HALAMAN JUDUL
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing :
dr. Musrifah Budi Utami, Sp. PD
Diajukan Oleh :
Fernando Yudha Kusuma, S.Ked
J510185121
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh :
J510185121
Pembimbing :
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
BAB I CASE REPORT............................................................................................1
A. Identitas........................................................................................................1
B. Anamnesis....................................................................................................1
C. Anamnesis Sistem Lain................................................................................2
D. Pemeriksaan Fisik........................................................................................3
E. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................5
F. Resume.........................................................................................................6
G. Diagnosa Kerja.............................................................................................7
H. Diagnosis Banding.......................................................................................7
I. Penatalaksanaan...........................................................................................7
J. Follow Up.....................................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................10
A. Epidemiologi..............................................................................................10
B. Etiologi.......................................................................................................11
C. Patogenesis.................................................................................................12
D. Manifestasi klinis demam tifoid.................................................................14
E. Diagnosis....................................................................................................15
F. Terapi.........................................................................................................21
G. Komplikasi Demam Tifoid........................................................................22
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
iii
iv
BAB I
CASE REPORT
A. Identitas
Nama : Bp. C
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Alamat : Karanganyar
Agama : Islam
No RM : 4494**
Tanggal Masuk RS : 29 Oktober 2018
Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2018
B. Anamnesis
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis.
1. Keluhan Utama
Demam 4 hari
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki datang ke RSUD Karanganyar dengan keluhan
demam sejak 4 hari. Pasien mengatakan pada saat hari pertama
demamnya hanya sumer-sumer kemudian bertambah tinggi pada hari
berikutnya disertai menggigil dan tidak mereda. Pasien mengatakan
keluhan demam tersebut juga disertai dengan sakit kepala, perut terasa
nyeri serta mual muntah. Pasien juga merasakan perut terasa panas dan
ada nyeri tekan di seluruh abdomen. Pasien mengatakan keluhan diatas
dialami setelah pasien membersihkan kebun tetangganya. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Pasien sudah
pernah dirawat di salah satu rumah sakit di Sragen tetapi keluhan
tersebut tetap dirasakan. Sejak pasien mengalami keluhan tersebut
2
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat Merokok : disangkal
Riwayat Konsumsi Alkohol : disangkal
Riwayat Konsumsi Jamu : disangkal
D. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Lemas
Kesadaran : Compos Mentis, E4V5M6
Status Gizi : Baik
Vital Sign
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 105 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 38,7 oC
SpO2 : 98 %
Kepala : normocephal, conjungtival suffusion (+/+), sklera
ikterik (+/+), edema palpebra (-/-), reflek cahaya (+/+)
Leher : massa (-), pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-/-)
Thorax
Paru Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dinding dada simetris, pergerakan dinding dada
simetris, tidak ada retraksi, tidak ada pelebaran sela
iga
Palpasi Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi Sonor di paru kanan dan paru kiri, batas paru pada
SIC V line midclavicula dextra
Auskultasi Terdengar suara dasar vesikular (+/+), Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-).
Jantung Hasil pemeriksaan
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi Ictus cordis teraba tidak kuat angkat.
Perkusi Batas Jantung :
Batas Kiri Jantung
^ Atas : SIC II linea sternalis sinistra.
4
Abdomen
Abdomen Hasil pemeriksaan
Inspeksi Dinding perut sejajar dengan dinding dada, perut
membesar (-), terdapat penonjolan lien (-)
Auskultasi Suara peristaltik (+) meningkat, Suara tambahan
(-)
Palpasi Nyeri tekan regio epigastrik (+), pembesaran
hepar (+), pembesaran lien (+)
Perkusi Suara timpani (+)
Ekstremitas : Clubbing finger (-), pitting oedem (-), spoon nail (-)
Ekstremitas Superior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Superior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Dextra Akral Hangat (+), Edema (-)
Ekstremitas Inferior Sinistra Akral Hangat (+), Edema (-)
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Angka Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14.5 gr/dl 12.0 – 15.5
Hematokrit 41.0 % 35 – 47
Lekosit 9.07 10^3/ul 4.4 – 11.3
Trombosit 172 10^3/ul 150 – 362
Eritrosit 4.56 10^6/ul 4.1 – 5.1
MCV 90.0 fL 82.0 – 92.0
MCH 31.8 Pg 28 – 33
MCHC 35.3 g/dL 32.0 – 37.0
Neutrofil% 65.8 % 50.0 – 70.0
5
Pemeriksaan Serologi
Salmonella Typhi H Negatif
Salmonella Typhi O Negatif
Salmonella Paratyphi AH Negatif
Salmonella Paratyphi BH Negatif
Salmonella Paratyphi CH Negatif
Salmonella Paratyphi AO Negatif
Salmonella Paratyphi BO Negatif
Salmonella Paratyphi CO Negatif
F. Resume
Dari hasil autoanamnesis didapatkan keluhan pasien demam
disertai keluhan perut terasa panas dan nyeri serta mual muntah sejak 4
hari.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang tampak
lemas, kedua mata ikterus, conjuctival suffusion, reflek cahaya kedua
mata, nyeri tekan abdomen.
Dari pemeriksaan penunjang Darah Rutin didapatkan kenaikan
bilirubin total 17.56, bilirubin direk 9.52, bilirubin indirek 8.04, SGOT
101, SGPT 100, HBs Ag non reaktif.
G. Diagnosa Kerja
Leptospirosis
6
H. Diagnosis Banding
Hepatitis non viral, demam dengue, malaria
I. Penatalaksanaan
1. Medikametosa
Inf Asering / 24 jam
Inf Aminofluid Hepar / 24 jam
Inj OMZ / 12 jam
Inj. Grancentron / 8 jam
Inj Ceftriaxone / 12 jam
Inj. Ketorolac / 8 jam
Ulsidex 3 x 1
Curcumex 3 x 1
N Asetil 3 x 1
CC pusing
2. Non Medikamentosa
Tirah baring
7
J. Follow Up
30/10/2018 S/ Pasien mengeluh mual, panas, P/
muntah (-) Inf. RL 25 tpm
Inj. Ranitidine 1A / 12 jam
O/ Kesadaran: CM Inj. Ondancentron / 12 jam
KU: tampak lemas Inj. Santagesik 1A / 8 jam
TD = 110/70 mmHg
S = 38.5
RR = 18 x/menit
N = 80x/menit
K/L = normocepal, CA (-/-), SI (-/-),
PKGB (-)
Tho = P/SDV (+/+) Wh (-/-) Rh (-/-)
C/ BJ I/II reguler, bising (-)
Abd = supel (+) NT (+) regio
epigastrik, peristaltik (+), timpani sel.
lapang abdomen
Eks = akral hangat (+), edema (-/-)
A/ leptospirosis
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp, yang
dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis).
Leptospirosis dikenal juga dengan nama Penyakit Weil, demam
Icterohemorrhage, penyakit Swineherd, demam pesawah, jaundis
berdarah, demam canicola.
B. Etiologi
Leptospira adalah spirochaeta yang berasal dari famili
Leptospiraceae. Genus Leptospira terdiri atas 2 spesies: L.interrogans yang
patogenik dan L.biflexa yang hidup bebas. Spesies Leptospira interrogans
sendiri terdiri dari 23 serogroups dan lebih dari 200 serotypes (serovars).
Yang paling sering menimbulkan penyakit berat dan fatal adalah serotype
Leptospira icterohemorrhagiae. Organisme ini panjangnya 6 sampai 20
um dan lebarnya 0,1 um; kurang berwarna tetapi dapat dilihat dengan
mikroskop dengan pemeriksaan lapangan gelap dan setelah pewarnaan
silver. Leptospirosis membutuhkan media dan kondisi khusus untuk
tumbuh; membutuhkan waktu beberapa bulan agar kultur menjadi positif.
11
C. Epidemiologi
Leptospirosis adalah zoonosis penting dengan penyebaran luas
yang mempengaruhi sedikitnya 160 spesies mamalia. Tikus, adalah
reservoir yang paling penting, walaupun mamalia liar yang lain yang sama
dengan hewan peliharaan dan domestic dapat juga membawa
mikroorganisme ini. Leptospira meningkatkan hubungan simbiosis dengan
hostnya dan dapat menetap pada tubulus renal selama beberapa tahun.
Transmisi leptospira dapat terjadi melalui kontak langsung dengan urin,
darah, atau jaringan dari hewan yang terinfeksi atau paparan pada
lingkungan; transmisi antar manusia jarang terjadi. Karena leptospira
diekresikan melalui urin dan dapat bertahan dalam air selama beberapa
bulan, air adalah sarana penting dalam transmisinya.
Epidemik leptospirosis dapat terjadi melalui paparan air tergenang
yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi. Leptospirosis paling
sering terjadi di daerah tropis karena iklimnya sesuai dengan kondisi yang
dibutuhkan pathogen untuk bertahan hidup. Pada beberapa negara
berkembang, leptospirosis tidak dianggap sebagai masalah. Pada tahun
1999, lebih dari 500.000 kasus dilaporkan dari Cina, dengan nilai case
fatality rates dari 0,9 sampai 7,9%. Di Brazil, lebih dari 28.000 kasus
dilaporkan pada tahun yang sama.
12
D. Faktor Resiko
1. Pekerjaan yang kontak dengan air seperti: petani yang bekerja di
sawah, peternakan, pekerja rumah potong hewan, dan tentara yang
berlatih di daerah rawa-rawa.
2. Orang yang sedang berekreasi seperti berenang di sungai, rekreasi
kano dan olah raga lintas alam di daerah berawa.
3. Di rumah tangga pada orang yang merawat binatang peliharaan,
pemelihara hewan ternak, dan tikus di rumah-rumah.
2. Hati
Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan infiltrasi sel
limfosit fokal dan proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-
kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya
organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
3. Jantung
Epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan
miokardium dapat fokal atau difus berupa interstitial edema dengan
infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan
infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endokarditis.
4. Otot rangka
Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa local nekrotis,
vakuolisasi dan kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
disebabkan invasi langsung leptospira. Dapat juga ditemukan antigen
leptospira pada otot.
5. Mata
Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata selama fase
leptospiremia dan bertahan beberapa bulan walaupun antibody yang
terbentuk cukup tinggi. Hal ini akan menyebabkan uveitis.
6. Pembuluh darah
Terjadi perubahan pada pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis
yang akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/pteki
pada mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan
bawah kulit
15
8. Weil Disease
Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus,
biasanya disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan
demam tipe kontinua. Penyakit weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus
dengan leptospirosis. Penyebab weil disease adalah serotype
icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copanhageni dan
bataviae. Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic, atau
disfungsi vascular.
F. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi biasanya terjadi antara 2-20 hari. Leptospirosis
mempunyai 2 fase penyakit yang khas yaitu fase leptospiremia akut yang
diikuti fase imun. Perbedaan kedua fase ini tidak selalu jelas, dan pada
kasus-kasus ringan tidak selalu diikuti fase kedua.
Gejala klinis yang terjadi :
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia,
mialgia, conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus,
hepatomegali, ruam kulit, fotophobia.
16
Fase Leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah dan
cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit
kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada
paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti
dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga
didapati, mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada
sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
keadaaan sakit berat, bradikardi relative, dan ikterus (50%). Pada hari ke
3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan fotofobia. Pada kulit
dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta
limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien
akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ
yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaaan sakit yang lebih berat, demam turun setelah 7 hari diikuti
oleh bebas demam selam 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali.
Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.
17
Fase imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibody, dapat timbul
demam yang mencapai suhu 40°C disertai mengigil dan kelemahan umum.
Terdapat rasa sakit yang menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki
terutama betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala kerusakan
pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling jelas terlihat pada
fase ikterik, purpura, petechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan
manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjungtiva injection dan
conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis
untuk leptospirosis.
Terjadinya meningitis merupakan tanda fase ini, walaupun hanya
50% gejala dan tanda meningitis, tetapi pleositosis pada CSS dijumpai
pada 50-90% pasien. Tanda-tanda meningeal dapat menetap dalam
beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1- 2 hari. Pada fase
ini leptospira dapat dijumpai dalam urin.
G. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien
biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia,
influenza, syndrome syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan
diathesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai pancreatitis.
Pada anamnesis, penting diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien,
apakah termasuk kelompok resiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam
yang muncul mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri otot,
mata merah/fotofobia, mual atau muntah.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardi, nyeri tekan
otot, hepatomegali dan lain- lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin bisa dijumpai lekositosis, normal atau sedikit menurun disertai
gambaran neutrofilia dan laju endap darah yang meninggi. Pada urin
dijumpai proteinuria, leukosituria. Bila organ hati terlibat, bilirubin direk
meningkat tanpa peningkatan transaminase. Ditemukannya sedimen urin
18
(leukosit, eritrosit, dan hyalin atau granular) dan proteinuria ringan pada
leptospirosis anikterik menjadi gagal ginjal dan azotemia pada kasus yang
berat. Jumlah sedimen eritrosit biasanya meningkat. Pada leptospirosis
anikterik, jumlah leukosit antara 3000-26000/μL, dengan pergeseran ke
kiri ; pada Weil’s sindrom, sering ditandai oleh leukositosis. BUN, ureum,
dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal.
Trombositopenia yang ringan terjadi pada 50 % pasien dan dihubungkan
dengan gagal ginjal. Pada perbandingannya dengan hepatitis virus akut,
leptospirosis memiliki bilirubin dan alkalin phospatase serum yang
meningkat sama dengan peningkatan ringan dari aminotransferase serum
(sampai 200/ul). Pada Weil’s sindrom, protrombin time dapat memanjang
tetapi dapat dikoreksi dengan vitamin K. Kreatin phospokinase yang
meningkat pada 50 % pasien dengan leptospirosis selama minggu pertama
perjalanan penyakit, dapat membantu membedakannya dengan infeksi
hepatitis virus.
H. Pengobatan
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan
mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat
penting pada leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan
spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi pasien. Namun pada
beberapa pasien membutuhkan tindakan hemodialisa temporer. Obat
pilihan adalah Benzyl Penicillin. Pemberian antibiotic harus dimulai
secepat mungkin, biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup
efektif. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,
amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk
kasus-kasus ringan dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin,
ampisilin atau amoksisilin maupun sephalosporin.
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan
utama, namun perlu diingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira
masih di darah (fase leptospiremia). Pada pemberian penisilin dapat
19
BAB III
PEMBAHASAN
2. Non Medikamentosa
Tirah baring
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Indrawati Fitri. LEPTOSPIROSIS. KEMAS. Volume 4 / No. 2 / Januari –
Juni, 2009.
2. Priyanto Agus, Hadisaputro Soeharyo, Santoso Ludfi, Gasem Hussein, Adi
Sakundarno. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Leptospirosis. Program Magister Epidemiologi Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro, 2008.
3. Leptospirosis. Center for Food Security and Public Health. Iowa, 2005.
Available from :
http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/leptospirosis.pdf
4. Leptospirosis. Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Tasikmalaya.
Available from URL:
http://dinkes.tasikmalayakota.go.id/index.php/informasi-penyakit/199-
leptospirosis.html
5. Widodo Judarwanto. Leptospirosis pada Manusia. Allergy Behaviour
Clinic, Picky Eaters Clinic (Klinik Kesulitan Makan) Rumah Sakit Bunda.
Jakarta, 2009.
6. Maha Masri S. Gejala Klinis dan Pengobatan Leptospirosis. Pusat
Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Cermin Dunia Kedokteran No.152.
Jakarta, 2006.
7. The Leptospirosis Information Center, 2004 – 2009. Available from URL :
http://www.leptospirosis.org/
8.
RR = 18 x/menit
N = 80x/menit
K/L = normocepal, CA (-/-), SI (-/-),
PKGB (-)
Tho = P/SDV (+/+) Wh (-/-) Rh (-/-)
C/ BJ I/II reguler, bising (-)
Abd = supel (+) NT (+) regio
epigastrik, peristaltik (+), timpani sel.
lapang abdomen
Eks = akral hangat (+), edema (-/-)
A/ leptospirosis