penurunan berat badan
K. DIAGNOSA
L. INTERVENSI
M. KRITERIA EVALUASI
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
\’
19