Anda di halaman 1dari 4

Sekilas tentang Njah Djambon

Disisi utara Jl. Untung Suropati, Pasar Kliwon, sekitar 200 meter arah timur dari perempatan Pasar
Kliwon terlihat sebuah bangunan berlanggam Jawa yang konon pernah dimiliki seorang petinggi Keraton
Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kini, Bangunan bekas rumah tinggal itu berubah fungsi menjadi
restoran. Pemiliknya kini pasangan suami istri Fahmi Alwi Mulachela dan Novi Alkaff.

Bangunan yang terletak di Jl. Untung Suropati No.93 Pasar Kliwon, Solo ini menempati tanah seluas
1000m2. Sekitar 70% tanah itu digunakan untuk bangunan. Praktis 30% sisanya digunakan untuk area
parkir, taman dan public space.
Pendapa bangunan ini tergolong antik dan unik karena jarang ditemukan di Jawa. Apalagi pendapa itu
masih orisinal, baik dari sisi material, bentuk dan tempatnya. Joglo itu dikenal dengan nama Satriya
Pinayungan dengan ciri khas adanya lambang gantung dengan hiasan paku kayu berukir. Selain itu,
terdapat pemidhangan yang terdiri atas belandar pemanjang dan belandar pengeret. Semua hal yang
berkaitan dengan Joglo tersebut dijelaskan cukup rinci dalam sebuah catatan singkat yang ditulis pakar
arsitektur Jawa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Titis Srimuda Pitana. Catatan itu dikolaborasikan
dengan foto-foto koleksi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadi pajangan menarik di
pendapa itu.
Ikon NJAH DJAMBON

Peringgitan menyatu dengan pendapa karena hanya ditandai dua pilar kayu di depan pintu masuk dalem ageng. Di
peringgitan inilah terdapat ikon rumah makan itu yang sekaligus menjadi nama restoran itu. Ikon itu berupa
karikatur seorang perempuan priyayi kaya tempo dulu yang gaul dengan senyuman yang memikat. Tokoh fiktif itu
diberi nama Njah Djambon.
Nama Njah Djambon itu menunjukkan konsep dalam desain bangunan ini. Figur Njah Djambonmerupakan
perempuan kaya yang hidup pada zaman kolonial. Mode yang dipakainya gaya Jawa, tetapi lebih fungky atau gaul.
Pemilihan warna jambon itu sesuai dengan namanya Njah Djambonyang gaul dan fungky. Warna itu sengaja
ditampilkan untuk mereduksi kesna kaku pada bangunan Jawa.

Ruang VIP

Begitu masuk ke dalam, suasananya berbeda. Bila di pendapa menampilkan aksen-aksen Jawa, maka di dalam lebih
menonjolkan interior gaya kolonial. Di ruangan ber-AC ini terdapat banyak model kursi dan meja gaya kolonial,
termasuk hiasan lampu robyong juga memilih model Eropa. Keberadaan gebyok masif dengan ukiran khas gaja
Surakarta dan hiasan patung loro blonyo model Yogyakarta menjadi pelengkap bahwa ruangan itu didesain dengan
perpaduan Jawa-Kolonial. Nilai-nilai sinkretis Jawa dan Kolonial terlihat jelas di ruangan ini.

Ruang utama itu diapit dua gladri, yakni gladri kiwo dan gladri tengen. Gladri itu beralih fungsi dari kamar menjadi
ruang pertemuan.

Interior Penuh Kejutan

Bukan hanya penggunaan cat yang nyleneh, Interior Njah Djambon resto pun ditata dan didesain dengan
tak lazim. Meja dan kursi makan di restoran itu pun tak menggunakan furnitur pada umumnya. Beberapa
resban antik menjadi pilihan sebagai kursi dan gerobok kuno sebagai meja. Wastafel yang ditempatkan di
sebuah lorong penghubung dapur dan ruang saji juga di desain unik.
Interior di pendapa diperuntukkan bagi tamu biasa, sedangkan Interior untuk tamu istimewa atau VIP
didesain di dalam “Dalem Ageng”. Di ruang utama ber-AC itu di pajang kursi bergaya Rococo dengan meja
marmer berbentuk bundar dan oval. Ada juga hiasan lampu robyong gaya Eropa yang terbuat dari kristal
kaca. Lukisan-lukisan gaya Eropa juga menjadi penghias dinding. Desain gaya Eropa itu pun ditemukan
di ruang pertemuan yang memanfaatkan gladri kanan dan kiri.

Anda mungkin juga menyukai