Anda di halaman 1dari 21

Judul Jurnal : Prophylaxis versus Episodic Treatment to Prevent Joint Disease in

Boys with Severe Hemophilia


Nama Jurnal : The New England Journal of Medicine 2007; 357: 535 - 544
Penulis : Marilyn J. Manco-Johnson, M.D., Thomas C. Abshire, M.D., Amy
D. Shapiro, M.D., Brenda Riske, M.S., M.B.A., M.P.A., Michele R.
Hacker, Sc.D., Ray Kilcoyne, M.D., J. David Ingram, M.D., Michael
L. Manco-Johnson, M.D., Sharon Funk, B.Sc., P.T., Linda Jacobson,
B.S., Leonard A. Valentino, M.D., W. Keith Hoots, M.D., George R.
Buchanan, M.D., Donna DiMichele, M.D., Michael Recht, M.D.,
Ph.D., Deborah Brown, M.D., Cindy Leissinger, M.D., Shirley Bleak,
M.S.N., Alan Cohen, M.D., Prasad Mathew, M.D., Alison Matsunaga,
M.D., Desiree Medeiros, M.D., Diane Nugent, M.D., Gregory A.
Thomas, M.D., Alexis A. Thompson, M.D., Kevin McRedmond,
M.D., J. Michael Soucie, Ph.D., Harlan Austin, Ph.D., dan Bruce L.
Evatt, M.D.

Analisis PICO:
Problem/Patient Anak laki-laki berusia kurang dari 30
bulan dengan hemophilia A berat
Intervention Infus faktor rekombinan VIII reguler
(profilaksis)
Comparison Terapi infus episodik lanjutan
Outcome Profilaksis dengan rekombinan faktor
VIII dapat mencegah kerusakan sendi
dan mengurangi frekuensi perdarahan
sendi dan lainnya pada anak laki-laki
dengan hemofilia A berat.

1
RESUME JURNAL

1. Latar Belakang
Sebelum pembentukan kriopresipitat, fraksi plasma yang mengandung
faktor VIII terkonsentrasi, anak laki-laki dengan hemofilia A berat memiliki
harapan hidup yang kurang. Anak-anak ini beresiko untuk berbagai jenis
perdarahan, tetapi sumber utama penyakit kronik yang menyertai ialah arthritis
yang menyakitkan dan melumpuhkan akibat hemarthrosis. Percobaan kecil
dilakukan pada tahun 1960 untuk menentukan apakah pemberian rutin konsentrat
faktor VIII efektif sebagai profilaksis terhadap arthropati hemofilik. Jadwal
profilaksis yang efektif secara klinis dikembangkan secara empiris, tanpa manfaat
data dari RCT, dan banyak dokter mulai merekomendasikan profilaksis dengan
faktor VIII.
Pada tahun 1980-an, ketika ditemukan bahwa konsentrat faktor VIII yang
berasal dari plasma terkontaminasi oleh HIV dan virus hepatitis, penggunaan
profilaksis sangat dibatasi. Pada tahun 1992, persetujuan molekul rekombinan
faktor VIII pertama untuk terapi pengganti di Amerika Serikat diperbolehkan
untuk profilaksis yang aman pada pasien dengan hemofilia. Petrini dkk
melaporkan pencegahan arthropati hemofilik ketika profilaksis dimulai sebelum
pasien mencapai usia 2 tahun. Aledort dkk melaporkan bahwa profilaksis
memperlambat perkembangan kerusakan sendi. Namun demikian, pertanyaan
tentang kapan profilaksis harus dimulai, apa dosis rekombinan faktor VIII harus
diberikan, dan berapa lama profilaksis harus tetap disediakan. Pertanyaan penting
yang dapat dijawab dengan percobaan klinis adalah apakah profilaksis mencegah
kerusakan dan perdarahan sendi.

2. Tujuan
Tujuan percobaan acak kami adalah untuk menentukan apakah infuse
profilaksis faktor VIII, yang diberikan setiap hari, lebih efektif dalam mencegah

2
kerusakan sendi dibandingkan regimen pengganti intensif yang diberikan pada
saat hemarthrosis. Studi ini difokuskan pada sendi indeks - pergelangan kaki,
lutut, dan siku - karena sendi-sendi ini adalah yang paling rentan terhadap
arthropati hemofilik. Percobaan ini dilakukan dalam konteks sistem pelayanan
komprehensif hemofilia nasional.

