PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(NHANES III), prevalensi cholelithiasis di Amerika Serikat pada usia pasien 30-
69 tahun adalah 7,9% pria dan 16,6% wanita, dengan peningkatan yang progresif
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% , dan sangat rendah pada
paling sering ditemukan pada kasus saluran cerna. Walaupun penyakit ini
negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad ke 20. Insiden
kejadian penyakit batu kandung empedu meningkat berdasarkan usia dan wanita
lebih cenderung menderita penyakit batu empedu tiga kali dibandingkan laki-laki.
termasuk usia, jenis kelamin, dan etnis. Beberapa kondisi tertentu bisa menjadi
faktor diet, crohn’s disease, reseksi ileum terminal, bypass gaster, dan
1
thalassemia berhubungan dengan peningkatan terjadinya penyakit batu
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
sedangkan pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu
di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta
pada 20% wanita dan 8% pria.3 Pada pemeriksaan autopsi di Chicago, ditemukan
6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda
mengidap penyakit batu empedu, baik yang bergejala maupun yang tidak.
Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara,
setiap etnik di suatu negara. Prevalensi kolelitiasis tertinggi yaitu pada orang-
orang Pima Indians di Amerika Utara, Cili, dan ras Kaukasia di Amerika Serikat.
yang terendah (Ko dan Lee, 2009). Perbaikan keadaan sosial ekonomi, perubahan
menu diet yang mengarah ke menu gaya negara Barat, serta perbaikan sarana
Walaupun kolelitiasis memiliki angka mortalitas yang rendah, namun penyakit ini
al., 2013).
2
Diperkirakan lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat menderita
kolelitiasis (Ko dan Lee, 2009. Kolelitiasis juga merupakan penyakit tersering
dan termahal dari seluruh penyakit digestif di Amerika Serikat, setiap tahun,
sekitar 1 juta orang dirawat dan 700.000 orang menjalani kolesistektomi (Corte et
al., 2008). Sekitar 2% dari dana kesehatan Amerika Serikat dihabiskan untuk
China 10,7%, India Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0% (Chang et al., 2013). Angka
berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia Tenggara (Wibowo et al., 2002).
Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan 101
terus meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka kejadian penyakit ini telah
meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940 (Nuhadi M, 2010).
yang berada di Sumatera Barat. Menurut data, pasien dengan diagnose medis
kolelitiasis yang dirawat di RSUP DR. M.DJAMIL Padang pada tahun 2016-
2017 adalah sebanyak 103 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
pada tanggal 26 November 2018 didapatkan jumlah data pasien dengan diagnosa
medis kolelitiasis di Ruang bedah wanita sebanyak 3 orang dan data pasien
3
ultrasound (US), pasienkolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis atau
akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus
mempertimbangkan keadaan dan gejala yang dialami pasien (Ko dan Lee, 2009) .
Tatalaksana kolelitiasis dapat berupa terapi non bedah dan bedah. Terapi non
bedah dapat berupa lisis batu yaitu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik,
dan tenaga kesehatan harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan
terhadap pasien dengan kolelitiasis ini agar penderita dapat sembuh tanpa ada
kejadian serupa yang berulang. Maka dari itu, kelompok tertarik untuk
di Ruang Rawat Inap Bedah Wanita RSUP DR. M.Djamil Padang Tahun 2018.
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
DR.M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus :
5
6
BAB II
KONSEP TEORITIS
1. Definisi
kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua- duanya. Sebagian
besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada
2. Anatomi Fisiologi
sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas anatomi antara
lobus hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk
bulat lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati (Muttaqin,
2011).
bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati.
Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian
yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus
sistika. Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran
6
Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang
keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dalam empedu.
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
7
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu.
Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik
empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di
terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses
penyerapan. Garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang
dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan
8
selanjutnya dibua ng dari tubuh.
hati dan dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai
garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur
pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar
3. Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi.
c. Substansia mukus
d. Pigmen empedu
e. Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung
(Muttaqin, 2011)
a. Usia
bertambah.
b. Jenis kelamin
c. Obat Kontrasepsi
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu
f. Penyakit
g. Aktifitas fisik
12
4. KLASIFIKASI
a. Batu Kolesterol
- Supersaturasi kolesterol
Batu pigmen coklat terbentuk akibat adanya faktor statis dan infeksi
Oddi, striktur, operasi bilier dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen coklat. Umumnya
batu pigmen coklat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
13
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama
ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung
total sehingga menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase berulang batu empedu
melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan
yang terlalu besar ataupun karena adanya striktur, batu akan tetap berada
5. Manifestasi Klinis
a. Asimtomstik
terjadi secara tersembunyi karena tidak menimbulkan rasa nyeri dan hanya
mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan oleh penyakit
pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi
pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi
akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam
dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan
menemukan posisi yang nyaman baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri
15
kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat
kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
dada.
c. Ikterus
dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus
menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa
membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering
Suharjo B. 2009).
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
16
(Cahyono, Suharjo B. 2009).
e. Defisiensi Vitamin
inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu empedu
Suharjo B. 2009).
6. Komplikasi
a. Kolesistitis
empedu.
b. Kolangitis
c. Hidrops
17
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung
empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
d. Empiema
(Suratun, 2010)
18
7. Patofisiologi
kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai
kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang
dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh (Muttaqin, 2011).
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui
yang sangat jenuh dengan ko lesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena
tingginya kalori dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan
garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.
19
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu
campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung
>50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol).
Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20%
terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin
dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledokus. Kadar serum alkali fosfatase dan mungkin juga amilase serum biasanya
21
WOC
Jenis Kelamin Obat Usia >60 Diet serat Penyakit sel Infeksi Infeksi
Obesitas
Wanita 2x Pria Kontrasepsi th kolesterol sikel,talasemia,siro E.Coli s,
sis hati ,dll Typhii
Enzim Streptoco
Fungsi tubuh Empedu Radang glukuronid ccus,
Estrogen dinding ase Ascaris
& control thdp Litogeni Hemolisis
kolesterol mukosa Lumbaric
kantung oides,
Asam Crohn empedu
Kolestero Empedu &resek
Jln Hipereksi
l si ileum bilirubin Fosfolipase A
Kolesterol
terkojugat Kapasitas
“buffering”
Menghasilkan Garam asam sialik
asam lemak empedu dan
SUPERSATURASI komponen
bebas
(terutamanyaa KOLESTEROL sulfat
Aktivitas
paretal,sam strearik
total,
dan asam
cederamedulla ph
palmitik)
spinalis,
sekresi Vesike Vesikel berlapis-
l lapis
(Vesicles Bilirubin tak Defek Berkompleks
multilamelar) terkojugat mekanisme
Aktivitas dengan
asidifikasi senyawa
pengosongan
empedu kalsium
empedu
Pembentukan
Kristal
Kolesterol Membentuk
Hambatan Akumulas garam kalsium
Aupersaturasi
aliran i musin kalsium
empedu ke Batu
karbonat dan
usus Kolesterol
fosfat
Endapan
Musin Garam
Gangguan Semakin Presipitasi kalsium kalsium
sirkulasi pekat karbonat fosfat dan berkristalisasi
enterohepatik bilirubin tak terkonjugat
Batu kalsium
bilirubinat
Gangguan
