Anda di halaman 1dari 10

Sekilas Pemilihan Konsep Modern Heritage Pada Restoran

Konsep Modern Heritage pada Restoran

Di Solo tepatnya di Gembongan Kertasura terdapat sebuah bangunan tua bekas pabrik pengolahan
gula peninggalan Belanda yang saat ini dimiliki oleh swasta.
Di dalam bangunan ini akan di desain sebuah hotel, dengan restoran unik ber atap kaca, pendesain akan
merancang bagian dalam restoran dengan konsep “ Moderen Heritage” . Pemilihan konsep didasari
oleh puing-puing sejarah yang melekat pada bangunan. Bentuk bangunan tidak akan dirubah, tetap
dipertahankan dan diperbaiki, perbaikan dilakukan sebatas pengembalian bentuk asli bangunan, untuk
mengikuti perkembangan trend dan zaman, desainer memilih untuk tidak sama sekali memberikan
ornament yang rumit. Mengekspos rangka dasar dan atap akan menjadi point of interest pada resoran.
Desainer akan menitik beratkan fungsi dan kenyamanan di dalam bangunan restoran. Pemilihan bahan
untuk furnitur disesuaikan dengan kondisi keseluruhan desain menggunakan ukuran standar
ergonomic. Menurut para pakar, desain bukanlah ilmu pasti, tidak ada rumus dalam mendesain, setiap
gagasan dan sumber inspirasi akan menjadi pertimbangan desainer untuk memaksimalkan kreatifitas.
Semua akan dipertimbangkan dan diolah tanpa meninggalkan target audience.

Target audience tidak hanya untuk iklan atau advertising saja,

Pembagian target konsumen.

a. Demografi
Usia, Jenis kelamin, pendidikan
b. Geografi
Wilayah, tempat tinggal, budaya

c. Psikologi

Gaya hidup, kebiasaan (habit), status sosial (bawah-menengah-atas), sikap, nilai

Sekilas arsitektur modern

Arsitektur modern tidak dapat didefinisikan secara mentah. Ada banyak tokoh dan sumber yang
menjelaskan mengenai definisi arsitektur modern. Berikut merupakan beberapa pernyataan yang
berkaitan dengan arsitektur modern yang diperoleh dari buku berjudul ‘Arsitektur Modern Akhir abad
XIX dan abad XX’ karya Yulianto Sumalyo.

Agustus Welby Northmore Pugin (1812-52) dalam bukunya yang berjudul ‘Contrasts’ terbit tahun 1836
menjelaskan bahwa pada jaman pertengahan (mediaeval) Gereja di Kota Khatolik mulai digantikan oleh
pabrik, penjara dan pergantian fungsi lainnya. Penjelasan ini membuktikan bahwa pada zaman itu
muncul bangunan-bangunan dengan fungsi baru yang tidak pernah ada sebelumnya.

John Ruskin (1819-1900) seorang arsitek Inggris dalam bukunya yang berjudul Ketujuh Lampu dalam
Arsitektur “Les Sept Lampes de l’architecture (1849) menyebutkan pentingnya suatu bentuk hommogen
atau keseragaman untuk seluruh masyarakat. Pernyataan ini merupakan tanda berakhirnya arsitektur
gotik dan eklektik yang memiliki ciri khas daerah masing-masing. Disebutkan juga bahwa Ruskin
merupakan tokoh ideologi functionalism dan menganggap aliran arsitektur gotik hanya dekorasi semata.

Sementara William Morris (1834-96) yang juga murid Ruskin menulis buku yang berjudul ‘Les arts
decoratifs, leur relation avec la vie moderne’ atau yang artinya berbagi seni, dan hubungannya dengan
kehidupan modern. Buku inilah yang menjadi cikal bakal ‘art noveau’ dan ‘modern style’.

Eugen Emmanuel Violet-le-Duc dalam bukunya yang berjudul ‘Dictionnarie raisonn de l’archtecture
fancaise du XI au XVI siecle’ (Kamus pemikiran arsitektur perancis abad XI hingga XVI) menjelaskan
bahwa arsitektur hendaknya mengungkapkan ‘kekuatan’ seperti halnya mesin uap, listrik dan dapat
memanfaatkan material baru seperti halnya baja. Pernyataan ini sekaligus menjelaskan munculnya ide
terhadap bentuk yang fungsional dan pemanfaatan material berteknologi baru dalam arsitektur.Dari
pernyataan-pernyataan tokoh diatas dapat dipetik suatu gambaran bahwa arsitektur modern
merupakan suatu aliran/gaya arsitektur yang berkembang setelah arsitektur klasik. Arsitektur modern
berusaha meninggalkan dekorasi yang dianggap tidak fungsional pada bangunan dan lebih menekankan
kepada fungsi sehingga sering disebut juga fungsionalisme.