3. Metode
Desain Studi
Kami melakukan percobaan open-label, acak, dan multisenter, dengan izin
tertulis yang diperoleh dari orang tua atau wali dari seluruh pasien. Pendaftaran
dimulai pada bulan Agustus 1996, dan subjek terakhir yang terdaftar
menyelesaikan studi pada bulan April 2005. Perhitungan kekuatan berdasarkan
data pilot menunjukkan bahwa struktur sendi yang normal akan bertahan pada
70% anak yang menerima profilaksis dan 20% dari mereka yang menerima terapi
episodik lanjutan. Estimasi jumlah kehilangan peserta ialah 10% untuk penilaian
kerusakan sendi awal, 7% untuk pembentukan antibodi faktor VIII titer tinggi,
7% untuk penilaian perdarahan yang mengancam nyawa, dan 10% untuk follow-
up. Dengan demikian, 64 peserta diperlukan untuk mendeteksi perbedaan yang
signifikan antara dua perlakuan dengan uji dua sisi (tingkat alfa 0,05 dan kekuatan
95%). Randomisasi dilakukan secara terpusat dan dikelompokkan berdasarkan
lokasi pada blok permutasi 2, 4, atau 6. Ahli radiologi yang meninjau gambar
sendi, ahli fisioterapi yang melakukan pemeriksaan sendiri, dan ahli tekhnologi
laboratorium yang melakukan assay tidak menyadari penerapan perlakuan pasien
dan status yang berhubungan dengan riwayat perdarahan pasien.

Kriteria Eligibilitas dan Eksklusi


Kriteria eligibilitas berupa usia kurang dari 30 bulan, tingkat aktivitas
faktor VIII sebesar 2 U per desiliter atau kurang, riwayat <2 perdarahan pada

3
setiap sendi indeks, pencitraan sendi di awal yang normal, tingkat tak terdeteksi
inhibitor faktor VIII, hitung trombosit normal, dan gerak sendi yang normal.

Pengobatan
Anak-anak pada kelompok profilaksis menerima infus 25 IU faktor VIII
(Kogenate atau Kogenate FS, Bayer Health Care) per kilogram berat badan setiap
hari untuk mencegah pendarahan. Dosis dan frekuensi pemberian didasarkan pada
studi farmakokinetik dan pengalaman klinis. Hemarthrosis didefinisikan sebagai
episode akut nyeri sendi dengan penurunan gerak sendi. Ketika hemarthrosis
terjadi selama profilaksis, pasien diobati dengan 40 IU per kilogram, dan jadwal
profilaksis yang diberikan dilanjutkan pada hari-hari berikutnya..
Anak-anak diterapkan untuk menerima terapi episodik lanjutan hanya
diobati pada saat perdarahan sendi yang diakui secara klinis. Alasan pengobatan
ini adalah untuk mengurangi peradangan dan mencegah kerusakan sendi dengan
mencegah perdarahan ulang setelah perdarahan sendi. Anak-anak pada kelompok
ini menerima 40 IU faktor VIII per kilogram pada saat perdarahan sendi dan 20
IU pada 24 jam dan 72 jam setelah dosis pertama. Orang tua didorong untuk
melanjutkan infus 20 IU faktor VIII per kilogram setiap hari sampai nyeri sendi
dan gangguan mobilitas telah sepenuhnya ditangani, selama maksimal 4 minggu.
Seluruh terapi lain, termasuk operasi, dan seluruh peristiwa perdarahan selain
hemarthrosis, termasuk perdarahan hidung, otot, parenkim, gastrointestinal, dan
intrakranial, dikelola sesuai dengan standar praktek lokal. Pada kedua kelompok,
protokol memungkinkan untuk dua eskalasi dosis 5 IU faktor VIII per kilogram
pada kasus respon yang tidak memadai. Protokol tidak memerlukan penggunaan
perangkat akses vena-sentral, dan seluruh keputusan mengenai penempatan
perangkat dibuat sesuai dengan standar lokal.