output garam Polimerisasi
empedu dan yang terjadi
fosfolipid kemduian akan
(Lecitin) menghasilkan
Kristal
Pembentukan
batu berpigmen
hitam
KOLELITIASIS
22
KOLELITIASIS
Iritasi dinding
Batu terdorong
Intake makanan duktus sisikus Peradangan
menuju duktus disekitar
(terutama akibat gesekan
sistikus hepatobiler
lemak) dengan batu
Aliran balik
cairan empedu
Sekresi Obstruksi ke hepar, Respon Pengeluaran,
kolesistonin duktus sistikus Gangguan melalui darah Inflamas SGPT, SGOT
oleh dinding aliran empedu i (Iritatif pada
duodenum Peningkatan jlh Permeabilitas saluran cerna)
ke duodenum Merangsang
bilirubin dlm vasa dan
Distansi nervus vagal
darah perubahan
kantung Mengganggu (N.X Vagus)
hemodinamik
Kontraksi empedu absorbs vitamin Ikterus
kantung Menekan
A, D, E, K Penumpukan rangsangan
Fondus empedu Terjadi cairan di sistem saraf
Peregangan Gesekan penumpukan intertial
menyentuh Defisiensi parasimpatis
fleksus seliakus empedu dg bilirubin pada
dinding abdomen vitamin K
lapisan bawah Oedema Peristaltik usus
pada kartilago
Gangguan kulit dan lambung
koste 9&10
NYERI pembekuan Tekanan intra
darah normal abdomen Aneroksi
Gatal-gatal Ketidakseimba a
pada kulit ngan nutrisi
RISIKO Penekanan
PENDARAHAN pada Makanan
Kulit tertahan di
digaruk lambung
Pergerak Sulit untuk Nyeri terutama dalam lambung
an tubuh tertidur saat inspirasi
terbatas
Produksi asam
lambung
HAMBATAN RISIKO
IMSOM KETIDAKEFEKTI KERUSAKAN
MOBILITAS
NIA FAN POLA INTEGRITAS
FISIK Pengaktifan
NAFAS KULIT pusat muntah
(medula
oblongata)
Muntah
23
8. Pemeriksaan Penunjang
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radiopak. Kadang-
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
24
b. USG
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri
pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi
biasa.
c. kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif
murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubin serum di atas 2 mg/dl, obstruksi pylorus
dan hepatitis, karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
kandung empedu.
(Smeltzer, 2001).
25
9. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
a. Kolisistektomi terbuka
cedera dekubitus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Indikasi yang paling umum
untuk kolisistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
(Smeltzer,2001).
b. Kolisistektomi laparoskopi
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya
yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini,
c. Disolusi medis
Masalah umum yang menggangu semua zat yang pernah digunakan adalah
angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya
memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian
26
prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi
dan hilangnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,
kekambuhan batu terjadi pada 50% pasien.
d. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(metal-ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang
diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada
pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
f. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anastesi lokal bahkan disamping
tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama
untuk pasien yang sakitnya kitis.
(Smeltzer, 2001)
27
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
Pre-Operasi
a. Identitas
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
Dengan wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
b. Riwayat Kesehatan
28
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut dengan “
clay-colored” (Muttaqin, 2011).
- Riwayat Kesehatan Dahulu
c. Pola Kesehatan
- Pola Persepsi
Biasanya pasien dengan Cholelitiasis tidak tahu dengan gejala penyakitnya
sehingga terlambat ergi berobat. Pasien baru mengalami tanda gejala jika
penyakitnya sudah menimbulkan dampak yang serius bagi kehidupannya
sehari.
- Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan dan mengalami
penurunan BB. Terlebih jika penyakitnya sudah menekan area paru dan
menyebabkan pasien mengalami sesak nafas.
- Pola Eliminasi
Biasanya pasien tidak mengalami masalah atau gangguan dalam pola
eliminasi BAB ataupun BAK nya.
29
- Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya istirahat dan tidur dapat terjadi gangguan akibat nyeri dan sesak
nafas yang dirasakan pasien.
- Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya pasien akan mengalami kelemahan
- Pola Kognitif dan Persepsi
Biasanya nyeri yang dirasakan dapat mempengaruhi pola ini.
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
Biasanya terganggu karena harus mendapat perawatan yang mengharuskan
ia dirawat di RS.
- Pola Hubungan dan Peran
Biasanya pasien mengalami gangguan sosial karena sakitnya ia tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasa dan menjalankan tugas sesuai dengan
perannya.
- Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya kaji hubungan seksual pasien, biasanya tidak ada gangguan
seksual ataupun reproduksi akibat dari sakit cholelitiasis yang dideritanya
saat ini.
- Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Biasanya pasien akan mengalami kekhawatiran terhadap penyakitnya dan
kecemasan akibat dari tindakan operasi yang akan dilakukannya.
- Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Biasanya tidak ada gangguan. Pasien akan lebih dekat dengan pencipta_Nya
terlebih untuk berserah diri atas penyakitny dan meminta kesembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
- Tanda Vital
30
HR : Biasanya takikardia
respon inflamasi
pada kepala, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan pada kepala, biasanya
warna rambut sesuai dengan usia, rambut mudah rontok, dan kebersihan
ada oedema pada palpebra, tidak ada peningkatan tekanan bola mata, tidak
ditengah, tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, tidak ada
31
berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu proses
- Leher
- Dada
Paru
simetris kiri dan kanan, penggunaan otot bantu pernafasan bisa ada jika
pasien mengalami sesak yang hebat. Bentuk dada yang abnormal dapat
Jantung
tambahan
- Abdomen
32
Auskultasi : Biasanya bising usus meningkat akibat nyeri yang
dirasakan
sepuluh bagian kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang
eliminasi urine dan defekasi mengalami gangguan seperti warna urine dan
feses berubah.
33
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
(NANDA, 2015-1017)
34
1. Pengkajian Post-Operasi
a. Identitas
Biasanya tidak ada perubahan pengkajian pada post-operasi dengan pre-operasi.
b. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya setelah dilakukan tindakan operasi pada pasien, maka pasien akan
mengeluhkan nyeri pada luka bekas operasi, pasien akan mengeluhkan nyeri
seperti disayat dan kadang nyeri dapat mengganggu tidurnya.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya tidak ada perubahan dari pengkajian pre-op. Saat pengkajian post-
op pasien telah selesai menjalankan operasi akibat dari penyakitnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya tidak ada perubahan dari pengkajian pre-operasi.
c. Pola Kesehatan
- Pola persepsi
Biasanya pasien akan mengeluhkan nyeri setelah operasi
- Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pasien akan mengalami mual setelah operasi akibat dari anastesia
dan belum bisa makan apabila belum flatus serta mengalami penurunan nafsu
makan.
- Pola Eliminasi
Biasanya pola eliminasi akan terganggu setelah operasi. Biasanya pasien akan
mengalami konstipasi setelah operasi, belum ada flatus. Eliminasi BAK
biasanya tidak ada gangguan.
- Pola Tidur dan Istirahat
Biasanya dapat terganggu akibat dari adanya nyeri pada luka bekas insisi.
- Pola Aktivitas dan Latihan
Biasanya pasien akan lemah setelah operasi dan beberapa hari setelah operasi
pasien akan kembali dapat melakukan aktivitas seperti biasa terlebih apabila
penyakit nya dapat ditangani dengan cepat atau belum menyerang organ lain.
- Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya terganggu akibat nyeri. nyeri akan mengganggu proses kognitif
pasien.
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
35
Biasanya tidak ada gangguan
38
INTERVENSI KEPERAWATAN
42
dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan
nutrisi (khususnya untuk
pasien dengan kebutuhan
energy tinggi, seperti
pasien pascaoperasi dan
luka bakar, trauma,
demam, dan luka
4. Berikan pasien minuman
dan camilan bergizi, tinggi
protein, tinggi kalori yang
siap dikonsumsi, bila
memungkinkan.
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Muttaqin,
2011).
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan
keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data
adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji efektivitasnya
43
keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah.
(Muttaqin, 2011).
44
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M, & Hawks, J. H. 2010. Keperawatan Medikal Bedah : Menejemen klinik untuk hasil
yang diharapkan. St. Louis : Saunders Elsevier.
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
45
46