Karena hanya mengikuti fungsi, maka bentuk-bentuk pada arsitektur modern umumnya tidak memiliki
makna atau mengacu pada hal-hal tertentu maupun ciri khas suatu daerah. Hal inilah yang kemudian
menjadikan arsitektur modern bersifat homogen dan diharapkan bisa menjadi gaya yang diterapkan
semua orang dalam internasional atau international style.

Berdasarkan pernyataan tokoh-tokoh di atas juga dapat dikatakan bahwa arsitektur modern berusah
lepas dari pengaruh masa lalu dan berjalan menuju masa depan yang penuh dengan kecanggihan
teknologi serta penggunaan material baru.

karakteristik Arsitektur modern pada umumnya adalah :

Suatu penolakan terhadap gaya lama

Suatu yang mengadopsi prinsip bahwa bahan dan fungsi sangatlah menentukan hasil dalam suatu
bangunan.

Arsitektur tanpa makna/filosofi, hanya fungsi

Suatu yang menyangkut tentang mesin dan teknologi bangunan

Menolak adanya bordiran atau ukiran dalam bangunan.

Menyederhanakan bangunan sehingga format detail dan ornamen menjadi tidak perlu.

Sekilas Heritage

Pendek kata, heritage adalah sesuatu yang seharusnya diestafetkan dari generasi ke generasi, umumnya
karena dikonotasikan mempunyai nilai sehingga patut dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya.
Dalam kamus Inggris- Indonesia susunan John M Echols dan Hassan Shadily, heritage berarti warisan
atau pusaka.

Heritage memiliki banyak pengertian, Menurut UNESCO heritage yaitu sebagai warisan (budaya) masa
lalu, apa yang saat ini dijalani manusia, dan apa yang diteruskan kepada generasi mendatang. Pendek
kata, heritage adalah sesuatu yang seharusnya diestafetkan dari generasi ke generasi, umumnya karena
dikonotasikan mempunyai nilai sehingga patut dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya. Dalam
kamus InggrisIndonesia susunan John M Echols dan Hassan Shadily, heritage berarti warisan atau
pusaka. Sedangkan dalam kamus Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang
dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahun-tahun dan diangap sebagai bagian penting dari
karakter mereka. Dalam buku Heritage: Management, Interpretation, Identity, Peter Howard
memaknakan heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material
maupun alam. Selama ini warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik, seperti
berbagai benda yang tersimpan di museum. Merujuk pada Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia yang
dideklarasikan di Ciloto 13 Desember 2003, heritage disepakati sebagai pusaka. Pusaka (heritage)
Indonesia meliputi Pusaka Alam, Pusaka Budaya, dan Pusaka Saujana. Pusaka Alam adalah bentukan
alam yang istimewa. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, 11 rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih
500 suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan
dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka Budaya mencakup
pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible). Pusaka Saujana adalah gabungan
Pusaka Alam dan Pusaka Budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Pusaka Saujana dikenal dengan
pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana budaya), yakni menitikberatkan pada keterkaitan
antara budaya dan alam dan merupakan fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan tidak
berwujud. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa heritage sangat
mempunyai peranan yang penting, tidak hanya dari nilai sejarah namun dari nilai sosial-budaya
masyarakat. Oleh karena itu, jika heritage dapat dipertahankan kelestariannya, maka eksistensi dari
sejarah perkembangan kota dari aspek perekonomiannya serta nilai sosial-budaya masyarakatnya dapat
terlestarikan pula dan akan mampu menjadi salah satu karakteristik identitas bagi kota tersebut.

Ciri-ciri Heritage

Setiap heritage memiliki sejarahnya masing-masing. Heritage tidak selalu berupa benda mati, namun
dapat berupa makhluk hidup ataupun yang sejenis. Heritage dapat digunakan sebagai icon suatu daerah
tertentu yang melambangkan peristiwa besar ataupun peninggalan yang ada pada suatu daerah
tersebut.

Heritage merupakan bukti/ tanda petunjuk aktivitas 12 yang dimiliki dan masih terus mempunyai nilai
sejarah yang penting. Heritage merupakan bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian
masyarakat. Disamping itu, nilai-nilai yang dimiliki heritage juga merupakan catatan yang mengisi
kenangan dan adat-istiadat masyarakat.

Menurut Synder dan Catanse dalam Budiharjo (1997), terdapat enam cirri-ciri heritage, antara lain

: 1) Kelangkaan , karya merupakan sesuatu yang langka.

2) Kesejarahan, yaitu memuat lokasi peristiwa bersejarah yang penting.


3) Estetika, yaitu mempunyai keindahan bentuk struktur atau ornament.

4) Superlativitas, yaitu tertua, tertinggi, atau terpanjang.

5) Kejamakan, yaitu karya yang mewakili suatu jenis atau ragam bangunan tertentu.

6) Pengaruh, yaitu keberadaanya akan meningkatkan citra lingkungan sekitarnya.