4
Ukuran Outcome
Outcome primernya adalah pemeliharaan struktur sendi indeks,
sebagaimana ditentukan dengan cara magnetic resonance imaging (MRI) dan
radiografi foto polos di akhir studi, ketika peserta berusia 6 tahun. Outcome
sekunder berupa jumlah kejadian perdarahan sendi dan lainnya, jumlah infus, dan
jumlah unit faktor VIII yang diberikan. MRI radiografi foto polos dilakukan
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Kegagalan sendi ditentukan dengan skor
MRI atau rontgen yang menunjukkan kista subchondral, erosi permukaan,
penyempitan rongga sendi. MRI dan radiograf dibaca secara independen oleh dua
ahli radiologi; bacaan yang tidak sesuai diputuskan oleh ahli radiologi ketiga.
Laporan infus faktor VIII dan kunjungan IGD dan klinik dikumpulkan per
bulan. Pada kunjungan tiga bulanan, data dikumpulkan mengenai rawat inap,
penempatan bangsal, pindahan bangsal, dan infeksi. Setiap anak diperiksa per tiga
bulan dan ditimbang untuk perhitungan dosis faktor VIII. Ras dan kelompok etnis
dilaporkan oleh orang tua atau wali setiap anak.
Kepatuhan dipantau oleh tinjauan botol infus. Namun, tidak ada anak yang
dihapus dari studi untuk setiap tingkat ketidakpatuhan. Kematian, perdarahan
berulang yang mengancam jiwa, titer inhibitori > 10 unit Bethesda (BU), dan
rawat inap diklasifikasikan sebagai efek samping yang serius.

Assay Laboratorium
Darah dikumpulkan per tiga bulan untuk deteksi dan pengukuran inhibitor
faktor VIII, pengukuran kadar terendah faktor VIII (hanya pada kelompok
profilaksis saja), dan tes serologi untuk hepatitis B dan C, HIV, dan parvovirus.
Titer inhibitor faktor VIII ditentukan dengan menggunakan assay Bethesda.
Kadar terendah aktor VIII tidak digunakan untuk mengubah pendosisan.

5
Penilaian Klinis Sendi
Pemeriksaan klinis sendi, dengan penilaian pembengkakan, kekuatan,
rentang gerak, nyeri, dan gaya berjalan, dilakukan setiap setengah tahun, seperti
yang dijelaskan sebelumnya, dan direkam menggunakan video untuk tinjauan
pusat pada awal studi, titik tengah, dan setelah studi selesai.

Kegagalan Protokol Sebelum Penyelesaian Studi


Protokol memungkinkan untuk terminasi dini partisipasi jika pengobatan
yang diberikan dianggap tidak memadai untuk anak yang dibuktikan dengan
pembentukan inhibitor faktor VIII, perdarahan yang mengancam jiwa, atau
kerusakan tulang atau kartilago pada pencitraan sendi. Jika titer inhibitori
melebihi 25 BU dalam pengujian sampel rangkap atau jika melebihi 10 BU
selama lebih dari 3 bulan, anak itu ditarik dari penelitian. Ambang ini dipilih
untuk menghindari penarikan anak dengan inhibitor faktor VIII sementara
(Lusher JM: komunikasi pribadi).
Perdarahan yang mengancam jiwa diobati sesuai dengan standar lokal.
Setelah resolusi peristiwa pertama tersebut, pengobatan yang diberikan
dilanjutkan. Dalam hal kekambuhan, anak tersebut dihapus dari penelitian ini,
namun data tetap bertahan untuk dimasukkan dalam analisis intention-to-treat.
Peserta dengan dugaan gagal sendi awal secara klinis memenuhi syarat
untuk evaluasi sendi awal. Sendi (atau sendi-sendi) yang bersangkutan dievaluasi
dengan cara MRI, radiografi, atau keduanya jika anak telah mengalami 8
perdarahan pada sendi indeks dalam waktu 12 bulan berturut-turut atau 20
perdarahan pada sendi indeks sejak pendaftaran studi atau jika nilai tertinggi yang
dapat diperoleh pada salah satu item pemeriksaan fisik sendi telah dicatat
setidaknya 2 minggu setelah hemarthrosis. Jika evaluasi pencitraan menunjukkan
kerusakan tulang atau kartilago, anak tersebut dihapus dari studi.

6
Analisis Statistik
Kami menggunakan uji Fisher untuk membandingkan dua kelompok
sehubungan dengan outcome primer - jumlah anak dimana struktur sendi yang
normal bertahan, sebagaimana ditentukan oleh MRI atau radiografi. Risiko relatif
kerusakan sendi 95% CI dihitung untuk kelompok terapi-episodik dibandingkan
dengan kelompok profilaksis. Perbedaan outcome sekunder dievaluasi dengan uji
t atau tes Mann Whitney U, yang sesuai. Koefisien korelasi the Spearman
dihitung untuk data yang tidak terdistribusi normal. Nilai P dua sisi kurang dari
0,05 dianggap menunjukkan signifikansi statistik.
Dua analisis interim direncanakan dan dilakukan oleh badan pemantauan
keamanan dan data independen setelah sepertiga dan dua pertiga dari peserta telah
menjalani eveluasi ukuran outcome. Data yang digunakan untuk analisis interim
meliputi temuan MRI dan radiografi, jumlah perdarahan sendi, kejadian
perdarahan yang mengancam nyawa, dan jumlah perdarahan total dan rawat inap.
Seluruh peserta yang secara acak diterapkan terhadap kelompok perlakuan
dimasukkan dalam analisis intention-to-treat dari outcome primer. Data yang
digunakan untuk analisis ini meliputi studi pencitraan sendi interim pada anak-
anak yang ditarik dari studi ini karena kerusakan sendi awal dan studi pencitraan
sendi yang dilakukan pada anak-anak yang tersisa pada usia 6 tahun. Untuk
analisis sekunder, data diinklusi hingga ditarik dari penelitian ini, hilang follow-
up, kegagalan protokol awal, atau penyelesaian studi pada usia 6 tahun.
Jumlah data yang dikumpulkan dihitung dengan membagi jumlah form
data yang diterima dengan jumlah form yang diharapkan. Kepatuhan ditentukan
dengan menghitung jumlah infus yang diresepkan yang benar-benar diberikan.

4. Hasil
Enam puluh lima anak terdaftar dalam studi antara Agustus 1996 dan
Maret 2000; 32 anak secara acak diterapkan profilaksis dan 33 terhadap terapi
episodik lanjutan (Gambar 1). Kedua kelompok tidak menunjukkan perbedaan

7
karakteristik demografi awal (Tabel 1). Median tingkat aktivitas faktor VIII untuk
seluruh anak-anak adalah 0,6 U per desiliter, dengan kisaran 0,3 - 2,0; 31 dari 65
peserta (48%) memiliki satu atau lebih hemarthrosis pada sendi indeks sebelum
pendaftaran.

Rata-rata periode partisipasi dalam studi ini adalah 49 bulan (kisaran


interkuartil, 48-58).Data outcome primer baik dari MRI maupun studi radiografi
diperoleh untuk 50 dari 65 peserta (77%); data parsial (baik dengan MRI maupun
radiografi) diperoleh untuk 11 peserta (17%); dan tidak terdapat data yang
tersedia untuk 4 peserta (6%). Rata-rata kepatuhan sebesar 96% (kisaran
interkuartil, 96 - 100) pada kelompok profilaksis dan 98% (kisaran interkuartil, 98

8
- 100) pada kelompok terapi episodik. Di antara semua peserta, rata-rata 94%
form data diterima.

Hasil outcome ditunjukkan pada Tabel 2. Sesuai dengan temuan pada


MRI, jumlah peserta dimana enam sendi indeks normal pada usia 6 tahun adalah
25 dari 27 (93%) pada kelompok profilaksis dan 16 dari 29 (55 %) pada
kelompok terapi episodik lanjutan (P = 0.002). Dibandingkan dengan kelompok

9
profilaksis, kelompok terapi episodik memiliki risiko relatif kerusakan pada satu
atau lebih sendi, seperti yang ditunjukkan oleh MRI, sebesar 6.1 (95% CI, 1.5 –
24.4). Resiko relatif disesuaikan untuk kelompok profilaksis, dibandingkan
dengan kelompok terapi-episodik, adalah 0.17, menunjukkan pengurangan
sebesar 83% pada resiko kerusakan sendi yang ditentukan dengan MRI. Dengan
penggunaan radiografi untuk menilai kerusakan sendi, resiko relatifnya sebesar
5.2 (95% CI, 0.65 - 41.5) dengan terapi episodik dibandingkan dengan profilaksis.
Bacaan radiografi dan MRI yang sesuai pada 97% sendi indeks.
Total sebanyak 18 sendi normal (13 pergelangan kaki, 3 siku, dan 2 lutut)
terdeteksi pada 15 anak - 2 pada kelompok profilaksis dan 13 pada kelompok
terapi-episodik. Enam abnormalitas yang terdeteksi oleh MRI dan radiografi,
tujuh dengan MRI saja, dan satu dengan radiografi saja. Hanya satu jenis
pencitraan yang tersedia untuk empat sendi abnormal yang tersisa.
Untuk setiap sendi, skor MRI dibandingkan dengan jumlah hemarthrosis
total. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2, beberapa sendi memiliki skor MRI
abnormal tetapi tidak ada hemarthrosis, dan beberapa memiliki skor MRI normal
meskipun memiliki banyak hemarthrosis. Kerusakan tulang dan kartilago yang
terdeteksi pada MRI tidak berhubungan dengan hemartrosis (P = 0.63), dan
keseluruhan hubungan hemartrosis dengan skor MRI lemah (r = 0.14, P = 0.02).
Skor pemeriksaan-fisik sendi menunjukkan korelasi yang lemah dengan skor MRI
(r = 0.26, P <0.001).
Tabel 2 menunjukkan outcome sekunder. Tabel 3 menunjukkan efek
samping yang serius. Rata-rata penggunaan faktor VIII dan perdarahan per bulan,
serta skor pemeriksaan fisik sendi, dikelompokkan berdasarkan usia (tahun),
ditunjukkan pada Gambar 3. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara
statistik antara kedua kelompok perlakuan yang ditemukan sehubungan dengan
skor sendi pada pemeriksaan fisik (Gambar 3A).
Perangkat akses-vena-sentral dipasang pada 54 anak (83%). Pada 12 dari
anak-anak tersebut (22%), setidaknya satu infeksi berhubungan dengan perangkat

10
yang dipasang. Median jumlah rawat inap per tahun sama untuk kedua kelompok
studi. Kebanyakan rawat inap yang terkait dengan hemofilia dilakukan untuk
pemasangan dan pengangkatan perangkat akses-vena-sentral.

11
5. Pembahasan
Kami menemukan bahwa profilaksis dengan rekombinan faktor VIII
efektif dalam mencegah hemarthrosis dan kerusakan sendi struktural (seperti yang
terdeteksi oleh MRI) pada anak laki-laki dengan hemofilia A. Saran yang
dilaporkan mengenai waktu terbaik untuk memulai profilaksis berkisar dari
sebelum perdarahan sendi pertama hingga sebelum 1 - 2 tahun sebelum terjadinya
5 hemarthrosis. Dalam percobaan kami, profilaksis dimulai antara usia 6 dan 30
bulan dan didasarkan pada riwayat perdarahan sendi daripada usia. Pada
kelompok profilaksis, bukti radiologis arsitektur sendi ditemukan di 93% dari

12
peserta pada usia 6 tahun. Pada kelompok ini, 18 dari 32 (56%) anak-anak
mengalami satu atau dua hemartrosis pada satu atau lebih sendi indeks sebelum
profilaksis, dan 17 (53%) mengalami 1 - 5 perdarahan pada satu atau lebih sendi
indeks selama profilaksis. Profilaksis efektif dalam mengurangi perdarahan dan
kerusakan sendi setelah mencapai lima hemartrosis.

Lebih dari setengah abnormalitas sendi yang terdeteksi oleh MRI tidak
jelas pada studi radiografi, sedangkan hanya satu abnormalitas sendi yang
terdeteksi oleh radiografi tidak terdeteksi oleh MRI, menunjukkan bahwa MRI
lebih sensitif dibandingkan radiografi. Kami percaya bahwa MRI ialah tekhnik
pencitraan yang lebih baik untuk anak laki-laki dengan hemofilia.
Secara mengejutkan, jumlah hemarthrosis yang terbukti secara klinis
berkorelasi lemah dengan outcome yang ditentukan dengan MRI. Selain itu,
abnormalitas sendi tidak terlihat pada pemeriksaan fisik pada anak-anak yang
sangat muda dalam studi kami. Terdapat kemungkinan bahwa skor sendi yang
kami digunakan kurang sensitif untuk mendeteksi arthropati dini, meskipun

13
14
sistem skoring pemeriksaan fisik kami lebih sensitif untuk mendeteksi
abnormalitas ringan gaya berjalan, pembengkakan sendi, kekuatan otot, dan atrofi
dibandingkan sistem scoring the World Federation of Hemophilia. Dengan
demikian, tidak adanya hemarthrosis dan kelainan sendi yang jelas terlihat pada
pemeriksaan fisik dapat menyebabkan asumsi yang salah bahwa terapi episodik
pada anak-anak dengan hemofilia efektif. Kami mengusulkan bahwa perdarahan
mikro kronis pada sendi atau tulang subchondral pada anak laki-laki dengan
hemofilia menyebabkan kerusakan sendi tanpa bukti klinis hemartrosis dan
bahwa profilaksis dapat mencegah proses subklinis ini.
Terapi episodik lanjutan yang digunakan dalam percobaan ini adalah
eksperimental karena melibatkan dosis yang lebih tinggi dan lebih banyak infus
faktor VIII dibandingkan yang diberikan dalam perawatan standar. Terapi
episodik lanjutan digunakan karena outcome perawatan standar yang kurang.
Namun, outcome terapi episodik lanjutan jelas memiliki efektivitas yang rendah
bila dibandingkan dengan alternatif profilaksis.
Anak-anak yang menerima terapi episodik lanjutan mengalami perdarahan
ekstra-artikuler selain hemarthrosis; 10% mengalami perdarahan berulang yang
mengancam jiwa, termasuk perdarahan intrakranial dan gastrointestinal. Dua anak
pada kelompok profilaksis ditemukan meiliki titer inhibitor faktor VIII yang
tinggi. Temuan ini tidak terduga, karena inhibitor berkembang pada 30% anak-
anak dengan hemofilia berat, biasanya dalam 50 paparan pertama faktor VIII, dan
sebagian besar anak-anak pada studi kami memiliki kurang dari 50 paparan faktor
VIII pada saat pendaftaran.
Penggunaan rekombinan faktor VIII telah diperkirakan mencapai lebih
dari 90% biaya perawatan hemofilia. Pada usia 6 tahun, anak-anak pada
kelompok profilaksis dalam studi kami menerima 6.000 IU faktor VIII per
kilogram per tahun, dibandingkan dengan sekitar 2.500 IU per kilogram pada
kelompok episodik lanjutan. Dengan harga $1 per unit rekombinan faktor VIII,

15
biaya profilaksis untuk anak dengan berat badan 50 kg dapat mencapai harga
$300.000 per tahun.
Profilaksis belum banyak digunakan dalam perawatan pasien dengan
hemofilia. Pada tahun 1995, ketika studi ini dimulai, hanya 33% anak-anak AS
dengan hemofilia yang menerima profilaksis. The Centers for Disease Control
and Prevention melaporkan bahwa 51.5% anak-anak dengan hemofilia berat yang
berusia kurang dari 6 tahun menerima profilaksis pada tahun 2004. Sebelumnya
kami melaporkan bahwa diperlukan waktu untuk infus, keengganan pada
sebagian anak, keterbatasan akses vena, dan kesulitan dalam menyeimbangkan
profilaksis dengan kebutuhan keluarga lainnya, merupakan hambatan utama untuk
pelaksanaan profilaksis. Bahkan pada kelompok keluarga yang didukung secara
intensif dan sangat termotivasi ini, jadwal infuse tetap tidak memadai untuk 2 dari
32 peserta pada kelompok profilaksis.
Studi ini menunjukkan efikasi profilaksis dengan rekombinan faktor VIII
dalam mengurangi insiden perdarahan sendi, perdarahan yang mengancam jiwa,
dan perdarahan lain dan dalam menurunkan risiko kerusakan sendi antara anak
laki-laki dengan defisiensi faktor VIII berat. Namun, biaya tinggi rekombinan
faktor VIII adalah penghalang untuk penerimaan profilaksis secara luas.

ANALISIS JURNAL TERAPI


Validity
1a. Apakah alokasi Ya
pasien terhadap [√]
terapi atau perlakuan Tidak
dilakukan secara [ ] Tercantum pada Methods-Study Design hal. 536
random? bahwa studi ini dilakukan secara acak/random.
1b. Apakah Tidak -
randomisasi dijelaskan

16
dilakukan
tersembunyi ?
1c. Apakah antara Ya
subjek penelitian [√]
dan peneliti “blind” Tidak
terhadap terapi atau [ ] Tercantum pada Methods-Study Design hal. 536
perlakuan yang akan bahwa percobaan ini merupakan percobaan open label
diberikan ? dimana subyek studi mengetahui terapi atau perlakuan
yang diberikan.

Tercantum pada Methods-Study Design hal. 536


bahwa ahli radiologi, ahli fisioterapi, dan ahli
tekhnologi laboratorium tidak menyadari perlakuan
terapi dan status riwayat perdarahan pasien.
2a. Apakah semua Ya Tercantum pada Figure 1 mengenai follow-up seluruh
subjek yang ikut [√] peserta studi ini. Table 1, 2, dan 3 juga
serta dalam Tidak mencantumkan hasil pengamatan seluruh peserta dari
penelitian [ ] awal hingga akhir. Sehingga pengamatan studi ini
diperhitungkan sudah cukup lengkap.
dalam hasil atau
kesimpulan ?
(apakah
pengamatannya

17
cukup lengkap)
2b. Apakah Ya
pengamatan yang [√]
dilakukan cukup Tidak Tercantum pada Results hal. 539 bahwa rata-rata
panjang ? [ ] periode partisipasi peserta dalam studi ialah 49 bulan,
sehingga pengamatan yang dilakukan cukup panjang.
2c. Apakah subjek Ya Dapat disimpulkan dari Results hal. 538 – 540 bahwa
dianalisis pada [√] subyek dianalisis pada kelompok dimana subyek
kelompok dimana Tidak tersebut dikelompokkan dalam randomisasi, karena
subjek tersebut [ ] tidak adanya switching perlakuan dari kelompok satu
dikelompokan dalam ke kelompok lainnya.
randomisasi ?
3a. Selain perlakuan Ya Dapat disimpulkan dari Methods hal. 537 bahwa
yang [√] seluruh subyek diperlakukan sama mulai dari
dieksperimenkan, Tidak pemeriksaan fisik, MRI, rontgen foto polos, hingga
apakah subjek [ ] assay laboratorium.
diperlakukan sama ?
3b. Apakah Ya Tercantum pada Table 1 bahwa kedua kelompok tidak
karakteristik antar [√] menunjukkan perbedaan dalam hal karakteristik
kelompok dalam Tidak demografis awal.
penelitian serupa? [ ]
Importance
1. Berapa besar 65 anak terdaftar dalam studi; 32 anak secara acak diterapkan
efek terapi? profilaksis dan 33 terhadap terapi episodik lanjutan.
Sesuai dengan temuan pada MRI, jumlah peserta dimana enam
sendi indeks normal pada usia 6 tahun adalah 25 dari 27 (93%)
pada kelompok profilaksis dan 16 dari 29 (55 %) pada kelompok
terapi episodik lanjutan (P = 0.002). Dibandingkan dengan

18
kelompok profilaksis, kelompok terapi episodik memiliki risiko
relatif kerusakan pada satu atau lebih sendi, seperti yang
ditunjukkan oleh MRI, sebesar 6.1 (95% CI, 1.5 – 24.4). Resiko
relatif disesuaikan untuk kelompok profilaksis, dibandingkan
dengan kelompok terapi-episodik, adalah 0.17, menunjukkan
pengurangan sebesar 83% pada resiko kerusakan sendi yang
ditentukan dengan MRI. Dengan penggunaan radiografi untuk
menilai kerusakan sendi, resiko relatifnya sebesar 5.2 (95% CI,
0.65 - 41.5) dengan terapi episodik dibandingkan dengan
profilaksis. Bacaan radiografi dan MRI sesuai pada 97% sendi
indeks.
Kerusakan tulang dan kartilago yang terdeteksi pada MRI tidak
berhubungan dengan hemartrosis (P = 0.63), dan keseluruhan
hubungan hemartrosis dengan skor MRI lemah (r = 0.14, P =
0.02). Skor pemeriksaan-fisik sendi menunjukkan korelasi yang
lemah dengan skor MRI (r = 0.26, P <0.001).
(lihat di bawah)
2. Seberapa tepat Estimasi efek terapi profilaksis dan terapi episodik lanjutan
estimasi efek terhadap hemophilia A berat:
terapi ? NNT = 2.67

95% CI untuk NNT = 1.723 – 5.953


Interval kepercayaan lebar dan interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, sehingga estimasi efek terapi
bermakna/signifikan.

Sumber kalkulasi:
www.neoweb.org.uk/Additions/compare.htm

19
Applicability
1. Apakah pasien Ya Terdapat sekitar 20,000 kasus dari 200 juta penduduk
yang kita miliki [ ] Indonesia saat ini yang mengidap hemofilia.
sangat berbeda Tidak Kebanyakan ialah anak laki-laki sehingga
dengan pasien [√] karakteristik pasien pada studi ini tidak berbeda
dalam dengan pasien di Indonesia.
penelitian?
2. Apakah hasil Ya Di Indonesia sudah dapat diterapkan terapi profilaksis
yang baik dari [√] dengan rekombinan faktor VIII untuk hemofilia A
penelitian dapat Tidak saat mengalami perdarahan. Sehingga hasil baik studi
diterapkan [ ] ini dapat diterapkan di Indonesia.
dengan kondisi
yang kita miliki?
3. Apakah semua Ya
outcome klinis [ ]
yang penting Tidak
dipertimbangkan [√]
(efek samping
yang mungkin
timbul)
Tercantum pada Methods-Outcome Measure hal. 537
bahwa outcome primer studi ini adalah pemeliharaan
struktur sendi indeks, sebagaimana ditentukan dengan
cara magnetic resonance imaging (MRI) dan
radiografi foto polos di akhir studi, ketika peserta
berusia 6 tahun. Outcome sekunder berupa jumlah
kejadian perdarahan sendi dan lainnya, jumlah infus,
dan jumlah unit faktor VIII yang diberikan.

20
Pada Table 3 juga dicantumkan mengenai efek
samping yang serius yang dapat timbul akibat
penggunaan perlakuan yang diberikan pada para
peserta.

Sendi Indeks Masih Abnormal


Ya Tidak N
Profilaksis 2 25 27
Terapi Episodik
13 16 29
Lanjutan

𝑎 2
EER = (𝑎+𝑏) = 27 = 7.4%
𝑐 13
CER = (𝑐+𝑑) = 29 = 44.8%
𝐸𝐸𝑅 7.4%
RR = 𝐶𝐸𝑅 = 44.8% = 0.16  RR<1, terapi profilaksis mengurangi resiko

terjadinya abnormalitas sendi indeks


𝐴𝑅𝑅 (44.8%−7.4%)
RRR = 𝐶𝐸𝑅 = = 83.5%  terdapat penurunan jumlah outcome buruk
44.8%

sebesar 83 kali pada kelompok terapi


profilaksis terhadap terapi episodik lanjutan
ARR = CER – EER = 37.4%  terdapat keuntungan absolut yang diperoleh
dari terapi profilaksis sebesar 37.4%
dalam menurunkan terjadinya kematian
100 100
NNT = 𝐴𝑅𝑅 = 37.4 = 2.67  terdapat 3 pasien yang harus diberikan

terapi profilaksia untuk mencegah


terjadinya 1 kasus abnormalitas sendi indeks

21

Anda mungkin juga menyukai