Selain keenam cirri-ciri diatas, Kerr (1983) menambahkan tiga cirri-ciri heritage, yaitu :

1) Nilai Sosial, yaitu mempunyai makna bagi masyarakat.

2) Nilai Komersial, yaitu berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai kegiatan ekonomis.

3) Nilai Ilmiah, yaitu berperan dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Dengan dasar pengertian diatas, desainer akan menggabungkan kedua pola antara moderen dan
warisan/ moderen heritage.

Sumber sumber inspirasi


Sekilas bahan yang akan digunakan.

Polikarbonat

adalah suatu kelompok polimer termoplastik, mudah dibentuk dengan menggunakan panas.
Plastik jenis ini digunakan secara luas dalam industri kimia saat ini. Plastik ini memiliki banyak
keunggulan, yaitu ketahanan termal dibandingkan dengan plastik jenis lain, tahan terhadap
benturan, dan sangat bening. Dalam identifikasi plastik, polikarbonat berada pada nomor 7.

Polikarbonat disebut demikian karena plastik ini terdiri dari polimer dengan gugus karbonat (-O-
(C=O)-O-) dalam rantai molekuler yang panjang. Tipe polikarbonat yang paling umum
adalah bisfenol A (BPA). Polikarbonat adalah material yang tahan lama dan dapat dilaminasi
menjadi kaca anti peluru. Meski memiliki ketahanan yang tinggi terhadap benturan, namun
polikarbonat cukup mudah tergores sehingga dibutuhkan pelapisan keras (hard coating) untuk
membuat lensa kaca mata dan eksterior otomotif menggunakan polikarbonat dan material optis
lainnya karena polikarbonat sangat bening dan memiliki kemampuan
mentransmisikan cahaya yang sangat baik dibandingkan dengan jenis kacalainnya. Sifat
polikarbonat mirip dengan polimetil metakrilat (akrilik), namun polikarbonat lebih kuat dan dapat
digunakan pada suhu tinggi, meski lebih mahal.

Polikarbonat akan mengalami transisi gelas pada temperatur 150 oC sehingga polikarbonat akan
menjadi lembek secara bertahap di atas temperatur ini, dan mulai mencair pada temperatur
300 oC..
Konstruksi Baja

Lantai Beton

Dengan maraknya desain interior kontemporer saat ini membuat lentai beton kian diminati. Dulu
memang desain lantai beton terlihat biasa saja namun kini lantai beton berkembang menjadi jenis
lantai yang menarik karena lantai beton bisa dibentuk dengan berbagai motif. Lantai beton
memiliki daya tahan tinggi terhadap cuaca dan tahan lama akrilik untuk pelapis. Perawatannya
cukup disapu dan melakukan pengepelan minimal seminggu sekali.

Kulit semi-anilin
Kulit semi-anilin adalah kulit anilin murni yang permukaannya telah dilapisi dengan lapisan tipis zat
pewarna atau pelindung kulit yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan kulit dan melindunginya
dari noda dan kotoran, namun masih mempertahankan penampilan alami dari kulit tersebut. Lapisan
permukaan ini juga berfungsi untuk memberikan konsistensi warna diseluruh permukaan kulit.

stainless steel feritik

berisi 13% kromium dan memiliki sifat mirip dengan baja ringan,tapi dengan ketahanan
korosi yang lebih baik dibandingkan baja ringan.Untuk jenis ini biasanya digunakan pada
mesin cuci dan arsitektur ruangan.Lalu ada lagi yang disebut stainless steel martensit yang
merupakan jenis baja yang sangat kuat dan keras dan biasanya digunakan untuk membuat
berbagai macam pisau misalnya pisau dapur dan pisau turbin

Sekilas pemugaran cagar budaya


Dalam hal pemugaran, permasalahan yang paling sering timbul adalah terbatasnya data bangunan cagar
budaya sebagai akibat terjadinya kerusakan atau perubahan, ataupun pemahaman pada sebagian
masyarakat tentang pemugaran. Pemugaran sering diartikan sebagai kegiatan merombak bangunan
lama yang secara fungsi dan bentuknya dianggap sudah tidak memenuhi kebutuhan dan selera masa
kini. Jika pengertiannya demikian, hal ini sama dengan menghilangkan nilai sejarah dan nilai budaya
yang terkandung di dalamnya.
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam hal pemugaran ini, maka perlu disosialisasikan tentang
pedoman pelaksanaan pemugaran khususnya bagi instansi pemerintah baik di propinsi maupun di
kabupaten/kota yang menangani cagar budaya, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tepat
pelaksanaannya.

Landasan Operasional
Beberapa ketentuan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kegiatan pemugaran yang harus
diperhatikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, sebagai berikut:
Pasal 53
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
(2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli
Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya
pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan
kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 54
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai.

Pasal 55
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya
Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 77
(1) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk
mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya
melalui pekerjaan rekonstruksi,konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2) Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;
b. kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c. penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d. kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap
mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah
atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai